13 0 545 KB
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian besar ODHA berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna narkotika semakin meningkat (Djoerban dan Djauzi , 2017). Jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS di dunia pada tahun 2013 diperkirakan sebanyak 33,4 juta orang. Sebagian besar (31,3 juta) adalah orang dewasa dan 2,1 juta anak di bawah 15 tahun (Narain, 2015). Saat ini AIDS adalah penyebab kematian utama di Afrika sub Sahara, dimana paling banyak terdapat penderita HIV positif di dunia (26,4 juta orang yang hidup dengan HIV/AIDS), diikuti oleh Asia dan Asia Tenggara dimana terdapat 6,4 juta orang yang terinfeksi. Lebih dari 25 juta orang telah meninggal sejak adanya endemi HIV/AIDS (Narain, 2016). Sampai dengan akhir Maret 2015, tercatat 6.789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Jumlah itu tentu masih sangat jauh dari jumlah sebenarnya. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2015 memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV adalah antara 90.000 sampai 130.000 orang (Djoerban, Djauzi , 2017) . Berkaitan dengan data tersebut di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang pengelolaan keluarga dengan memberikan asuhan keperawatan untuk Asuhan Keperawatan pada Ny.S dengan gangguan sistem immunologi (B-20) di Ruang Nusa Indah RSUD Panembahan Senopati Bantul.
B. Rumusan Masalah Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Ny.S dengan gangguan sistem immunologi (B-20)? C. Tujuan a) Tujuan Umum Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien pasien Ny.S dengan gangguan sistem immunologi (B-20)? b) Tujuan Khusus 1
1. Untuk mengetahui teori tentang B-20 2. Untuk mengetahui keperawatan pada pasien Ny.S dengan gangguan sistem immunologi (B-20), meliputi : -
Pengkajian
-
Diagnosa Keperawatan
-
Intervensi
-
Implementasi
-
evaluasi
D. Metode Dalam pembuatan makalah ini adalah dengan wawancara, study RM, study litelatur, dengan menggunakan beberapa referensi dari buku dan jurnal.
2
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Defenisi HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. (Nanda, 2016). Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya yaitu kanker serviks invasif atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya, TB (Tubercolosis). (Doenges, 2016). Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. (Nursalam, 2017). B. Etiologi HIV tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel Tpenolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV (Daili, 2016) 3
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah : a. Lelaki homoseksual atau biseks. b. Orang yang ketagian obat intravena c. Partner seks dari penderita AIDS d. Penerima darah atau produk darah (transfusi). e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
C. Patofisiologi Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan secret Vagina. Sebagaian besar ( 75% ) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetic RNA. Bilaman virus masuk kedalam tubuh penderita ( sel hospes ), maka RNA virus diubah menjadi oleh ensim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV . DNA pro-virus tersebut
kemudian
diintegrasikan
kedalam
sel
hospes
dan
selanjutnya
diprogramkan untuk membentuk gen virus. HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen pembukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain tifosit T4,virus juga dapat menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak Virus yng masuk kedalam 4
limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan CD4 (Cluster Differential Four) dan peningkatan kadar RNA Nu-HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load ( jumlah virus HIV dalam darah ) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan kemudian turun pada suatu level titik tertentu maka viral load secara perlahan meningkat. Pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV rata – rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun. (DEPKES RI,2017)
D. Manifestasi Klinis Menurut Mandal (2016) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas dan pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan efek langsung HIV pada jaringan tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang relatif lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat menularkan kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut: Gejala Mayor : a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
5
Gejala Minor: a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan b. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang c. Kandidias orofaringeal d. Limfadenopati generalisata e. Ruam Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 216), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan mengikut fasenya. 1.
Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri. 2.
Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah. 3.
Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
6
E. Pemeriksaan Diagnostik Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain (cerebrospinal fluid) penderita. 1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay) ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno). Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan core (Hanum, 2016). 2. Western Blot Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2015). Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum, 2017). 3. PCR (Polymerase Chain Reaction) Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting (fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah, yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian, 7
alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001). F. Penatalaksanaan Non Farmakologi 1. Fisik Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV )
adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik meliputi : a) Universal Precautions Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi. Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga, dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV. Prinsip-prinsip universal precautions meliputi: 1). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker, kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan. 2). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk setelah melepas sarung tangan. 3). Dekontaminasi cairan tubuh pasien. 4). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat kedokteran yang dipakai (tercemar). 5). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan. 6). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan aman. b) Peran perawat dan pemberian ARV 1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah: (a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan terjadinya resistensi. 8
(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul efek samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan bila virus mulai rasisten terhadap obat yang sedang digunakan bisa memakai kombinasi lain.
