Askep Anak Dengan Sindrom Nefrotik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK



DISUSUN OLEH: Agatha Elmas



(C1814201105)



Bernadet Apriani



(C1814201110)



Elvira Manik Lumembang



(C1814201115)



Getrudis Yusri



(C1814201121)



Joshua



(C1814201126)



Lori Ripal



(C1814201132)



Odelia Flaviana Ezrom



(C1814201137)



Raya Ma’tan



(C1814201142)



Sherin Amelyani



(C1814201147)



Wahyudi Anggeng



(C1814201153)



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIK STELLA MARIS TAHUN AJARAN 2020/2021



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan anugerah-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah “ Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Sindrom Nefrotik” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan. Oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah - makalah selanjutnya.



Makassar, 8 November 2020



ii



DAFTAR ISI SAMPUL.................................................................................................................................. KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ................................................................................................. 1 B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................ 1 C. TUJUAN ..................................................................................................................... 1 BAB II KONSEP DASAR MEDIK A. DEFINISI.................................................................................................................... 2 B. ANATOMI DAN FISIOLOGI..................................................................................... 2 C. KLASIFIKASI............................................................................................................. 7 D. ETIOLOGI................................................................................................................... 7 E. PATOFISIOLOGI........................................................................................................ 8 F. PATOFLOW................................................................................................................ 9 G. MANIFESTASI KLINIK............................................................................................. 9 H. PEMERIKSAAN PENUNJANG................................................................................. 9 I.



KOMPLIKASI............................................................................................................. 10



J. PENATALAKSANAAN.............................................................................................. 11 K. DISCHARGE PLANNING.......................................................................................... 12 BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK................................................................... 13 B. TAHAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK.................................. 13 C. JENIS-JENIS IMUNISASI.......................................................................................... 15 D. PENGKAJIAN 11 POLA GORDON........................................................................... 16 E. DIAGNOSA................................................................................................................. 17 F. INTERVENSI.............................................................................................................. 17 BAB III PENUTUP iii



A. SIMPULAN................................................................................................................ 18 B. SARAN........................................................................................................................ 18



DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 19



iv



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di Indonesia angka kejadian Sindroma Nefrotik pada anak belum diketahui pasti, namun diperkirakan pada anak usiah dibawah 16 tahun berkisar antara 7 sampai 2 kasus per tahun pada setiap 1.000.000 anak. Insiden Sindroma Nefrotik primer ini 2 kasus pertahun tiap 1.00.000 anak berumur kurang dari 16 tahun dengan angka prevalensi kommulatif 16 dari 1.00.000 anak kurang dari 14 tahun. Rasio antara laki-laki dan perempuan pada anak sekitar 2:1 (Israr, 2008). Menurut penelitian terdapat perbedaan bentuk Sindrom Nefrotik di Indonesia (negara tropis) dan negara maju. Umumnya di negara maju sindrom nefrotik jenis kelainan minimal. Sindrom Nefrotik ini kelainan terletak pada tubulus, dan glomerulus tidak mengalami gangguan fungsi. Umumnya di Indonesia Sindrom Nefrotik bukan kelainan minimal yang menurut dugaan penelitian disebabkan karena infeksi yang pernah di derita oleh pasien atau gangguan gizi (malnutrisi) pada waktu lampau. Kekurangan gizi mengakibatkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga 3 pasien mudah mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus Sindrom Nefrotik (Ngastiyah, 2014). B. RUMUSAN MASALAH 1. Konsep Dasar Medik (KDM) Sindrom Nefrotik pada Anak 2. Konsep Dasar Keperawatan (KDK) Sindrom Nefrotik pada Anak C. TUJUAN 1. Untuk mengetahui Konsep Dasar Medik (KDM) Sindrom Nefrotik pada anak 2. Untuk mengetahui Konsep Dasar Keperawatan (KDK) Sindrom Nefrotik pada anak



