Askep Cidera Kepala Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN Tanggal MRS Tanggal Pengkajian Jam Pengkajian Hari Rawat ke IDENTITAS KLIEN 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Umur 4. Status Kawin 5. Suku/ Bangsa 6. Agama 7. Pendidikan 8. Pekerjaan 9. Alamat 10. Sumber Biaya



: 17 Juli 2021 : 19 Juli 2021 ::2



Jam Masuk No. RM Diagnosa



::1554xx : Cedera Kepala Berat



: Tn. S : Laki-laki : 49 th : Kawin : Jawa : Islam : SD : Petani : Surabaya : Keluarga



KELUHAN UTAMA Keluhan utama: penurunan kesadaran post KLL RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG 1. Riwayat Penyakit Sekarang: Keluarga klien mengatakan , klien tidak sadarkan diri ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas ditabrak oleh motor di jalan, keluarga mengatakan keadaan klien muntah- muntah dengan mengeluarkan cairan darah konsistensi cair pekat. Lalu klien segera dibawa ke RSUD Dr.Sutomo untuk mendapatkan pertolongan. Sesampainya di RS klien dengan penurunan kesadaran GCS 3 (E1M1V1) langsung masuk keruangan RES IRD Lantai 1 dan dilakukan tindakan membersihkan jalan nafas dan memasang ETT serta alat bantu nafas ventilator pada tanggal 17 Juli 2021 jam 09.00 WIB.Pada tanggal 17 Juli 2021 pukul 14:30 dan dipindahkan ke ruang ICU GBPT. Di lakukan pengkajian kasus keperawatan dan didapatkan hasil klien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 2 (E1VtM1), terpasang IVFD Ringerfundin gtt 20x/menit, terpasang kateter, TD= 160/100 mmHg , RR= 30x/menit, T= 37,50C, HR= 65x/menit, adanya jejas di daerah mata, pipi, luka di bagian kepala belakang sebelah kanan berukuran 3cm dan terdapat darah. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU 1. Pernah dirawat : ya tidak  kapan :…… diagnosa :………… 2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak  jenis…………………… Riwayat kontrol : Riwayat penggunaan obat : Obat ya tidak  jenis…………………… Makanan ya tidak  jenis…………………… Lain-lain ya tidak  jenis…………………… 3.



Riwayat operasi: ya - Kapan : …………………… -



Jenis operasi : ……………………



tidak



RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA Ya  tidak - Jenis : PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan: Alkohol ya tidak  keterangan………..................... Merokok ya  tidak keterangan ± 5 batang rokok/hari Obat ya tidak  keterangan….............................................................. ……………… Olah raga ya tidak  keterangan….......................................................... ………………… Genogram



Keterangan: : Klien Laki laki : Perempuan : Meninggal dunia



OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK 1. Tanda tanda vital S : 36,5̊C N : 65 x/mnt T : 160/100 mmHg Kesadaran Compos Mentis Apatis Somnolen a. Keluhan nyeri: ya tidak √ P:................................................................... Q :................................................................... R :................................................................... S : Skala nyeri menggunakan CPOT : ........................... T : ……………………………………………….



2.



Sopor



Koma 







Sistem Pernafasan (B1) a. RR dari pasien : 30x/menit Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea Batuproduktif tidak produktif Sekret: ada Konsistensi : kental Warna: putih Bau :.................................. b. Penggunaan otot bantu nafas: tidak ada...................................................................................................................... ................................................ ................................................ c. PCH ya  tidak d. Irama nafas teratur  tidak teratur f. Pleural Friction rub:..................................................................................................................... g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot h. Suara nafas Cracles  Ronki Wheezing i. Alat bantu napas  ya tidak



Jenis. Ventilator Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% ETV:258 3. Sistem Kardio vaskuler (B2) a. Nadi karotis : teraba b. Nadi perifer : lemah c. Perdarahan : tidak ada d. Keluhan nyeri dada: ya  tidak e. Irama jantung:  reguler ireguler f. Suara jantung:  normal (S1/S2 tunggal) gallop lain..... g. Ictus Cordis: h. CRT < 2 detik i. Akral: dingin m. ECG : iskemik 4.



Sistem Persyarafan (B3) a. GCS : E1,M1,Vett b. Refleks fisiologis patella triceps c. Refleks patologis babinsky brudzinsky kernig Lain-lain d. Keluhan pusing ya tidak P :........................................................... Q :................................................................... R :................................................................... S :................................................................... T :................................................................... e.



Pemeriksaan saraf kranial: N1 : normal tidak N2 : normal tidak N3 : normal tidak N4 : normal tidak N5 : normal tidak N6 : normal tidak N7 : normal tidak N8 : normal tidak N9 : normal tidak N10 : normal tidak N11 : normal tidak N12 : normal tidak



murmur lain-



biceps



Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -…….............................................................. Ket.: -……..............................................................



f. g.



Pupil Sclea







Isokor Diameter: 2/2.  ikterus



Konjunctva anemis Isitrahat/Tidur : tidur terus \Gangguan tidur : -.............................................................. j. Lain-lain: 5. Sistem perkemihan (B4) a. Kebersihan genetalia:  Bersih Kotor b. Sekret: Ada  Tidak c. Ulkus: Ada  Tidak d. Kebersihan meatus uretra:  Bersih Kotor e. Keluhan kencing: Ada Tidak Bila ada, jelaskan: Kemampuan berkemih: Spontan  Alat bantu, sebutkan: kateter Hari ke :3 h. i.



f. g. h. i. j. k. 6.



Produksi urine : 1200cc/hari Bau : seperti bau obat Kandung kemih : Membesar Nyeri tekan ya  tidak Intake cairan oral : ……… cc/hari Balance cairan: Tidak terkajiLain-lain:



Warna : kuning ya



 tidak



parenteral..........cc/hari



Sistem pencernaan (B5) a. TB



: 173 cm



:. . ...BB . . . . .:...63 . . . .kg . ... . . . . . . ... . .



b. Mulut: c. Membran mukosa:



bersih Lembab √



d. Tenggorokan: sakit menelan pembesaran tonsil e. Abdomen: tegang √ Nyeri tekan: Luka operasi: Jenis operasi Lokasi Keadaan



ya ada : : :................



Kotor √ kering



kesulitan menelan nyeri tekan kembung ascites tidak√ tidak , √



berbau stomatit



h. Peristaltik 20 x/menit i. BAB: 1 x/hari j. Konsistensi: keras k. Diet: padat l. Nafsu makan: baik √ m. Porsi makan:



Habis √



lunak lunak menurun tidak



cair √ lendir/darah cair √ Frekuensi 3 x/hari



7.



Sistem muskuloskeletal (B6) a. Pergerakan Bebas Terbatas √ sendi: b. Kekuatan otot: 2 2 2 0 c. Kelainan ekstremitas: ya √ (post trepanasi) tidak √ d. Kelainan tulang belakang : ya e. f.



g. h. i. j. k.



