5 0 220 KB
ASUHAN KEPERAWATAN FILARIASIS
DISUSUN OLEH
:
Anastasia Klau PO5303203200704 2B Dosen Pembimbing : Ineke Noviana,S.Tr.Kep,M.Tr,Kep
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG PRODI KEPERAWATAN WAINGAPU TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam di tahun1800 untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup banyak ditemui dinegeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugiatimori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban,sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat ditemukan di daerah-daerah rural (Riyanto,harun.2010). Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filariayang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun, dan bila tidak dapat pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survei laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate(Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 jutaorang
memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularannya tersebar luas.Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas. (Chairufatah,alex.2009) Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis yang apabila tidak ditangani secara cepat akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia.Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka saya selaku penulis tertarik untuk membahas kasusmengenai penyakit filariasis. (Riyanto, harun.2005) 1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasiendengan penyakit filarisis 1.2.2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit filarisis. b.
Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan pengkajian pada pasien dengan penyakit.
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis. d. Mahasiswa mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakitfilarisis. e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit filarisis f. Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang telah dilakukan pada pasiendengan penyakit filarisis
1.3.
Manfaat Manfaat penyusunan makalah ini adalah menanbah keterampilan mahasiswa dalam pengerjaan makalah dan presentasi di depan kelas.Dan menambah pengetahuan atau wawasan tentang filariasis, bagaimana mekanisme terjadinya filariasis, dan, pengobatan, serta pengendalian vektor filariasis. Dengan demikian, diharapkan mahasiswa ikut memberantas penyakit ini secara aktif sehingga tidak menjadi endemi di masyarakat.
BAB II TINJAUAN TEORI
1.1.
Pengertian Filariasis Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis. Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009)
1.2.
Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, dan Brugia Timori. Cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. Infeksi cacing ini menyerang jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family onchorcercidae.Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredardalam darah terutama malam hari. Ciri-ciri cacing dewasa atau makrofilaria : a. Berbentuk silindris, halus seperti benang, putih dan hidup di dalam sisitem limfe b. Ukuran 55 – 100 mm x 0,16 mm. c.
Cacing jantan lebih kecil: 55 mm x 0,09 mm.
d. Berkembang secara ovovivipar Mikrofilaria : a. Merupakan larva dari makrofilaria sekali keluar jumlahnya puluhan ribu.
b. Mempunyai sarung. 200 – 600 X 8 um Faktor yang mempengaruhi perkembangan makrofilaria a. Lingkungan fisik : Iklim, Geografis, Air dan lainnnya, b. Lingkungan biologic : lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan,reservoir, vector c. Lingkungan sosial ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat Istiadat,Kebiasaan dan lainya d. Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah dan sebagainya 1.3.
Tanda dan Gejala Tanda dan gejala yang muncul diantaranya : 1. Gejala tampak setelah 3 bulan infeksi 2. Umumnya masa tunas 8-12 bulan 3. Fase akut menimbulkan peradangan seperti limfangitis, limfadenitis, funikulitis, epididymitis dan orkitis 4. Gejala dari limfa denitis nyeri local, keras di daerah limfe, demam, sakit kepala 5. Fase akut dapat sembuh spontan setelah beberapa hari dan beberapa kasus mengalami dan badan, mual, lesu dan tidak nafsu makan kekambuhan tidak teratur selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan sebelum sembuh 6. Fase kronik terjadi dengan gejala hidrocel, kiluria, limfedema, dan elephantiasis (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 144). ADL ditandai dengan demam tinggi, peradangan limfe (limfangitis dan limfadenitis), serta edema local yang bersifat sementara. Limfangitis ini bersifat retrograde, menyebar secara periferdari KGB menuju arah sentral. Sepanjang perjalanan ini, KGB regional akan ikut membesar atau sekedar memerah dan meradang (Padila, 2013, hal. 412).
1.4.
Pathofisiologi Patofisiologi filariasis secara umum disebabkan oleh respons imun tubuh terhadap nematoda dewasa dan mikrofilaria. Proses ini umumnya terjadi secara kronik dan membutuhkan waktu bulan sampai tahun. Perkembangan penyakit filariasis dapat dipengaruhi oleh faktor mendapat gigitan
nyamuk yang sering, kerentanan individu terhadap parasit, banyak larva infektif yang masuk ke dalam tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Pada dasarnya perkembangan klinis filariasis disebabkan oleh cacing filaria dewasa yang tinggal disaluran limfe, sehingga menimbulkan gejala pelebaran (dilatasi) saluran limfe bukan penyumbatan (obstruksi), sehingga menjadi gangguan fungsi limfatik. Kelompok filariasis limfatik membutuhkan waktu inkubasi 8–16 bulan, namun beberapa gejala dapat muncul 4 bulan setelah infeksi. Gejala yang timbul disebabkan oleh respons imun tubuh terhadap toksin dan alergen yang diproduksi oleh filaria dewasa atau akibat infeksi bakteri sekunder. Respons imun ini menimbulkan gejala berupa demam, rigor dan tremor, serta kongesti. Kasus filariasis limfatik yang kronik disebabkan karena adanya inflamasi yang berulang yang menyebabkan pembesaran pembuluh limfe. Pembengkakan ini lebih sering ditemukan di tungkai bawah dan area inguinal karena filaria dewasa terkonsentrasi di pembuluh limfe daerah inguinal dan skrotal. Hidrokel pada skrotum juga merupakan manifestasi yang sering ditemukan. Manifestasi lain yang dapat timbul adalah limfangitis, limfadenitis, kiluria, pembengkakan skrotum, funikulitis, selulitis, dan elefantiasis. Selain manifestasi di atas, pasien juga dapat mengalami dermatolimfangiodenitis akut (acute dermatolymphangioadenitis / ADLA) dan eosinofilia pulmoner tropis (TPE / tropical pulmonary eosinophilia). ADLA merupakan nodul atau lesi di pembuluh limfe akibat respons imun tubuh terhadap filaria dewasa yang mati, sedangkan TPE merupakan hipersensitivitas tubuh terhadap antigen filaria dan menyebabkan timbulnya jaringan parut pada paru. 1.5.