BAB II 1



KONSEP DASAR MEDIK A. DEFENISI Sindrom Nefrotik adalah salah satu penyakit glomerulus yang sering dijumpai pada anak, yang ditandai dengan proteinuria (>40 mg/m 2/jam), hipoalbumin (250 mg/dL) dan edema (Stefanus, dkk 2016). Sindrom Nefrotik adalah sindrom klinis akibat perubahan selektevitas permeabilitas dinding kapiler glomerulus sehingga protein dapat keluar melalui urin. Pada anak Sindrom Nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering ditemukan (Sari Pediatri, 2010). Sindrom Nefrotik adalah suatu keadaan klinik dan laboratorik tanpa menunjukkan penyakit yang mendasari, dimana menunjukkan kelainan inflamasi glomerulus. Secara fungsional Sindrom Nefrotik diakibatkan oleh keabnormalan pada proses filtrasi dalam glomerulus yang biasanya menimbulkan berbagai macam masalah yang membutuhkan perawatan yang tepat, cepat dan akurat (Alatas, 2002). B. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Anatomi Ginjal a. Ginjal Menurut Gibson, John (2013), setiap ginjal memiliki panjang sekitar 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm dan terletak pada bagian belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang berjalan disepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang melapisi ginjal. Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang, berwarna merah tua, yang terletak dikedua sisi kolumna vertebralis Ginjal kanan terletak agak rendah daripada ginjal kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas setiap ginjal. Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah yang membulat (ujung superior dan inferior), margo lateral yang membulat konveks, dan pada margo medialis terdapat cekungan yang disebut hilum. Arteria dan vena, pembuluh limfe, nervus renalis, dan ujung atas ureter bergabung dengan ginjal pada hilum. Arteria dan vena, pembuluh limfe, nervus renalis dan ujung atas ureter bergabung dengan ginjal pada hilum.



2



Gambar Struktur Ginjal. Pearce, Evelyn (2011) Berikut penjelasan dari bagian-bagian di dalam ginjal: 1. Ginjal terletak di bagian perut. Gambar ginjal diatas adalah gambar ginjal kiri yang telah dibelah. 2. Calyces adalah suatu penampungan berbentuk cangkir dimana urin terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter. 3. Pelvis adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat penampungan urin sementara yang akan dialirkan menuju kandung kemih melalui ureter dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra. 4. Medula terdiri atas beberapa badan kerucut (piramida), didalam medula terdapat lengkungan henle yang menghubungkan tubulus kontroktus proksimal dan tubulus kontroktus distal. 5. Korteks di dalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari bagian baan malphigi. Badan malphigi tersusun atas glomerulus yang di selubungi kapsul bowman dan tubulus yang terdiri dari tubulus kontortus proksimal, tubulus kontroktus distal dan tubulus kolektivus. 6. Ureter adalah suatu saluran muskuler yang berbentuk silinder yang mengantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. 7. Vena ginjal merupakan pembuluh balik yang berfungsi untuk membawa darah keluar dari ginjal menuju vena cava inferior kemudian kembali ke jantung. 8. Arteri ginjal merupakan pembuluh nadi yang berfungsi untuk membawa darah ke dalam ginjal untuk disaring di glomerulus. b. Nefron



3



Bagian-bagian Nefron. Gibson, John (2013) Di dalam korteks terdapat jutaan nefron. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontroktus proximal, tubulus kontortus distal dan duktus koligentes. Berikut adalah penjelasan bagian-bagian di dalam nefron: 1. Nefron adalah tempat penyaringan darah. Didalam ginjal terdapat lebih dari 1 juta buah nefron. 1 nefron terdiri dari glomerulus, kapsul bowman, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus distal, tubulus kolektivus. 2. Glomerulus merupakan tempat penyaringan darah yang akan menyaring air, garam, asam amino, glukosa dan urea. 3. Kapsul bowman adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus glomerulus, kapsul bowman ditemukan oleh Sir William Bowman. 4. Tubulus kontrtus priksimal adalah tempat penyerapan kembali/ reabsorbsi urin primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam amino. Menghasilkan urin sekunder. 5. Lengkung henle merupakan penghubung tubulus kontortus proksimal dengan tubulus kontortus distal. 6. Tubulus kontortus distal merupakan tempat untuk melepaskan zat-zat yang tidak berguna lagi atau berlebihan ke dalam urine sekunder. Manghasilkan urinn sesungguhnya.