2). Efektivitas obat ARV kombinasi: (a) AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat AVR yang lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat saja. (b) Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila pasien lupa minum dapat menimbulkan terjadinya resistensi. (c) Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil, sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil. c) Pemberian nutrisi Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam makanan sehari- hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami defisiensi vitamin sehingga memerlukan makanan tambahan HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya cadangan
vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan
mineral pada ODHA dimulai sejak masih dalam stadium dini. Walaupun jumlah makanan ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral. d) Aktivitas dan istirahat (a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh Hamper semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan akut , olah raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang dilakukan secara teratur menimbulkan adaptasi organ tubuh yang berefek menyehatkan (b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh (1) Perubahan system tubuh
9
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi 20 1/menit pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan peningkatan darah ke otot skelet dan jantung. (2) Sistem pulmoner Olahraga
meningkatkan
frekuensi
nafas,
meningkatkan
pertukaran gas serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan oksigen oleh otot. (3)
Metabolisme Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada olah raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan trigliserida dan jaringa adiposa menjadi glikogen dan FFA (free fatty acid). Pada olahraga intensitas tinggi kebutuhan energy meningkat,
otot
makin
tergantung
glikogen
sehingga
metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi anaerob 2. Psikologis (strategi koping) Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh internal dan eksterna 3. Sosial Dukungan social sangat diperlukan
PHIV yang kondisinya sudah sangat
parah. Individu yang termasuk dalamdan
memberikan dukungan social
meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor. Farmakologis : Pencegahan infeksi HIV perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV. a. Pengendalian Infeksi Oportunistik Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi
bakteri
dan
komplikasi
penyebab
sepsis
harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis. b. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus 10
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3. c. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine, dan recombinant CD 4 dapat larut. d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS. 1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. 2) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
f. Komplikasi a. Oral lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat. 1. Kandidiasis oral Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat secara universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan dengan AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului infeksi serius lainnya. Kandidiasi oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Tanda –tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta nyeri dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal). Sebagian pasien juga menderita lesi oral yang mengalami
11
ulserasi dan menjadi rentan terutama terhadap penyebaran kandidiasis ke sistem tubuh yang lain. 2. Sarcoma Kaposi Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan malignitas yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan , merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotil pembuluh darah dan limfe. b. Neurologik 1. Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek
perubahan
kepribadian,
kerusakan,
kemampuan
motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial. Sebagian basar penderita mula-mula mengeluh lambat berpikir atau sulit berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Penyakit ini dapat menuju dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan pada stadium akhir. Tidak semua penderita mencapai stadium akhir ini. 2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek sakit kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial. Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS (ADC; AIDS dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya pada dua pertiga pasien –pasien AIDS. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Tanda –tanda dan gejalanya dapat samar- samar serta sulit dibedakan dengan kelelahan, depresi atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi 3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan menarik endokarditis. 4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan disertai rasa nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi orthostatik dan impotensi. c. Gastrointestinal 1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
12
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritik. 3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare. d. Respirasi Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan gagal nafas. e. Dermatologi Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis , reaksi otot, lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis. f. Sensorik 1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan. 2.Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri. G. Konsep Asuhan Keperawatan Hiv/Aids Pengkajian 1. Identitas klien 2. Riwayat Keperawatan a. Riwayat kesehatan saat ini b. Riwayat kesehatan masa lalu c. Riwayat penyakit keluarga d. Diagnosa medis dan terapi 3. Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual) a. Pola persepsi dan pengetahuan Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri. b. Pola nutrisi dan metabolisme Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, Keluarga mengatakan saat masuk RS px hanya mampu menghabiskan ⅓ porsi
13
makanan, Saat pengkajian keluarga mengatakan px sedikit minum, sehingga diperlukan terapi cairan intravena. c. Pola eliminasi Mengkaji pola BAK dan BAB px d. Pola aktifitas dan latihan Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik, tetapi px mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan. e. Pola istirahat Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau, terus gelisah. f. Pola kognitf dan perseptual (sensoris) Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit, px mampu memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialaminya. g. Pola persepsi dan konsep diri Pola emosional px sedikit terganggu karena pikiran kacau dan sulit tidur. h. Peran dan tanggung jawab Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien. i. Pola reproduksi dan sexual Mengkaji perilaku dan pola seksual pada px j. Pola penanggulangan stress Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi penyakitnya, px merasakan pikirannya kacau. Keluarga px
masalah cukup
perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit. k. Pola tata nilai dan kepercayaan Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu, dimana px dan keluarga percaya bahwa masalah px murni masalah medis dan menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas kesehatan. 4. Pemeriksaan fisik a. Keadaan umum b. Sistem kardiovaskuler (mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung) 14
c. Sistem hematologi (mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali) d. Sistem urogenital (ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang) e. Sistem
muskuloskeletal
(mengetahui
ada
tidaknya
kesulitan
dalam
pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak) f. Sistem kekebalan tubuh (mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening) 5. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan darah rutin (mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi). b. Pemeriksaan
foto
abdomen
(mengetahui
adanya
komplikasi
pasca
pembedahan). (NANDA, 2015) 6. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d pnumonia carii (PCVP) peningkatan sekrersi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk menyertai kelemahan serta keaddan mudah letih. 2. Ketidakefektifan pola napas b.d jalan napas terganggu akibat spasme otot-otot pernapasan dan penurunan ekspansi paru. 3. Ketidakefektifan termoregulasi b.d penurunan imunitas tubuh. 4. Intoleransi aktivitas b.d keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan, dan elektrolit. 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan asupan oral. 6. Gangguan harga diri 7. Resiko infeksi b.d immunodefisiensi 8. Resiko ketidakseimbangan elektrolit 9. Defisiensi pengetahuan b.d cara-cara mencegah penularan HIV dan perawtaan mandiri
15
7. Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan bersihan jalan napas Definisi:
Ketidakmampuan
NOC
membersihkan
NIC
Respiratory status : Ventilation
NIC : Airway suction
Kriteria hasil :
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
Mendemonstrasikan batuk efektik dan suara
mempertahankan bersihan jalan napas.