4.



tidak



Fraktur: ya tidak √ - Jenis fraktur rusuk Traksi: ya tidak √ - Jenis :- Beban :- Lama pemasangan :Penggunaan spalk/gips: ya tidak √ . Kompartemen syndrome : ya tidak √ Kulit: ikterik sianosis √ kemerahan hiperpigmentasi Turgor baik k rang √ jelek Luka operasi: ada √ tidak Jenis operasi : trepanasi Lokasi kepala bagian kanan Keadaan : baik Drain : ada tidak √ - Jumlah :- Warna :- Kondisi area sekitar insersi : PEMERIKSAAN RISIKO JATUH Morse Fall Scale (MSF) Faktor Risiko Poin Kesimpul Skal Skor an/ a Pasien Masalah Ya 25 Riwayat Jatuh Tidak Diagnosis Sekunder (≥ Ya diagnosis medis) Tidak Perabot Alat Bantu Tongkat/ Alat Penopang Tidak Ada/ kursi roda/ perawat/ tirah baring Ya Terpasang Infus Tidak Terganggu Gaya Berjalan Lemah Normal/ tirah baring/ imobilisasi Status Mental Sering lupa akan keterbatasan yang Dimiliki Orientasi baik terhadap kemampuan diri sendiri Catatan Total



Sistem Endokrin a. Pembesaran tyroid:



ya



tidak √



b. c. d.



Pembesaran kelenjar getah bening: Hipoglikemia: tidak Hiperglikemia: tidak



tidak



PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN Jelaskan : klien dibantu total oleh perawat untuk seka 2 kali sehari, mengkramasi klien 1 minggu sekali, mengganti sprei, PENGKAJIAN SPIRITUAL Kebiasaan beribadah - Sebelum sakit Sering √ kadang- kadang tidak pernah - Selama sakit



sering



kadang- kadang tidak pernah√



PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG , dll) tanggal 18 Juli 2021 Pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai normal



Glukosa sewaktu



150



mg/dl



70-140



Urea



32



mg/dl



10-50



Kreatinin



1,00



mg/dl



0,5-1,2



SGOT



23



u/L



0-31



SGPT



14



u/L



0-32



Kalium



41



Mmol/L



3,4-5,4



Natrium



145



Mmol/L



135-155



Klorida



99



Mmol/L



95-108



HbsAg



Negatif



WBC



14,59



[10^3/uL]



4,8-10,8



RBC



3,99



[10^6/uL]



4,2-5,4



HGB



10,3



[g/dL]



12-16



HCT



32,6



[%]



37-47



Pemeriksaan Analisa Gas Darah pH pCO2 pO2 Bicarbonat (HCO3) Kelebihan Basa (BE) SaO2



Hasil



Satuan



Nilai Normal



7,28 13,5 175,6 6,5



mmHg mmHg mmol/L



7,35-7,45 33-44 71-104 22-29



-17,7



mmol/L



150.000-400.000



99,3



94-98



TERAPI No



Nama Terapi



Dosis



Cara



Golongan Obat



Pemberian 1



Ceftriaxone



2x1 Gr



I.V



Antibiotik



2



Paracetamol



3x1 gr



I.V



Antipiretik



3



Omeperazole



1x40 ml



I.V



Analgetik



4



Dobutamin



150 gr Kontinyu



I.V



Obat jantung



5



Phenytoin



50 mg



I.V



Obat anti kejang



6



Ringer Fundin



500cc/24 jam Kontinyu



I.V



Elektrolit



ANALISA DATA



Nama Pasien : Tn.S Umur : 49 Th Hari/ Tgl/ DATA ETIOLOGI MASALAH Jam Senin, 19 DS : tidak terkaji Cidera kepala Bersihan Jalan Juli 2021 DO : Napas Tidak 08:00 Ku:penurunan Cidera otak primer Efektif kesadaran (D.0001) Hal.18 1) GCS :E1VtM1 Kerusakan sel otak meningkat 2) Terpasang Ventilator Mode :PCV Peningkatan rangsangan EMV : 7,5 simpatis Total Rate : 30 PEEP : 5 Peningkatan tahanan vaskuler FIO2: 30 sistemik Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% Penurunan tekanan pembuluh ETV:258 darah pulmonal 3) N : 65x/menit 4) Terdapat secret di selang ETT dan mulut Peningkatan tekanan hidrostatik 5) Suara nafas Kebocoran cairan kapiler tambahan ronchi Odema paru Penumpukan cairan/secret Difusi O2 terhambat Bersihan jalan nafas



Senin, 19 DS : tidak terkaji Juli 2021 08:00 DO : 1) Ku:penurunan



Cidera kepala Cidera otak primer



Resiko Perfusi Cerebral Tidak efektif (D.0017) Hal.51



kesadaran 2) GCS :E1VtM1 3) TD: 160/100 mmHg 4) pCO2 =13,5 (n =3344) 5) pO2 =175,6 (n=71104) 6) E1,M1,Vett 7) Kebiruan sekitar mata (jejas) 8) Kepala bengkak dan asimetris



Kerusakan sel otak meningkat gangguan autoregulasi aliran darah ke otak menurun oksigen menurun gangguan metabolisme asam laktat meningkat Resiko Perfusi Jaringan Cerebral Cidera kepala



Senin, 19 Ds:Tidak terkaji Juli 2021 Do :terpasang ventilator 08:00 1. Mode :PCV EMV : 7,5 Cidera otak sekunder Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr press: Kerusakan sel otak meningkat 16 SPO2 : 98% ETV:258 2. Irama nafas tidak teratur, peningkatan rangsangan kedalam teratur, suara simpatis nafas ronkhi peningkatan tahanan vaskuler sistemik penurunan tekanan pembuluh darah pulomonal peningkatan tekanan hidrostatik kebocoran cairan kapiler odema paru penumpukan cairan/secret Pola Nafas Tidak Efektif



Pola nafas tidak efektif (D.0005) Hal.26



DIAGNOSA KEPERAWATAN Nama Pasien : Tn. S Umur : 49 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam jalan nafas di buktikan dengan terdapat secret kental berwarna putih (D.0001) Hal.18 2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakarnial dibuktikan dengan cedera kepala (D.0017) Hal.51 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan) dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005) Hal.26



PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN



No DX 1.



TANGGAL TANGGAL MUNCUL DIAGNOSA KEPERAWATAN TERATASI 19 Juli 2021 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam jalan nafas di buktikan dengan terdapat secret kental berwarna putih (D.0001) Hal.18



1. 19 Juli 2021 Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan



peningkatan tekanan intrakarnial dibuktikan dengan cedera kepala (D.0017) Hal.51 2. 19 Juli 2021 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan) dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005) Hal.26



TANDA TANGAN



RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Nama Pasien : Tn. S No. Register : NO DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI) 1. (D0001) Hal.18 Bersihan jalan napas tidak efektif



2.



(D.0017) Hal.51 Risiko perfusi serebral tidak efektif



TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (SLKI) Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x1 jam klien menunjukkan bersihan jalan nafas meningkat,  dengan kriteria hasil(L.01001) Hal.18: 1. Produksi sputum menurun: Sputum mencair 100ml/hari 2. Batuk efektif meningkat 3. Ronkhi menurun 4. Siaonosis menurun: Akral hangat kemerahan, CRT < detik 5. Frekuensi napas membaik 1220x/menit



INTERVENSI KEPERAWATAN (SIKI)



Manajemen jalan napas (1.01011) Observasi 1. Monitor pola napas 2. Monitor bunyi napas tambahan 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Teapeutik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas 2. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 3. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik Edukasi 1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak kontraindikasi Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen Peningkatan Tekanan intrakarnial selama 1x24 jam perfusi serebral (1.06194) meningkat,  dengan kriteria Observasi hasil(L.02014) Hal.86: 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK 1. Tekanan intra kranial menurun 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK 7-15 mmHg 3. Monitor MAP 2. Tingkat kesadaran meningkat 4. Monitor ICP Composmentis E4,M5,V6 5. Monitor status pernafasan 3. Gelisah menurun 6. Monitor intake dan output cairan 4. Tekanan darah membaik Terapeutik 120/80 mmHg 1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang 2. Atur ventilator agar PaCO2 optimal



3.