7. Tubulus adalah tabung sempit panjang dalam ginjal yang menampung urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju kandung kemih. c. Pembuluh Arteri Arteri renalis membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal. Cabang arteri memiliki banyak ranting di dalam ginjal dan menjadi arteriola aferen 4



serta masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler di dalam salah satu badan malphigi, yautu glomerulus. Arteriola aferen membawa darah dari glomerulus, kemudian dibagi ke dalam jaringan peritubular kapiler. Kapiler ini menyuplai tubulus dan menerima materi yang direabsorpsi oleh struktur tubular. Pembuluh aferen menjadi arteriola aferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler di sekeliling tubulus uriniferus. Kapiler ini bergabung membentuk vena renalis yang membawa darah ke vena cafa inverior. Kapiler arteriola lainnya membentuk vasarekta yang berperan dalam mekanisme konsentrasi ginjal. d. Ureter Ureter adalah merupakan saluran retroperitonium yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Setiap ureter panjangnya 25-30 cm atau 10-12 inci dan berdiameter 4-6 mm. e. Kandung Kemih Kandung kemih adalah satu kantung berotot yang dapat mengempis terletak di belakang simpisis pubus. Kandung kemih berfungsi sebagai tempat penampungan urin dan mendorong urine keluar tubuh dengan bantuan uretra. Dinding kandung kemih terdapat scratch reseptoryang akan bekerja memberikan stimulus sensai berkemih apabila volume kandung kemih telah mencapai ± 150 cc. f.



Uretra Utetra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari kandung kemih sampai keluar tubuh. Panjangnya pada wanita sekitar 3-5 cm, sedangkan pada pria 23-25 cm.



2. Fisiologi Ginjal a. Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini di kontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi, sekresi tubulus. b. Fungsi utama ginjal 1. Fungsi Ekskresi a. Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 m-Osmol dengan mengubah-ubah ekskresi air b. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam batas normal c. Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3d. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein, terutama urea, asam urat, dan kreatinin. 2. Fungsi Nonekskresi 5



a. Menghasilkan renin, penting untuk tekanan darah. b. Menghasilkan eritropoietin, faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sum-sum tulang c. Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya d. Degradasi insulin e. Menghasilkan prostaglandin 3. Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine dengan konsentrasi osmotic 1200-1400 m-Osmol, melebihi empat kali konsentrasi plasma. Proses pembentukan urine terdiri dari tiga proses, diantaranya: a. Filtrasi Proses pembentukan urine dimulai ketika darah melalui glomerulus. Glomerulus yang merupakan struktur awal nefron tersusun dari jonjot-jonjot kapiler yang mendapat darah lewat vasa aferen dengan mengalirkan darah balik lewat vasa aferen. b. Reabsorbsi Reabsorbsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrasi, melintas epitel tubulus dan kedalam cairan peritubular. Proses reabsorbsi berlangsung pada tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distal, dan duktus koligens. Prinsip reabsorbsi adalah bila zat tersebut masih di butuhkan oleh tubuh maka akan di reabsorbsi dan jika tidak akan dibuang. Disini terjadi penyerapan kembali sebagaian dari air, glukosa, sodium, klorida, fosfat, sulfat, dan berbagagai ion bikarbonat. c. Sekresi Sekresi adalah transportasi larutan dari peritubulus ke epitel tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses penting sebab filtrasi tidak mengeluarkan seluruh material yang dibuang dari plasma. Sekresi menjadi metode penting untuk membuang beberapa material, seperti beberapa jenis obat yang dikeluarkan ke dalam urine. 4. Pengaturan Hormone Terhadap Fisiologi Ginjal ADH membantu dalam mempertahankan volume dan osmolalitas cairan ekstraseluler pada tingkat konstan dengan mengatur volume dan osmolalitas kemih. 5. Keseimbangan Asam-Basa Ginjal Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH 7,35 untuk daerah vena dan pH 7,45 untuk darah arteri. Keseimbangan ini dapat dicapai dengan mempertahankan rasio darah bikarbonat dan karbondioksida pada 20:1. Ginjal dan paru-paru bekerja dengan menyesuaikan jumlah karbondioksida dalam darah. Ginjal 6



