Askep BPH Post Op [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. G DENGAN DIAGNOSA BPH POST OP DI PUSKESMAS BOROKO



DI SUSUN OLEH : ERFINA PANGAU S.kep



STIKES BARAMULI PINRANG TAHUN 2018/2019



1



BAB I TINJAUAN TEORITIS A. PENGERTIAN Benign Prostatic Hyperplasia atau Benigna Prostat Hiperplasia ( BPH ) disebut juga Nodular hyperplasia, Benign Prostatic hypertrophy atau Benign enlargement of the prostate ( BEP) yangmerujuk kepada peningkatan ukuran prostat pada laki – laki usia pertengahan dan usia lanjut . ( Toto Suharyanto dan Abdul Madjid , 2009 , hal : 248 ) Benigna Prostat Hipertropi ( BPH ) adalah Pembesaran kelenjar dan jaringan selular kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Prostat adalah kelenjar yang berlapis kapsula dengan berat kira – kira 20 gram , berada disekelilingi uretra dan dibawah leher kandung kemih pada pria. Bila terjadi pembesaran lobus bagian tengah kelenjar prostat akan menekan dan terus akan menyempit. ( Toto Suharyanto dan Abdul Madjid , 2009, hal : 248 ) Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat secara umum pada pria lebih dari 50 tahun, menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urin (Arrayan, 2008). Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra, menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari bulu-buli. ( Nursalam, 2006 ). Benigna



prostate



hyperplasia



adalah



pertubuhan



nodul-nodul



fibriadenomatosa majemuk dalam prostat (Sylvia A. Price, 2005) Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar atau jaringan



fibromuskuler yang



menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.Sutomo, 1994;193 )



2



B. ETIOLOGI Penyebab BPH belum diketahui secara pasti , tetapi dapat dikaitkan dengan keberadaan hormonal yaitu hormon laki – laki ( andrrogen yaitu testosteron ). Diketahui bahwa hormon estrogen juga ikut berperan sebagai penyebab BPH. Hal ini , didasarkan pada fakta bahwa BPH terjadi ketika seseorang laki – laki kadar hormon estrogen meningkat dan kadar hormon testosteron menurun, dan ketika jaringan prostat menjadi lebih sensitif terhadap estrogen serta kurang responsif terhadap : Dihydrotestosteron ( DHT ) , yang merupakan testossteron esterogen. (Toto Suharyanto dan Abdul Madjid , 2009 , hal : 248 ) Faktor lain yang erat kaitannya dengan terjadinya BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain : 1. Teori dihidrotestosteron Pada BPH, sel-sel prostat lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi



sel



lebih



banyak



terjadi



daripada



sel



normal.



Juga aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak 2.



Teori ketidakseimbangan estrogen-testosteron Makin tua usia seorang pria, kadar testosteron akan semakin menurun, sedangkan kadar estrogen tetap, sehingga perbandingan estrogen-testosteron seolah meningkat. Estrogen dalam sel prostat berperan dalam terjadinyaproliferasi sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan apoptosis sel. Akibatnya, walau rangsangan terbentuknya sel baru menurun akibat rendahnya testosteron, tetapi usia sel prostat lebih panjang dan punya massa yang lebih besar.



3. Teori sel stroma dan sel epitel prostat Diferensiasi pada sel prostat dikontrol oleh sel stroma melalui GF. Setelah sel stroma distimulasi oleh DHT dan estradiol, sel struma mensintesis GF dan mempengaruhinya secara autokrin dan intrakrin dan mempengaruhi sel epitel prostat, sehingga terjadilah proliferasi.



3



4. Teori berkurangnya sel apoptosis Secara fisiologis, akan selalu terjadi apoptosis sel, dimana sel akan terkondensasi dan fragmentasi yang selanjutnya akan terjadi fagositosis dan degradasi oleh lisosom. Diduga androgen berperan dalam menghambat proses apoptosis sel ini. 5. Teori sel stem Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).atau Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (Roger Kirby, 1994 : 38).



C. ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN TERKAIT 1. Uretra



Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.



Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria 4



terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.



Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.



Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.



Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.



2. Kelenjar Postat



Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.



Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional,



5



preprostatik sfingter dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970)



Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.



Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.



Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.



6



D. MANIFESTASI KLINIS 1. Gejala Saluran kemih bagian bawah Gejala – Gejala BPH dapat diklasifikasi karena obstruksi dan iritatif. a. Gejala – Gejala obstruksi meliputi : 1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika. 2) Intermitency



yaitu



terputus-putusnya



aliran



kencing



yang



disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi. 3) Terminal



dribling



yaitu



menetesnya



urine



pada



akhir



kencing/pengeluaran urine yang tidak tuntas 4) Pancaran / Aliran air kemih menjadi terhambat karena terjadi penyempitan uretra 5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas. 6) Retensi urine 7) Mengejan b. Gejala Iritasi 1) Poliuria ( Sering berkemih ) karena kandung kemih hanya mampu mengeluarkan sedikit air kemih 2) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan. 3) (Nocturia) , yaitu sering berkemih pada malam hari 4) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing. 5) Hematuria ( air kemih mengandung darah ) akibat kongesti basis kandung kemih 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya



7



dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer. 3. Gejala di luar saluran kemih Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).



Dengan adanya statis urine didalam kandung kemih akan beresiko terjadinya infeksi saluran kemih dan batu kandung kemih. Batu kandung kemih terbentuk dari kristalisasi sari garam – garam didalam urine residu



E. PATOFISIOLOGI Umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisa urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan baru kandung kemih. Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi progresif bagi air, natrium. dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan obstruksinya. Pada awalnya air, elekro urin dan beban solute lainnya meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa



8



merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa menyebabkan hipovelemia. Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahanlahan. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balik yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.



9



F. PATHWAY Dihydrostestosteron o



Interaksi stroma dan epitel



Proses Menua



Berkurangnya sel yang mati



Teori stem sel



Ketidakseimbang an hormone estrogen dan prosteron Hiperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar prostat BPH Penyempitan iumen uretra prostatika Menghambat aliran urine Bendungan VU Retensi urine total



Kontraksi tidak adekuat



Peningkatan tekanan intra vesikal



Statis Urine Urine Media berkembangnya pathogen Resiko Infeksi



Hiperiritable pada bladder



Refluks urin Hidroureter



Peningkatan kontraksi otot detrustor dari buli-buli



Hidronefrosis Penurunan fungsi ginjal Filtrasi glomerulus Retensi Cairan



Terbentuknya selula , sekula dan divertikel buli –buli LUTS Lower urinary tract syndrome



Tekanan Mekanis Merangsang Nociceptor Medulla spinalis Persepsi Nyeri



Edema



Kelebihan Volume Cairan dalam tubuh



Kontraksi otot suprapubik



Gangguaan Pola Tidur



Gangguaan Pola Eliminasi Urine



Dipasang Kateter



Resiko Infeksi



10



Nyeri Akut



D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Pemeriksaan rectum : Yaitu melakukan palpasi pada prostat melalui rectum atau rectal toucher , untuk mengetahui pembesar prostat 2. Urinalisis : Untuk mendeteksi adanya protein atau darah dalam air kemih , berat jenis dan osmolalitas serta mikroskopik air kemih 3. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan mikrobiologis urin untuk mendeteksi adanya berbagai infeksi yang memerlukan pengobatan. b. Pemeriksaan BUN



dan kreatinin dalam darah untuk memonitor



fungsi ginjal; aktivitas serum asam fosfat tidak selalu meningkat, walaupun sedikit, peningkatan yang sebentar dapat terjadi setelah dilakukan pemeriksaan perrektat ataupun kateterisasi uretra. c. Serum PSA



untuk mengetahui adanya kanker , tetapi mungkin



terdapat peningkatan BPH 4. Cytoscopy : untuk melihat gambaran pembesaran prostat dan perubahan dining kandung kemih. 5. Transretal ultrasonography : di lakukan untuk mengetahui pembesaran dan adanya hidronefrosis 6. Intravenous pyelography (IVP ) : untuk mengetahui stuktur kaliks, pelvis dan ureter. Struktur ini akan mengalami distorsi bentuk apabila terdapat kista, lesi dan obstruksi. 7. USG (Ultrasonografi) Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan supra pubik.