Pathway
1.6.
Klasifikasi Menurut sudoyo ( 2006), Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu: 1. Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai diangkat. 2. Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat. 3. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal. 4. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis)
1.7.
Komplikasi Jika tidak ditangan dengan serius penyakit ini dapat menimbulkan Hidrokel membesar, adapun dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi. 1. Cacat menetap pada bagian tubuh yang terkena 2. Elephantiasis tungkai 3. Limfedema : Infeksi Wuchereria mengenai kaki dan lengan, skrotum, penis,vulva vagina dan payudara, 4.
Hidrokel (40-50% kasus),
adenolimfangitis pda saluran
limfe testis
berulang: Pecahnya tunika vaginalis Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. 5. Kiluria : kencing seperti susu karena bocornya atau pecahnya saluran limfe oleh cacing dewasa yang menyebabkan masuknya cairan limfe ke dalam saluran kemih.
1.8.
Manifestasi Klinis Gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 1-2 kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa
panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap (Depkes RI, 2005). Menurut simtomatologi filariasis terbagi menjadi 2 yaitu : 1. Stadium akut Peradangan : limfangitis, funikulitis, epididimistis, setelah bekerja berat berlangsug 2 – 3 minggu disertai demam, sakit kepala, muntah, lesu, dan anoreksia 2. Stadium menahun Terjadi hidrokel, limfaedema, dan elephanthiasis 1.9.
Pemeriksaan Diagnostik Menurut sudoyo ( 2006 ), pemeriksaan diagnostik filariasis adalah 1. Pemeriksaan darah lengkap 2. Pemeriksaan USG Dopler skrotum pada pria dan payudara pada wanita memperlihatkan adanya cacing dewasa yang bergerak aktif di dalam pembuuh getah bening yang mengalami dilatasi 3. Pemeriksaaan PCR untuk mendeteksi DNA W. Bancrofi sudah mulai dikembangkan. 4. Tes ELISA dan ICT untuk memeriksa antigen W. Bancrofit yang bersirkulasi. 5. Pemeriksaan serologi antibodi ( antibody subklas IgG4 ), digunakan untuk mendeteksi W. Bancrofit.
1.10.
Penatalaksanaan Menurut sudoyo ( 2006 ), penatalaksanaan filariasis adalah
1. Perawatan umum a. Istrahat ditempat tidur, pindah tempat kedaerah yang dingin akan megurangi derajat serangan akut. b. Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi skunder dan abses c. Pengikatan didaerah pembendungan akan mengurangi edema 2. Medis
Dietilkarbamasin sitrat (DEC) merupakan obat filariasis yang ampuh, baik untuk filariasis bancrofti maupun brugia, bersifat makrofilarisidal dan mikrofilarisidal. Obat ini ampuh, aman dan murah, tidak ada resistensi obat, tetapi memberikan reaksi samping sistemik dan lokal yang bersifat sementara. Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam, berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, persendian, pusing, anoreksia, kelemahan, hematuria transien, alergi, muntah dan serangan asma. Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses, ulserasi, limfedema transien, hidrokel, funikulitis dan epididimitis. Reaksi samping sistemik terjadi beberapa jam setelah dosis pertama, hilang spontan setelah 2-5 hari dan lebih sering terjadi pada penderita mikrofilaremik. Reaksi samping ditemukan lebih berat pada pengobatan filariasis brugia, sehingga dianjurkan untuk menurunkan dosis harian sampai dicapai dosis total standar, atau diberikan tiap minggu atau tiap bulan. Karena reaksi samping DEC sering menyebabkan
penderita
menghentikan
pengobatan,
maka
diharapkan
dapat
dikembangkan penggunaan obat lain (seperti Ivermectin) yang tidak/kurang memberi efek samping sehingga lebih mudah diterima oleh penderita. DEC tidak dapat dipakai untuk khemoprofilaksis. Pengobatan diberikan peroral sesudah makan malam, diserap cepat, mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam 3 jam, dan diekskresi melalui air kemih. DEC tidak diberikan pada anak berumur kurang dari 2 tahun, ibu hamil/menyusui, dan penderita sakit berat atau dalam keadaan lemah. Pada filariasis bancrofti, Dietilkarbamasin diberikan selama 12 hari sebanyak 6 mg/kg berat badan, sedangkan untuk filariasis brugia diberikan 5 mg/kg berat badan selama 10 hari. Pada occult filariasis dipakai dosis 5 mg/kg berat badan selama 23 minggu. Pengobatan sangat baik hasilnya pada penderita dengan mikrofilaremia, gejala akut, limfedema, chyluria dan elephantiasis dini. Sering diperlukan pengobatan lebih dari 1 kali untuk mendapatkan penyembuhan sempurna. Elephantiasis dan hidrokel memerlukan penanganan ahli bedah. Pengobatan
nonfarmako pada filariasis adalah istirahat di tempat tidur,
pengikatan di daerah pembendungan untuk mengurangi edema, peninggian tungkai, perawatan kaki, pencucian dengan sabun dan air, ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran, menjaga kebersihan kuku, memakai alas kaki,
mengobati luka kecil dengan krim antiseptik atau antibiotik, dekompresi bedah, dan terapi nutrisi rendah lemak, tinggi protein dan asupan cairan tinggi Dalam pelaksanaan pemberantasan dengan pengobatan menggunakan DEC ada beberapa cara yaitu dosis standard, dosis bertahap dan dosis rendah. Dianjurkan Puskesmas menggunakan dosis rendah yang mampu menurunkan mf rate sampai < 1%. Pelaksanaan melalui peran serta masyarakat dengan prinsip dasa wisma. Penduduk dengan usia kurang dari 2 tahun, hamil, menyusui dan sakit berat ditunda pengobatannya. DEC diberikan setelah makan dan dalam keadaan istirahat.
