Askep Cerebral Palsy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN CEREBRAL PALSY



Disusun Oleh : Dina Wiffida (102081801) Rahmawati Ririn Ardilla (102081803) Yurida Ananda Aprillia (102081804)



UNIVERSITAS TRIATMA MULYA FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JEMBRANA TAHUN 2020



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Cerebral Palsy”. Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak. Terlepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.



Jembrana, 21 September 2020 Penulis,



ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.....................................................................................i DAFTAR ISI...................................................................................................ii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang.......................................................................................1 B. Rumusan Masalah..................................................................................3 C. Tujuan Penulisan....................................................................................3 BAB II. PEMBAHASAN A. Konsep Teori..........................................................................................4 1. Definisi..............................................................................................4 2. Etiologic.............................................................................................5 3. Klasifikasi..........................................................................................5 4. Patofisiologi.......................................................................................6 5. Phatway............................................................................................10 6. Manifestasi Klinis.............................................................................11 7. Penatalaksaan....................................................................................11 8. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................13 9. Komplikasi........................................................................................13 B. Konsep Asuhan Keperawatan...............................................................14 1. Pengkajian........................................................................................14 2. Diagnose keperawatan......................................................................16 3. Intervensi Keperawatan....................................................................16 4. Implementasi....................................................................................20 5. Evaluasi............................................................................................20 C. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Cerebral Palsy...........................21 1. Pengkajian........................................................................................21 2. Analisa Data.....................................................................................23 3. Diagnosa Keperawatan.....................................................................24 4. Intervensi Keperawatan....................................................................24 5. Implementasi....................................................................................25 6. Evaluasi............................................................................................26 BAB III. PENUTUP A. Kesimpulan.........................................................................................27 B. Saran...................................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................28



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang memiliki kondisi disabilitas atau disebut dengan anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2017, menyatakan bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia mencapai angka 1,6 juta anak dengan beragam jenis gangguan. Salah satu ragam jenis dari anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan disabilitas fisik, khususnya cerebral palsy. Kementrian Kesehatan RI pada tahun 2010 menunjukkan jumlah penyandang CP pada anak usia 24- 59 bulan adalah 0,09% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia dengan usia yang sama (Infodatin, 2014). Cerebral palsy bukanlah sebuah penyakit yang mengancam jiwa, melainkan sebuah kondisi, kecuali anak yang terlahir dengan kasus yang sangat parah (Maimunah, 2013). Dikarenakan cerebral palsy ini adalah sebuah kondisi, maka kerusakan yang terjadi pada otak tidak bisa disembuhkan atau dengan kata lain bersifat permanen, namun perawatan dan terapi dapat membantu mengatur dampaknya pada tubuh. Cerebral palsy ini juga bukanlah sesuatu yang menular, karena cerebral palsy terjadi disebabkan adanya kerusakan pada perkembangan otak. Terdapat obat, terapi, dan teknologi yang dapat membatu anak dengan cerebral palsy bertahan hidup, seperti kursi roda, penyangga kaki, kawat gigi, dan lainnya. (Eliyanto & Hendriani, 2013; Maimunah, 2013; Listiani & Savira, 2015) Anak dengan cerebral palsy akan mengalami gangguan motorik yang dikarenakan adanya kerusakan pada jaringan otak, khususnya pada pusat motorik atau jaringan penghubungnya. Kerusakan pada otak ini dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau selama proses pembentukan syaraf pusat. Anak dengan cerebral palsy juga bisa mengalami berbagai gangguan penyerta, yaitu gangguan kognitif dan gangguan fisik. (Eliyanto & Hendriani, 2013). Anak dengan cerebral palsy memiliki kondisi fisik yang berbeda dengan anak tanpa cerebral palsy. Kondisi fisik anak cerebral palsy akan berbeda



1



tergantung pada tingkatan kondisinya, tetapi sebagian besar anak dengan cerebral palsy tidak mampu bergerak dan beraktivitas dengan bebas (Maimunah, 2013). Anak dengan cerebral palsy biasanya memiliki kesulitas dalam memegang objek, merangkak, dan berjalan. Selain itu, anak dengan cerebral palsy memiliki kelemahan dalam mengendalikan otot pada tenggorokkan, mulut, dan lidah yang menyebabkan anak dengan cerebral palsy tampak selalu berliur, kesulitas makan, dan menelan (Maimunah, 2013). Hal ini akan menyebabkan gangguan nutrisi berat pada anak dengan cerebral palsy (Bagnara, Bajraszewski, Carne, Fosang, Kennedy, Ong, Randall, Reddihough, & Touzel, 2000 dalam Maimunah, 2013). Cerebral palsy adalah keadaan kerusakan jaringan otak yang permanen dan tidak progresif yang terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis yang menunjukan kelainan dalam sikap dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastik dan kelainan mental. Istilah cerebral palsy merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok gangguan gerakan, postur tubuh, dan tonus yang bersifat non progresif, berbeda-beda kronis dan akibat cedera pada sistem saraf pusat selama awal masa perkembangan (Arief M, 2003; Johnston MV, 2007). Pada anak cerebral palsy yang memiliki gangguan penyerta, anak tersebut tidak terlalu terganggu dengan kondisinya, karena ia tidak bisa membandingkan dirinya dengan orang lain. Namun pada anak dengan cerebral palsy murni atau tanpa gangguan penyerta, anak akan merasakan bahwa



dirinya



berbeda



dengan



orang



lain.