11



E. Komplikasi Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000) Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).



F.



PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Medis a. Pengobatan a) alpha blokers, suatu α1 –adrenergic receptor antagonis ( misalnya : doxazosin, terazosin, alfuzosin, dan tamsulosin ), dapat memperbaiki gejala – gejala BPH. Alpha blokers dapat merelaksasi otot prostat dan leher kandung kemih, dan menurunkan derajat hambatan aliran urine. b) 5α-reductase inhibitors ( misalnya finasteride and dutasteride ) ketika di gunakan bersama dengan alpha blokers dapat menurunkan progresifitas pembesaran prostat. b. Kateterisasi Dilakukan pemasangan kateter urine secara intermiten untuk mengurangi gejala dan bypass obstruksi. Pemasanagan kateter urine dalam jangka waktu lama harus dihindari karena akan menigkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. c. Pemberian obat antimicrobial



12



d. Pembedahan Prostatectomy adalah pembedahan dengan mengeluarkan seluruh atau sebagian dari kelenjarprostate. Abnormalitas prostate, seperti sebuah tumor atau apabila kelenjar prostate membesar karena berbagai alasan dapat menghambat aliran urine. Terdapat beberapa bentuk operasi pada prosta,, di antaranya :



a) Transurethral resection of prostate ( TURP ) Pengangkatan sebagian atau seluruh kelenjar prostat melalui sistoskop atau resektoskop yang dimasukan melalui uretra.Suatu alat sitoscopy dimasukan melalui uretrake prostat, dimana jaringan disekeliling di eksisi.



TURP adalah suatu



pembedahan yang di lakukan pada BPH dan hasilnya sempurna dengan tingkat keberhasilan 80-90%. b) Open prostatectomy Adalah suatu prosedur pembedahan dengan melakukan insisi pada kulit dan mengangkat adenoma prostat melalui kapsula protat ( retropubic prostatectomy ) atau RPP, atau melalui kandung kemih ( suprapubic prostatectomy ) atau SPP. c) Laparascopy prostatectomy Suatu



laparoscopi



atau



empat



insisikecil



dibuat



diabdomen dan seluruh prostat dikeluarkan secara hati- hati dimana saraf – saraf lebihmedah rusak dengan teknik retropubik atau



suprapubic.



Laparascopic



protatektomy



lebih



menguntungkan dibandingkan dengan pembedahan radikal perineal prostatectomy atau retropubik prostatectomy dan lebih ekonomis dibandingkan teknik bantuan robot. d) Robotic-assited prostatectomy atau pembedahan dengan bantuan robot. Tangan – tangan robot laparascopy di kendalikan oleh seorang ahli bedah. Robot memberikan ahli bedah lebih banyak ketrampilan



dari



pada



laparascopi



konvensional



dengan



menawarkan keuntungan – keuntungan yang lebih dari pada



13



open prostatectomy, di antaranya insisi lebih kecil, nyeri ringan, perdarahan sedikit, resiko infeksi rendah, waktu penyembuhan lebih cepat, dan perawatan lebih pendek. e) Radical perineal prostatectomy Adalah suatu insisi dibuat pada perineum ditengah – tengah antara rectum dan skotum, dan kemudian prostat di keluarkan. f) Radical retropubik prostatectomy Adalah suatu insisi yang dibuat di abdomen bawah, dan kemudian prostat dikeluarkan ( diangkat ) melalui belakang tulang pubis ( retopubic ). Radical prostatectomy adalah salah satu tindakan kunci pada kanker prostat. g) Transurethral elektrovaaporization of the prostate ( TVP ), h) Transurethral



plasmakinetic



vaporization



prostatectomy



(



TUPVP) i) Laser TURP, j) Visual laser ablation ( VLAP ) k) Transurethtral microwave thermo therapy ( TUMT ) l) Transurethral needle ablation ( TUNA ) alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur, dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap dijaringan prostat.