menyekresikan atau menahan bikarbonat dan ion hidrogen sebagai respon terhadap pH darah. 6. Pengaturan Keseimbangan Cairan Konsentrasi total solute cairan tubuh orang normal sangat konstan meskipun fluktuasi asupan dan ekskresi air dan solute cukup besar. Kadar plasma dan cairan tubuh dapat dipertahankan dalam batas-batas yang sempit melalui pembentukan urine yang jauh lebih pekat (aug



mentasi/pemekatan) atau lebih encer dibandingkan



dengan plasma dimana urine dibentuk. Cairan yang banyak diminum menyebabkan cairan tubuh menjadi encer. C. KLASIFIKASI Menurut Whaley and Wong (1998), klasifikasi sindrom nefritik yaitu: 1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal (MCNS: Minimal Change Nephrotic Syndrome) Merupakan kondisi yang tersering terjadi yang menyebabkan Sindrom Nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir nornal bila dilihat dengan mikroskop cahaya. 2. Sindrom Nefrotik Sekunder Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen seperti lupus eritematosus sitemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif. 3. Sindrom Nefrotik Kongenital Faktor herediter Sindrom Nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadinya pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialisis. D. ETIOLOGI Menurut Nurarif dan Kusuma (2013), penyebab sindrom nefrotik yang belum pasti diketahui. Saat ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi: 1. Sindrom Nefrotik Bawaan Gejala khasnya adalah pada neonatus. Ini ditemukan pada neonatus akibatnya karena belum sempurnanya pembentukan dari glomerulus selama masa janin. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi maternofetal.



Resistensi terhadap suatu



pengobatan. Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya. 2. Sindrom Nefrotik Sekunder 7



Disebabkan oleh: a. Malaria quartana atau parasit lainnya b. Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid c. Glomerulonefritis akut atau Glomerulonefritis kronis, trombosis vena renalis d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun otak, air raksa. e. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membraneproliferatif hipokomplementemik. 3. Sindrom Nefrotik Idiopatik Adalah sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau biasa disebut sindrom nefrotik primer, namun di katakan lebih mengarah karena terjadinya penurunan sistem imun. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dam mikroskopi electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu; kelainan



minimal,



nefropati



membranosa,



Glomerulonefritis



proliferatif,



Glomerulosklerosis fokal segmental. E. PATOFISIOLOGI Menurut Betz dan Sowden (2009), sindrom nefrotik adalah keadaan klins yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan protein, hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga vaskuler menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam rongga interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulasi system renin-angiotensin yang mengakibatkan diskresikannya hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorsi tubular terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya menambahkan volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada peningkatan edema. Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena penurunan volume vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan hilangnya urine dari koagulasi protein. Kehilangan immunoglobulin pada urine dapat mengarah pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi. F. PATOFLOW Terlampir G. MANIFESTASI KLINIS Menurut Hidayat (2006), adapun manifestasi sindrom nefrotis yaitu: a. Adanya Proteinuria (merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik) 8



b. Hipoalbuminemia (salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dl) c. Adanya edema (disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyebabkan cairan merembes ke ruangan interstisial), edema periorbital, edema fasial, retensi cairan, pembengkakan genetalia eksterna asites d. Distensi abdomen e. Penurunan jumlah urine, urine tampak berbusa dan gelap, hematuria f.



Nafsu makan menurun, anorexia



g. Diare h. Pucat i.



Gagal tumbuh dan pelisutan (jangka panjang), wajah sembab



j.



Kesulitan pernafasan (efusi pleura)



k. Malaese l.



Sakit kepala



m. Keletihan H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut Betz dan Sowden (2009), pemeriksaan penunjang sebagai berikut: a. Pemeriksaan laboratorium 1. Uji urine a. Urinalisis: Proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m 2/hari), bentuk hialin dan granular, hematuria. b. Uji Dipstick Urine: Hasil positif untuk protein dan darah c. Berat Jenis Urine: Meningkat karena proteinuria d. Osmolalitas Urine: Meningkat. 2. Uji Darah a.