Anak



tersebut



bisa



membandingkan dengan anak pada umumnya, karena anak cerebral palsy murni ini bisa berbicara, mendengar, dan berpikir seperti anak-anak pada umumnya. Apabila tidak ditangani dengan tepat, maka kondisi psikologis anak dengan cerebral palsy ini akan terganggu. Di sini lah peran keluarga, khususnya orangtua sangat besar bagi anaknya, khususnya orangtua yang memiliki anak dengan kondisi cerebral palsy (Maimunah, 2013). Mengingat banyak hal yang harus dihadapi dan dilakukan oleh orangtua yang memiliki anak dengan cerebral palsy, terkadang orangtua lupa untuk



2



memperhatikan pula kondisi kesehatan dan kesejahteraan dirinya. Sehingga, tidak sering dijumpai bahwa orangtua yang memiliki anak disabilitas, khususnya anak dengan cerebral palsy lebih rentan terkena stress (Susilowati, 2007). Terlebih lagi, karena kondisi anak dengan cerebral palsy ini bersifat menetap atau tidak bisa disembuhkan, artinya orangtua perlu menghadapi kondisi seperti itu dari anaknya masih kecil hingga dewasa. Maka, perlu ada sebuah sistem dukungan yang dapat orangtua akses. Oleh karena itu, agar orangtua yang memiliki anak dengan cerebral palsy dapat lebih terpenuhi kebutuhan- kebutuhannya, maka diperlukan sebuah kelompok pendukung atau support group (Hidayati, 2011). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah, yaitu “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Cerebral Palsy? ’’ C. Tujuan Penulisan 1.



Tujuan Umum Diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy.



2.



Tujuan Khusus Diharapkan mampu: a. Melakukan pengumpulan data melalui pengkajian secara menyeluruh terhadap anak dengan cerebral palsy. b. Menentukan diagnosa keperawatan pada anak dengan cerebral palsy. c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy. d. Menerapkan tindakan asuhan keperawatan pada anak dengan cerebral palsy. e. Melakukan evaluasi tindakan asuhan keperawatan dengan cerebral palsy. f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan anak dengan cerebral palsy.



3



BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Teori 1. Definisi Cerebral Palsy (CP) adalah gangguan motorik dan postural nonprogresif dan juga umumnya menyebabkan disabilitas fisik yang berat pada anak (Lacoste, et al., 2009). Cerebral palsy menggambarkan sekelompok gangguan permanen perkembangan gerakan dan postur tubuh, menyebabkan keterbatasan aktivitas yang dikaitkan dengan gangguan non-progresif yang terjadi di otak janin atau bayi yang sedang berkembang (Campbell, et al.,2012). Cerebral



Palsy



merupakan



suatu



keadaan



dimana



terjadi



kelumpuhan otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddart mengartikan kata cerebral itu sendiri adalah otak, sedangkan palsy adalah kelumpuhan, kelemahan atau kurangnya pengendalian otot dalam setiap pergerakan atau bahkan tidak terkontrol. Kerusakan otak tersebut mempengaruhi sistem dan penyebab anak mempunyai koordinasi yang buruk, keseimbangan yang buruk, polapola gerakan yang abnormal tau kombinasi dari karakter-karakter tersebut (Hidayat,2010). Cerebral Palsy sering diklasifikasikan sesuai dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid, ataxic, dan campuran (Soetjiningsih,2012). Masing-masing tipe Cerebral Palsy sering dikaitkan dengan tingkah laku anak sehingga mempengaruhi tingkat kooperatif anak tersebut. Gangguan motorik lainnya pada anak Cerebral Palsy sering disertai dengan gangguan sensasi, komunikasi, persepsi, perilaku dan gangguan seperti kejang-kejang. Gangguan intelektual juga terjadi pada sekitar dua pertiga pasien Cerebral Palsy (Maimunah,2013).



4



Pada anak-anak, hubungan antara lesi pada sistem saraf pusat dan gangguan fungsi bisa berubah. Abnormalitas pada tonus motorik dapat meningkat selama tahun pertama kehidupan setelah kelahiran. Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasar keterlibatan alat gerak atau ekstremitas (monoplegia, hemiplegia, diplegia, dan quadriplegia) dan karakteristik



disfungsi



neurologik



(spastik,



hipotonik,



distonik,



athetonik, atau campuran). Manifestasi klinik yang tampak seringkali berbeda, tergantung pada usia gestasi saat kelahiran, usia kronologis, distribusi lesi dan penyakit akibat kelainan bawaan. 2. Etiologi Cerebral palsy adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab Hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab palsi serebral adalah sebagai berikut : a. Prenatal : Penyebab utama palsi serebral pada periode ini adalah malformasi otak kongenital. Sedangkan penyebab lainnya adalah: infeksi intrauterin (infeksi Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes virus dan sifilis), trauma, asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain- lain), toksemia gravidarum, maternal seizure disorder, dan sangat jarang yaitu faktor genetik, kelainan kromosom. b. Perinatal : Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: anoksia/ hipoksia yang dialami bayi selama proses kelahiran, trauma (disproporsi sefalopelvik,



sectio caesaria), prematuritas,



dan



hiperbilirubinemia. c. Postnatal : Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: trauma kepala, infeksi (meningitis/ ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan), anoksia , dan luka parut pada otak setelah operasi. 3. Klasifiksi