2. Penatalaksanaan keperawatan Menurut Brunner and Suddart, (2000) : a. Mandi air hangat b. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul. c. Menghindari minuman beralkohol d. Mengurangi asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari e. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan beberapa jam sebelum tidur.



14



f. Klien



dengan



benigna



prostat



hiperplasia



dianjurkan



untuk



menghindari minuman beralkohol, kopi, teh, coklat, cola, dan makanan yang terlalu berbumbu serta menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam hari.



G.



PENGKAJIAN KEPERAWATAN Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentangklien, agar dapat mengidentipikasi, mengenali masalah masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik,,mental, social, dan lingkungan.(lismidar 2005).



H.



DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Gangguan pola eliminasi (BAK) : Retensi urine berhubunagn dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat. 2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi. 3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis. 4. Resiko infeksi berhubungan dengan penggunaan keterurin atan /atau retensi urine 5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan : kemungkinan prosedur bedah atau perubahan status kesehatan 6. Kekurangan pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpejan/mengigat, salah interpretasi informasi.



15



16



I. INTERVENSI No



Dx. Keperawatan



1.



Gangguan pola



Setelah



eliminasi: Retensi



keperawatan 3 x 24 jam 1. Observasi aliran urin,



obstruksi dan pilihan



urine



diharapkan Berkemih dengan



perhatikan ukuran dan



intervensi



berhubunagn



jumlah adekuat /normal tanpa



kekuatan



dengan obstruksi



distensi kandung kemih.



MANDIRI



mekanik



Dengan kriteria hasil :



pembesaran



1. menunjukan residu paska



prostat.



Tujuan



Intervensi



dilakukan



tindakan



OBSERVASI



2. Kaji masukan dan haluaran



berkemih kurang dari 50 ml,



dengan



tidak



2. menunjukan perilaku yang meningkatkan



kontrol



kandung kemih/ urinaria.



1. Berguna unutuk mengevaluasi



2. Untuk mengetahui input dan output 3. Meminimalkan retensi urin



urin tiap 4-8 jam



dan distensi berlebihan pada



EDUKASI



kandung kemih.



ada 3. Anjurkan pasien berkemih



tetesan/kelebihan aliran.



Rasional



4. Pemasangan kataeter dapat



2-4 jam dan bila tiba-tiba



membantu pengeluaran urine



dirasakan.



dikandung kemih akibat



KOLABORASI



retensi urine



4. Kolaborasi pemasangan kateter



2.



Gangguan



rasa Setelah dilakukan tindakan



nyaman : Nyeri keperawatan 3 x 24 jam



MANDIRI 1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi,



17



1. Memberikan informasi untuk membantu dalam intervensi



berhubungan dengan mukosa,



diharapkan nyeri hilang /



intensitas lamanya



iritasi berkurang



2. Pertahankan tirah baring bila



distensi Dengan criteria hasil :



kandung



kemih, 1. Melaporkan nyeri hilang



kolik



ginjal,



infeksi



atau terkontrol



terapi radiasi.



3. Mendemonstrasikan



fase akut. Namun ambulasi



EDUKASI



dini dapat memperbaiki pola



KOLABORASI 4. Kolaborasi Pemberian



keterampilan relaksasi,



diperlukan pada awal selama



diindikasikan



3. Ajarkan teknik relaksasi



urinaria, 2. Postur dan wajah rileks



2. Tirah baring mungkin



analgetik sesuai indikasi



berkemih normal dan menghilangkan nyeri kolik 3. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali



modifikasi perilaku untuk



perhatian dan dapat



menghilangkan nyeri.



meningkatkan koping



4. Mengekspresikan perasaan



4. Analgetik Diberikan untuk



nyaman



menghilangkan nyeri berat, memberikan relaksasi dan fisik



3.



