Askep Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI Makalah diajukan untuk melengkapi mata kuliah Keperawatan Jiwa Disusun Oleh:



FAHISTA



2013-33-023



FEBY REZQIA R



2013-33-013



ZAHRA TRI W.T



2013-33-051



DESY TRI WULANDARI



2013-33-004



ZAHRA MAULIDIA



2013-33-041



KIKI FITRIYANI



2013-33-035



YANISA



2013-33-022



PRORAM STUDI NERS FAKULTAS ILMU - ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA 2016



KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayahnya kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi” disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa serta memberikan pengetahuan baru bagi penulis dan pembaca mengenai Halusinasi.. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen untuk pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat membawa manfaat khususnya bagi saya dan orang lain yang telah membaca makalah saya. Saya menyadari bahwa makalah ini, saya susun masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan dengan tujuan agar makalah ini selanjutnya akan lebih baik. Semoga bermanfaat.



Jakarta, April 2016



Penulis



i



DAFTAR ISI



Kata Pengantar



………………..……………………………………..



i



Daftar Isi



……………………………………………………….



ii



A. Latar Belakang



…………………………………………………..……



1



B. Rumusan Masalah



………………………….……………………………



1



………………………….………..……………………..……



2



BAB I PENDAHULUAN



C. Tujuan



BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi



…………………....…………………………..



3



B. Proses Terjadinya Masalah



…….……………….………………………….



4



C. Jenis-jenis Halusinasi



…………………....…………………………..



4



D. Fase Halusinasi



…………………………....…………………………..



5



E. Etiologi



…………………………....…………………………..



7



F. Tanda dan Gejala



…………………………....…………………………..



8



G. Rentang Respon



…………………………....…………………………..



9



H. Pohon Masalah



…………………………....…………………………..



10



I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Klien Jiwa Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi ………………………....……………..



ii



11



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan



…………………………………..……………..



17



B. Saran



………………………………………………….



17



DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan sensori persepsi adalah ketidakmampuan individu dalam membedakan rangsang eksternal seperti : iklim, bunyi, situasi alam sekitar dengan rangsang internal seperti pikiran, perasaan dan kenyataan serta tidak dapat mengevaluasi pengalaman secara aktual. Gangguan sensori persepsi terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan proses fikir, persepsi, afek, kegiatan motorik dan sosial. Ada beberapa perubahan prilaku yang terjadi pada klien gangguan sensori persepsi, antara lain : 1. Perubahan proses fikir 2. Perubahan pada persepsi 3. Perubahan motorik 4. Perubahan sosial Salah satu bentuk gangguan sensori persepsi adalah halusinasi yaitu persepsi sensorik yang muncul tanpa adanya stimulus yang meliputi semua 5ocial penginderaan yang terjadi saat kesadaran penuh/baik. Pada kesempatan ini kami akan membahas tentang “Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi : Halusinasi”. Gangguan sensori persepsi ini disebabkan karena beberapa faktor yaitu faktor perkembangan, komunikasi, 5ocial budaya, biologis, psikologis. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang muncul dalam makalah ini, yaitu : 1. apa definisi dari Halusinasi ? 2. bagaimana proses terjadinya masalah pada halusinasi ? 3. apa saja jenis-jenis dari halusinasi ? 4. sebutkan fase-fase dari halusinasi 5. apa etiologi dari halusinasi (predisposisi dan presipitasi) ?