5



Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Swaiman, 1998; Gilroy, 1979;Rosenbaum, 2003) a. Spastik 1) Monoplegia. Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas. 2) Diplegia. Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal. 3) Hemiplegia. Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu sisi tubuh. 4) Triplegia. Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh. 5) Quadriplegia. Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity) pada tungkai. b. Ataksia Kondisi



ini



melibatkan



cerebelum



dan



yang



berhubungan



dengannya. Pada CP tipe ini terjadi abnormalitas bentuk postur tubuh dan / atau disertai dengan abnormalitas gerakan. Otak mengalami kehilangan koordinasi muskular sehingga gerakan– gerakan yang dihasilkan mengalami kekuatan, irama dan akurasi yang abnormal.



6



c. Athetosis atau koreoathetosis Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang ditampakkan adalah gerakan–gerakan yang involunter dengan ayunan yang melebar. Athetosis terbagi menjadi : 1) Distonik. Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami distonik dapat mengalami misdiagnosis. Gerakan distonia tidak seperti kondisi yang ditunjukkan oleh distonia lainnya. Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah proximal. Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang, terutama pada leher dan kepala. 2) Diskinetik. Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan involunter, tidak terkontrol, berulang–ulang dan kadangkala melakukan gerakan stereotype. 3) Atonik. Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas dan kelemahan pada kaki. Walaupun mengalami hipotonik namun lengan dapat menghasilkan gerakan yang mendekati kekuatan dan koordinasi normal. 4) Campuran. Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan ektrapiramidal, seringkali ditemukan adanya komponen ataksia.



7



Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan penderita untuk melakukan aktifitas normal (Swaiman, 1998; Rosenbaum, 2003) 1) Level 1 (ringan) Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidak memerlukan pengawasan orangtua, cara berjalan cukup stabil, dapat bersekolah biasa, aktifitas kehidupan sehari–hari 100 % dapat dilakukan sendiri. 2) Level 2 (sedang) Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk ambulasi ialah brace, tripod atau tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya berat badan. Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari dapat dilakukan sendiri dan dapat bersekolah. 3) Level 3 (berat) Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak atau mengesot, dapat bergaul dengan teman–temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu bantuan, tetapi masih dapat bersekolah. Alat ambulasi yang tepat ialah kursi roda. 4) Level 4 (berat sekali) Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki, kebutuhan hidup yang vital (makan dan minum) tergantung pada orang lain. Tidak dapat berkomunikasi, tidak dapat ambulasi, kontak kejiwaan dan rasa keindahan tidak ada. 4. Patofisiologi Seperti di ketahui sebelumnya bahwa cerebral palsy merupakan kondisi neurologis yang di sebabkan oleh cedera pada otak yang terjadi sebelum perkembangan otak sempurna. Karena perkembangan otak berlangsung selama dua tahun pertama. Cerebral palsy dapat di sebabkan oleh cedera otak yang terjadi selama periode prenatal , perinatal, dan postnatal. Trauma cerebral yang menyangkut trauma dari



8



arteri cerebral media adalah rangkaian patologis yang paling sering di temukan dan dikonfirmasi dari pasien dengan cerebral palsy spastic hemiplegia dengan menggunakan evaluasi dari computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) . Penilaian tersebut telah menunjukkan kehilangan jaringan (nekrosis dan atrofi) dengan atau tanpa gliosis. Beberapa anak dengan cerebral palsy hemiplegia mengalami



atrofi



periventricular,



menunjukkan



adanya



ketidaknormalan pada white matter. Pada pasien dengan cerebral palsy bergejala quadriplegia, gangguan motorik yang terjadi pada kaki bisa sama sampai lebih berat daripada tangan. Yang terkait dengan cerebral palsy bentuk ini adalah adanya rongga yang terhubung dengan ventrikel lateral , multiple cystic lesion pada white matter, diffuse cortical atrophy, dan hydrocephalus. Cerebral palsy bentuk coreoathetoid yang kadang mengalami spastisitas cenderung terjadi bayi pada cukup 12 bulan, dystonia dari ekskremitas juga sering terjadi bersama spastisitas tapi cenderung tidak dikenali. Hipotonus yang menetap atau atonic pada cerebral palsy menunjukkan adanya keterlibatan cerebellar pathways. Long-track signs seperti reflex deep-tendon cepat dan respon plantar extensor cenderung disertai hipotonia. Pembesaran sistem ventricular adalah yang paling sering dihubungkan pada neuro-imaging. Prevalensi dari spastic diplegia atau quadriplegia meningkat di Australia, swedia, dan united kingdom pada tahun 1970 seiring dengan meningkatnya tingkat kelahiran bayi premature. Selama 30 tahun terakhir , neuropathologist telah memaparkan bahwa periventricular white matter merupakan lokasi terpenting dari kelainan yang menyebabkan



disfungsi



motorik



kongenital.