napas yang bersih, tidak ada sianosis dan 2. Auskultasi suara napas sebelum dypsneu (mampu mengeluatkan sputum, mampu
suctioning.
dan sesudah suctioning.
Batasan Karakteristik :
bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips). 3. Informasikan kepada klien dan
a. Batuk yang tidak efektif
(Lv. 4)
keluarga tentang suctioning.
b. Dypsneu c. Gelisah
4. Minta klien napas dalam sebelum
suction dilakukan.
Respiratory status : Airway patency
d. Kesulitan verbalisasi
Kriteria hasil :
5. Berikan O2 dengan menggunakan
e. Mata terbuka lebar
1. Menujukkan jalan napas yang paten (klien
nasal untuk memfasilitasi suction
f. Orthopneu
tidak merasa tercekik, irama napas, frekuensi
g. Penurunan bunyi napas
pernapasan dalam rentang normal, tidak ada 6. Gunakan alat yang steril setip
h. Perubahan frekuensi napas
suara napas abnormal). (Lv. 3)
i. Perubahan pola napas
2. Mampu
mengidentifikasi
dan
nasotrakeal.
melakukan tindakan. mencegah 7. Anjurkan klien untuk istirahat dan
j. Sianosis
faktor yang dapat menghambat jalan napas.
napas
k. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
(Lv. 4)
dikeluarkan dari nasotrakeal.
l. Suara napas tambahan
dalam
sebuah
kateter
8. Monitor status oksigen klien.
16
m. Tidak ada batuk
Keterangan Lv. : 1 = berat dari kisaran normal
Faktor-faktor yang berhubungan :
2 = Cukup berat dari kisaran normal
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suction. 10. Hentikan suction dan berikan
a. Lingkungan :
3 = sedang dari kisaran normal
oksigen
1) Perokok
4 = ringan dari kisaran normal
menunjukkan
2) Perokok pasif
5 = tidak ada dari kisaran normal
peningkatan saturasi 02, dll.
3) Terpajan asap
apabila
klien bradikardi,
NIC : Airway Management 1. Buka jalan napas, gunakan teknik
b. Obstruksi jalan napas :
chin lift atau jaw thrust bila perlu.
1) Adanya jalan napas buatan
2. Posisikan
2) Benda asing dalam jalan napas
klien
untuk
memaksimalkan ventilasi.
3) Eksudat dalam alveoli
3. Identifikasi
4) Hiperplasia pada dinding bronkus
pemasangan
5) Mokus berlebihan
buatan.
klien alat
perlunya jalan
napas
6) Penyakit paru obstruksi kronis
4. Pasang mayo bila perlu.
7) Sekresi yang tertahan
5. Lakukan fisioterapi dada jika
8) Spasme jalan napas
perlu.
c. Fisiologis :
6. Keluarkan skret dengan batuk atau
1) Asma
suction.
2) Disfungsi neuromuskular
7. Auskultasi
3) Infeksi
suara
napas,
adanya suara tambahan.