Resiko



tinggi Tujuan: Keseimbangan cairan



terhadap



tubuh tetap terpelihara.



kekurangan



Kriteria



OBSERVASI 1. Observasi tanda-tanda vital,



hasil



1. Deteksi



dini



terhadap



hipovolemik sistemik



perhatikan peningkatan nadi 2. Diuresisi yang cepat dapat



18



volume



cairan :Mempertahankan



berhubungan dengan



hidrasi



adekuat dibuktikan dengan: pasca tanda -tanda vital stabil, nadi



obstruksi diuresis perifer



teraba,



dan pernapasan, penurunan



mengurangkan volume total



tekanan



karena



ketidakl



jumlah



natrium



darah,



diaforesis,



pucat,



pengisian



drainase perifer baik, membran mukosa



cepat



kandung lembab dan keluaran urin 2. Awasi keluaran tiap jam bila



terlalu



MANDIRI



yang tepat.



3. Indikator keseimangan cairan



diindikasikan.



distensi



secara kronis.



diabsorbsi



tubulus ginjal.



dari



kemih



cukupan



Perhatikan 4. Menurunkan



keluaran 100-200 ml. 3. Pantau



masukan



dan



baring



dalam



KOLABORASI



mengindikasikan



laboratorium



sesuai indikasi, contoh: Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan jumlah trombosi



koagulasi,



evaluasi



kehilangan darah / kebutuhan penggantian.



pemeriksaan



19



hemeostatis



dengan kepala lebih tinggi



5. Kolaborasi dalam memantau



jantung



sirkulasi. 5. Berguna



tirah



kerja



memudahkan



haluaran cairan. 4. Tingkatkan



dan kebutuhan penggantian



komplikasi



Serta



dapat



terjadinya misalnya



penurunan faktor pembekuan darah.



4.



Resiko



infeksi Setelah dilakukan tindakan



OBSERVASI



berhubungan



keperawatan 3 x 24 jam



1. Observasi insisi (adanya



dengan



diharapkan infeksi tidak



indurasi drainage dan



penggunaan



terjadi dengan criteria hasil :



kateter), (adanya sumbatan,



keterurin



atan 1. Suhu



/atau retensi urine



dalam



rentang



kebocoran)



normal. 2. Urine



MANDIRI jernih,



warna 2. Lakukan perawatan luka



kuning, tanpa bau. 3. Tidak



terjadi



insisi secara aseptik, jaga distensi



kulit sekitar kateter dan



kandung kemih.



drainage



4. Tidak ada tanda – tanda 3. Monitor balutan luka, infeksi



Observasi urine: warna, jumlah, bau. 4. Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas meningkat, dingin)



20



1. Mengontrol luka insisi 2. Mencegah masuknya bakteri / mikroorganisme ke luka insisi 3. Mengidentifikasi adanya infeksi. 4. Mencegah tanda-tanda Shock



5.



Ansietas



Setelah dilakukan tindakan



berhubungan



keperawatan 3 x 24 jam



MANDIRI 1. Selalu ada untuk pasien, buat



1. Menunjukan perhatian Dn keinginan untuk membantu



dengan perubahan diharapkan tingkat kecemasan



hubungan saling percaya



status kesehatan : klien berkurang



dengan pasien / orang



tujuan dari apa yang dilakukan



kemungkinan



terdekat.



dan mengurangi masalh karena



EDUKASI



ketidaktahuan, termasuk



prosedur atau



Dengan Kriteria hasil :



bedah 1. Kecemasan berkurang



perubahan 2. Cemas dapat ditoleransi



status kesehatan



2. Berikan informasi tentang



3. Klien tampak nyaman



kelebihan ionformasi tidak



apa yang akan terjadi



membantu dan dapat



misalnya pemasangan kateter



meningkatkan kecemasan 3. Menyatakan penerimaan dan



dalam melakukan prosedur,



menghilangkan rasa malu



lindungi privsi klien



pasien



4. Dorong psien / orang



21



ketakutan akan kanker. Namun



proseduf dan tes khusus dan



3. Pertahankan perilaku nyata



5.