Periventricular



leukomalacia adalah istilah untuk karakteristik lesi necrosis koagulatif pada white matter yang dekat dari ventrikel lateral , dengan menggunakan pemeriksaan ultrasound mencari tanda adanya trauma pada white matter secara virtual seperti kedua area hiperechoic (echodense) dan hipoechoic (echolusent). Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu beresiko tinggi terhadap kedua lesi



9



hiperechoic dan hipoechoic. Umumnya lesi hiperechoic menandakan kongesti vascular atau hemorrhage dan penampakan dini dari kerusakan jaringan. Sedangkan lesi hipoechoic tampak pencerminan dari pelepasan/kehilangan jaringan nekrotik dan perkembangan struktur seperti kista. Pathway Cerebral Palsy Pranatal



Infeksi virus



Radiasi



Internatal Presentasi bayi abnormal



Toksik kemalinan



Postnatal



Meningit is



Trauma kapitis



Partus lama Anoksia dalam kandungan



Seksio cesarea



Ensefalitis



Pendarahan otak Hipoksia bayi Gangguan CSS Gangguan system motoric otak bayi Cerebral Palsy



Perkembangan otak terganggu Anoksia dalam kandungan



Suplai darah cerebral tidak adekuat Perfusi jaringan cerebral menurun Vasospasme erteri cerebral palsy Kerusakan fungsi motoric otot-otot bicara



kontusio



Gangguan pada nervus vagus



Cedera otak



Reflek menelan terganggu



Kerusakan sel otak Aliran darah ke otak menurun kelumpuhan



Kemampuan mengunyah terganggu HCL meningkat (asam lambung) Mual muntah



MK : Gangguan Tumbuh Kembang



MK : Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh MK : Gangguan Komunikasi Verbal



5. Manifestasi Klinis



10



Kelemahan otot sekunder akibat kerusakan pada sensori motorik Kerusakan motoric kasar Kelumpuhan MK : Gangguan Imobilitas Fisik



Gejala



Cerebral



Palsy



tampak



sebagai



spektrum



yang



menggambarkan variasi beratnya penyakit. Seseorang dengan Cerebral Palsy dapat menampakan gejala kesulitan dalam hal motorik halus, misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan dan berjalan, atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Berikut gejala-gejala lain dari cerebral palsy : a. Gangguan pada otot yaitu kaku / terlalu lemah. b. Kurangnya koordinasi otot(ataksia) c. Getaran atau gerakan tidak sadar d. Gerakan lambat e. Lebih menyukai menggunakan sisi tubuh seperti menyeret kakinya saat merangkak f. Kesulitan berjalan seperti berjalan kaki atau gaya berjalan jongkok g. Kesulitan menelan atau kesulitan menghisap makanan h. Penundaan dalam perkembangan bicara atau kesulitan bicara. Gejala dapat berbeda pada setiap pemderita, dan dapat berubah pada seorang penderita. Sebagian Cerebral Palsy sering juga menderita penyakit lain, termasuk kejang atau gangguan mental. Penderita Cerebral Palsy derajat berat akan mengakibatkan tidak dapat berjalan dan membutuhkan perawatan intensif dalam jangka panjang, sedangkan Cerebral Palsy derajat ringan mungkin hanya sedikit canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak khusus. Cerebral Palsy bukan penyakit menular atau bersifat herediter. Hingga saat ini, Cerebral Palsy tidak dapat dipulihkan, walau penelitian ilmiah berlanjut untuk menemukan terapi yang lebih baik dan metode pencegahan. 6. Pentalaksanaan a. Medik. Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT,ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien.



11



b. Fisioterapi. Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu dipehatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup. c. Tindakan bedah. Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon, atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan. d. Obat-obatan. Tidak ada obat untuk cerebral palsy tetapi pelatihan otot awal dan latihan khusus dapat bermanfaat dimulai sebelum anak mengembangkan kebisaan yang salah dan pola otot yang salah. Pencegahan komplikasi dan membantu individu untk menjalankan kehidupan sepenuhnya, hanya dibatasi oleh ggn otot dan ggn sensori (Wilson 2007 ). e. Keperawatan. Masalah bergantung dari kerusakan otak yang terjadi. Pada umumnya dijumpai adanya gangguan pergerakan sampai retardasi mental, dan seberapa besarnya gangguan yang terjadi bergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Dewasa ini gangguan dari pertumbuhan atau perkembangan janin dirumah-rumah bersalin yang telah maju sudah dapat dideteksi sejak dini bila kehamilan dianggap berisiko. Juga ramalan mengenai ramalan bayi dapat diduga bila mengetahui keadaan pada saat perinatal (lihat penyebab). Selain itu setelah diketahui dari patologi anatomi palsy cerebal bahwa gejala dini ini dapat terlihat pada bulan-bulan pertama setelah lahir, sebenarnya beratnya gejala sisa mungkin dapat dikurangin jika dilakukan tindakan lebih dini. Disinilah peranan perawat dapat ikut mencegah kelainan tersebut. Tindakan yang dapat dilakukan ialah: 1) Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang berisiko (baca status bayi secera cermat mengenai riwayat kehamilan/kelahirannya). Jika dijumpai adanya kejang atau