1.11.
Tindakan Pencegahan dan Pemberantasan Filariasis Menurut Depkes RI (2005), tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang
dapat dilakukan adalah: 1. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki, tangan, kantong buah zakar, atau payudara. 2. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh petugas kesehatan. 3. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan. 4. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular. 5. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada saat tidur.
1.12.
Kebijakan Program dan Strategi Pemberantasan Filariasis Menyusul kesepakatan global pada tahun 1997, WHA yang menetapkan filariasis
sebagai masalah kesehatan masyarakat dan diperkuat dengan keputusan WHO pada tahun 2000 untuk mengeliminasi fiariasis pada tahun 2020, Indonesia sepakat untuk melakukan program eliminasi filariasis yang dimulai pada tahun 2002. Berdasarkan surat edaran Menteri Kesehatan nomor 612/MENKES/VI/2004 maka kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia melaksanakan pemetaan eliminasi filariasis gobal, pengobatan massal daerah endemis filariasis, dan tata laksana penderita filariasis di semua daerah. Program pelaksaan kasus filariasis ditetapkan sebagai salah satu wewenang wajib pemerintah daerah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan
di Kabupaten/Kota. Kebijakan yang ditetapkan dalam program pemberantasan filariasis adalah: 1. Eliminasi filariasis merupakan salah satu prioritas nasional dalam program pemberantasan penyakit menular. 2. Melaksanakan
eliminasi
filariasis
di
Indonesia
dengan
menerapkan
programeliminasi filariasis limfatik global dari WHO yaitu memutuskan rantai penularan filariasis dan mencegah serta membatasi kecacatan. 3. Satuan lokasi pelaksanaan (implementation unit) eliminasi filariasis adalah Kabupaten/Kota. 4. Mencegah penyebaran filariasis antar kabupaten, propinsi dan negara. 5. Strategi yang dilakukan dalam mendukung kebijakan dalam program
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1.1 Asuhan Keperawatan Teoritis 1.1.1. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulangulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat. b. Aktifitas / Istirahat Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur. Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD, frekuensi jantung) c. Sirkulasi Tanda : Perubahan TD, menurunnya volume nadi perifer, perpanjangan pengisian kapiler. d. Integritas dan Ego Gejala : Stress berhubungan dengan perubahan fisik, mengkuatirkan penampilan, putus asa,dan sebagainya. Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah. e. Integumen Tanda : Kering, gatal, lesi, bernanah, bengkak, turgor jelek. f. Makanan / Cairan Gejala : Anoreksia, permeabilitas cairan Tanda : Turgor kulit buruk, edema g. Hygine Gejala : tidak dapat menyelesaikan AKS Tanda : penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri. h.
Neurosensoris
Gejala : pusing, perubahan status mental , kerusakan status indera peraba, kelemahan otot. Tanda : Ansietas, refleks tidak normal. i.
Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri umum/ local, rasa terbakar, sakit kepala. Tanda : bengkak, penurunan rentang gerak
j.
Keamanan Gejala : riwayat jatuh, panas dan perih, luka, penyakit defisiensi imun, demam berulang, berkeringat malam Tanda : perubahan integritas kulit, pelebaran kelenjar limfe.
k. Seksualitas Gejala : menurunnya libido Tanda : pembengkakan daerah skrotalis l. Interaksi social. Gejala : masalah yang di tumbuhkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian. Tanda : perubahan interaksi, harga diri rendah, menarik diri. m. Pemeriksaan diagnostic Menggunakan sediaan darah malam, diagnosis praktis juga dapat menggunakan ELISA dan rapidtest dengan teknik imunokromatografik assay. Jika pasien sudah terdeteksi kuat telah mengalamifilariasis limfatik, penggunaan USG Doppler diperlukan untuk mendeteksi pengerakan cacingdewasa di tali sperma pria atau kelenjer mamae wanita. 1.1.2. Diagnosa Keperawatan 1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening 2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe 3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik 4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh 5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit 1.1.3. Intervensi a. Dx. Keperawatan ke -1 :
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening. Tujuan : Suhu tubuh pasien dalam batas normal No 1.
Intervesi Berikan
Rasional
kompres
pada
daerah Mempengaruhi
frontalis dan axial
suhu
di
pusat
pengaturan
hipotalamus,mengurahi
panas tubuh yang mengakibatkan darah
vasokonstriksi
sehingga
pengeluaran panas secara konduksi 2.
Monitor vital sign, teruma suhu Untuk tubuh
3.
Pantau
mengetahui
kemungkinan
perubahan tanda-tanda vital suhu
lingkungan
modifikasi
lingkungan
kebutuhan,
misalnya
dan Dapat
membantu
sesuai mempertahankan/
dalam menstabilkan
sediakan suhu tubuh pasien.
selimut yang tipis 4.