2. Membantu pasien memahami



4. Mendefinisikan masalah,



terdekat menyatakan



memberikan kesempatan untuk



masalah / perasaan



menjawab pertanyaan,



Beri penguatan informasi



memperjelas kesalahan



pasien yang telah diberikan



konsep, dan solusi pemecahan



sebelumnya



masalah 5. Memingkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberian perawatan dan pemberi informasi



6.



Tujuan



Kekurangan pengetahuan tentang



:



Menyatakan 1. Dorong pasien menyatakan 1. Membantu



pemahaman



tentang



proses



rasa



takut



persaan



dan



pasien



dalam



mengalami perasaan.



kondisi,



prognosis,



dan



penyakit dan prognosisnya. Kriteria hasil:



kebutuhan pengobatan



Melakukan



perhatian. 2. Kaji



perubahan



pola



2. Memberikan ulang



proses



penyakit,pengalaman pasien



dasar



pengetahuan dimana pasien dapat



membuat



pilihan



berhubungan dengan



kurang



hidup



terpejan/mengigat, perlu, salah interpretasi



atau



perilaku



berpartisipasi



yang 3. Beri penyuluhan kesehatan dalam



informasi terapi



kepada klien dan keluarga 3. agar klien dan keluaraga dapat



program pengobatan.



tentang penyakit yang di



mengetahui tentang penyakit



deritanya.



yang di deritanya.



informasi.



22



6.



23



BAB IV RESUME



1. Identitas a. Klien Nama



: Tn. G.



Umur



: 60 Tahun



Jenis kelamin



: laki-laki



Alamat



:?



Pendidikan terakhir



: SMP



Pekerjaan



:-



Suku bangsa



: KAIDIPANG



Agama



: KRISTEN



Status perkawinan



: Kawin



Diagnosa Medis



: Post Op. Benigna Prostat Hiperplasia



2. Keluhan Utama Klien mengatakan nyeri didaerah perut bagian bawah / pada daerah luka operasi prostaktomi.



a. Riwayat Kesehatan sekarang Klien sudah dioperasi 1 jam yg lalu . Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan nyeri didaerah perut bagian bawah / pada daerah luka operasi prostaktomi . Nyeri bertambah saat bergerak,



Nyeri



seperti ditusuk – tusuk, nyeri terasa terus menerus. klien tampak sedikit meringis karena nyeri pada luka operasi. Klien tampak terbaring diatas tempat tidur . klien tampak lemah . Klien mengatakan masih lemah . ADL klien tampak dibantu oleh keluarga dan perawat. Klien juga mengatakan sulit bergerak karena luka post op masih terasa sakit saat bergerak. Tampak ada keterbatasan mobilitas. tampak luka



24



operasi terbungkus perban, terpasang kateter urine, terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ menit, di tangan kiri.



b. Riwayat Kesehatan Dahulu Klien mengatakan sudah menderita nyeri BAK dan susah BAK sejak ± 6 bulan , namun baru diketahui pada saat



ini klien



memeriksakan diri ke rumah sakit . Dokter mendiagnosa klien, BPH dan harus dioperasi.



c. Riwayat Kesehatan Keluarga Klien mengatakan, diantara keluarga klien (orang tua dan saudara-saudara klien), tidak ada yang menderita penyakit yang seperti klien derita saat ini. Klien juga mengatakan diantara keluarga tidak ada yang menderita penyakit kronis/ menahun seperti penyakit jantung, paru-paru, hipertensi, atau diabetes mellitus Genogram :



Keterangan : = Laki – Laki



= Perempuan



= Klien



25



= hubungan perkawinan



= tinggal serumah



3. Terapi 



Metronidazole



3 x 500mg/drips







Ceftriaxone



2 x 1 /inj







Ranitidine



2 x 1 /inj







Ketorolac



3 x 1 /inj







As. Tranexamat



3 x 1 /i.v







Vit.K



3 x 1 /i.v







Bisoprolol



5mg 1-0-0 /tab



4. Pemeriksaan fisik 1. Keadaan Umum Klien Klien terbaring lemah diatas tempat tidur, pergerakan terbatas, ekspresi wajah meringis menahan sakit. 2. Tingkat Kesadaran : compos mentis (GCS 15) 3. Penampilan klien : Sesuai usia klien (60 tahun), wajah sedikit keriput, kebersihan cukup, terpasang IVFD NaCl 0,9 %, 20 tts/ m di ekstremitas kiri atas, terpasang kateter urine, pernapasan spontan tanpa kanule O2. Klien bersikap kooperatif, menjawab pertanyaan sesuai dengan yang ditanyakan. 4. Tanda – tanda Vital TD : 120/80 mmHg N



: 85 x/m



R : 20 x/m SB : 36, 5 ºC



A. ANALISA DATA



26



No 1.