1



6. apa saja tanda dan gejala dari halusinasi ? 7. bagaimana rentang respon dari halusinasi ? 8. jelaskan pohon masalah dari halusinasi pada gangguan sensori persepsi ! 9. jelaskan asuhan keperawatan pada klien jiwa dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi ! C. Tujuan Penulisan Tujuan Umum : Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada Klien Jiwa dengan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi kedalam praktik keperawatan jiwa dan memodifikasi perkembangan IPTEK keperawatan. Tujuan Khusus : Makalah ini dibuat dengan tujuan : 1. Mendeskripsikan definisi dari Halusinasi ? 2. Mendeskripsikan proses terjadinya masalah pada halusinasi ? 3. Menyebutkan jenis-jenis dari halusinasi ? 4. Menyebutkan fase-fase dari halusinasi 5. Mendeskripsikan etiologi dari halusinasi (predisposisi dan presipitasi) ? 6. Mendeskripsikan tanda dan gejala dari halusinasi ? 7. Mendeskripsikan tentang rentang respon dari halusinasi ? 8. Mendeskripsikan pohon masalah dari halusinasi pada gangguan sensori persepsi ! 9. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada klien jiwa dengan gangguan sensori persepsi : halusinasi !



2



BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Sturt Gail W, 2007). Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra. Dalam skizofrenia halusinasi penglihatan merupakan halusinasi yang paling banyak terjadi ( Isaac, Ann, 2007). Dari pengertian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa halusinasi merupakan suatu persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra yang dirasakan individu tanpa adanya stimulus yang nyata. Halusinasi dapat didefinisikan sebagai suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar (Yosep, 2011). Menurut Direja, (2011) halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi menurut Keliat dan Akemat, (2010) adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa penglihatan, pengecapan, perabaan penghiduan, atau pendengaran. Berdasarkan beberapa pengertian dari halusinasi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa adanya obyek yang nyata.



3



B. Proses Terjadinya masalah Proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4 tahap yaitu : 1. Tahap Pertama Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan tingkat ansietas sedang, secara umum halusinasi bersifat menyenangkan. Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, merasa takut serta mencoba memusatkan penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. 2. Tahap Kedua Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan tingkat ansietas yang berat. Adapun karakterisik yang tampak pada individu yaitu individu merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha unuk menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersiapkan, individu mungkin merasa malu dengan pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain. 3. Tahap Ketiga Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat ansietas berat, pengalaman sensori yang dirasakan individu menjadi penguasa. Adapun karakerisik yang tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi tersebut menguasai dirinya, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir. 4. Tahap Keempat Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat ansietas panik. Adapun karakteristik yang tampak pada individu adalah pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi bisa berlangsung beberapa jam atau beberapa hari, apabila tidak ada inervensi terapeutik (Menurut Stuart Gail, wiscarz, 2007). C. Jenis-jenis Halusinasi Menurut Stuart, (2007) jenis-jenis halusinasi dibedakan menjadi 7 yaitu sebagai berikut : 1. Halusinasi pendengaran Karakteristik : Mendengar suara atau bunyi, biasanya orang. Suara dapat berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai klien. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar yaitu pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu yang kadang-kadang berbahaya. 2. Halusinasi penglihatan Karakteristik : Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton, atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan atau yang menakutkan seperti monster. 4



3. Halusinasi penciuman Karakteristik : Mencium bau-bau seperti darah, urine, feses, umumnya bau-bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan dimensia. 4. Halusinasi pengecapan Karakteristik : Merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan seperti darah, urine, atau feses. 5. Halusinasi Perabaan Karakteristik : Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain. 6. Halusinasi Senestetik Karakteristik : Merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. 7. Halusinasi Kinestetik Karakteristik : Merasa pergerakan sementara bergerak tanpa berdiri. D. Fase-fase Halusinasi Terjadinya halusinasi dimulai dari beberapa fase, hal ini dipengaruhi oleh intensitas keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar. Menurut Direja, (2011) Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu sebagai berikut : 1. Fase Pertama disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. a. Karakteristik atau Sifat : Klien mengalami stres, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat diselesaikan. klien mulai melamun dan memikirkan halhal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. b. Perilaku Klien : Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, mengerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.



5



2. Fase Kedua disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan. a. Karakterisktik atau Sifat : Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan dia tetap dapat mengontrolnya. b. Perilaku Klien : Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas. 3. Fase Ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. a. Karakteristik atau Sifat : Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. b. Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah. 4. Fase



Keempat



adalah fase



conquering atau



panik



yaitu



klien



lebur



dengan



halusinasinya.Termasuk dalam psikotik berat. a. Karakterisktik atau Sifat : Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. b. Perilaku Klien : Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.