17
catat
4) Jalan napas alergik
8. Lakukan suction pada mayo. 9. Berikan bronkodilator bila perlu. 10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembb. 11. Atur
intake
untuk
cairan
mengoptimalkan keseimbangan. 12. Monitor respirasi atau statur O2 Ketidakefektifan pola nafas
Respiratory status : Ventilation
NIC : Airway Management
Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
Kriteria Hasil :
1. Buka jalan napas, gunakan teknik
memberi ventilasi adekuat
Mendemonstrasikan batuk efektif, dan suara
chin lift atau jaw thrust bila perlu.
napas yang bersih, tidak ada sianosis dan 2. Posisikan Batasan Karakteristik :
3. Identifikasi
Respiraotory status : Airway patency
pemasangan
c. Fase ekspirasi memanjang
Kriteria Hasil :
buatan.
d. Ortopneu
Menunjukkan jalan napas yang paten (Lv. 3)
e. Penggunaan otot bantu pernapasan f. Penggunaan posisi tiga – titik
untuk
memaksimalkan ventilasi.
dypsneu (Lv. 4)
a. Bradipneu b. Dypsneu
klien
klien alat
perlunya jalan
napas
4. Pasang mayo bila perlu. 5. Lakukan fisioterapi dada jika
Vital sign status
g. Peningkatan diameter anterior – posterior
Kriteria Hasil :
h. Penurunan kapasitas vital
Tanda-tanda vital dalam rentang normal. (Lv. 4)
perlu. 6. Keluarkan skret dengan batuk atau
i. Penurunan tekanan ekspirasi
suction. 7. Auskultasi
18
suara
napas,
catat
j. Penurunan tekanan inspirasi
Keterangan Lv. :
k. Penurunan ventilasi semenit
1 = deviasi berat dari kisaran normal
l. Pernapasan bibir
2 = deviasi yang cukup Cukup berat dari 9. Berikan bronkodilator bila perlu.
m. Pernapasan cuping hidung
kisaran normal
n. Perubahan ekskursi dada
3 = deviasi sedang dari kisaran normal
o. Pola napas abnormal (mis., irama, frekuensi,
4 = deviasi ringan dari kisaran normal
kedalaman)
5 = tidak ada deviasi dari kisaran normal
p. Takipneu
adanya suara tambahan. 8. Lakukan suction pada mayo.
10. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembb. 11. Atur
intake
untuk
mengoptimalkan keseimbangan. 12. Monitor respirasi atau statur O2
Faktor yang berhubungan :
NIC : Oxygen Therapy
a. Ansietas
1. Bersihkan
b. Cedera medula spinalis
mulut,
hidung
dan
secret trakea
c. Deformitas dinding dada
2. Pertahankan jalan napas yang
d. Deformitas tulang
paten
e. Disfungsi neuromuskular
3. Atur peralatan oksigenasi
f. Gangguan muskuloskeletl
4. Monitor aliran oksigen
g. Gangguan
cairan
neurologis
(mis.,
5. Pertahankan posisi klien
elektroensefalogram (EEG) positif, trauma
6. Observasi adanya tanda tanda
kepala, gangguan kejang)
hipoventilasi
h. Hiperventilasi
7. Monitor adanya kecemasan klien
i. Imaturitas neurologis
terhadap oksigenasi
19
j. Keletihan k. Keletihan otot pernapasan
NIC : Vial Sign Monitoring
l. Nyeri
1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
m. Obesitas
2. Catat adanya fluktuasi tekanan
n. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi
darah
paru
3. Monitoring
o. Syndrom hipoventilasi
VS
pada
klien
berbaring duduk dan berdiri 4. Auskultasi TD pada kedua lengan 5. Monitor kualitas nadi 6. Monitor suara paru 7. Monitor
frekuensi
dan
irama
pernapasan 8. Monitor
pola
pernapasan
abnormal 9. Monitor sianosis perifer 10. Monitor adanya cushing trid. 11. Identifikasi
penyebab
dan
perubahan vial sign Ketidakefektifan termoregulasi
NOC
Definisi : Fruktuasi suhu diantara hipotermi dan hipertermi
NIC
:Temperature
regulation
(pengaturan suhu)
Hidration Adherene behavior
20
1. Monitor suhu minimal tiap 2
Batasan Karakteristik : a. Dasar kuku sianostik b. Fruktuasi
suhu
tubuh
daiatas
Immune status
Risk control
dan
jam 2. Rencanankan monitoring suhu secara kontinue
Riskdetektion
dibawah kisaran normal c. Kulit Kemerahan d. Hipertensi e. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
3. Monitor VS Pasien 4. Monitor warna dan suhu kulit
Kriteria Hasil : 1. Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas 2. Seimbang antara produksi panas, panas yang
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
diterima, dan kehilangan panas selama 28
g. Sedikit menggigil, kejang
hari pertama kehidupan
5. Monitor
tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi 6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 7. Selimuti
pasien
h. Pucat sedang
3. Keseimbangan asam basa bayi baru lahir
mencegah
i. Pilokoreksi
4. Temperature stabil
kehangatan tubuh
j. Penurunan suhu tubuh dibawah kisaran
5. Tidak ada kejang
normal
8. Ajarkan
untuk hilangnya
pada
pasien
6. Tidak ada perubahan warna Kulit
mencegah
k. Kulit dingin, Kulit Hangat
7. Glukosa darah stabil
panas
l. Pengisian ulang kapiler yang hangat
8. Pengendalian risiko : hepertermi
m. Takikardi
9. Pengendalian Risiko : Hypotermi
pengaturan
10. Pengendalian risiko : Proses menular
kemungkinann efek negatif
11. Pengendalian risiko : Paparan sinar matari
dari kedinginan
Faktor yang Berhubungan : a. Usia yang ekstrim
terjadinya
21
akibat
9. Diskusikan tentang pentingnya
10. Beritahu
b. Fluktuasi suhu lingkungan
keletihan
cara
suhu
tentang
dan
indikasi
keletihan
dan
c. Penyakit
penanganan emergency yang
d. Trauma
diperlukan 11. Ajarkan hipotermi
indikasi dan
dari
penanganan
yang diperlukan 12. Berikan antipiretik jika perlu Intoleransi Aktivitas
Energy Conservation
NIC : Activity Therapy
Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis
Kriteria Hasil :
1. Kolaborasikan
atau fisiologis untuk mempertahankan atau
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
rehabilitasi
medik
dalam
menyeesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari
peningkatan TD, nadi dan RR (Lv. 3)
merencanakan
program
terapi
yang harus atau yang ingin dilakukan.