Data Fokus



Etiologi



Ds : -



klien



Terputusnya mengatakan



didaerah



perut



nyeri kontuinitas bagian jaringan



akibat



bawah / pada daerah luka tindakan bedah operasi prostaktomi Agen injuri fisik Do: -



Klien tampak meringis



-



Klien tampak tidak nyaman



-



Tampak luka post operasai pada perut bagian bawah



Pengkajian nyeri : P : Nyeri bertambah saat bergerak Q : Nyeri seperti ditusuk – tusuk R : Nyeri didaerah bagian perut bagian bawah S : skala nyeri 7 (0-10) T :



nyeri terasa terus



menerus TTV : TD : 120/80 mmHg N : 85 x/m R : 20 x/m SB : 36, 5 ºC Terapi : 



Metronidazole 3 x 500mg/drips







Ceftriaxone 2 x 1 /inj







Ranitidine



2 x 1 /inj



27



Problem Nyeri Akut







Ketorolac







As. Tranexamat



3 x 1 /inj



3 x 1 /i.v



2.



Ds : -



Luka post operasi Gangguan



Klien



mengatakan



sulit



bergerak karena luka post operasinya



masih



daerah bag.



Mobilitas Fisik



Bawah abdomen



terasa



nyeri Nyeri Do : -



Tampak ada keterbatasan mobilitas



-



keterbatasan pergerakan akibat



Terdapat luka post operasi



luka post opersi



pada daerah perut bagian bawah -



Klien terpasang Kateter



(



10 jam : 1000 cc) -



Klien tampak sulit bergerak dibantu keluarga 



Vit.K







Bisoprolol 5mg



3 x 1 /i.v



1-0-0 /tab



3.



Ds : -



luka post operasi Resiko Infeksi



Klien juga mengatakan luka dan terpasangnya post operasi masih terasa alat invasif nyeri.



28



Do : -



tampak



luka



operasi



terbungkus perban panjang luka kira-kira 16 cm. -



terpasang kateter urine ( 10 jam : 1000 cc )



-



TTV : TD : 120/80 mmHg N : 74 x/m R : 20 x/m



-



SB : 37, 2 ºC



B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri Fisik 2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan keterbatasan pergerakan akibat luka post opersi 3. Resiko Infeksi berhubungan dengan luka post operasi dan terpasangnya alat invasif



29



C. INTERVENSi No 1.



Diagnosa



Tujuan



Keperawatan Nyeri akut berhubungan Setelah dengan Agen injuri fisik



dilakukan



Intervensi tindakan



Rasional



Observasi



1) Mengetahui



keperawatan selama 3 x 24 1) Observasi TTV jam diharapkan nyeri hilang



vital



Mandiri



atau berkurang dengan criteria 2) Kaji



2) Klien dapat melaporkan



Skala



Nyeri



dengan



hasil :



menggunakan PQRST



1. Skala nyeri berkurang /



Edukasi



hilang 0-2 ( 0-10 )



3) Ajarkan



2. Wajah tampak rileks



Teknik



relaksasi



diindikasikan tentang



rasa control 4) Memberikan kenyamanan dapat mengurangkan rasa nyeri



tekhnik 5) Agar klien memahami



relaksasi



6) Untuk



Kolaborasi 6) Kolaborasi



kembali



perhatian ,meningkatkan



4) Pertahankan tirah baring bila



5) Jelaskan



nyeri 3) Memfokuskan



nafas dalam dan distraksi



3. Klien tenang



tanda-tanda



menghilangkan



nyeri /ketidaknyamannan Pemberian



Analgetik 2.