(D0005) Pola napas tidak efektif



Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x6 jam diharapkan inpirasi atau ekspirasi yg tidak memberikan ventilasi adekuat membaik : 1. Dyspnea menurun suara nafas vasikuler 2. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas 3. Frekuensi napas membaik 1220x/mnt 4. Kedalaman napas membaik



3. Pertahankan suhu tubuh normal Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan Pemantauan Respirasi (1.01014) Observasi 1. Monitor pola napas, monitor saturasi oksigen 2. Monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas 3. Monitor adanya sumbatan jalan napas Terapeutik 4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien. 5. Berikan posisi semi fowler Edukasi 6. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.



IMPLEMENTASI



HARI/ TGL/ SHIFT Senin, 19 Juli 2021 08:20



Senin, 19 Juli 2021 08:30



NO. DX 1.



2.



JAM



IMPLEMENTASI Manajemen jalan napas Observasi 1. Memonitor pola napas  pola napas tidak teratur 2. Memonitor bunyi napas tambahan ronkhi 3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma) kental, putih Teapeutik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas  px terpasang ventilator Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% ETV:258 5. Melakukan fisioterapi dada  dilakukan fioterapi dada sebelum suction 6. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik  melakukan suction steril Edukasi 7. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak kontraindikasi  Ringer Fundin 500ml/24 jam pasien terpasang NGT Manajemen Peningkatan Tekanan intrakarnial (1.06194) Observasi 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK post KLL dan adanya luka berdarahan di kepala bagian belakang kanan 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK kesadaran menurun = GCS E1VetttM1 TD = 160/100 mmHg 3. Monitor MAP S+ (2xD) : 3 = 160 + (2x100) : 3 =160 +200:3=120 , N = 70-99 mmHg 4. Monitor ICP  TD = 160/100 mmHg, N =65x/menit



Senin, 19 Juli 2021 08:40



3.



Selasa,20 Juli 2021 08:00



4.



5. Monitor status pernafasan menggunakan otot bantu pernafasan (ventilator) Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% ETV:258 6. Monitor intake dan output cairan intake = ± 2700 cc Output =± 2900 cc Terapeutik 7. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang 8. Mengantur ventilator agar PaCO2 optimal 9. Pertahankan suhu tubuh normal  S = 36,5̊C Kolaborasi 10. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan Phenytoin 50 mg per 6 jam Pemantauan respirasi Observasi 1. Memonitor pola napas, monitor saturasi oksigen  pola napas tidak teratur, SPO2 96% 2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas terdapat suara tambahan ronkhiRR: 30x/mnt, 3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas ada secret kental berwarna putih, dilakukan suction Terapeutik 4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.  pemantauan TTV 1 jam sekali 4. Memberikan posisi semi fowler  pasien kooperatif Edukasi 5. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan pada keluarag pasien. Manajemen jalan napas Observasi 1. Memonitor pola napas  pola napas tidak teratur 2. Memonitor bunyi napas tambahan ronkhi 3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)



Selasa,20 Juli 2021 08:00



5.



kental, putih Teapeutik 4. Pertahankan kepatenan jalan napas  px terpasang ventilator Mode :PCV EMV : 7,3 Total Rate : 28 PEEP : 5 FIO2: 29 Inspirasr press: 19 SPO2 : 99% ETV:261 5. Melakukan fisioterapi dada  dilakukan fioterapi dada sebelum suction 6. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik  melakukan suction steril Edukasi 7. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak kontraindikasi  Ringer Fundin 500ml/24 jam pasien terpasang NGT, jika perlu Manajemen Peningkatan Tekanan intrakarnial (1.06194) Observasi 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK post KLL dan adanya luka perdarahan di kepala bagian belakang kanan 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK  GCS E1VettM1 TD = 148/92 mmHg 3. Monitor MAP S+ (2xD) : 3 = 148+ (2x92) : 3 =148 +184:3=111 , N = 70-99 mmHg 4. Monitor ICP  TD = 148/92 mmHg, N =74x/menit 5. Monitor status pernafasan menggunakan otot bantu pernafasan (ventilator), RR = 28x/menit 6. Monitor intake dan output cairan intake = ± 2700 cc Output =± 2850 cc Terapeutik 7. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang 8. Memberikan posisi semi fowler 9. Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal 10. Pertahankan suhu tubuh normal  S = 36,7̊C Kolaborasi 11. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan Phenytoin 50 mg per 6 jam



Selasa,20 Juli 2021 08:00



Rabu,21 Juli 2021 14:10



6.



7.



Pemantauan respirasi Observasi 1. Memonitor pola napas, monitor saturasi oksigen  pola napas tidak teratur, SPO2 99 % 2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas  terdapat suara tambahan ronkhiRR: 28x/mnt, 3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas ada secret kental berwarna putih, dilakukan suction Terapeutik 4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.  pemantauan TTV 1 jam sekali 5. Memberikan posisi semi fowler  pasien kooperatif Edukasi 6. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan pada keluarag pasien Manajemen jalan napas Observasi 4. Memonitor pola napas  pola napas tidak teratur 5. Memonitor bunyi napas tambahan ronkhi 6. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma) cair, putih Teapeutik 7. Pertahankan kepatenan jalan napas  px terpasang ventilator Mode :PCV EMV : 7,7 Total Rate : 28 PEEP : 5 FIO2: 29 Inspirasr press: 19 SPO2 : 98% ETV:283 8. Melakukan fisioterapi dada  dilakukan fioterapi dada sebelum suction 9. Melakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik  melakukan suction steril Edukasi 10. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, jika tidak kontraindikasi  Ringer Fundin 500ml/24 jam pasien terpasang NGT, jika perlu



Rabu,21 Juli 2021 14:25



8.



Rabu,21 Juli 2021 14:40



9.