12



sikap



bayi



yang



tidak



biasa



pada



neonatus



segera



memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan semestinya. 2) Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan pada otak walaupun selama diruang perawatan tidak terjadi kelainan agar dipesankan pada orang tua atau ibunya jika melihat sikap bayi yang tidak normal supaya segera dibawa konsultasi kedokter. 7. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral palsy ditegakkan. b. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy CSS normal. c. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang disertai kejang maupun tidak. d. Foto rontgent kepala. e. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan. f. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi mental. 8. Komplikasi a. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek. b. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping disebabkan karena kelumpuhan hemiplegia. c. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu berbaring di tempat tidur. d. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur. e. Gangguan mental. Anak Cerebral Palsy tidak semua tergangu kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada



13



taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara tidak wajar. B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Pengkajian yang pelu dilakukan pada anak dengan Cerebral Palsy yaitu (Suriadi, 2010) : 1) Menilai setiap kunjungan ke posyandu mengenai keterlambatan perkembangan. 2) Mencatat masalah defisit pada ortopedi, visual, auditori atau intelektual. 3) Menilai reflek bayi baru lahir, pada anak dengan cerebral palsy dapat bertahan setelah usia normal. 4) Mengidentifikasi bayi yang memiliki gangguan pada otot atau postur tubuh tidak normal (tulang belakang melengkung, kaku saat bergerak melawan gravitasi, leher atau ekstremitas resisten terhadap gerakan pasif). 5) Mengidentifikasi gangguan motorik, seperti asimetris dan abnormal saat merangkak (menggunakan 2 atau 3 ekstremitas), menggunakan tangan dominan sebelum anak berusia prasekolah b. Data demografi 1) Laki-laki lebih banyak dari pada wanita. 2) Sering terjadi pada anak pertama è kesulitan pada waktu melahirkan. 3) Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar. 4) Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara. c. Keluhan utama 1) Biasanya pada cerebral palsy didapatkan keluhan utama yaitu : Sukar makan atau menelan , otot kaku, sulit bicara, kejang, badan gemetar, perkembangan yang terlambat dari anak normal, perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh abnormal,



14



refleks



bayi



persisten,



ataxic,



kurang



tonus



otot



dan



permasalahan pada BAB dan BAK. d. Riwayat kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Sekarang Pada anak dengan cerebral palsy di dapatkan postur tubuh abnormal, pergerakan kurang, otot kaku, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, Peningkatan atau penurunan tahanan pada gerakan



pasif,



postur



opistotonik



(lengkung



punggung



berlebihan) Kelemahan Otot, Retardasi Mental, Gangguan Hebat



Hipotonia,



Melempar/



Hisap



Makan,



Gangguan



Bicara/Suara, Visual Dan Mendengar. 2) Riwayat Kesehatan masa lalu a) Prenatal : adanya gangguan pergerakan janin, adanya penyakit ibu (toxoplasmosis, rubella), keracunan kehamilan. b) Natal : adanya premature, penumbungan atau lilitan tali pusar, trauma lahir. c) Post natal : adanya truma kapitis, meningitis, luka paruh pada otak pasca operasi, atau lesi karena trauma. e. e. Riwayat kehamilan dan persalinan Cerebral palsy biasanya terjadi pada ibu hamil yang usianya lebih dari 40 tahun, riwayat jatuh, kecelakaan ,terjadi kesulitan waktu melahirkan, anoxia janin. f. Fungsi Intelektual Biasanya ditemukan pembelajaran dan penalaran subnormal (retardasi mental pada kira-kira dua pertiga individu), kecerdasan di bawah normal, kesulitan belajar dan gangguan perilaku. g. Pemeriksaan reflek Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks Moro, plantar, dan menggenggam menetap atau hiperaktif, hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.