Anjurkan
klien
untuk
banyak Diharapakan keseimbangan cairan
minum air putih 5.
tubuh dapat terpenuhi
Anjurka klien memakai pakaian Dengan pakaian tipis dan menyerap tipis dan menyerap keringat jika keringat maka akan mengurangi panas tinggi
6.
penguapan
Kolaborasi dengan timmedis dalam Diharapkan
dapat
menurunkan
pemberian terapi pengobatan(anti panas dan mengurangi infeksi. piretik) b. Dx. Keperawatan ke -2 : Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe. Tujuan : Nyeri dirasakan pada pasien berkurang atau hilang. No 1.
Intervensi Berikan
Rasional tindakan Meningkatkan
kenyamanan(pijatan/atur
relaksasi,memfokuskan
posisi),diajarkan teknik relaksasi
perhatian
dapat
kembali
meningkatkan
koping 2.
Observasi
Menentukan intervensi selanjutnya
nyeri(kualitas,intensitas,durasi dan dalam mengatasi nyeri frekuensi nyyeri) 3.
Anjurkan pasien untuk melaporkan Nyeri berat dapat menyebabkan dengan segera apabila ada nyeri
syok dengan merangsang sistem syarat
simpatis,
mengakibatakan
kerusakan jantung 4.
Kolaborasi dalam
dengan
tim
medis Diberikan
pemberian
untuk
menghilangkan
terapi nyeri
pengobatan(obat anelgetik)
c. Dx. Keperawatan ke -3 : Harga diri rendah berhubungan dengan berhubungan dengan perubahan fisik Tujuan : Menyatakan gambaran diri lebih nyata Menunjukkan bebrapa penerimaan diri daripada pandangan idealisme Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri No 1.
Intervensi
Rasional
Dengarkan keluhan pasien Memberi petunjuk bagi pasien dan
tanggapan- dalam memandang dirinya,adanya
tanggapannya
mengenai perubahan peran dan kebutuhan,
keadaan yang dialami
dan beruna untuk memberikan informasi
pada
saat
tahap
penerimaan 2
Perhatikan menarik diri
perilaku Mengidentifikasi
tahap
diri,menganggap kehilangan/kebutuhan intervensi negatif,penggunaan
penolakan atautidak terlalu mempermasalahkan perbuatan actual 3.
Anjurkan
kepada
orang Melihat
pasien
dalam
terdekat
untuk keluarga,mengurangi
perasaan
memperlakukan
pasien tidak berguna,tidak berdaya dan
secara
normal(bercerita perasaan terisolasi dari lingkungan
tentang keluarga)
dan
dapat
pula
memberikan
kesempatan pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan 4.
Terima
keadaan Membina suasana teraupetik pada
pasien,perlihatkan perhatian pasien untuk memulai penerimaan kepada
pasien
sebagai diri
individu 5.
Berika
informasi
yang Fokus informasi harus diberikan
akurat.Diskusikan
pada
kebutuhan-kebutuhan
pengobatan dan prognosa sekarang dan segera lebih dulu dan dengan jujur jika pasien dimasukkan
dalam
tujuan
sudah berada pada fase rehabilitasi jangka panjang menerima 6.
Kolaborasi :
Mungkin
diperlukan
Rujuk untuk berkonsultasi tambahan atau
psikoterapi
untuk
sebagai
menyesuaikan
sesuai pada perubahan gambaran diri.
dengan indikasi pengenalan perasaan diharapkan
tersebut membantu
pasien untuk menerima dan mengatasi secara efektif
d. Dx. Keperawatan ke -4 : Mobilitas fisik tergantungberhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh. Tujuan : Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan aktivitas No 1. 2.
Intervensi Lakukan
Retang
Rasional Pergeraka Meningkatkan
kekuatan
Sendi (RPS)
mencegah kekakuan sendi
Tingkatka tirah baring/duduk
Meningkatkan
istirahat
otot
dan dan
ketenangan,menyediankan energi untuk
penyembuhan 3.
Berikan lingkungan yang tenang
Tirah baring lama dapat meningkatkan kemempuan
4.
Tingkatka
aktivitas
sesuai Menetapkan kemampuan / kebutuhan
toleransi 5.
pasien memudahkan pilihan intervensi
Evaluasi respon pasien terhadap Kelelahan aktivitas
dan
membantu
keseimbangan
e. Dx. Keperawatan ke -5 : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri,defisit imum,lesi pada kulit Tujuan : Mempertahankan keutuhan kulit,lesi pada kulit dapat hilang No 1.
Intervensi
Rasional
Ubah posisi di tempat tidur dan Mengurangi resiko abrasi kulit dan kursi sesring mungkin (tiap 2 penurunan jam sekali)
tekanan
yang
dapat
menyebabkan kerusakan aliran darah seluler
2.
Gunakan kaki,bantalan
pelindung Tingkatkan busa/air
sirkulasi
udara
pada
pada permukaan kulit untuk mengurangi
waktu berada di tempat tidur panas/kelembaban dan pada waktu duduk di kursi 3.
Periksa permukaan kulit kaki Kerusakan kulit dapat terjadi dengan yang bengkak secara rutin
cepat pada daerah-daerah yang berisiko terinfeksi dan nekrotik
4. 5.