dengan
tenaga
yang tepat
Batasan Karakteristik : a. Dipsnea setelah beraktivitas b. Keletihan c. Ketidaknyamanan setelah beraktivitas d. Perubahan elektrokardiogram (EKG)(mis.,
2. Bantu
Self Care : ADLs
melakukan
aktivitas
sehari-hari
berpindah:
mampu dilakukan 3. Bantu untuk memilih aktivitas
secara mandiri (Lv. 3) 2. Mampu
untuk
mengidentifikasi aktivitas yang
Kriteria Hasil : 1. Mampu
klien
dengan
bantuan alat (Lv. 3)
aritmia, abnormalitas konduksi, iskemia)
atau
tanpa
konsisten yang sesuai dengan kamampuan fisik, psikologi, dan sosial
e. Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Activity tolerance Kriteria Hasil :
bantuan aktivitas seperti kursi
f. Respon tekanan darah abnormal terhadap
1. Level kelemahan (Lv. 3)
roda, krek
22
4. Bantu untuk mendapatkan alat
aktivitas
2. Sirkulasi status baik (Lv. 3) 3. Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat (Lv. 3)
Faktor yang berhubungan : a. Gaya hidup kurang gerak
Keterangan Lv. : antara
klien
mengidentifikasi
aktivitas yang disukai 6. Bantu
klien
untuk
membuat
jadwal latihan diwaktu luang
b. Immobilitas c. Ketidakseimbangan
5. Bantu
suplai
dan
kebutuhan oksigen d. Tirah baring
1 = sangat terganggu 2 = banyak terganggu
7. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 8. Bantu
klien
untuk
3 = cukup terganggu
mengembangkan motivsi diri dan
4 = sedikit terganggu
penguatan
5 = tidak terganggu
9. Monitor
respon
fisik,
emosi,
sosial, dan spiritual Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari
Nutritional Status : Nutrient Intake
NIC : Nutrition Management
kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil:
1. Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memenuhi kebutuhan metabolik.