15



h. Pemeriksaan tonus Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan popok, kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal). i. Pertumbuhan dan Perkembangan 1) Perlambatan perkembangan motorik kasar Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian motorik, meningkat sejalan dengan pertumbuhan, Monitor Respon Bermain Anak Lambat. 2) Tampilan motorik abnormal Penggunaan tangan unilateral yang terlalu dini, merangkak asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter atau tidak terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makan, sariawan lidah menetap. 2. Diagnose Keperawatan a. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan system saraf pusat b. Gangguan mobilitas fisik b.d spasme dan kelemahan otot. c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kemampuan menelan terganggu dan nafsu makan menurun. d. Gangguan



pertumbuhan



dan



perkembangan



b.d



gangguan



neurovaskular. 3. Intervensi Keperawatan Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan sistem saraf pusat



NOC Domain : IIPhysiologic Health Classes : J. Neurocognitive Outcomes : 0903 Communication: Expressive



NIC Domain : 3. Behavioral Classes : Q. Communication Enhancement Interventions : 4976Communication Enhancement: Speech Deficit Tujuan : Setelah  Pantau kecepatan dilakukan tindakan bicara, tekanan, keperawatan selama kecepatan, kuantitas, 16



1x 24 jam pasien menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan kriteria hasil : Pasien mampu menggunakan bahasa lisan: vokal  Pasien mampu berbicara dengan jelas



Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi



Gangguan mobilitas fisik Berhubungan dengan : - Gangguan metabolisme sel - Keterlembatan perkembangan - Pengobatan



volume, dan diksi  Pantau kognitif, anatomi dan proses fisiologis yang berhubungan dengan kemampuan bicara  Pantau pasien untuk frustrasi, marah, depresi, atau tanggapan lain untuk kemampuan bicara  Kenali perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi  Memberikan metode alternatif komunikasi bicara  Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien  Anjurkan pasien untuk berbicara perlahan  Berkolaborasi dengan keluarga dan bahasa bicara patologi atau terapis untuk mengembangkan rencana untuk komunikasi yang efektif



Rencana keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil NOC :  Joint Movement : Active  Mobility Level  Self care : ADLs  Transfer performance Setelah dilakukan 17



Intervensi NIC : Exercise therapy : ambulation 



Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat



- Kurang support lingkungan - Keterbatasan ketahan kardiovaskuler - Kehilangan integritas struktur tulang - Terapi pembatasan gerak - Kurang pengetahuan tentang kegunaan pergerakan fisik - Indeks massa tubuh diatas 75 tahun percentil sesuai dengan usia - Kerusakan persepsi sensori - Tidak nyaman, nyeri - Kerusakan muskuloskeletal dan neuromuskuler - Intoleransi aktivitas/penurunan kekuatan dan stamina - Depresi mood atau cemas - Kerusakan kognitif - Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau masa - Keengganan untuk memulai gerak - Gaya hidup yang menetap, tidak digunakan, deconditioning - Malnutrisi selektif atau umum DO: - Penurunan waktu reaksi - Kesulitan merubah posisi - Perubahan gerakan (penurunan untuk berjalan, kecepatan, kesulitan memulai langkah pendek) - Keterbatasan motorik



tindakan keperawatan selama….gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil:  Klien meningkat dalam aktivitas fisik  Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas  Memverbalisasik an perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah  Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)















 







 



18



latihan Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan



kasar dan halus - Keterbatasan ROM - Gerakan disertai nafas pendek atau tremor - Ketidak stabilan posisi selama melakukan ADL - Gerakan sangat lambat dan tidak terkoordinasi



Gangguan pertumbuhan dan perkembangan Definisi : Penyimpanga n / kelainan dan aturan kelompok usia Batasan Karakteristik : - Gangguan pertumbuhan fisik - Penurunan waktu respon - Terlambat dalam melakukan keterampilan umum kelompok usia - Kesulitan dalam melakukan keterampilan umum kelompok usia - Afek datar - Ketidakmapuan melakukan aktivitas perawatan diri yang sesuai dengan usia - Ketidakmampuan aktivitas pengendalian dan perawatan diri yang sesuai dengan usianya - Lesu/tidak bersemangat Faktor Yang Berhubungan :



NOC - Growth and Development, Delayed - Nutrition Imbalance Less Than Body - Requirements : Kriteria Hasil : - Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya - Keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya ketidakmampuan - Keluarga mampu mendapatkan sumber-sumber sarana komunitas - Kematangan fisik : wanita : perubahan fisik normal pada wanita yang terjadi dengan transisi dan masa kanak-kanak ke dewasa - Kematangan fisik : pria perubahan fisik normal pada wanita yang terjadi dengan transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa 19



NIC Nutritional Management : - Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misainya kalori, zat gizi) - Tentukan makanan yang disukai anak - Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan Nutrition Theraphy : - MenyeIesaikn penilaian gizi, sesuai - Memantau makanan / cairan tertelan dan menghitung asupan kalori harian, sesuai - Memantau kesesuaian perintah diet untuk memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, sesuai - Kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan - untuk memenuhi persyaratan gizi yang sesuai - Pilih suplemen gizi, sesuai - Dorong pasien untuk memilih makanan semisoft, jika kurangnya air liur menghalangi menelan



- Efek ketunadayaan fisik - Defisiensi lingkungan - Pengasuhan yang tidak adekuat - Reponsivitas yang tidak konsisten - Pengabaian - Pengasuh ganda - Ketergantungan yang terprogram - Perpisahan dari orang yang dianggap penting - Defisiensi stimulasi



- Status nutrisi seimbang - Berat badan



- Mendorong asupan makanan tinggi kalsium, sesuai - Mendorong asupan makanan dan cairan tinggi kalium, yang sesuai - Pastikan bahwa diet termasuk makanan tinggi kandungan serat untuk mencegah konstipasi - Memberikan pasien dengan tinggi protein, tinggi kalori, makanan dan minuman bergizi jari yang dapat mudah dikonsumsi, sesuai .Administer menyusui enterai, sesuai



4. Implementasi Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berabagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. 5. Evaluasi Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Format yang dapat digunakan untuk evaluasi keperawatan menurut yaitu format SOAP yang terdiri dari: a.