Gangguan



Mobilitas Setelah



dilakukan



tindakan



30



Mandiri



1. Menegetahui kemampuan



Fisik



berhubungan keperawatan selama 3 x 24 1) Kaji



keterbatasan pergerakan jam akibat luka post operasi



diharapkan



gangguan



fungsi-fungsi



dan



motorik pasien .



mobilisasi bisa diminimalisasi Dengan Kriteria Hasil :



dan keterbatasan Pasien



2. Meningkatkan 2) Ubah/



atur



posisi



dengan



suplai



oksigen



dan



1. Klien mampu bergerak



sering (miring kiri, miring



meminimalkan



2. Klien mampu beraktivitas



kanan,



menaikan



pada area tertentu untuk



kembali secara bertahap



tempat



tidur



kepala



atau



tidur



terlentang) 3) Bantu dalam ambulasi dini Edukasi



mencegah



terjadinya



kerusakan jaringan. 3. Mencegah



terjadinya



cedera



4) Jelaskan tentang perubahan 4. Agar posisi



tekanan



klien



memahami



dan



mengerti



sehingga



mau



untuk



sering



merubah posisi 3.



Resiko



Infeksi Setelah



dilakukan



tindakan



Observasi



berhubungan



dengan keperawatan selama 3 x 24 1. Observasi tanda-tanda vital,



luka post operasi dan jam diharapkan tidak terjadi



terutama perhatikan



terpasangnya alat invasif



infeksi dengan criteria hasil :



peningkatan suhu tubuh.



1. klien dapat menunjukan



Mandiri



31



1. Karena peningkatan suhu tubuh merupakan tanda – tanda infeksi 2. Mengetahui keadaan luka dan



kemajuan



pencapaian pemulihan luka 2. Kaji luka terhadap tanda-tanda



penyembuhan



luka,



tepat waktu/ secara optimal



infeksi (panas, bengkak,



infeksi



akan



merah, nyeri, kehilangan



memperlambat



fungsi)



penyembuhan luka.



2. klien dapat menunjukan tanda-tanda luka kering 3. bebas dari tanda-tanda



3. Pertahankan perawatan luka



3. Melindungi



proses



klien



dari



infeksi (panas, bengkak,



septic, pertahankan balutan



kontminasi silang selama



merah, nyeri, kehilangan



kering.



penggantian



fungsi)



Kolaborasi



Balutan



4. Tidak terpasang kateter



4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic.



balutan.



basah



menjadi



dapat tempat



berkembangbiaknya mikroorganisme. 4. Antibiotik



dapat



membantu



mengurangi



resiko terjadi infeksi.



32



DAFTAR PUSTAKA



http://www.askep.info/askep-bph-asuhan-keperawatan-benigna-prostat-hiperplasi/ http://katumbu.blogspot.com/2013/03/askep-benigna-prostat-hiperplasia.html http://binbask.blogspot.com/2013/01/askep-bph-benigna-prostat-hiperplasia.html http://sumbberilmu.blogspot.com/2013/04/askep-bph-benigna-prostathiperplasia.html http://antosps.blogspot.com/2013/06/askep-benigna-prostat-hiperplasia-bph.html http://yayannerz.blogspot.com/2013/02/askep-kasus-bph.html http://yayannerz.blogspot.com/2013/02/tinjauan-teoritis-askep-benignaprostat.html http://ahmadfirmanismail.blogspot.com/2012/06/askep-benigne-prostathiperplasia-bph.html http://yulnico.blogspot.com/2011/05/makalah-seminar-asuhan-keperawatanpada.html http://gagoek24.blogspot.com/2009/08/asuhan-keperawatan-kasus-benigna.html http://sichesse.blogspot.com/2012/04/asuhan-keperawatan-pada-bphbenigna_28.html http://aangcoy13.blogspot.com/2011/06/askep-benigna-prostat-hiperplasiabph.html Agung Wijaya , A.md – Jakarta : TIM , 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan



33