dengan tujuan (Lv. 3) 2. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Batasan Karakteristik : a. Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal b. Bising usus hiperaktif c. Cepat kenyang setelah makan
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien 3. Anjurkan
(Lv. 4) Weight Control
1. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
klien
23
untuk
meningkatkan protein dan vit C 5. Berikan substansi gula
(Lv. 4)
untuk
meningkatkan intake Fe 4. Anjurkan
Kriteria Hasil:
klien
d. Diare
2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi (Lv. 4)
e. Gangguan sensasi rasa
3. Tidak terjadi penurunan berat badan yang
6. Yakinkan
diet
yang
dimakan
mengandung serat tinggi untuk
f. Kehilangan rambut berlebihan
berarti (Lv. 3)
g. Kelelahan otot pengunyah
Keterangan Lv. :
7. Berikan makanan yang terpilih
h. Kelelahan otot untuk menelan
1 = tidak adekuat
8. Ajarkan
i. Kerapuhan kapiler
2 = sedikit adekuat
j. Kesalahan informasi
3 = cukup adekuat
k. Kesalahan persepsi
4 = sebagian besar adekuat
l. Ketidakmampuan memakan makanan
5 = sepenuhnya adekuat
m. Kram abdomen
mencegah konstipasi
klien
bagaimana
membuat catatan makanan harian 9. Monitor
jumlah
nutrisi
dan
kandungan kalori 10. Berikan
informasi
tentang
kebutuhan nutrisi
n. Kurang informasi
11. Kaji
kemampuan
o. Kurang minat pada makanan
mendapatkan
p. Membran mukosa pucat
dibutuhkan
q. Nyeri abdomen
klien untuk
nutrisi
yang
NIC : Nutrition Monitoring
r. Penurunan berat badan dengan asupan
1. BB klien dalam batas normal
makan adekuat
2. Monitor adanya penurunan berat
s. Penurunan berat badan dengan asupan
badan
makanan adekuat
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
t. Sariawan rongga mulut
yang biasa dilakukan
u. Tonus otot menurun
4. Monitor
interaksi
anak
orangtua selama makan
24
atau
5. Monitor
lingkungan
selama
makan 6. Jadwalkan
Faktor- faktor yang berhubungan : a. Faktor biologis
pengobatan
dan
tindakan tidak selama jam makan
b. Faktor ekonomi
7. Monitor
c. Gangguan psikososial
kulit
kering
dan
perubahan pigmentasi
d. Ketidakmampuan makan
8. Monitor turgor kulit
e. Keidakmampuan mencerna makanan
9. Monitor
f. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
kekeringan,
rambut
kusam, dan mudah patah
g. Kurang asupan makanan
10. Monitor mual dan muntah 11. Monitor
kadar
albumin,
total
protein, Hb dan Ht 12. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan 13. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva 14. Monitor kalori dan intake nutrisi 15. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral 16. Catat
25
jika
lidah
berwarna
magenta, scarlet Resiko Infeksi
Immune Status
NIC : Infection Control (Kontrol
Definisi : Rentan mengalami invlasi dan
Kriteria Hasil :
Infeksi)
multiplikasi organisme patogenik yang dapat
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (Lv. 4)
1. Bersihkan
menganggu kesehatan
setelah
dipakai klien lain
Faktor Resiko : a. Kurang pengetahuan untuk menghindari
Knowledge : Infection Control
2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :
3. Batasi pengunjung bila perlu
1. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, 4. Instrusikan
pemajanan patogen b. Malnutrisi c. Obesitas
faktor yang mempengaruhi penularan serta
untuk
penatalaksanaannya (Lv. 4)
berkunjung
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
d. Penyakit kronis (mis., Diabetes Melitus)
timbulnya infeksi (Lv. 4)
e. Prosedur invasif
3. Menunjukkan perilaku hidup sehat (Lv. 4)
Pertahanan Tubuh Primer Tidak Efektif a. Gangguan integritas kulit
lingkungan
pada
mencuci
pengunjung tangan
dan
saat setelah
berkunjung meninggalkan klien 5. Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
Risk Control
b. Gangguan peristalsis
Kriteria Hasil :
7. Gunakan baju,
c. Merokok
Jumlah leukosit dalam batas normal (Lv. 3)
sarung tangan
sebagai pelindung
d. Pecah ketuban dini e. Pecah ketuban lambat
Keterangan Lv. :
f. Penurunan kerja siliaris
1 = tidak pernah menunjukkan
g. Perubahan pH sekresi
2 = jarang menunjukkan
26
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat 9. Ganti letak IV perifer dan line
h. Statis cairan tubuh Pertahanan
Tubuh
Sekunder
Tidak
Adekuat
3 = kadang-kadang menunjukkan
central dan dressing sesuai dengan
4 = sering menunjukkan
petunjuk umum
5 = secara konsisten menunjukkan
10. Gunakan kateter intermiten untuk
a. Immunosupresi
menurunkan
b. Leukopenia
kencing
c. Penurunan hemoglobin d. Supresi
respon
inflamasi
infeksi
kandung
11. Tingkatkan intake nutrisi (mis.,
12. Berikan antibiotik bila perlu
interleukin 6 (IL – 6), C – reactive protein (CPR))
NIC : Infection Protection
e. Vaksinasi tidak adekuat Pemajanan
Terhadap
1. Monitor tanda dan gejala infeksi Patogen
sistemik dan lokal
Lingkungan Meningkat
2. Monitor hitung granulosit
a. Terpajan pada wabah
3. Monitor
kerentanan
terhadap
infeksi 4. Batasi pengunjung 5. Pertahankan teknik aaseptis pada klien yang beresiko 6. Pertahankan teknik isolasi 7. Inspeksi mukosa
kulit
terhadap
panas, drainase
27
dan
membran kemerahan,
8. Dorong masukan nutrisi yang cukup 9. Dorong masukan cairan 10. Dorong istirahat 11. Instrusikan klien untuk minum antibiotik sesuai resep 12. Ajarkan klien dan keluarga tanda gejala infeksi 13. Ajarkan cara menghindari infeksi 14. Laporkan kecurigaan infeksi 15. Laporkan kultur positif
(NANDA, 2018)
28
BAB III TINJAUAN KASUS
A.