Kadar Albumin Serum: Menurun (< 2 g/dl)



b.



Kadar Kolesterol Serum: Meningkat (dapat mencapai 450-1000 mg/dl)



c.



Kadar Trigliserid Serum: Meningkat



d.



Kadar Hemoglobin dan Hematokrit: Meningkat



e.



Hitung Trombosit: Meningkat (mencapai 500.000-1.000.000/ul).



f.



Kadar Elektrolit Serum: Bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit perorangan.



b. Pemeriksaan Lain  USG, melihat bentuk ginjal, apakah mengerut atau mengalami pengkisutan  Biopsi Ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak)



 Pemeriksaan Penanda Auto-immne 9



I.



KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada sindrom nefrotik yaitu: 1. Infeksi Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi yang terutama adalah selulitas dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer biasanya di sebabkan oleh kuman gram negatif dan streptoccus pneumoniae. Infeksi lain yang sering ditemukan pada anak dengan sindrom nefrotik adalah pnemonia dan infeksi saluran nafas atas karena virus. 2. Trombosis Suatu studi prospektif mendapatkan 15% pasien sindrom nefrotik relaps menunjukkan bukti defek ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat trombosis pembuluh vaskular paru asimtomatik. 3. Hiperlipidemia Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten stroid terjadi peningkatan kadar LDL dan VLDL kolesterol, trigliserida dan lipoprotein sedangkan kolestrol HDL menurun atau normal. 4. Hipokalsemia Pada sindrom nefrotik dapat terjadi hipokalsemia karena, a. Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia. b. Kebocoran metabolit vitamin D 5. Hipovolemia Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik relaps dapat terjadi hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitasdingin dan sering disertai sakit perut. 6. Hipertensi Ditemukan pada awitan penyakit dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik akibat toksisitas steroid. 7. Malnutrisi akibat banyaknya protein di dalam darah yang terbuang bersama urine. 8. Penyakit gagal ginjal kronik atau akut akibat ginjal tidak dapat menyaring darah dengan optimal



J. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis untuk sindrom nefrotik yaitu:



10



a. Pemberian kortikostroid (prednison atau prednisolon) untuk menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4-8 minggu terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk beberapa hari. b. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena) c. Pengurangan edema (terapi diuretik dan pembatasan natrium) d. Mempertahankan keseimbangan elektrolit e. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyaman yang berhubungan dengan edema dan terapi invasif) f.



Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain)



g. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil atau siklosporin) untuk anak yang gagal berespon terhadap steroid. 2. Penatalaksanaan Keperawatan a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat. b. Diet. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Diet harus mengandung 23gram protein / kg berat badan / hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat. c. Perawatan Kulit. Edema masih merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau perban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi. d. Perawatan Spesifik. Mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbangan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus. e. Dukungan Orang Tua dan Anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berat pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. K. DISCHARD PLANNING 1. Menganjurkan istirahat yang cukup 11



2. Menganjurkan diet yang tinggi protein 3. Minum obat secara teratur sesuaikan dengan resep dokter yang diberikan 4. Berikan penyuluhan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan aktivitas



BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN A. KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Adriana, 2013). 12



Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat di ramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa, sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Cakupan tahap ini termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi terhadap lingkungan (Soetjiningsih, 2012). B. TAHAP PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN ANAK Menurut hidayat, 2008 tahap perkemabnagn dan pertumbuhan anak ditentukan oleh masa kehidupan anak. a. Masa Prenatal Masa prenatal terdiri dari atas dua fase yaitu embrio dan fase fetus. Pada masa embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari konsepsi hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang cepat dari ovum menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia. Pada fase fetus terjadi sejak usia 9 minggu hingga kelahiran, sedangkan minggu ke-12 sampai minggu ke-40 terjadi peningkatan fungsi organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan terutama pertumbuhan dan penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot. b. Masa Postnatal 1. Masa Neonatus Pertumbuhan dan perkembangan anak dimulai setelah lahir diawali dengan masa neonatus (0-28 hari). 2. Masa Bayi Tahap pertama (usia 1-12 bulan), berlangsung secara terus menerus, khususnya dalam peningkatan susunan saraf. Tahap kedua (1-2 tahun), kecepatan pertumbuhan pada masa ini mulai menurun dan terdapat percepatan dan perkembangan motorik. 3. Masa Usia Prasekolah Perkembangan anak akan berlangsung stabil dan masih terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya pada aktivitas fisik dan kognitif. Pada masa usia prasekolah anak akan mengalami proses perubahan dalam pola makan dimana pada umumnya anak akan mengalami kesulitan untuk makan,(hidayat, 2008). 4. Masa Sekolah Perkembangan masa sekolah lebih cepat dalam kemampuan fisik dan kognitif dibandingkan dengan masa usia sekolah. 5. Masa Remaja 13