Anjurkan
pasien
untuk Meningkatkan
sirkulasi
dan
melakukan rentang gerak
meningkatkan partisipasi pasien
Kolaborasi :
Mungkin
Rujuk
pada
perawatan
ahli profesional untuk masalah kulit yang
kulit,meningkatkan sirkulasi dan dialami. mencegah terjadinya dekubitus 1.1.4. Implementasi
membutuhkan
Pelaksanaan tindakan keprawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan yang spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi dari perencanaan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan dalam melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana. Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal,intelektual dan teknik intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efesien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan dan pelaporan 1.1.5. Evaluasi Evaluasi adalah suatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien. Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses,jangka pendek maupun evaluasi yang sedang berjalan,dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tecapai. Sedangka evaluasi sumatif yang bias disebut evaluasi terakhir atau evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna danmenjadi satu metode dalam memonitor kualitas dan efesiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunkan format “SOAP”. Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai,serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
1.2. Asuhan Keperawatan Klien dengan Kasus Filariasis Tn. M umur 45 thn, bekerja sebagai petani, tinggal dibatangahari, dirawat di RS D dengan keluhan utama demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat. Klien mngatakan merasa nyeri, panas, sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki, dengan skala nyeri 7 dengan durasi kurang lebih 5 menit, nyeri terasa terulang-ulang, klien mengatakan sulit untuk mengerakan kakinya saat beraktivitas, dan klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas sendiri. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/90 mmHg, N 110 x/mnt, RR 24x/mnt, S 38,50 C, akral teraba dingin, badan teraba hangat, klien tampak lemah, lemas, mukosa bibir klien tampak kering, kekuatan otot 2, tonus otot buruk, terdapat kekakuan sendi, kaki klien tampak besar sebelah, nyeri tekan (+), non piting edema (+), klien
mengatakan panas dan sakit yang menjalar dari pangkal hingga ujung kaki. Klien tampak meringgis ketika berjalan, nyeri bertambah saat kaki klien bergerak. Hasil laboratorium Hb 10,8 gr/dl, leukosit 12.000/mm3, Ht 36,80%, trombosit 423.000/mm3, eosinofil 20%, basofil 4 %, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1 %. Dan hasil pemeriksaan darah jari ditemukan parasit M. Filaris yang inti tubuh berekor, ujung ekor runcing dan berinti serta tubuh transfaran. 1.1.
Pengkajian
a. Biodata/Identitas Pasien Nama
: Tn. M
Umur
: 45 Tahun
Alamat
: Batangahari
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pekerjaan
: Petani
Tanggal MRS
: Rabu 13 November 2019
b. Data Medik Diagnosa medik Saat masuk
: Filariasis
Saat pengkajian : Filariasis c. Keluhan Utama Klien masuk rumah sakit dengan keluhan demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat. d. Riwayat Kesehatan Sekarang (PQRST) Klien mengatakan merasakan nyeri, panas, dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki kearah ujung kaki, nyeri terasa berulang-ulang,dengan skala nyeri 7 dengan durasi kurang lebih 5 menit. Demam berulang-ulang selama 4 hari, demam hilang bila istirahat dan demam akan muncul lagi ketika bekerja berat, kadamg terasa dingin, badan terasa hangat, mukosa bibir klien tampak kering. e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Klien belum pernah dirawat di RS, belum pernah di operasi, dan anggota keluarga klien tidak ada menderita penyakit seperti klien. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien, hubungan klien dengan keluarga lain baik, klien tinggal dengan suami dan anak.
f. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum : K/U klien tampak sakit sedang. b. Tanda-tanda vital Kesadaran klien : Composmentis GCS 15 (E3 M6 V5), TD : 130/90 mmHg, RR : 24x/menit, S: 38,5ºC, N: 110x/menit. c. Antropometri lingkaran tangan atas : 24 cm, lipat kulit triceps: 18,5cm, TB : 172 cm, BB : 61 kg, IMT : 20, 6 kg/m2 ket : IMT : BB/ (TB)2 d. Kepala Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam, kulit kepala klien bersih, distribusi rambut tebal ,tidak ada lesi maupun benjolan, nyeri kepala (-). e. Mata Ketajaman penglihatan normal, alis mata simetris, bulu mata berwarna hitam, dan simetris, kelopak mata klien normal, isokor, sclera jernih/putih, konjungtiva anemis, palpebra berwarna normal, pandangan mata tampak jelas, mata klien tidak ada peradangan serta pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan. f. Hidung Bentuk hidung mancung, struktur dalam hidung klien merah muda, infeksi (-), perdarahan (-), fungsi penciuman klien baik. g. Mulut Bentuk bibir simetris atas dan bawah, mukosa bibir klien tampak kering dan pucat, gigi klien bersih, fungsi mengunyah dan bicara klien baik, bau mulut klien khas, klien tidak menggunakan gigi palsu. h. Telinga Struktur luar telinga klien: warna sama dengan warna kulit sekitar, tidak ada pembengkakan pada tulang mastoid. Struktur dalam: selumen ada, lesi tidak ada, fungsi pendengaran normal. i. Leher Tidak adanya pembengkakan kelenjar getah bening, kelenjar tiroid normal, pergerakan leher normal, kaku kuduk (-), nyeri (-). j.