Pengkajian Hari, tanggal
: Selasa, 9 Oktober 2018
Jam
: 07.00 WIB
Tempat
: Kamar 1 Bangsal Nusa Indah RSPS Bantul
Metode pengumpulan data
: Observasi, anamnesa, pemeriksaan fisik, studi dokumen
Sumber data
: Klien, keluarga, catatan keperawatan
Oleh
: Yosie,Cahaya,Rachma
I. Identitas a. Identitas Klien : Nama
: Ny. S
Umur
: 55 Tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Janda
Pendidikan Terakhir : SLTA Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Suku/kebangsaan
: Jawa/ WNI
Alamat
: Celan, Trimurti, Srandakan, Bantul.
Dx Medis
: B20
No. RM
: 98125XXX
b. Identitas Penanggung jawab : Nama
: Tn. A
Umur
: 27 tahun
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Celan, Trimurti, Srandakan, Bantul
Hub. dengan klien
: Anak
29
II.
Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Klien mengatakan merasa mual dan badanya lemas. Masuk RS awalnya diare namun sekarang sudah tidak.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengatakan merasa mual dan badanya lemas . TD 110/70, S: 36.5 °, N : 90, rr : 20x/ menit.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu Klien sering memeriksakan kesehatanya di poli RSPS Bantul, Klien mengatakan sebelumnya pernah di rawat karena fraktur , sebelumnya klien tidak pernah menderita penyakit yang serius biasanya hanya batuk pilek. Namun akhir akhir ini klien merasa badanya lemas dan mengidap banyak stomatitis sehingga klien memeriksakan diri dan terdiagnosa B20. Klien terdeteksi B20 beberapa hari sebelum masuk RSPS Bantul.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan suaminya juga terdiagnosa B20 dan sudah meninggal karena penyakit tersebut. Keluarga tidak ada yang mengidap penyakit keturunan lain seperti hipertensi, asma, jantung, kanker, DM. Genogram
Keterangan: = meninggal = perempuan = laki-laki 30
= klien = garis pernikahan = garis keturunan = Keluarga yang tinggal dirumah
III.
Pola Kebiasaan Klien a. Aspek Fisik-Biologis 1. Pola Nutrisi a) Sebelum sakit Keluarga klien menyatakan bahwa klien sehari makan 3 kali. Sebelum sakit makanan pokok yang dikonsumsi adalah nasi. Makan habis 1 porsi. Klien tidak mengkonsumsi makanan tambahan seperti vitamin. Klien jarang makan buah. Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan tertentu. b) Selama sakit Klien selama sakit pola makannya berubah, klien yang biasanya makan 3x sehari 1 porsi saat di rumah sakit hanya menghabiskan seperempat porsi biasanya dikareanakan klien merasa mual. 2. Pola Cairan dan Elektrolit a) Sebelum sakit klien mengatakan klien minum sekitar 6-7 gelas belimbing ± sekitar 1400 ml setiap harinya.Klien mengatakan sesekali ia mengkonsumsi teh dipagi hari. b) Selama sakit Keluarga klien mengatakan klien minum sekita 1 ½ botol air mineral ukuran sedang ± sekitar 900 ml setiap harinya, namun ditambah dengan cairan infus D5% sebanyak 500 cc dan cairan infuse RL 500 cc, serta cairan infuse Nacl0,9% sebanyak 100 cc untuk mengedrip obat. 3. Pola Eliminasi a) Sebelum sakit Buang air kecil lancar, 3-4 kali sehari, urin kekuningan, tidak merasakan sakit saat berkemih. Klien buang air besar 1 hari sekali, konsistensi lunak. Tidak ada riwayat menggunakan obat pencahar. 31
Keluarga klien menyatakan dirumah WC jongkok.
b) Selama sakit Klien mengatakan buang air kecil selama sakit hanya 2-3 kali sehari di kamar mandi dengan bantuan keluarga. Klien mengatakanBAB diare dengan konsistensi cair, dan tidak ada darah. Namun, sudah teratasi sehingga sekarang pasien sudah tidak diare. 4. Pola Kebersihan Diri a) Sebelum sakit Klien mandi 2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, keramas 2 kali dalam seminggu, ganti baju 2 kali sehari. b) Selama Sakit Klien mandi sehari sekali dengan hanya di lap menggunakan waslap dan air hangat oleh anakya. Klien ganti baju 1 kali sehari. Selama di Rumah Sakit, keluarga mengatakan klien belum keramas.