Tahap perkembangan



remaja terjadi perbedaan pada perempuan dan laki-laki.



Wanita lebih cepat 2 tahun untuk masuk ke dalam tahap remaja/ pubertas di bandingkan dengan anak laki-laki. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Menurut Adriana, 2013 faktor yang mempengaruhi: a. Faktor Internal; Ras, keluarga, umur, jenis kelamin, genetik kelainan kromosom. b. Faktor Eksternal; 1. Faktor prenatal; gizi, mekanis, toksin, endokrin, radiasi, infeksi, psikologi ibu. 2. Faktor persalinan; afiksia dapat menyebabkan keruskan jaringan otak. 3. Faktor pasca persalinan; gizi, penyakit kronis, lingkungan,psikologis, endokrin, stimulasi, obat-obatan dan sosial ekonomi. Aspek Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Menurut Depkes (2009), aspek tersebut meliputi: 1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti duduk. 2. Gerakan halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian –bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil seperti menulis. 3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah dan sebagainya. 4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (seperti makan sendiri), berpisah dengan ibu, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. C. JENIS JENIS IMUNISASI a. Imunisasi Aktif Imunisasi aktif adalah proses mendapatkan kekebalan dimana tubuh anak sendiri membuat zat anti yang akan bertahan selama bertahun-tahun. Vaksin dibuat “hidup dan mati”. Vaksin hidup mengandung bakteri atau virus (germ) yang tidak berbahaya, tetapi dapat menginfeksi tubuh dan merangsang pembentukan antibodi. Vaksin yang mati dibuat dari bakteri atau virus, atau dari bahan toksit yang dihasilkannya yang dibuat tidak berbahaya dan disebut toxoid. Imunisasi dasar yang dapat diberikan kepada anak adalah: 14



1. BCG (Bacillius Calmette Guerine) Diberikan pada umur sebelum 3 bulan (untuk mencegah penyakit TBC). Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Kementerian Kesehatan RI menganjurkan pemberian BCG pada umur antara 0-12 bulan. 2. DPT (Dhifteri Pertusis Tetanus) Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Berguna untuk mencegah penyakitpenyakit difteri, pertusis dan tetanus. 3. Polio, (untuk mencegah penyakit poliomilitis) Diberikan segera setelah lahir sesuai pedoman program pengembangan imunisasi (PPI) sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan yang tinggi. 4. Campak (untuk mencegah penyakit campak (measles)) Dianjurkan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-kutan dalam, pada umur 9 bulan 5. Hepatitis B (untuk mencegah penyakit hepatitis) Diberikan segera setelah lahir, mengingat vaksinasi hepatitis B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu pada bayinya. b. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif adalah pemberian antibody kepada resipien, dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan tubuhnya. Antibody yang diberikan ditujukan untuk upaya pencegahan atau pengobatan terhadap infeksi, baik untuk infeksi bakteri maupun virus (Satgas IDAI, 2008). Imunisasi pasif dapat terjadi secara alami saat ibu hamil memberikan antibody tertentu ke janinnya melalui plasenta, terjadi di akhir trimester pertama kehamilan dan jenis antibodi yang ditransfer melalui plasenta adalah immunoglobulin G (LgG). Transfer imunitas alami dapat terjadi dari ibu ke bayi melalui kolostrum (ASI), jenis yang ditransfer adalah immunoglobulin A (LgA). Sedangkan transfer imunitas pasif secara didapat terjadi saat seseorang menerima plasma atau serum yang mengandung antibody tertentu untuk menunjang kekebalan tubuhnya. D. PENGKAJIAN 11 POLA GORDON 1. Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan DS: Keseringan mengkonsumsi makanan yang tinggi natrium, makan berlemak dan tinggi kolestrol seperti mayonaise, mie instan, es krim, kripik kentangserta sering 15