6



E. Etiologi 1. Faktor Predisposisi Menurut Yosep, (2011) ada beberapa faktor penyebab terjadinya gangguan halusinasi, yaitu faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, genetic dan poala asuh. Adapun penjelasan yang lebih detail dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut : a. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. b. Faktor Sosikultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkuanganya sejak bayi (Unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkunagannya. c. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogik neurokimia seperti Buffofenondan Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan Acetylcholin dan Dopamin. d. Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal. e. Faktor genetik dan pola asuh Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua Skizofrenia cenderung mengalami Skizofrenia. Hasil studi menunjukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.



7



2. Faktor Presipitasi Menurut Stuart, (2007) ada beberapa faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi, yaitu sebagai berikut ini : a. Faktor Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Faktor Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Faktor Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. F. Tanda dan Gejala Menurut Videbeck, (2008) ada beberapa tanda dan gejala pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dilihat dari data subyektif dan data obyektif klien, yaitu : 1. Data Subyektif : a. Mendengar suara atau bunyi. b. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya. c. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap. d. Mendengar seseorang yang sudah meninggal. e. Mendengar suara yang mengancam diri klien atau orang lain bahkan suara lain yang membahayakan. 2. Data Obyektif : a. Mengarahkan telinga pada sumber suara. b. Bicara sendiri. c. Tertawa sendiri. d. Marah-marah tanpa sebab. e. Menutup telinga. f. Mulut komat-kamit. g. Ada gerakan tangan.



8



G. Rentang Respon Dari defines yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa halusinasi merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi : halusinasi disebabkan oleh otak individu terhadap gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang maladaptive, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini : Respon Adaptif Respon Maladaptif Pikiran logis



Pikiran kadang menyimpang



Gangguan proses piker/delusi/waham



Persepsi akurat



Ilusi



Halusinasi



Emosi konsisten dengan pengalaman



Reaksi emosional berlebih atau kurang



Ketidakmampuan untuk mengatasi emosi



Perilaku sosial



Perilaku ganjil



Ketidak teraturan



Hubungan sosial harmonis



Perilaku yang bisa menyebabkan isolasi sosial



Isolasi sosial



(Stuart and Laraia, 2005) Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan masalah dalam batas normal yang meliputi : 1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai dengan kenyataan. 2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang didasari oleh indra perasaan, dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang dihasilkan. 3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai dengan stimulus yang datang. 4. Perilaku sesuai dengan cara bersikap individu yang sesuai dengan perannya. 5. Hubungan sosial harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.



9



Sedangkan respon maladaptif adalah sesuatu respon yang tidak dapat diterima norma-norma sosial dan budaya yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya : 1. Gangguan proses piker/waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data secara akurat yang tidak dapat menyebabkan gangguan proses piker, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi, dan lain-lain. 2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, pengecapan, dan penglihatan. 3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan individu tidak sesuai dengan stimulus yang datang. 4. Perilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai dengan peran. 5. Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan. H. Pohon Masalah Resti mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan



Perubahan sensori persepsi : halusinasi



Isolasi sosial : menarik diri



(Akibat)



(Core Problem)



(Penyebab)