5. Pola Aktifitas, Tidur dan Istirahat a) Sebelum sakit Klien biasanya melakukan aktifitas seperti makan, minum, toileting, berpakaian dengan mandiri dan tidak menggunakan alat bantu. Klien tidur selama ±6,5 jam sehari (22.00 – 04.30). Klien adalah seorang pegawai. b) Selama sakit Keluarga klien mengatakan selama sakit, aktivitas sehari-hari klien seperti mandi, makan dan berpakaian dibantu oleh anaknya Selama sakit, aktivitas klien di atas tempat tidur. Kemampuan perawatan diri
0
1
2
Makan/Minum
√
Mandi
√
Toileting
√
Berpakaian
√
32
3
4
Mobilisasi di tempat tidur
√
Berpindah
√
Ambulasi ROM
√
Keterangan : 0 : mandiri
3 : dibantu orang lain danalat
1 : alat bantu
4: tergantung total
2 : dibantu orang lain b. Aspek Intelektual-Psikososial-Spiritual 1. Aspek Mental a) Konsep diri -
Identitas diri : klien mengatakan dirinya adalah Ny. S, umurnya 55 tahun, dan ia adalah seorang perempuan.
-
Harga diri : klien menyatakan bahwa ia harus melawan penyakit yang di deritanya.
-
Body image/gambaran diri : klien menyatakan bahwa bahw ia sudah tua dan pasrah dengan keadaanya.
-
Peran diri : Klien menyatakan bahwa ia tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu bekerja, membersihkan rumah, memasak.
-
Ideal diri : Klien mengatakan ingin cepat sembuh, berharap segera pulang ke rumah dan bisa bekerja kembali.
2. Aspek Intelektual Klien mengatakan mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit B20. 3. Aspek Sosial Selama sakit, klien ditunggui oleh anaknya.Klien mampu berkomunikasi dengan dokter, perawat, keluarga dan juga tenaga medis lainnya. 4. Aspek Spiritual Klien dan keluarga menganut agama islam, keluarga selalu berdoa untuk kebaikan klien. Klien melakukan ibadah di atas tempat tidur.
33
IV.
Pemeriksaan Fisik a. Kesadaran Umum 1. Kesadaran
: Composmentis
2. Nilai GCS
: 15 (E : 4 , V : 5, M : 6)
3. Status Gizi
:
TB
= 150 cm
BB
= 43 kg
IMT
= 19,00 kg/m2 (Ideal)
4. Tanda- tanda vital : Suhu
= 36.5 ºC
Nadi
= 90 x/ menit
RR
= 20 x/ menit
TD
= 110/ 70 mmHg
b. Pemeriksaan secara sistematik (Cepalo Caudal) 1. Kepala
Klien terlihat selalu mengenakan jilbab, saat di tanya tidak ada benjolan di kepala,dan juga tidak ada nyeri kepala. Saat dilakukan pengkajian klien menolak untuk membuka hijabnya. 2. Mata
Bentuk mata simetris, isokor, konjungtiva anemis, reaksi pupil (+), Tidak ada sekret, saat melihat mata klien tidak kabur dan dapat melihat dengan jelas tanpa menggunakan kaca mata. 3. Hidung
Keadaan bersih, simetris, tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung. 4. Mulut
Bentuk simetris, bibir klien terlihat utuh dan tidak ada kelainan kongenital, membrane mukosa terlihat kering, lidah terlihat bersih, bibir tampak pucat, ada stomatitis. 5. Tenggorokan
Trachea: tidak ada deviasi/ miring 34
6. Dada a) Paru
1) Inspeksi : Dada simetris, tidak ada retraksi, tidak ada lesi, pigmentasi merata, partumbuhan rambut merata. Frekuensi pernapasan 20 x/menit. 2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan. Taktil frermitus (-) 3) Perkusi : Pada Intercosta 1-3 terdapat suara sonor. Pada Intercosta 4-5 terdapat suara redup. 4) Auskultasi
:
Suara napas vasikuler. b) Jantung
1) Inspeksi : Dada simetris, ictus cordis (-) 2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. 3) Perkusi : Pekak pada Intercosta 3-5 4) Auskultasi Suara S1/S2 tunggal Normal 7. Abdomen
a) Inspeksi
:
Tampak simetris, tidak ada asites , tidak ada retraksi, tidak ada penonjolan, distensi (-), tidak ada sikatrik. b) Auskultasi
:
Peristaltik usus 12 x/menit c) Perkusi
:
Terdapat suara pekak pada abdomen kuadran I. Terdapat suara timpani pada kuadran II, III dan IV. d) Palpasi
:
Tidak teraba adanya pembesaran hepar. Tidak ada nyeri tekan di ulu hati. 8. Integumen
a) Turgor kulit baik 35
9. Ekstermitas
a) Ekstremitas atas 1) Kekuatan Otot : 5 2) Tangan
: Tidak ada kelainan konginetal.
3) Kuku
: Capilar Refill