Subjective, yaitu pernyataan atau keluhan dari pasien.



b.



Objektive, yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.



20



c.



Analisys, yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif (biasaya ditulis dala bentuk masalah keperawatan). Ketika menentukan apakah tujuan telah tercapai, perawat dapat menarik satu dari tiga kemungkinan simpulan :



1) Tujuan tercapai; yaitu, respons klien sama dengan hasil yang diharapkan



2) Tujuan tercapai sebagian, yaitu hasil yang diharapkan hanya sebagian yang berhasil dicapai (2 indikator evaluasi tercapai)



3) Tujuan tidak tercapai d.



Planning, yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan berdasarkan analisis



C. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Cerebral Palsy 1. Pengkajian a.



Identitas Klien Nama



: An. C



Umur



: 1 tahun



Tempat/tgl.lahir



: Banyuwangi/ 15 April 2014



Agama



: Islam



Identitas Penanggung Jawab Ayah



: Tn. R



Umur



: 30 th



Hub. Dengan Pasien : Ayah



b.



Pekerjaan



: petani



Alamat



: Banyuwangi



Status Kesehatan 1) Status Kesehatan Saat Ini Keluhan Utama Pasien datang dengan keluhan mengalami kelemahan otot, retardasi



mental,



gangguan



mendengar. 2) Status Kesehatan Masa Lalu



21



bicara/



suara,



visual



dan



Penyakit yang pernah dialami : kelahiran prematur, dan trauma lahir. c.



Pola Kebutuhan Dasar 1) Pola Bernapas a) Sebelum sakit : pasien bernapas dengan normal b) Saat sakit : pasien tidak mengalami gangguan pernapasan 2) Pola Makan-minun a) Sebelum sakit : Pasien mengalami kesukaran dalam makan/ menelan b) Saat sakit : Pasien mengalami kesukaran dalam makan/ menelan 3) Pola Eliminasi a) Sebelum sakit : mampu membuang kototran dibantu orang tua b) Saat sakit : mampu membuang kototran dibantu orang tua 4) Pola Istirahat dan Tidur a) Sebelum sakit : pasien tidur dan istirahat seperti biasanya b) Saat sakit : pasien tidur dan istirahat seperti biasanya 5) Pola Rasa Nyaman a) Sebelum sakit : merasa nyaman di dekat keluraganya b) Saat sakit : merasa nyaman di dekat keluraganya 6) Pola Kebersihan Diri a) Sebelum sakit : tubuh pasien tetap bersih dan terawat b) Saat sakit : tubuh pasien tetap bersih dan terawat 7) Pola Rekreasi a) Sebelum sakit : pasien bermain dengan didampingi orangtua b) Saat sakit : pasien bermain dengan didampingi orang tua



d.



Pengkajian Fisik 1) Keadaan Umum Tingkat Kesadaran : komposmentis



22



GCS : Verbal :



Psikomotor :



Mata



:



strabismus



konvergen 2) Tanda-tanda Vital : Nadi: 96x/menit, Suhu : 36,8 derajat C, RR : 24x/menit 3) Keadaan Fisik a) Kepala dan leher : bersih, tidak ada benjolan, tidak edema, b) Dada : simetris, tidak ada suara tambahan seperti ronki dan wezing (1)Paru : tidak ada kelaianan, dan tidak ada suara tambahan (2)Jantung: irama jantung reguler c) Payudara dan ketiak : terdapat putting, tidak ada benjolan d) Abdomen : tidak ada edema, bising usus +, tidak ada lesi e) Genetalia : bersih, tidak ada kelainan f) Integument : bersih, tidak ada lesi, edema g) Ekstremitas : perkembangan pergerakan kurang (1)Atas : Didapatkan reflek primitif yaitu grasping reflex yang positif pada kedua tangan (2)Bawah : Didapatkan tonus otot hipertonus, spastik, dan scissor gait’s phenomenon pada kedua kaki saat berjalan. 2. Analisa Data No.



Data



Etiologi



Masalah



1 Subyektif : Gangguan sistem saraf pusat Gangguan - Anak menangis dan komunikasi verbal rewel Obyektif : - Pergerakan bola mata tidak simetris



23



2 Subyektif : Keterlembatan - Anak menangis dan perkembangan rewel Obyektif : - Ganggua saraf motorik - Gangguan pergerakan ekstremitas kanan



Gangguan mobilitas fisik



3. Subyektif : Efek ketunadayaan fisik - Anak tampak sulit berkata-kata Obyektif : - Klien tidak mampu merespon pertanyaan pemeriksa



Gangguan pertumbuhan dan perkembang



3. Diagnose Keperawatan a. Gangguan komunikasi verbal b/d gangguan sistem saraf pusat b. Gangguan mobilitas fisik b/d keterlembatan perkembangan c. Gangguan tumbuh kembang b/d efek ketunadayaan fisik 4. Intervensi Keperawatan No. Dx 1.