mengkonsumsi lauk yang telah difermentasikan seperti telur asin dan klien kurang memperhatikan kesehatannya. DO: 2. Pola Nutrisi dan Metabolic DS: Anoreksia, mual dan muntah DO: Lemah, keletihan 3. Pola Eliminasi DS: BAB 2x sehari dengan konsistensi agak encer. BAK 1x sehari dengan konsistensi cair, mengalami penurunan jumlah urine berwarna kemerahan, berbuih dan terdapat darah (hematuria). DO: Pucat, pusing 4. Pola Aktifitas dan Latihan DS: Sering sesak dan mengeluh cepat lelah. Beraktivitas dengan dibantu, pasien berbaring terus di tempat tidur dan kadang juga duduk dengan bantuan orang lain. DO: Mudah lelah, mengalami sesak. 5. Pola Tidur dan Istirahat DS: Lebih mudah tertidur pada siang hari dikarenakan tubuh yang lemas. Dan mengalami kesulitan tertidur pada malam hari di sebabkan oleh rasa gatal pada kulit, sehingga jam tidur pasien terganggu (4-5 jam). DO: Mengalami Keletihan 6. Pola Persepsi dan Kognitif DS: Anak mudah menangis, merengek, dan sering ingin dipeluk oleh ibunya. Terkadang sulit untuk berkonsentrasi. DO: Lesu dan lemah 7. Pola Persepsi dan Konsep Diri DS: Mengalami gangguan citra tubuh karena tampak edema pada wajah, pembengkakan abdomen dan pada area tubuh lainnya DO: Lemah 8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama DS: Tidak mengalami gangguan apapun DO: Lemah dan keletihan 9. Pola Reproduksi dan Seksualitas DS: DO: 10. Pola Mekanisme Koping DS: Tidak mengalami masalah emosional. DO: Lemah 16



11. Pola Nilai dan Kepercayaan DS : Selama sakit klien lebih sering berdoa DO: Lemah E. DIAGNOSA 1. Hipervolemia berhubungan dengan penyakit ginjal: sindrom nefrotik 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan 3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas 4. Resiko infeksi berhubungan dengan gagal ginjal 5. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis F. INTERVENSI



SDKI 1. Hipervolemi a b.d penyakit ginjal : sindrom nefrotik



SLKI



SIKI



Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam maka diharapkan keseimbangan cairan meningkat dengan kriteria hasil :



Manajemen Hipervolemia



1. Asupan ciaran dipertahankan pada skala 2 di tingkatkan ke skala 4 2. Haluaran urin dipertahankan ke skala 2 di tingkatkan ke skala 4 3. Edema dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4 4. Turgor kulit dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4



17



Observasi 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia ( mis. Ortopnea, dispnea,edema, JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugularm positif, suara napas tambahan) 2. Identifikasi penyebab hipervolemia 3. Monitor status hemodinamik ( mis. Frekuensi jantung,tekanan darah, MAP, CVP, PAP,PCWP,CO,CI) 4. Monitor intake dan output cairan Terapeutik 1. Timbang BB setiap hari pada waktu yang sama 2. Batasi asupan cairan



dan garam 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 0 Edukasi 1. Anjurkan melapor jika haluaran urin



1kg dalam sehari 3. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluan cairan 4. Ajarkan cara membatasi cairan Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian diuretik 2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik 3. Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy (CRRT). Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu 2. Intoleransi Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan



Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam maka diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Frekuensi nadi dipertahankan pada skala 2 18



Manajemen Energi Observasi 1. Identifiksi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan



ditingkatkan ke skala 4 2. Saturasi O2 dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan ke skala 4 3. Keluhan lelah dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4 4. Warna kulit dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4



kelelahan 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 3. Monitor pola dan jam tidur 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik 1. Sediakan ruangan yang nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara kunjungan ) 2. Lakukan rentang gerak aktif dan atau pasif 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan Edukasi 1. Anjurkan tirah baring 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidk berkurang 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi



3. Pola tidak



Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



napas efektif Setelah dilakukan tindakan



berhubungan dengan hambatan



keperawatan …x24 jam maka diharapkan pola napas membaik dengan kriteria hasil :



upaya napas 19



Manajemen Jalan Napas Observasi



4. Resiko



1. Tekanan Ekspirasi dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan ke skala 4 2. Tekanan Inspirasi dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan ke skala 4 3. Dispnue dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4 4. Penggunan otot bantu napas dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4 5. Frekuensi napas dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4 6. Kedalaman nafas dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4



1. Monitor pola nafas 2. Monitor bunyi nafas tambahan 3. Monitor sputum Terapeutik 1. Posisikan semifowler atau fowler 2. Lakukan fisioterapi dada 3. Berikan oksigen Edukasi 1. Anjurkan cairan 200 ml/hari



infeksi



Setelah dilakukan tindakan keperawatan …x24 jam maka dengan gagal diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil Pencegahan Infeksi ginjal : Observasi berhubungan



1. Demam dipertahankan pada 1. Monitor tanda dan skala 1 ditingkatkan ke gejala infeksi lokal dan skala 4 sistemik 2. Kemerahan dipertahankan Terapeutik pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4 1. Batasi jumlah 3. Nyeri dipertahankan pada pengunjung skala 1 ditingkatkan ke 2. Berikan perawatan skala 4 kulit pada area yang 4. Bengkak dipertahankan mengalami edema pada skala 1 ditingkatkan 3. Cuci tangan sebelum ke skala 4 dan sesudah konytak dengan pasien dan lingkungan pasien Edukasi 1. Jelaskan tanda dan 20



gejala infeksi 2. Ajarkan cara mencuci tangan yang benar



5. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan dengan faktor keperawatan …x24 jam maka diharapkan status nutrisi psikologis membaik dengan kriteria hasil : berhubungan



Manajemen Nutrisi Obervasi



1. Identifikasi status 1. Porsi makanan yang nutrisi dihabiskan dipertahankan 2. Identifikasi kebutuhan pada skala 1 ditingkatkan kalori dan jenis nutrien ke skala 4 3. Monitor aasupan 2. Berat badan dipertahankan makanan pada skala 2 ditingkatkan 4. Monitor BB ke skala 4 3. Frekuensi makan Terapeutik dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan ke skala 4 1. Fasilitasi menentukan 4. Nafsu makan dipertahankan pedoman diet pada skala 2 ditingkatkan 2. Berikan makanan tinggi ke skala 4 protein dan tinggi kalori Edukasi 1. Anjurkan diet yang diprogramkan Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antimetik) 2. Kolaborasi dengan ahli hizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan.



21



BAB IV PENUTUP A. SIMPULAN Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang di tandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, dan adanya edema. Kadang-kadang disertai hematuria, hipertensi dan menurunnya kecepatan glomerulus. Sindrom nefrotik pada 22



anak merupakan kumpulan gejala yang terjadi pada anak dengan karakteristik proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia yang disertai atau tidak disertai edema dan hiperkolestrolemia. B. SARAN 1.



Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi yang pembaca, terutama mahasiswa keperawatan.



2.



Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa keperawatan.



3.



Semoga makalah ini dapat menjadi pokok bahasan dalam berbagai diskusi dan forum terbuka.



DAFTAR PUSTAKA Kharisma, Yuktiana. 2017. Tinjauan Umum Penyakit Sindrom Nefrotik. Jawa Barat: Universitas Islam Bandung. Pediatri, Sari. 2010. Alternatif Terapi Inisial Sindrom Nefrotik Untuk Menurunkan Kejadian Relaps, Vol.11:6, 415-419. Jawa Barat: Universitas Indonesia.



23



Siburian, Apriliani. 2013. Analisis Praktek Klinik Keperawatan Anak Kesehatan Masyarakat Pada Pasien Sindrom Nefrotik. Jawa Barat: Universitas Indonesia. Suriadi & Yuliana. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto. Thihono, P, Partini, dkk. 2012. Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.



24