Manajemen Peningkatan Tekanan intrakarnial (1.06194) Observasi 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK post KLL dan adanya luka perdarahan di kepala bagian belakang kanan 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK  GCS E3V1M2 TD = 144/90 mmHg, RR=22x/menit 3. Monitor MAP S+ (2xD) : 3 = 144+ (2x90) : 3 =144 +180:3=108 , N = 70-99 mmHg 4. Monitor ICP  TD = 144/90 mmHg, N =72x/menit 5. Monitor status pernafasan menggunakan ventilator, RR = 28x/menit 6. Monitor intake dan output cairan intake = ± 2650 cc Output =± 2900 cc Terapeutik 7. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang 8. Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal 9. Pertahankan suhu tubuh normal  S = 36,2̊C Kolaborasi 10. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan Phenytoin 50 mg per 6 jam Pemantauan respirasi Observasi 1. Memonitor pola napas, monitor saturasi oksigen  pola napas tidak teratur, SPO2 98% 2. Memonitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas  terdapat suara tambahan ronkhiRR: 28x/mnt, 3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas ada secret kental berwarna putih, dilakukan suction Terapeutik 4. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien.  pemantauan TTV 1 jam sekali



5. Memberikan posisi semi fowler  pasien kooperatif Edukasi 6. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan pada keluarag pasien



EVALUASI KEPERAWATAN Nama Pasien : Tn. S No. Register : Hari/ Diagnosa Jam Evaluasi Tgl/ Keperawatan Shift Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan S : tidak dapat dikaji Senin,19 adanya benda asing dalam jalan nafas di buktikan Juli 2021 O: 14:00 dengan terdapat secret kental berwarna putih (D.0001) - Pola nafas tidak teratur Hal.18 - Pasien menggunakan ventilator Mode :PCV EMV : 7,7 Total Rate : 27 PEEP : 5 FIO2: 29 Inspirasr press: 16 SPO2 : 99% ETV:251 - Terdapat seputum kental berwarna putih - Terdapat suara ronkhi A : Masalah belum teratasi Senin,19 Juli 2021 14:00



Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakarnial dibuktikan dengan cedera kepala (D.0017) Hal.51



P : Intervensi manajemen jalan napas dilanjutkan S : tidak dapat dikaji O: Klien mengalami penuruna kesadaran GCS E1VettM1 - TD: 155/63 mmHg MAP 93 - Nadi 65x/mnt - Terdapat luka di kepala bagian kanan - pCO2 =13,5 (n =33-44) - pO2 =175,6 (n=71-104) A : Masalah Belum Teratasi -



P : Intervensi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial dilanjutkan



Paraf



Senin,19 Juli 2021 14:00



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan) dibuktikan dengan pola nafas abnormal (D.0005) Hal.26



Selasa,20 Juli 2021 14:00



Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas di tandai dengan terdapat secret kental berwarna putih



S : Tidak dapat dikaji O: SPO2 97% Terdapat suara ronkhi RR 27x/mnt Terdapat secret di mulut dan bagian eetputih kental A : Masalah belum teratasi -



P : Intervensi pemantauan respirasi dilanjutkan S : tidak dapat dinilai O: - Pola nafas tidak teratur - Pasien menggunakan ventilator Mode :PCV EMV : 7,8 Total Rate : 25 PEEP : 5 FIO2: 24 Inspirasr press: 17 SPO2 : 97% ETV:251 - Terdapat seputum kental berwarna putih - Terdapat suara ronkhi A : Masalah belum teratasi



Selasa,20 Juli 2021 14:00



Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakarnial ditandai dengan cedera kepala



P : Intervensi manajemen jalan napas dilanjutkan S : tidak dapat dinilai O: - Klien mengalami penuruna kesadaran GCS E1VettM2 - TD: 161/70 mmHg MAP 100 - Nadi 87x/mnt - Terdapat luka di kepala bagian belakang kanan - pCO2 =13,5 (n =33-44) - pO2 =175,6 (n=71-104) A : Masalah Belum Teratasi P : Intervensi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial dilanjutkan



Selasa,20 Juli 2021 14:00



Rabu,21Juli 2021 21:00



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan) ditandai dengan penggunaan otot bantu nafas



Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas di tandai dengan terdapat secret kental berwarna putih



Rabu,21Juli 2021 21:00



Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakarnial ditandai dengan cedera kepala



S : Tidak dapat terkaji O: SPO2 98% Terdapat suara ronkhi RR 25x/mnt Terdapat secret di mulut dan bagian eet putih cair A : Masalah belum teratasi P : Intervensi pemantauan respirasi dilanjutkan S : tidak dapat dinilai O: - Pola nafas tidak teratur - Pasien menggunakan ventilator Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 28 PEEP : 5 FIO2: 24 Inspirasr press: 17 SPO2 : 96% ETV:249 - Terdapat seputum cair berwarna putih - Terdapat suara ronkhi A : Masalah belum teratasi -



P : Intervensi manajemen jalan napas dihentikan pasien meninggal S : tidak dapat dinilai O: - Klien mengalami penuruna kesadaran GCS E1VettM2 - TD: 160/70 mmHg MAP 100 - Nadi 79x/mnt - Terdapat luka di kepala bagian belakang kanan A : Masalah Belum Teratasi P : Intervensi Manajemen peningkatan tekanan intrakranial dihentikan pasien meninggal



Rabu,21Juli 2021 21:00



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan) ditandai dengan penggunaan otot bantu nafas



S : tidak dapat dinilai O: -



SPO2 96% Terdapat suara ronkhi RR 28x/mnt Terdapat secret di mulut dan bagian eet putih cair



A : Masalah belum teratasi P : Intervensi pemantauan respirasi dihentikan pasien meninggal



PEMBAHASAN Penulis akan membahas persamaan dan kesenjangan yang ada pada “Asuhan Keperawatan Kritis pada Tn.S dengan Cedera Kepala Berat/Cedera Otak Berat (COB) di R. ICU RSUD Dr.sutomo”. Dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.S selama 3 hari di R. ICU pada tanggal 19 Juli 2021 sampai dengan tanggal 21 Juli 2021. I. Pengkajian Keperawatan Pada tahap pengkajian pada Tn.S dengan Cedera Kepala Berat yang masuk rumah sakit pada 17 Juli 2021, merupakan hari kedua klien dirawat di ruang ICU RSUD dr. Sutomo surabaya. Saat dikaji Tn.S mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 2ett (E1,M1,Vett). Keluarga mengatakan klien mengalami kecelakaan lalu lintas 2 hari yang lalu dan tidak sadarkan diri ± 2 jam. Klien dibawa ke RSUD Dr. Sutomo dengan keadaan klien muntah- muntah dengan mengeluarkan cairan darah konsistensi cair pekat. Pada



Pemeriksaan Fisik Tn.S didapatkan kesadaran : koma, GCS: E1 Vett M1. Klien terpasang ETT serta alat bantu nafas ventilator.



Kasus yang dialami oleh Tn.S merupakan Cedera Kepala Berat/Cedera Otak Berat (COB). Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2015) Dalam kasus yang dialami oleh Tn.S Cedera Kepala Berat/Cedera Otak Berat (COB) yang dialami disebabkan oleh adanya odema serebri. Tanda dan gejala yang muncul pada Tn.S sesuai dengan teori dalam Ar. Irwan (2015), yang menyatakan bahwa gejala yang sering ditemukan pada cedera kepala adalah Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih, pucat, mual dan muntah, pusing kepala dan terdapat hematoma. Menurut Brain Injury Assosiation of America (2012), cedera kepala adalah suatu kerusakan



pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Dalam kasus Tn.S, klien mengalami kecelakaan tertabrak oleh motor yang mengakibatkan klien mengalami benturan pada kepala/fisik klien dan berdampak pada adanya jejas di daerah mata, pipi, luka di bagian kepala belakang sebelah kanan berukuran 3 cm dan terdapat darah dari mulut klien.



II. Diagnosis Keperawatan Pada konsep dasar teori ada beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Tn.S dengan Cedera Kepala Berat menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016), yaitu: 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda asing dalam jalan nafas di buktikan dengan terdapat secret kental berwarna putih 2. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakarnial dibuktikan dengan cedera kepala 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (kelemahan otot pernafasan) dibuktikan dengan pola nafas abnormal Untuk masalah Bersihan jalan napas tidak efektif, didapatkan data objektif yaitu keadaan umum klien mengalami penurunan kesadaran dengan tingkat kesadaran coma, GCS (E1VtM1), suara nafas tambahan ronchi, Terdapat secret di selang ETT dan mulut. Kemudian untuk masalah Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif, didapatkan data objektif yaitu keadaan umum klien mengalami penurunan kesadaran dengan tingkat kesadaran coma, GCS (E1VtM1), terpasang Mode :PCV EMV : 7,5



Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% ETV:258 Nadi : 65x/menit, S : 36,50C, TD: 160/100 mmHg,,



pCO2=13,5 (n =33-44), pO2



=175,6 (n=71-104). Pupil anisokor, kebiruan sekitar mata (jejas), kepala bengkak dan asimetris. Kemudian untuk masalah Pola nafas tidak efektif, didapatkan data objektif RR: 30x/menit, N : 65x/menit, S : 36,50C, TD: 160/100 mmHg. Respirasi memakai ventilator dengan settingan Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 30 PEEP : 5 FIO2: 30 Inspirasr press: 16 SPO2 : 98% ETV:258. Irama nafas tidak teratur, kedalam teratur, suara nafas ronkhi.



III. INTERVENSI KEPERAWATAN Intervensi untuk masalah bersihan jalan napas tidak effektif adalah Manajemen jalan napas yaitu dengan monitor pola napas, monitor bunyi napas tambahan, monitor sputum (jumlah, warna, aroma), Pertahankan kepatenan jalan napas, posisikan semi fowler atau fowler, lakukan fisioterapi dada, (jika perlu), lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik, berikan oksigen, kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, (jika perlu), anjurkan asupan cairan 2000ml/hr, kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu. Sedangkan intervensi untuk masalah risiko perfusi serebral tidak efektif adalah Manajemen peningkatan tekanan intrakarnial yaitu dengan mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK, monitor tanda dan gejala peningkatan TIK, monitor MAP, onitor ICP, onitor status pernafasan, onitor intake dan output cairan, minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang, berikan posisi semi fowler, hindari maneuver valsava, cegah terjadinya kejang, hindari pemberian cairan IV hipotonik, atur ventilator agar PaCO2 optimal, pertahankan suhu tubuh normal, kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsan,



kolaborasi pemberian diureik osmosis. Intervensi untuk masalah pola napas tidak efektif adalah



Pemantauan



respirasi



dengan memonitor pola napas, monitor saturasi oksigen, monitor frekuensi, irama, kedalam dan upaya nafas, monitor adanya sumbatan jalan napas, atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien, jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, informasikan hasil pemantauan, jika perlu.



IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Implementasi dilakukan 3 hari yakni pada tanggal 19 Juli 2021 hingga tanggal 21 Juli 2021. Pada 3 hari itu, semua perencanaan telah dilaksanakan sesuai sebagaimana mestinya. Implementasi pada Tn.S tidak tidemukan kesenjangan dengan teori yang ada. Pada kasus nyata, implementasi dilakukan sesuai dengan diagnosa dan intervensi yang telah ditetapkan berdasarkan teori. Pada diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif telah dilakukan implementasi manajemen jalan napas. Sedangkan pada diagnosa risiko perfusi serebral tidak efektif telah dilakukan implementasi Manajemen peningkatan tekanan intra kranial. Dan pada diagnosa pola nafas tidak efektif dilakukan intervensi pemantauan respirasi. Pada pelaksanaan tindakan keperawatan tidak ditemukan hambatan dikarenakan pasien dan keluarga kooperatif dengan perawat, sehingga rencana tindakan dapat dilakukan.



V.



EVALUASI KEPERAWATAN Sebagai tahap akhir dari proses keperawatan setelah melakukan pengkajian,



merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan perencanaan dan implementasi. Catatan perkembangan dilakukan sebagai bentuk evaluasi menggunakan (SOAP) (Wijaya, 2013). Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat dilaksanakan karena merupakan kasus semu



sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat dilaksanakan karena dapat diketahui keadaan pasien dan masalahnya secara langsung. Evaluasi dilakukan 3 hari yakni pada tanggal 15 Juni 2021 hingga tanggal 17 Juni 2021. Dari tiga diagnose yang dilakukan intervensi serta implementasi, maslah belum teratasi. Untuk diagnose pertama pola nafas tidak teratur, Pasien menggunakan ventilator Mode :PCV EMV : 7,5 Total Rate : 28 PEEP : 5 FIO2: 24 Inspirasr press: 17 SPO2 : 96% ETV:249, terdapat seputum cair berwarna putih, terdapat suara ronkhi. Untuk diagnosa yang kedua, klien mengalami penuruna kesadaran GCS E1VettM2, TD: 160/70 mmHg MAP 100, Nadi 79x/mnt, Terdapat luka di kepala bagian belakang kanan. Dan utuk diganosa yang ketiga didapatkan haisl evaluasi: SPO2 96%, terdapat, suara ronkhi, RR 28x/mnt, terdapat secret di mulut dan bagian eet putih cair.



DAFTAR JURNAL



No. Judul Jurnal 1. Pengaruh Variasi Tekanan Negatif Suction Endotracheal Tube (ETT) Terhadap Nilai Saturasi Oksigen (SpO2) Peneliti : Sri Suparti Herb-Medicine Vol 2, No 2 (2019) | ISSN: 2620-567X



2.



Pengaruh Tindakan Suction



Kutipan HASIL : Hasil penelitian menujukan terdapat pengaruh variasi tekanan negatif 25 dan 25 kPa terhadap nilai saturasi oksigen pada analisis masingmasing kelompok dengan perbedaan nilai mean yang signifikan p value 0,0010,05. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan tekanan negatif 25 kPa lebih efektif dalam mengeluarkan sekresi sekret pada jalan nafas dan memungkinkan penigkatan saturasi oksigen setelah tindakan suction pada pasien dengan ventilator dibandingkan dengan tekanan 20 kPa. PEMBAHASAN : Pasien kritis adalah pasien yang berpotensial terancam jiwaanya terutama masalah kesehatan. Semakin kritis kondisinya, menjadi sangat rentan, tidak stabil dan kompleks, juga membutuhkan asuhan perawatan yang intensif. Pasien yang mengalami penurunan kesadaran umumnya mengalami gangguan jalan nafas, gangguan pernafasan dan gangguan sirkulasi. Perawat mendignosis dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif yang merupakan ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi serta penyempitan jalan nafas oleh sekret atau obstruksi untuk mempertahankan jalan nafas. Pasien kritis yang terpasang endotracheal tube (ETT) dan ventilasi mekanik di Intensive Care Unit (ICU) membutuhkan tindakan suction untuk membersihkan dan mempertahankan kepatenan jalan nafas. Suction ETT selain manfaatnya juga bisa menyebabkan dampak negatif seperti penurunan saturasi oksigen, trauma, hipoksemia, bronkospasme, kecemasan bahkan menstimulasi peningkatan tekanan intravaskular. Penggunaan tekanan negatif, ukuran dan durasi suction yang sesuai dapat meminimalkan komplikasi. Berbagai penelitian terkait pengaruh tindakan suctioning sebelumnya telah membahas jenis tekanan negatif yang bervariatif dari 100, 120, 150, 200 mmHg dan lama suction 10-15 detik dengan hasil sudut pandang yang berbeda. Kebaruan penelitian ini adalah peneliti akan mengkombinasikan tekanan negatif suction 20 kPa durasi 7 detik dan tekanan 25 kPa durasi 10 detik, dan peneliti akan mengevaluasi atau melihaat dampaknya terhadap nilai saturasi oksigen termasuk sekresinya. HASIL :



Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien Penurunan Kesadaran Diruangan Icu Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang Tahun 2019 Peneliti : Rebbi Permata Saria & Revi Neini Ikbalb Jurnal Abdimas Prosiding SainsTeKes, Semnas MIPAKes UMRi Vol: 1 / Agustus 2019 | E-ISSN : 2714-7991



Hasil kesimpulan dalam penelitian ini Terdapat rata-rata Saturasi Oksigen sebelum tindakan suction pada kelompok intervensi adalah 99,48 dengan Standar Deviasi 0,330 Saturasi Oksigen yang rendah 99 dan tertinggi 100. Sedangkan Rata-rata Saturasi Oksigen sebelum tindakan suction pada kelompok intervensi adalah 94,02 dengan Standar Deviasi 0,489 Saturasi Oksigen yang rendah 92 dan tertinggi 95. Terdapat ratarata Saturasi Oksigen sebelum tindakan suction pada kelompok kontrol adalah 98,60 dengan standar deviasi 0,580 saturasi oksigen yang rendah 97 dan tertinggi 99. Sedangkan rata-rata Saturasi Oksigen Sesudah tindakan suction pada kelompok kontrol adalah 94,77 dengan standar deviasi 0,599 saturasi oksigen yang rendah 93 dan tertinggi 95. Ada pengaruh antara saturasi oksigen sebelum dan sesudah pemberian tindakan suction hasil uji statistik didapakan nilai P Value 0,000. PEMBAHASAN : Kegawatdaruratan neurologi yang ditandai dengan adanya gangguan integritas otak dan menjadi manifestasi klinis akhir pada kasus kegagalan fungsi organ yang mengarah pada gagal otak dan kematian. Di amerika serikat pervelensi pasien kritis dari tahun 2004-2009 sebanyak 3.235.741 pasien yang dirawat di ICU dan 246.151 (7,6%) merupan pasien kritis kronis. Pada umumnya pasien kritis yang mengalai ketidaksadaran akan mempengaruhi produksi saliva sehingga bisa meningkatkan sekret. Sekret merupakan bahan yang dikeluarkan dari paru, bronchus, dan trachea melalui mulut. Produksi sekret yang berlebih dimana dapat menghambat aliran udara dari hidung masuk ke paru-paru. Peningkatan produksi sekret ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam mengeluarkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan jalan nafas maka diagnosa keperawatan yang muncul ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Sekret yang terprodusi tersebut harus di suction untuk mempertaankan jalan nafas pasien. Suction merupakan suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas dengan menggunakan kateter yang dimasukkan melalui hidung atau rongga mulut kedalampharyng atau trachea. Salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai



3



Analisis Dampak Penggunaan Varian Tekanan Suction Terhadap Pasien Cedera Kepala Berat. Penelitis: Hendy Lesmana1, Tri Wahyu Murni2 & Anastasia Anna Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol.3, No.3 (2015) | ISSN : 2338 -5324, E-ISSN : 2442 - 7276



keberhasilan terapi oksigen dapat dinilai dari respiratori rate ( RR), Heart Rate (HT) dan Saturasi Okigen dengan mengunakan oksimetri. HASIL : Hasil penelitian didapatkan semakin tinggi penggunaan tekanan suction maka akan semakin terjadi penurunan saturasi oksigen. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi panduan dalam melakukan suction pada pasien cedera kepala berat dengan memerhatikan saturasi oksigen. Terdapat perbedaan yang bermakna nilai saturasi oksigen setelah suction dengan tekanan 100 mmHg, 120 mmHg dan 150 mmHg. Penggunaan tekanan suction 100 mmHg terbukti menyebabkan penurunan saturasi oskigen yang paling minimal bila dibandingkan dengan tekanan 120 mmHg dan 150 mmHg. Ketiga penggunaan tekanan suction (100 mmHg, 120 mmHg dan 150 mmHg) tidak menyebabkan penurunan saturasi oksigen > 5 %, sehingga dapat digunakan pada pasien cedera kepala yang memiliki nilai saturasi oksigen 100 % (setelah tindakan hiperoksigenasi). Penggunaan ketiga tekanan tersebut suction memertimbangkan kondisi pasien terutama nilai saturasi oksigen dan jumlah produksi mukus. Penggunaan tekanan suction dilahan praktik dapat diterapkan berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan tekanan suction 100 mmHg dapat menurunkan saturasi oksigen yang minimal, sehingga lebih tepat digunakan pada pasien cedera kepala yang membutuhkan suctioning dengan saturasi oksigen setelah hiperoksigenasi < 95 %. PEMBAHASAN : Pasien yang mengalami penurunan kesadaran umumnya mengalami gangguan jalan nafas, gangguan pernafasan dan gangguan sirkulasi. Gangguan pernafasan biasanya disebabkan oleh gangguan sentral akibat depresi pernafasan pada lesi di medula oblongata atau akibat gangguan perifer, seperti : aspirasi, edema paru, emboli paru yang dapat berakibat hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan yang dapat dilakukan pada kondisi di atas adalah pemberian oksigen, cari dan atasi faktor penyebab serta pemasangan ventilator. Pada pasien cedera kepala berat dan sudah terjadi disfungsi pernafasan, di rawat di ruang perawatan intensif dan terpasang selang endotrakheal dengan ventilator dan sampai



4



Literatur Reviews Manajemen Medis Dan Keperawatan Untuk Penanganan Peningkatan Tekanan Intrakranial Pada Pasien Kritis Di Intensive Care Unit Peneliti : Ardhia Putri Pramesti, Beti Kristinawati Universitas Aisyiyah Surakarta 2020



kondisi klien menjadi stabil. Pasien yang terpasang ventilator membutuhkan rencana keperawatan yang khusus. Perawatan jalan nafas terdiri dari pelembapan adekuat, tindakan membuang sekret, perubahan posisi dan suctioning. Suction dilakukan bila terdengar suara ronki atau sekresi terdengar saat pernafasan. Peningkatan tekanan inspirasi puncak pada ventilator dapat mengindikasikan adanya perlengketan atau penyempitan jalan nafas oleh sekret, juga menunjukkan kebutuhan untuk dilakukan suction. Peningkatan sekresi dan kekentalan dari mukus pada pasien yang terpasang ventilator dapat menyebabkan penyumbatan pada lumen selang endotrakeal (ETT) sehingga menyebabkan pasien kritis mengalami masalah pada status respirasinya. Tindakan keperawatan dibutuhkan segera untuk mengeluarkan sekret dari jalan nafas dengan suctioning atau pembersihan pada lumen ETT. HASIL : didapatkan bahwa manajemen medis dan manajemen keperawatan dalam penanganan peningkatan tekanan intrakranial dapat mempertahankan efek penekanan intrakranial serta manajemen keperawatan dalam pemantuan penekanan intrakranial dalam peningkatan kepala serta pemberian intervensi keperawatan dan observasi di samping tempat tidur serta koordinasi dan manajemen di asuhan keperawatan antara lain harus menjadi bagian dari manajemen keperawatan. Hasil manajemen keperawatan yang dilakukan dalam pemberian observasi pasien dengan melihat sekala koma glas gow, pemberian posisi head up 30o , serta pemantuan tanda-tanda vital pasien. Manajemen medis dalam pemberian obat Dexmedetomidine, obat obatan alteplase, dan pemberian midozolam. Manajemen yang dilakukan untuk pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dengan pemberian intervensi medis dan non medis dapat menurunkan/berpengaruh pada kerusakan lebih lanjut dari efek keparahan yang terjadi. PEMBAHASAN : Dalam penanganan manajemen peningkatan tekanan intrakranial intervensi medis yang diberikan kepada pasien dapat melakukan pemberian obat Dexmedetomidine, obat ini



diberikan untuk memberikan efek sedatifanalgesik dan ansiolitik tanpa mengakibatkan gangguan pernapasan, dexmedetomidine juga telah ditetapkan sebagai obat penenang yang aman dan efektif untuk pasien kritis. Dexmedetomidine juga dapat mengurangi eskalasi dalam penggunaannya. Pemberian midozolam, midozolam merupakan obat sedatif yang sering digunakan pada pasien kritis dan beresiko mengakibatkan akumulasi obat dan metabolitnya karena volume obat adalah distribusi yang tinggi dan sifatnya lipofilik, midozolam digunakan untuk penanganan pertama pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial untuk mengurangi kenaikan peningkatan tekanan intrakranial selama penggunaan ventilasi mekanik. Sebelum pasien dilakukan intubasi endotrakea, pemberian NaCl pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dapat dilakukan sebagai terapi yang diinfuskan sebagai pengobatan pertama karena NaCl yang diperlukan untuk mengendalikan peningkatan tekanan intrakranial terapi manajemen medis diatas efektif akan tetapi pada kasus tertentu, diperlukan tatalaksana yang agresif, akan tetapi penatalaksanaan ini juga akan menyebabkan efek samping. Pemberian intervensi manajemen pasien peningkatan tekanan intrakranial dengan intervensi keperawatan intervensi asuhan keperawatan pada pasien dengan melakukan observasi keadaan umum pasien untuk menentukan apa yang harus dilakukan agar terhindar dari cedera otak. Peningkatan tekanan intrakranial dilakukan dengan meliputi posisi yang tepat ketinggian head-of-the-bed sampai 30 derajat, untuk mencegah cedera kulit ada efek yang signifikan dari posisi head-up 30° pada perubahan tekanan intrakranial, khususnya di tingkat kesadaran dan tekanan arteri rata-rata pada pasien dengan cedera kepala. Ini merekomendasikan bahwa bagi petugas kesehatan untuk memberikan pengetahuan mengenai intervensi ini untuk mencegah peningkatan tekanan intracranial 5



Hubungan Tekanan Darah Sistolik Dan Frekuensi Napas Dengan Mortalitas Pada Pasien Cidera Kepala Di Igd



HASIL : Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli 2019 didapatkan bahwa kejadian trauma kepala yang mendominasi adalah cidera



Peneliti : Mahmuddin Rahma, Bagus Rahmat Santoso journal.umbjm.ac.id/index.php/c aring-nursing Vol. 4 No. 1 (April, 2019) ISSN : 2580-0078



kepala ringan sebanyak 11 orang (36, 7%), sedangkan responden dengan cidera kepala sedang berjumlah 10 orang (33,3%) dan responden dengan jenis cidera kepala berat berjumlah 9 orang (30%). Responden yang meninggal sebanyak 8 orang dengan klasifikasi cidera sedang hingga berat dengan nilai tekanan darah sistolik 140-160 dan frekuensi napas 2848. Adapun hasil analisis Mann-Whitney variabel nilai tekanan darah sistolik dengan mortalitas pasien cidera kepala di IGD di yaitu nilai ρ (0,000) < α (0,05) dan variabel nilai frekuensi napas dengan mortalitas pasien cidera kepala di IGD di yaitu nilai ρ (0,003) < α (0,05) yang artinya dari kedua variable tersebut Ha di terima karena nilai ρ valuenya lebih kecil dari α dengan hipotesis Ha yaitu ada hubungan antara tekanan darah sistolik dan frekuensi napas dengan mortalitas pasien cidera kepala di IGD. PEMBAHASAN : Dari hasil distribusi tekanan darah sistolik pada trauma kepala dalam table 2 menunjukkan bahwa 12 dari 30 pasien cidera kepala mengalami peningkatan tekanan darah sistolik, di mana diantaranya 10 dari 12 pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik juga disertai dengan peningkatan tekanan intra kranial dan 8 dari 12 pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dinyatakan meninggal. Dalam penelitian Fuller et al (2014) menyatakan bahwa TDS > 130 mmHg berpengaruh dengan tingkat mortalitas sehingga TDS harus dipertahankan antara 110-130 mmHg, pada keadaan TDS yang tinggi, walaupun tidak terjadi pada semua pasien, fungsi autoregulasi akan terganggu. Fungsi autoregulasi ini penting untuk pencegahan cidera kepala sekunder terutama ischemic neuronal damage. perubahan pada tekanan intrakranial akan berakibat terjadinya iskemia otak. Perfusi otak yang kurang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak secara menyeluruh. Jika hal ini terjadi, maka otak akan mengalami swelling (pembengkakan secara menyeluruh), dengan hasil akhir peningkatan tekanan intra kranial. Terdapatnya cidera sistemik ganda terutama yang berhubungan dengan hipoksia sistemik dan hipertensi (tekanan sistolik > 130 mmHg) yang dapat memperburuk prognosis penyembuhan.



6



Posisi Lateral Kiri Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap Nilai Tekanan Parsial Oksigen (Po2) Pada Pasien Dengan Ventilasi Mekanik Peneliti : Karmiza, Muharriza, Emil Huriani. Jurnal Ners Vol. 9 No. 1 April 2014: 59–65



Diantara cidera kepala, hipertensi biasanya disebabkan kehilangan darah karena cidera sistemik ataupun cidera langsung pada pusat refleks kardiovaskuler di medulla oblongata (Arnold, 2013). Dari hasil distribusi tekanan darah sistolik pada cidera kepala dalam table 3 menunjukkan bahwa 10 dari 30 pasien cidera kepala mengalami peningkatan frekuensi napas, di mana diantaranya 9 dari 10 pasien yang mengalami peningkatan frekuensi napas juga disertai dengan peningkatan tekanan intra kranial yang dimana pasien tersebut mengalami keadaan hiperventilasi. Perubahan frekuensi pernapasan menyebabkan saturasi oksigen dalam darah menurun yang diikuti perfusi jaringan yang menurun juga. Perfusi jaringan otak yang rendah pada otak dapat menyebabkan perburukan kondisi pasien cidera kepala, sehingga pasien memiliki outcome yang buruk. Semakin tinggi perfusi oksigen ke otak maka outcome pasien cidera kepala semakin baik (Safrizal et al., 2013). Frekuensi napas yang cepat dapat memperburuk prognosis tingkat disabilitas pasien. Terjadinya hiperventilasi dapat disebabkan oleh gangguan intracranial. Hiperventilasi menurunkan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) arteri yang menyebabkan vasokonstriksi, penurunan aliran darah serebral, dan tekanan intrakranial. Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. HASIL : Hasil penelitian menunjukkan rerata tekanan parsial oksigen (pO2) pretest (sebelum intervensi) sebesar 177 mmHg (SD ± 30,848), dimana nilai tertinggi pO2 sebesar 228 mmHg dan nilai terendah pO2 adalah 119 mmHg. Hasil ini diperoleh melalui pemeriksaan analisa gas darah yang diambil pada posisi pasien terlentang (supine) dengan elevasi kepala 30 derajat, yang ditujukan untuk mencegah aspirasi dan pneumonia. Data posttest menunjukkan nilai tekanan parsial oksigen (pO2) setelah dilakukan intervensi berada pada rentang 132–269 mmHg, dengan SD ± 33,909. Hasiluji T berpasangan diperoleh nilai p=0,040 (p



PEMBAHASAN : Posisi pasien yang terpasang ventilasi mekanik di ruang intensif adalah posisi supine dengan elevasi kepala sebesar 30 derajat. Elevasi kepala 30 derajat dapat memperbaiki ventilasi dan menurunkan resiko aspirasi pada pasien dengan ventilasi mekanik. Namun, menurut Price dan Wilson (2006) adekuat tidaknya ventilasi paru ditentukan oleh volume paru, resistensi jalan nafas, compliance paru dan kondisi dinding dada. Penurunan compliance paru dapat terjadi pada pasien dengan posisi telentang yang berdampak terhadap penurunan lingkar dinding thorak dan peningkatan frekuensi pernafasan sehingga dapat menimbulkan atelektasis (kolaps alveolus) pada pasien dengan ventilasi mekanik (Charlebois dan Wilmoth, 2004). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagian besar responden mengalami peningkatan tekanan parsial oksigen (pO2) setelah diberikan intervensi. Perubahan posisi lateral kiri dan elevasi kepala 30 derajat dilakukan oleh peneliti dan dibantu petugas ruang intensif. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, selama posisi lateral kiri elevasi kepala 30 derajat pasien terlihat lebih nyaman, tidak gelisah, hemodinamik stabil, saturasi meningkat mencapai 100%, dan sekret mudah disuction. Kondisi seperti ini menyebabkan bersihan jalan nafas efektif dan pasien dapat bernafas dengan baik sehingga oksigenasi adekuat. Menurut Osborn dan Adam (2009) posisi lateral kiri dapat memfasilitasi pergerakan sekret dibantu oleh gaya grafi tasi dari paruparu ke saluran nafas bagian atas, sehingga sekret dapat dengan mudah dikeluarkan dengan tindakan suction. Tekanan parsial oksigen (pO2) jaringan ditentukan oleh keseimbangan antara (a) kecepatan transpor oksigen dalam darah ke jaringan dan (b) kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan (Ober, Garrison, dan Silverthorn, 2001). Menurut Gravenstein dan Paulus (2004), tekanan parsial oksigen (pO2) dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain hemoglobin, jenis kelamin, umur, berat badan, tidal volume dan kondisi patalogis seperti penyakit paru. Diantara 15 responden terdapat 3 responden yang mengalami penurunan nilai tekanan parsial oksigen (pO2), yaitu 2 responden dengan tumor



otak, post craniotomy, serta usia > 55 tahun, dan 1 responden dengan post laparatomy eksplorasi luka, sepsis, serta terjadi perdarahan masif. Price dan Wilson (2006) menyatakan tumor otak dapat menyebabkan penekanan pada saraf pernafasan sehingga refl ek batuk lemah dan terjadi retensi jalan nafas yang disebabkan adanya penumpukan sekret di jalan nafas. Selain itu, seiring dengan penambahan usia akan terjadi penurunan fungsi ventilasi paru. Pada kondisi normal, sekitar usia 50 tahun, alveoli mulai kehilangan elastisitas dan perlahan terjadi kemunduran fungsi organ tubuh termasuk paruparu (Smeltze et al., 2008; Guyton dan Hall, 2006). Martin et al. (2002) juga mengatakan bahwa klien dengan usia lebih muda membutuhkan perawatan lebih singkat dan memiliki survival lebih tinggi, sedangkan usia lebih tua memiliki ketergantungan terhadap ventilator lebih tinggi. Menurut Guyton dan Hall (2006) usia dan riwayat penyakit akan berdampak pada gangguan organ dan berpengaruh terhadap penurunan kemampuan fungsional paru



7.



Status Hemodinamik Pasien Yang Terpasang Ventilasi Mekanik Dengan Posisi Lateral Kiri Elevasi Kepala 300 Peneliti : Yuswandi, Anwar Wardi Warongan, Fitrian Rayasari. JOURNAL OF ISLAMIC NURSING Volume 5 Nomor 2 Desember 2020



HASIL : dasarkan tabel 3 diperoleh hasil pada kelompok intervensi terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai sebelum dan 120 menit sesudah diberikan posisi lateral kiri elevasi kepala 300 pada tekanan darah sistolik (p= 0,045;= 0,05), tekanan darah diastolik (p=0,001;=0,05), MAP (p=0,000;=0,05), Heart Rate (p=0,001;= 0,05) dan Respiratory Rate (p=0,009;=0,05), sedangkan pada SPO2 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p= 0,334;=0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh posisi lateral kiri elevasi kepala 300 pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, MAP, Heart Rate) dan Respiratory Rate, akan tetapi tidak ada pengaruh terhdapat SPO2. Pada kelompok kontrol diperoleh hasil tidak terdapat perbedaan



yang signifikan antara nilai sebelum dan sesudah 120 menit pada posisi selain posisi lateral kiri elevasi kepala 300 pada tekanan darah sistolik (p= 0.739;= 0,05), tekanan darah diastolik (0.601;=0,05), MAP (p=0.621;=0,05), dan Respiratory Rate (p=0.062;=0,05), dan SPO2 (p= 0.164;=0,05). sedangkan pada Heart Rate terdapat perbedaan yang signifikan Heart Rate (p=0.029;= 0,05). PEMBAHASAN : Ada pengaruh yang signifikan antara posisi lateral kiri elevasi kepala 30 derajat dengan status hemodinamik pada tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolic, MAP, Heart Rate dan Respiratory rate. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara posisi lateral kiri elevasi kepala 30 derajat dengan status hemodinamik pada SPO2. Terjadi peningkatan nilai rata-rata yang signifikan selama 120 menit, sedangkan pada SPO2 terjadi penurunan nilai rata-rata SPO2. Sehingga dapat disimpulkan pada posisi posisi lateral kiri elevasi kepala 30 derajat memberikan dampak yang negative terhadap status respirasi, aka tetapi dapat memberikan dampak peningkatan status kardiovaskular khususnya pada pasien-pasien yang mengalami penurunan tekanan darah.