2



Tujuan/KH



Intervensi



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pasien menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan kriteria hasil : - Pasien mampu menggunakan bahasa lisan: vokal - Pasien mampu berbicara dengan jelas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: - Klien meningkat dalam



- Pantau kecepatan bicara, tekanan, kecepatan, kuantitas, volume, dan diksi - Kenali perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi - Anjurkan pasien untuk berbicara perlahan - Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien - Berikan metode alternatif komunikasi bicara



- Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi - Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan - Konsultasikan dengan terapi fisik tentang 24



3.



aktivitas fisik - Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas - Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah - Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: Kriteria Hasil : - Anak berfungsi optimal sesuai tingkatannya - Status nutrisi seimbang - Keluarga dan anak mampu menggunakan koping terhadap tantangan karena adanya ketidakmampuan



rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan - Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera - Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi - Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan - Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps - Kaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori, zat gizi) - Tentukan makanan yang disukai anak - Pantau kecenderungan kenaikan dan penurunan berat badan - Kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan



5. Implementasi No .



Hari, Tanggal, Jam Jumat, 27 Juni 2020, 09.48 wib



Dx. Ke p 1



2.



Sabtu, 28 Juni 2020, 08.15 wib



2



3.



Sabtu, 28 Juni 2020 14.20 wib



3



1.



Implementasi - Menganjurkan pasien untuk berbicara perlahan - Menyesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien - Memberikan metode alternatif komunikasi bicara dengan metode augmentatif - Megajarkan pasien atau keluarga pasien tentang teknik ambulasi seperti duduk diatas TT, duduk di tepi TT, menekan balon karet. - Melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan, seperti aktivitas sehari-hari. - Mengkaji keadekuatan asupan nutrisi (misalnya kalori, zat gizi) - Menentukan makanan yang disukai anak 25



Ttd



- Melihat perkembangan anak jika mengalami kenaikan ataupun penurunan BB - Bekerjasama dengan ahli gizi, jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan 6. Evaluasi No . 1.



Hari, Tanggal, Jam Jumat, 27 Juni 2020, 09.48 wib



2.



Sabtu, 28 Juni 2020, 08.15 wib



3.



Sabtu, 28 Juni 2020 14.20 wib



Dx. Evaluasi Ke p 1 S : keluarga pasien mengatakan pasien dapat berbicara sedikit demi sedikit O : pasien tampak berbicara secara perlahan A : masalah teratasi P : hentikan intervensi 2 S : keluarga pasien mengatakan pasien dapan duduk diatas TT O : pasien terlihat menjaga keseimbangan diatas TT A : masalah teratasi P : hentikan intervensi 3 S : keluarga pasien mengatakan pasien cukup memenuhi asupan kebutuhan gizi pada pasien O : pasien tampak tidak lemas A : masalah tertasi P : hentikan intervensi



26



Ttd



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Cerebral



Palsy



merupakan



suatu



keadaan



dimana



terjadi



kelumpuhan otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Cerebral palsy adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab Hal-hal yang diperkirakan sebagai penyebab palsi serebral adalah sebagai berikut (Prenatal , Perinatal, Postnatal) Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Spastik, Monoplegia, Diplegia, Hemiplegia, Triplegia, Quadriplegia Ataksia, Athetosis atau koreoathetosis, Distonik, Diskinetik, Atonik, Campuran). Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrow gyuri, suluran suci dan berat otak rendah. Cerebral palsy digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat non progresive atau luka otak pada saat anak-anak. Gejala Cerebral Palsy tampak sebagai spektrum yang menggambarkan variasi beratnya penyakit. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan medik, fisioterapi , tindakan bedah, obatobatan dan keperawatan. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis cerebral palsy ditegakkan Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena otot memendek. B. Saran Diharapkan bagi mahasiswa dapat memahami materi yang ada dalam makalah ini, dengan pahamnya materi mengenai cerebral palsy diharapkan mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan yang baik dan benar sesuai dengan prosedur yang ada.



27



DAFTAR PUSTAKA Alimul Hidayat A.A., (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif, Jakarta: Heath Books Campbell. 2012. Buku Ajar Biologi. Jakarta : Penerbit Erlangga Eliyanto, H. dan Hendriani, W. 2013. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Penerimaan



Ibu



Terhadap



Anak



Kandung



yang



Mengalami Cerebral Palsy. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol. 2 No. 2, Hal. 124-130. Fakultas Psikologi. Universitas Airlangga Kementerian kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kemeterian Kesehatan RI Situasi Kesehatan Remaja. 2015. Maimunah, S. 2013. Studi Eksploratif Perilaku Koping Pada Individu Dengan Cerebral Palsy. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol.1 No.01 Hal 153-168.



28