Dada
I : bentuk dada simetris, tidak ada lesi, pasien tidak ada batuk dan terdapat penggunaan otot bantu pernafasan. P : Tidak teraba benjolan, krevitasi tidak ada, tactil fremitus klien normal P : Disaat perkusi sonor A : Suara nafas vesikuler k. Kardiovaskuler I : bentuk jantung simetris dan tidak ada lesi. P : Denyut nadi perifer teraba melemah, ictus kordis teraba. P : Perkusi terdapat bunyi pekak A : Bunyi jantung normal Lub Dub (tidak ada bunyi tambahan), biasanya S1 terdengar lebih keras dari pada S2, namun nada S1 lebih rendah sedangkan S2 tinggi. Jarak antara bunyi lub dan dub sekitar 1 detik / kurang. l. Abdomen I : Tidak terdapat lesi, dan perut pasien tidak membuncit. A : Bising usus normal ( 6 - 12 x /menit ) P : Tidak teraba masa. P : Perkusi terdengar : Tympani m. Muskuloskeletal Tonus otot buruk, terdapat kekakuan sendi dan kekuatan otot 2 yaitu gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan 5555
5555
2222
2222
Ket : 0
: Paralisis sempurna.
1
: tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat.
2
: gerakan otot penuh melawan gravitasi, dengan topangan.
3
: gerakan yang normal melawan gravitasi.
4
: gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan gravitasi
dan menahan tahanan minimal. 5
: kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan penuh. n. Keadaan neurologi Kesadaran klien composmetis ( GCS 15 : E 4, V 5, M 6 ),
o. Sensasi Terhadap Rangsang Sensasi klien terhadap suhu, raba dan nyeri normal. p. Kulit Warna kulit sawo matang, turgor jelek, kelembaban tidak lembab (kering), suhu kulit 38,50c, klien tampak pucat, keadaan kuku pendek, kebersihan kuku bersih. g. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : Tanggal 13 November 2019 Laboratorium Darah
:
White Blood Cell : 12.000mm³ ( 4000 – 11000 / 5000 – 10000 )
Trombosit
:432.000/ml³ (150.000–450.000/mm3 /150 – 300
103/mm3)
Hemoglobin
: 10,8 gr/% ( P : 14 - 18 gr dan W : 12 - 16 gr )
Hematoktit
: 36,80 % (37-47 % )
eosinofil
: 20% (1-3 )
basofil
: 4% (0-1 )
netrofil batang : 40% (2-6 )
netrofil segmen : 20% (50-70)
limfosit
:15% (20-40)
monosit
: 1% (2-8)
Dari pemeriksaan darah jari ditemukan Parasit → Mikrofilaria : inti tubuh teratur, ujung ekor uncinng, tidak berinti, dan seluruh tubuh transparan à W. bancrofti.
1.1. Analisa Data Nama
: Tn. M
Umur
: 45 tahun
No DATA
ETIOLOGI
MASALAH
1.
Adanya
Nyeri
Ds :
- Klien mengatakan terasa panas Peradangan dan sakit menjalar dari pangkal kelenjar limfe kaki ke arah ujung kaki.
pada
- Klien mengatakan kaki nya besar sebelah (kanan) -
Klien
mengatakan
nyeri
bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak. - Klien mengatakan nyeri terasa berulang-ulang Do : - Klien tampak meringis ketika berjalan - Skala nyeri 7 - nyeri tekan(+) - non pitting oedema (+) -
N: 110 x/i,
RR 24x/i, TD
130/90 mmHg - Kaki klien tampak membesar sebelah (kanan) 2.
Ds : -
Adanya Inflamasi Peningkatan suhu
Klien
mengatakan
demam pada
berulang selama 4 hari
getah bening
- Demam hilang bila beristirahat dan
muncul
ketika
kembali
bekerja berat. - Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki. Do : - Suhu 38,5°c - TD 130/90 mmHg - Leukosit 12.000 mm3 - Wajah klien tampak memerah - badan klien teraba hangat - akral teraba dingin
kelenjar tubuh
- klien tampak lemah, lemes -
mukosa bibir klien tampak
kering - konjugtiva anemis 3.
Ds :
Adanya
Gangguan
- Klien mengatakan terasa panas pembengkakan dan sakit menjalar dari pangkal pada kaki ke ujung kaki -
Klien
limfe
mengatakan
mobilitas fisik
kelenjar di daerah
nyeri tungkai (inguinal)
bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak. -
Klien
mengerakan
mengeluh kaki
yang
sulit besar
sebelah Do : - Kaki klien tampak besar sebelah (kanan) - Klien tampak susah berjalan. -
Klien tampak meringis saat
berjalan. - Kekuatan otot 2 - Tonus otot buruk -Terdapat kekakuan sendi 4.
Ds :
Pemajanan
Resti
klien mengatakan kakinya besar penularan melalui penyakit sebelah (kanan)
vektor
Do : - Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 12.000 mm3, 432.000
Ht:
36,80%,
mm3,
trombosit
Hitung
jenis:
eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%.
penularan
- Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan. - kaki klien tampak besar sebelah
1.2.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan Adanya Peradangan
pada kelenjar limfe, yang
ditandai dengan Ds : Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki, Klien mengatakan kaki nya besar sebelah (kanan), Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak, dan Klien mengatakan nyeri terasa berulang-ulang. Sedangkan Do : Klien tampak meringis ketika berjalan, Skala nyeri 7, nyeri tekan (+), non pitting oedema (+), N: 110 x/i, RR 24x/i, TD 130/90 mmHg, dan Kaki klien tampak membesar sebelah (kanan) 2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan Adanya Inflamasi pada kelenjar getah bening, yang ditandai dengan Ds : Klien mengatakan demam berulang selama 4 hari, Demam hilang bila beristirahat dan muncul ketika kembali bekerja berat, dan Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke arah ujung kaki. Sedangkan Do : Suhu 38,5°c, TD 130/90 mmHg, Leukosit 12.000 mm3 , Wajah klien tampak memerah, badan klien teraba hangat, akral teraba dingin, klien tampak lemah, lemes, dan mukosa bibir klien tampak kering. 3. gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Adanya pembengkakan pada kelenjar limfe di daerah tungkai (inguinal), yang ditandai dengan Ds : Klien mengatakan terasa panas dan sakit menjalar dari pangkal kaki ke ujung kaki, Klien mengatakan nyeri bertambah jika kaki yang sakit dibawa bergerak., dan Klien mengeluh sulit mengerakan kaki yang besar sebelah. Sedangkan Do : Kaki klien tampak besar sebelah (kanan), Klien tampak susah berjalan, Klien tampak meringis saat berjalan, Kekuatan otot 2, Tonus otot buruk, dan Terdapat kekakuan sendi.
4. Resti penularan penyakit berhubungan dengan pemajanan penularan melalui vector, yang ditandai dengan Ds : klien mengatakan kakinya besar sebelah (kanan). Sedangkan Do : Hb 10,8 gr/dl, Leukosit 12.000 mm3, Ht: 36,80%, trombosit 432.000 mm3, Hitung jenis: eosinofil 20%, basofil 4%, netrofil batang 40%, netrofil segmen 20%, limfosit 15%, monosit 1%, Dari pemeriksaan darah jari ditemukan parasit mikrofilaria inti tubuh teratur, ujung ekor runcing dan tidak berinti dan selubung tubuh transparan, dan kaki klien tampak besar sebelah ( kanan ). 1.3.
Rencana Asuhan Keperawatan
Nama : Tn. M Umur : 45 tahun Perencanaan
N
Diagnosa
o
Keperawatan
1.
Nyeri
Setelah
berhubungan
dilakukan
dengan
tindakan
1.
adanya
keperawatan
nyeri,perhatikan
tanda perkembangan.
Peradangan
diharapkan
lokasi,intensitas,dan
2.
frekuensi.
relaksasi/menurunkan
Tujuan
berkurang
Rasional
Mandiri :
1.
/ 2.
Kaji
Lakukan
untuk
keluhan intervensi dan juga tanda Meningkat
kan
tindakan tegangan otot.
faliatif misalnya perubahan 3. Dapat menghilangkan
menghilang
posisi,masase, KH: -Tanda
Mengindikasikan
kebutuhan
pada kelenjar Nyeri limfe.
Intervensi
rentang nyeri dan meningkatkan
gerak pada sendi yang relaksasi serta menurun tanda sakit.
kan tegangan otot.
vitalnormal/stabi
3.Berikan kompres hangat 4.
l.
atau lembab pada daerah ansietas dan rasa takut
- Klien tampak nyeri. tenang
4.
Dapat
sehingga Ajarkan
mengurangi mengurangi
klien persepsi akan intensitas
untukmemggunggkap kan rasa sakit perasaan /rasa sakit yang di rasakan
1.Dapat mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi : 1. Berikan analgesik sesuai indikasi. 2.
Peningkatan suhu
Setelah
Mandiri : 1.Pantau suhu tubuh pasien 1.Suhu 38 samapi 41,1
tubuh dilakukan
adanya menujukan
berhubungan
tindakan
perhatikan
dengan
keperawatan
mengiggil/diafores.
Adanya
diharapkan ada
2.Pantu
Inflamasi
Perubahan suhu lingkungan,batasi/tambahk
getah bening
infeksius akut. suhu 2.Suhu ruangan /jumlah selimut harus di ubah
batas an linen tempat tidur sesuai untuk
pada kelenjar dalam
adanya
mempertahankan
suhu mendekati normal.
normal
indikasi.
KH:
3.Berikan kompres mandi 3.Dapat
membantu
Tidak hangat hindari penggunaan mengurangi
· mengalami
alkohol.
Pada
komplikasi
frontalis dan aksila.
yangberhubunga
4.Berikan
n.
pendingin.
daerah demam,penggunaan
air
es/aklhokol selimut mungkinmenyebabkan kedinginan,peningkatan
· Tanda tanda 5.Anjurkan klien memakai suhu secara actual. vital normal. · normal
pakaian tipis dan mudah 4.Di
Leukosit menyerap keringat. Kolaborasi: 1.
Berikan
Misal
nya
asetaminofen
gunakan
mengurangi
untuk demam
umumnya lebih besar dari antipiretik, 39,5°csampai 40°c pada aspirin waktu
terjadi
kerusakan
/gannguan
pada otak. 5.Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan 1.Di
gunakn
memgurangi
untuk demam
dengan aksi sentral nya
kepada hipotalamus. 1.
Mandiri : 1.Periksa
kembali
kemampuan dan keadaan
gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan 3.
pembengkaka pada
kelenjar limfe di
secara kondisional pada
dilakukan
kerusakan yang ter jadi.
tindakan
2.
keperawatan
untuk
diharapkan
kerusakan
Mempertahanka
tekanan,ubah posisi pasien
daerah
tungkai (inguinal).
Atur
posisi
tertentu
menghindari karna
n /meningkatkan secara teratur dan buat kekuatan fungsi
Adanya n
Setelah
dan sedikit perubahan posisi bagian antara waktu perubahan
tubuh yang sakit
posisi tersebut.
/ kompensasi.
3. Berikan atau bantu klien untuk melakukan latihan
KH : ·
Kaki
rentang gerak. klien 4.Tingkat kan aktivitas dan
tidak
lagi partisipasi dalam merawat
mengalami
diri
pembesaran
kemampuan klien .
sendiri
sesuai
· Nadi normal · RR normal
Kolaborasi: 1.Memberikan obat sesuai dangan indikasi misalnya aspirin.
Mengidentifikasi
kerusakan
kemungkinan
kerusakan
secara
fungsional
dan
mempegaruhi intervensi
pilihan
yang
akan
dilakukan. 2.Perubahan posisi yang teratur
menyebakan
penyamaran berat
terhadap
badan
dan
meningkatakan
sirkulasi
pada bagian tubuh. 3.Memperhatikanmobilis asi
dan
fungsi
sendi
/posisi normal ekstermitas dan
menurunkan
ter
jadinya vena yang statis. 4.Keterlibatan
pasien
dalam perencanaan dalam kegiatan adalah sangat penting
dalam
meningkatkan kerjasama pasien untukkeberhasilan dari
suatu
program
tersebut. 1.Dapat rasa
menghilangkan nyeri
sehingga
mempermudah untuk
klien melakukan
aktivitas secara mandiri 4.
Resti
Setelah
Mandiri
1.Orang
orang
yang
penularan
dilakukan
terpajan ini perlu program
penyakit
tindakan
1.Identifikasi orang lain terapi
berhubungan
keperawatan
yang berisiko penularan mencegah penularan.
dengan
diharapkan klien contoh anggota keluarga 2.Suhu lingkungan yang
pemajanan
mampu
/teman.
penularan
Melakukan
2. Awasi suhu lingkungan tempat
melalui
perubahan
vector.
hidup
lembab
pola kelembapan dan
untuk
merupakan
perkembangbiakan
untuk 3. berikan racun serangga nyamuk.
memperbaiki
di
Kesehatan
tempat tinggal klien.
umum
sekitar
lingkungan 3. Racun serangga dapat membunuh
pembawa
dan 4.Atur lingkungan klien vektor filariasis.
menurunkan resiko
obat
sedemikian rupa sehngga 4.emodifikasian
tentang membatasi rentang vektor ruang/lingkungan
dapat
penularan
untuk dapat menyebarkan mengurangi faktor resiko
penyakit
penyakit.
penyebaran parasit
5.Berikan keluarga
penkes
pada 5.
Untuk
menambah
dan masyarakat pengetahuan masyarakat
sekitar seputar pencegahan seputar filariasis terhadap filariasis.
6.Penghentian terapi obat
6.Tekankan penting tidak berisiko melakukan
penyebaran
penghentian infeksi dapat berlanjut.
terapi obat.
7.Adanya anoreksia dapat
7. Berikan makanan yang menurunkan
tahanan
seimbang dalam porsi kecil tubuh terhadap prosese pada jumlah makanan yang infeksi dan menganggu besar dan tepat.
proses penyembuhan.
Kolaborasi 1.Berikan pengobatan di komunitas dietilkarbamazine
Pemberian seperti 1. (dec) dietilkarbamazine
obat (dec)
lakukan dapat membunuh parasit terdapat pada secara berulang 1 hingga 6 yang limpe dan bulan ( 6 sampai 8 kg/BB) kalenjar pengobatan
di
menurunkan
resiko
terjadinya penularan.
BAB IV KESIMPULAN
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan buah zakar. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut dan atau kronik. Filariasis disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Anak cacing yang disebut mikrofilaria, hidup dalam darah. Mikrofilaria ditemukan dalam darah tepi pada malam hari. Filariasis di Indonesia disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria yaitu : Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Patofisiologi filariasis secara umum disebabkan oleh respons imun tubuh terhadap nematoda dewasa dan mikrofilaria. Proses ini umumnya terjadi secara kronik dan membutuhkan waktu bulan sampai tahun.Perkembangan penyakit filariasis dapat dipengaruhi oleh faktor mendapat gigitan nyamuk yang sering, kerentanan individu terhadap parasit, banyak larva infektif yang masuk ke dalam tubuh dan adanya infeksi sekunder oleh bakteri atau jamur. Pada dasarnya perkembangan klinis filariasis disebabkan oleh cacing filaria dewasa yang tinggal disaluran limfe, sehingga menimbulkan gejala pelebaran (dilatasi) saluran limfe bukan penyumbatan (obstruksi), sehingga menjadi gangguan fungsi limfatik. Manifestasi filariasis gejala-gejala yang terdapat pada penderita Filariasis meliputi gejala awal (akut) dan gejala lanjut (kronik). Gejala awal (akut) ditandai dengan demam berulang 12 kali atau lebih setiap bulan selama 3-4 hari apabila bekerja berat, timbul benjolan yang terasa panas dan nyeri pada lipat paha atau ketiak tanpa adanya luka di badan, dan teraba adanya tali urat seperti tali yang bewarna merah dan sakit mulai dari pangkal paha atau ketiak
dan berjalan kearah ujung kaki atau tangan. Gejala lanjut (kronis) ditandai dengan pembesaran pada kaki, tangan, kantong buah zakar, payudara dan alat kelamin wanita sehingga menimbulkan cacat yang menetap
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. (2013). Panduan Pelayanan Medik. jakarta: EGC. Doengoes C Marilym. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction. Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Jakarta: Medical. Price S.A Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarata: EGC Smeltzer C Suzanne. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC Sudoyo, Aru W, dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: FKUI https://suparty.blogspot.com/2013/12/filariasis.html https://samoke2012.wordpress.com/2018/08/29/asuhan-keperawatan-pada-pasien-denganfilariasis/ https://ghibahilmiah.blogspot.com/2020/03/asuhan-keperawatan-filariasis.html https://imamifi.blogspot.com/2011/03/askep-filariasis.html