10



BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal pada proses Asuhan Keperwatan dimana pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan data, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoium dan pemeriksaan diagnostik. Adapun dalam data disusun berdasarkan faktor predisposisi, faktor presipitasi, manifestasi klinis dan manifestasi klinis dan mekanisme koping yaitu : 1. Faktor Predisposisi a. Biologis Karena adanya gangguan perkembangan otak menyebabkan neuobiologis yang maladaptif hal-hal yang terkait didalamnya adalah karena adanya perkembangan otak, khususnya korteks frontal, temporal dan limbik. Adapun gejala yang muncul adalah hambatan dalam belajar, daya ingat dan perilaku menarik diri atau kekerasan. b. Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau kekerasan dalam kehidupan klien, penolakan dapat dirasakan dari ibu, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, dan tidak sensitive, pola asuh pada usia anak-anak yang tidak adekuat misalnya tidak ada kasih sayang, dan adanya perengkaran orangtua, aniaya dan kekerasan rumah tangga. c. Sosial budaya Kehidupan social budaya dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas seperti konflik sosial budaya dan kehidupan yang terisolasi disertai stress yang menumpuk. d. Faktor genetic Halusinasi umunya ditemukan pada klien schizophrenia dan angka kejadian cukup tinggi dan juga bila dalam keluarga tersebut ada anggota keluarga yang sudah menderita skizofrenia.



11



2. Faktor Presipitasi Sikap persepsi : merasa tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas. Dari datadata tersebut faktor presipitasi dikelompokan sebagai berikut : a. Stressor biologis Yaitu yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi. Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan melakukan secara selektif menanggapi rangsangan. b. Stress Lingkungan Secara biologis menetapkan ambang toleransi stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Manifestasi klinis Manifestasi klinis yang ditemukan pada klien dengan halusinasi adalah penampilan tidak rapih dan tidak serasi, biasanya pembicaraan tidak terorganisir, aktifitas motorik meningkat atau menurun, impulsive alam perasaan berupa suasana emosi seperti sedih, putus asa dengan perilaku apatis, afek tumpul, datar, tidak sesuai, ambivalen dan selama interaksi klien tampak komat-kamit, kontak mata tidak ada, tertawa sendiri yang tidak terkaitnya dengan pembicaraan. Observasi yang dilakukan pda klien akan ditemukan : bicara, senyum dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari orang lain, tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata, tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi, curiga, bermusuhan, takut, ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung.



12



d. Mekanisme Koping Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurologik termasuk : 1) Regresi : Dalam menghadapi stress, perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur kembali ke tahap perkembangan sebelumnya. 2) Proyeksi : Mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu benda. 3) Menarik diri : Sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. 4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien. B. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji 1. Perubahan persepsi sensori : Halusinasi penglihatan a. Data Mayor : 1) Subyektif : Mengatakan mendengar suara bisikan atau melihat bayangan. 2) Obyektif : Bicara sendiri, tertawa sendiri, marah tanpa sebab. b. Data Minor : 1) Subyektif : Menyatakan kesal, menyatakan senang dengan suara-suara. 2) Obyektif : Menyendiri, melamun 2. Isolasi sosial : Menarik diri a. Data Mayor : 1) Subyektif : Mengatakan malas berintraksi, ,mengatakan orang lain tidak mau menerima dirinya, merasa oang lain tidak selevel dengan dia. 2) Obyektif : Menyendiri, mengurung diri, tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain. b. Data Minor : 1) Subyektif : Curiga dengan orang lain, mendengar suara-suara atau melihat bayangan, merasa tak berguna. 2) Obyektif : Mematung, mondar-mandir tanpa arah, tidak berinisiatif berhubungan dengan orang lain.



13



3. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan a. Data Mayor : 1) Subyektif : Mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan, informasi dari keluarga tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasien. 2) Obyektif : Ada tanda atau jejas perilaku kekerasan pada anggota tubuh. b. Data Minor : 1) Subyektif : Mendengar suara-suara, merasa orang lain mengancam, menganggap orang lain jahat. 2) Obyektif : Tampak tegang saat becerita, pembicaraan kasar jika menceritakan marahnya. C. Diagnosa Keperawatan Diagnosa kepeawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan data, mengatasi kebutuhan spesifik klien serta respon terhadap masalah dan risiko dan diagnosa keperawatan yang muncul pada masalah gangguan persepsi sensori halusinasi adalah sebagai berikut : 1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi 2. Isolasi sosial 3. Resiko perilaku kekerasan D. Rencana Tindakan Keperawatan Perencanaan merupakan deskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien dan atau tindakan yang harus dilakukan perawat, dimana perencanaan dipilih untuk membantu klien dalam mencapai hasil. Adapun perencanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Diagnosa : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi a. TUM : klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami b. TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya



14



Kriteria Evaluasi : setelah ......x pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, Menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi. Intervensi : Beri salam setiap interaksi, Perkenalan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan, tanyakan nama lengkap dan panggil nama kesukaan klien, buat kontrak yang jelas, tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi, tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya, beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien, tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien, buat kontrak interaksi yang jelas, dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien c. TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya Kriteria evaluasi : setelah .....x interaksi klien menyebutkan,Isi, Waktu, Frekuensi, Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi Intervensi : Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap, Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya (dengar/lihat/penghidu/raba/kecap). Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi dengar/lihat/penghidu/raba/kecap), Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya, Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya, Katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang sama, Katakan bahwa perawat akan membntu klien, Jika klien sedang tidak berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien : Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi, Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi d. TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya. Kriteria Evaluasi : 1) Setelah ….x interaksi klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya Intervensi : Bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah , menyibukkan diri). 15



2) Setelah ….x interaksi klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi. Intervensi : Diskusikan cara yang digunakan klien, Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian, Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugiuan cara tersebut. 3) Setelah ....x interaksi klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi. Intervensi : Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol timbulnya halusinasi, katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata, menemui orang lain untuk menceritakan tentang halusinasinya, membuat dan melasanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun. 4) Setelah ....x interaksi klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya. Intervensi : Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih mencobanya. 5) Setelah ....x pertemuan klien mengikuti terapi aktifitas kelompok. Intervensi : Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih e. TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya. Kriteria Evaluasi : 1) Setelah ....x pertemuan keluarga menyatakan setuju untuk mengikui pertemuan dengan perawat. Intervensi : Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu, tempat dan waktu)



16



2) Setelah …x interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda, gejala dan proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Intervensi : Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga atau kunjungan rumah), Pengertian halusinasi, Tanda dan gejala halusinasi, Proses terjadinya halusinasi, Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi, Obat – obatan halusinasi, Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, Beri informasi waktu control ke rumah sakit dan bagaimana cari bantuan jika halusinasi tidak dapat diatasi di rumah. f. TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik Kriteria Evaluasi : 1) Setelah ....x interaksi klien menyebutkan :Manfaat minum obat, Kerugian tidak minum obat, Nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat Intervensi : Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat. 2) Setelah ....x interaksi klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar. Intervensi : Pantau klien saat penggunaan obat 3) Setelah ….x interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter Intervensi : Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.



16



BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan sensori persepsi adalah ketidakmampuan individu dalam membedakan rangsang eksternal seperti : iklim, bunyi, situasi alam sekitar dengan rangsang internal seperti pikiran, perasaan dan kenyataan serta tidak dapat mengevaluasi pengalaman secara aktual. Gangguan sensori persepsi terjadi sebagai akibat dari adanya perubahan proses fikir, persepsi, afek, kegiatan motorik dan sosial. Halusinasi merupakan suatu persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indra yang dirasakan individu tanpa adanya stimulus yang nyata. Halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa adanya obyek yang nyata. B. Saran Agar mahasiswa mampu memahami dalam Asuhan Keperawatan pada Klien Jiwa dengan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi didalam lingkungan kesehariannya maupun dengan klien dalam menyembuhkan suatu masalah yang dialami oleh kliennya sendiri.



17



DAFTAR PUSTAKA Purwanto, Teguh, dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Jakarta : Graha Ilmu. Kusumawati, Farida. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika. Stuart, G.W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Cetakan I. Jakarta : EGC. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Volume 45, 2010-2011. Jakarta : ISFI. Yosep, Iyus. 2011. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung : Revika Aditama. Keliat, Budi anna. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC