ASKEP GERONTIK Depresi PD Lansia KL 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI



Disusun oleh: Kelompok 3 FEBY SEPTI MUSWARI



(1710142010006)



MAYANG AFRIOLA



(1710142010015)



MERI ARDIANTI



(1710142010016)



RIKA OKTA WISMA



(1710142010033)



TIOVANNY OKTAVIA D (1710142010040) TIOVYNNA OKTAVIA D (1710142010041) ZAINUL EFINA



(1710142010044)



Dosen Pembimbing: NS. Ade Sriwahyuni SY, S.Kep, MNS



PRODI S1 KEPERAWATAN STIKES YARSI BUKITTINGGI SUMBAR T.A 2020/2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayahNya lah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah keperawatan gerontik ini yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Depresi" ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini juga kami berterimakasih atas bimbingan dan masukan dari semua pihak yang telah member kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini baik itu secara langsung mau pun tidak langsung. Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi kalimat, isi maupun dalam penyusunan.Oleh Karena itu, kritik dan saran yang membangun dari dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.



Bukittinggi, 30 November 2020



Penyusun



DAFTAR ISI COVER KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..............................................................................................................4 1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................5 1.3.Tujuan Penulisan............................................................................................................5



BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1



Konsep Lanjut Usia.................................................................................................,.7 2.1.1 Pengertian Lansia ............................................................................................7 2.1.2 Batasan Lansia ................................................................................................7 2.1.3 Karakteristik Lansia ........................................................................................7 2.1.4 Klasifikasi Lansia ..........................................................................................8 2.1.5 Proses Menua ..................................................................................................8



2.2



Konsep Depresi ........................................................................................................9 2.2.1 Definisi Depresi...............................................................................................9 2.2.2 faktor penyebab Depresi ................................................................................10 2.2.3 Tanda Dan Gejala Depresi..............................................................................10 2.2.4 WOC Depresi pada lansia................................................................................13 2.2.5 Tingkat Depresi Pada Lansia...........................................................................15 2.2.5 Dampak Depresi Pada Lansia .........................................................................15



2.3



Konsep Psikososial ....................................................................................................16 2.3.1 Definisi Psikososial .........................................................................................16 2.3.2 Faktor Yang Mendasari Interaksisosial ...........................................................17 2.3.3 Skala Pengukuran Psikososial .........................................................................18



2.4



skala pengukuran depresi pada lansia .....................................................................19



2.5.



Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia....................................................................20



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI 3.1



Pengkajian................................................................................................................22



3.2



Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi...................................................................23



3.3



Klasifikasi Data.........................................................................................................25



3. 4



Diagnosa Keperawatan



................................................................................................................................................. ......26 3.5



Rencana Tindakan Keperawatan...............................................................................26



BAB IV PENUTUP 4.1



Kesimpulan................................................................................................................33



4.2



Saran..........................................................................................................................33



DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................34



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Lanjut usia adalah seseorang yang usianya mencapai lebih dari sama dengan 60 tahun berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Kemenkes, 2016). Menurut WHO, lansia dibagi menjadi tiga kategori yaitu, usia lanjut (60-70 tahun), usia tua (75-89 tahun) dan usia sangat lanjut (>90 tahun). Seorang lansia akan mengalami kemunduran secara fisik dan psikis. Aspek fisik dan psikis pada proses penuaan memiliki keterkaitan yang erat. Pada lansia, menurunnya kemampuan merespon stres dan perubahan fisik menempatkan mereka pada resiko terkena penyakit dan perburukan fungsional. Proses menua merupakan proses alamiah yang telah melalui tiga tahap kehidupan diantaranya masa anak, masa dewasa, dan masa tua. Tiga tahap ini memliki perbedaan baik biologis maupun psikologis (Mubarok dkk, 2011). Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut usia. Masalah tersebut ditandai dengan perasaan sedih mendalam yang berdampak pada gangguan interaksi sosial. Tidak jarang gejala depresi juga berupa gangguan fisik seperti insomnia dan berkurangnya napsu makan. Depresi seringkali tidak terdeteksi pada lanjut usia karena dianggap sebagai akibat dari proses penuaan dan penyakit kronis yang dialami oleh lanjut usia. Depresi yang sering dialami lansia tersebut juga menyebabkan gangguan mekanisme koping pada penderitanya, kebanyakan pada klien lansia dengan depresi mengalami koping individu yang tidak efektif (Irawan, 2013). Deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup bagi lanjut usia (Dewi, 2014). Menurut WHO (2013), depresi merupakan gangguan psikologis terbesar ketiga yang diperkirakan terjadi pada 5% penduduk di dunia. Penelitian yang dilakukan oleh Pracheth &Chowti (2013) di India, memberikan hasil dari 218 lanjut usia yang diteliti, terdapat 64 orang (29,36%) yang mengalami depresi. Di Indonesia, belum ada penelitian yang menyebutkan secara pasti tentang jumlah prevalensi lanjut usia yang mengalami depresi. Namun peningkatan jumlah penderita depresi dapat diamati bertambah dari waktu ke waktu melalui peningkatan jumlah kunjungan pasien yang berobat ke



pelayananan kesehatan maupun peningkatan obat psikofarmaka yang diresepkan oleh dokter (Hawari, 2013).



1.2. Rumusan Masalah 1)



Apa saja Pengertian, Batasan, Karakteristik dan Klasifikasi Lansia ?



2)



Bagaimana Proses Menua ?



3)



Apa yang dimaksud dengan Depresi ?



4)



Apasaja faktor penyebab Depresi ?



5)



Bagaimana Tanda Dan Gejala Depresi ?



6)



Apasaja Tingkat Depresi Pada Lansia ?



7)



Bagaimana Dampak Depresi Pada Lansia?



8)



Apa itu Psikososial pada lansia ?



9)



Apasaja Faktor Yang Mendasari Interaksisosial ?



10)



Pengukuran Psikososial



11)



Bagaimana Skala Pengukuran Depresi Pada Lansia ?



12)



Bagaimana Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia ?



13) Bagaimana Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Depresi ?



1.3.Tujuan Penulisan 1)



Mahasiswa memahami Pengertian, Batasan, Karakteristik dan Klasifikasi Lansia



2)



Mahasiswa mampu memahami Proses Menua



3)



Mahasiswa mampu memahami Apa yang dimaksud dengan Depresi



4)



Mahasiswa mampu memahami faktor penyebab Depresi



5)



Mahasiswa mampu memahami Tanda Dan Gejala Depresi



6)



Mahasiswa mampu memahami Tingkat Depresi Pada Lansia



7)



Mahasiswa mampu memahami Dampak Depresi Pada Lansia



8)



Mahasiswa mampu memahami Psikososial pada lansia



9)



Mahasiswa mampu memahami Faktor Yang Mendasari Interaksisosial



10)



Mahasiswa mampu memahami skala Pengukuran Psikososial



11)



Mahasiswa mampu memahami Skala Pengukuran Depresi Pada Lansia



12)



Mahasiswa mampu memahami Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia



13) Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Depresi



BAB II TINJAUAN TEORITIS



2.1 Konsep Lanjut Usia 2.1.1 Pengertian Lansia Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo&Martono, 2004). Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun sosial (Nugroho, 2012). 2.1.2 Batasan Lansia Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Batasan lansia meliputi : a) Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59tahun b) Lanjut usia (elderly) usia antara 60 sampai 74 tahun c) Lanjut usia tua (old) usia antara 75 sampai 90 tahun d) Usia sangat tua (very old) usia di atas 90 tahun Jadi lanjut usia dapat kita artikan sebagai kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya. 2.1.3 Karakteristik Lansia Lansia memiliki karakteristik yaitu berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari dari rentang sehat sampai sakit, kebutuhan biopsikososial dan spiritual, kondisi adaptif sehingga kondisi maladaptif (maryam,2008).



2.1.4 Klasifikasi Lansia Menurut DepKes RI 2013 klasifikasi lansia terdiri dari : a) Pra lansia yaitu seorang yang berusia antara 45-59 tahun b) Lansia ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih c) Lansia resiko tinggi ialah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan d) Lansia potensial ialah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa e) Lansia yang tidak potnsial ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada orang lain



2.1.5 Proses Menua Proses menua merupakan suatu proses yang wajar, bersifat alami dan pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur panjang (Nugroho,2000). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (stanley and patricia,2006).



2.2 Konsep Depresi 2.2.1 Definisi Depresi Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal, putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi (Wahyulingsih dan Sukamto, 2004). Depresi merupakan suatu gangguan mood. Mood adalah suasana perasaan yang meresap dan menetap yang dialami secara internal dan yang mempengaruhi perilaku seseorang dan persepsinya terhadap dunia (Sadock & Sadock, 2007). Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan



pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010)



2.2.2 faktor penyebab Depresi Depresi lebih banyak dijumpai pada seseorang dengan kepribadian tertentu, sedang kepribadian banyak ditentukan oleh genetik. Pada keluarga yang salah satu orangtuanya mengalami depresi akan berpeluang 10-15% untuk memiliki anak yang akan menderita depresi dikemudian hari. Seseorang yang sehat kepribadian dan jiwanya, bisa saja menderita depresi apabila yang bersangkutan tidak mampu menanggulangi



stressor



psikososial



yang



dialami.



Lansia



yang



selalu



berkomunikasi dengan keluarga dapat mengurangi terjadinya depresi pada lansia (Akbar, 2017). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan depresi (Tailor, 2006) seperti: a) Faktor Biologis Berdasarkan faktor biologis, faktor genetik menjadi penyebab timbulnya depresi. Depresi lebih sering terjadi pada orang yang mempunyai riwayat trauma, kekerasan seksual, kekerasan fisik, cacat fisik, dan penyakit kronis. b) Faktor Psikososial Berdasarkan faktor psikososial, terdapat empat kategori yang berpotensi menyebabkan depresi, yaitu: stress, perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan, pertahanan yang ekstrim melawan stress dan pengaruh hubungan interpersonal dari gangguan afektif. Stress dengan faktor pencetus karena depresi biasanya terjadi karena adanya stressor. Menurut (Friedman 1998 dalam Kristiyaningsih 2011) stress sangat rentan terjadi pada lanjut usia karena faktor kehilangan, penurunan kesehatan fisik, dan kurangnya dukungan dari keluarga. Stress pada usia lanjut, akan mempengaruhi koping pada lansia tidak adekuat. Koping yang tidak adekuat dalam menghadapi masalah, yang akan menyebabkan krisi yang bertumpuk dan berkepanjangan yang akhirnya dapat menimbulkan gejala depresi.



c) Faktor Kognitif Pendekatan kognitif memberikan sudut pandang lain terhadap gangguan suasana hati. Individu-individu yang depresi memiliki pikiran yang positif. Mereka memaknai hidup mereka dalam cara-cara memukul diri sendiri dan memiliki harapan negatif tentang masa depan mereka. Faktor penyebab depresi pada lansia (lilil ma’rifatul,2011) a) Penurunan fungsi organ Penyebab depresi pada lansia ialah terjadi penurunan fungsi organ tubuh secara lahiriah karena faktor usia. Penyakit dan kecacatan, sakit kronis atau berat,penurunan kognitif, kerusakan pada citra tubuh karena operasi atau penyakit.Semua hal itu dirasakan oleh para lansia, kondisi ini yang memicu terjadinya depresi pada lansia. b) Kesepian dan Interaksi sosial Anak-anak yang sudah besar, menikah dan membangun rumah tangga sendiri, merupakan salah satu penyebab kesepian dan merasa terisolir pada diri lansia. Berkurangnya lingkaran sosial karena kematian, turunnya mobilitas karena sakit atau kehilangan kendali dan penurunan fungsi fisik. Begitu juga dengan lansia yang berada dipanti sosial, sering mengalami interaksi sosial yang terganggu karena keadaan fisik, mental, dan situasi yang ada di lingkungannya. c) Kehilangan kehilangan yang mencakup kejadian nyata atau hanya khayalan (yang diakibatkan persepsi seseorang terhadap kejadian), seperti kasih sayang, kehilangan orang yang berarti, fungsi sisik, harga diri, dan dapat juga mencakup kehilangan teman lama, kenangan terindah, dan tetangga yang baik, Kehilangan pasangan hidup, kehilangan teman dekat, dan kehilangan anggota tubuh karena penyakit. Faktor kehilangan menyebabkan stres yang berlebihan dan berkepanjangan, kehilangan salah satu penyebab terjadinya depresi pada lansia. 2.2.3 Tanda Dan Gejala Depresi



Klien yang mengalami depresi biasanya diawali dengan persepsinya yang negatif terhadap stressor. Klien menganggap masalah sebagai sesuatu yang 100% buruk. Hampir semua masalah yang muncul dianggap negatif. Karena persepsi yang salah tersebut maka akan menuntun untuk berfikir dan bertindak salah. Pikiran yang selalu muncul adalah “saya sial, saya menderita, saya tidak mampu, tidak ada harapan lagi, semua buruk”, kondisi ini diperburuk dengan tidak adanya support system yang adequateseperti keluarga, sahabat, ibu, tetangga, adanya tabungan, terutama keyakinannya pada yang maha kuasa. Munculah fase akumulasi stressor dimana stressor yang lain turut memperburuk keadaan. a) Gejala depresi menurut Gallo & Gonzales (2001)   Kecemasan dan kekhawatiran  Keputusasan dan keadaan tidak berdaya  Masalah-masalah somatik yang tidak dapatdijelaskan  Iritabilitas  Kepatuhan yang rendah terhadap terapi medis atau diet  Psikosis b) Gejala fisik yang menyertai depresi dapat bermacam-macam seperti sakit kepala,berdebar-debar,



sait



pinggang,



gangguan



gastrointestinal,



dan



sebagainya. Sedangkan menurut greg wilkinso, gejala depresi terbagi atas :  Suasana hati sedih, kecewa, mudah tersinggung, putus asa, perubahan suasana hati, rasa cemas dan tegang, menangis, murung.



 Fisik Merasa kondisi menurun, lelah, pegal-pegal, kehilangan nafsu makan, sakit, gangguan tidur, kehilangan berat badan, tidak bisa bersantai, berdebar-debar dan berkeringat, agitasi dan konstipasi. c) Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari



 Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan.  Menghindari membuat keputusan.  Menunda pekerjaan rumah.  Penurunan aktivitas fisik dan latihan.  Penurunan perhatian terhadap diri sendiri.  Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.



2.2.4 WOC Depresi Pada Lansia2.2.4 WOC Depresi Pada Lansia



Faktor Fisik



Faktor Genetik



Faktor Usia



Faktor Gender



Terdapat keluarga yg Depresi



Bertamabah tua usia



Hormon estrogen terbanyak pada wanita



Gen Menurun pada keturunan nya



Penurunan produksi hormon estrogen



Sistem dopaminergik terganggu



Faktor psikologis



Etiology



Penyakit kronis



Penyakit yang susah sembuh dan kambuhan



Lansia yang menderita fisik



Stress Tekanan dari masalah yg dihadapi



Koping menghadapi stress inefektif



Harga diri



Harapan yang negatif untuk masa depan pandangan yang negatif terhadap diri sendiri



Pola pikir



Kepribadian



Cara menyelesaikan masalah inefektif



Kepribadian dependen



Masalah tidak diselesaikan



Dopamin menurun Stress yang tidak dapat dihadapi



Mudah stress



Pasangan hidup yang telah Tiada Tempat bergantung tidak ada



DEPRESI pada Lansia



Gejala Depresi Lansia Kelliat (1996)



Afektif



Fisiologik



Kognitif



Perilaku



Merasa tertekan



Menurun nya nafsu makan (anoreksia)



Sulit memfokuskan sesuatu



Emosi Labil



Kehilangan semangat dan murung



Keputusasaan



Mengabaikan diri sendiri



MK: Defisit perawatan diri



Ansietas



Menyendiri MK: Isolasi sosial



Kurang Energi Aktifitas menurun MK: Intoleran aktivitas Pusing dirasakan lama



Nutrisi untuk tubuh berkurang



MK: Anemia nutrisi ke otak berkurang



Penurunan berat badan



pusing



kehilangan minat dan motivasi menarik diri



MK: Nyeri kronis



MK: Isolasi sosial



Pesimis



Agresif



Kurang percaya diri



MK: Resiko perilaku kekerasan



Ada pikiran cenderai diri



Agresif, mudah menangis, dan menarik diri



MK: Ganggan pola tidur



Cepat marah



Merasa bersalah



MK: Nyeri akut Saat akan tidur terasa pusing



Mudah tersinggung



Sulit memutuskan tindakan



Badan bertambah kurus MK: Gangguan citra tubuh



Sulit menerima informasi



Kebingungan



MK: Resiko cedera



Muncul masalah



Tidak dapat diselesaikan MK: Ketidakefektifan koping



2.2.5 Tingkat Depresi Pada Lansia Menurut (Maslin, 1997 dalam Lilik Ma’rifatul, 2011) , tingkatan depresi ada tiga berdasarkan gejala-gejalanya yaitu: a) Depresi Ringan Gejalanya:  Kehilangan minat dan kegembiraan  Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.  Konsentrasi dan perhatian yang kurang  Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang  Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu  Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya. b) Depresi Sedang Gejalanya:  Kehilangan minat dan kegembiraan  Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas  Kosentrasi dan perhatian yang kurang  Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang  Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna  Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis  Lamanya kejala tersebut berlangsung minimum sekitar 2 minggu  Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan dan urusan rumah tangga c) Depresi berat Gejalanya:  Mood depresif  Kehilangan minat dan kegembiraan



 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas  Konsentrasi dan perhatian yang kurang  Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna  Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis  Perbuatan yang membahayakan dirinya atau bunuh diri  Tidur terganggu  Disertai waham, dan halusinasi  Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu. 2.2.6 Dampak Depresi Pada Lansia Pada  usia lanjut depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan dengan penyakit lain hendaknya ditangani dengan sungguh-sungguh karena bila tidak diobati dapat memperburuk perjalanan penyakit dan prognosis. Pada depresi  dapat dijumpai hal-hal sepertidibawah ini (Mudjaddid, 2003): a) Depresi dapat meningkatkan angka kematian pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler. b) Pada depresi timbul ketidakseimbangan hormonal yang dapat memperburuk penyakit kardiovaskuler. Misalnya peningkatan hormon adrenokortikotropin akan meningkatkan kadar kortisol. c) Metabolisme serotonin yang terganggu pada depresi akan menimbulkan efek trombokinase d) Perubahan  suasana  hati (mood)  Berhubungan



dengan



gangguan



respons



imunitas termasuk perubahan fungsi limfosit dan penurunan jumlah limfosit. e) Pada depresi berat terdapat penurunan aktivitas sel natural  killer. f) Pasien depresi meunjukkan kepatuhan yang buruk pada program pengobatan maupun rehabilitas. Depresi pada lansia yang tidak ditangani dapat berlangsung bertahun-tahun dan dihubungkan dalam fungsi sosial



dengan



kualitas hidup yang jelek, kesulitan



dan fisik, kepatuhan yang jelek terhadap terapi, 



dan



meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat bunuh diri dan penyebab lainnya



(Unützer,  2007).Beberapa penelitian menunjukkan bahwa  depresi  pada lansia menyebabkan  peningkatan penggunaan rumah sakit dan outpatient  medical  services (Blazer, 2003).



2.3 Konsep Psikososial 2.3.1 Definisi Psikososial Psikososial merupakan perkembangan ilmu pengetahuan yang baru, dan merupakan cabang dan ilmu pengetahuan psikologi pada umumnya. Ilmu tersebut menguraikan tentang kegiatan-kegiatan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti situasi kelompok, situasi masa dan sebagainya termasuk di dalamnya interaksi antar orang dan hasil kebudayaannya. Interaksi ini baik antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok yang dapat berjalan lancar atau dpat pula tidak. Interaksi aka berjalan lancar bila masing-masing pihak memiliki penafsiran yang sama atas pola tingkah lakunya, dalam suatu struktur kelompok sosial (Ahmadi, 2009). Pengertian psikososial ini berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dikemukakan seperti oleh Hubert Bonner (dalam Ahmadi, 2009) yang menyebutkan bahwa psikososial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia. Bonner lebih menitikberatkan pada tingkah laku individu, bukan tingkah laku sosial. Tingkah laku itulah yang pokok, yang menjadi sasaran utama dalam mempelajari psikologi sosial. 2.3.2 Faktor Yang Mendasari Interaksisosial Psikososial erat kaitannya dengan interaksi sosial baik dari masing-masing individu maupun interaksi individu dengan lingkungan sosialnya. Interaksi sosial ini terbentuk berdasarkan (Ahmadi, 2009) a) Faktor imitasi Gabriel Tarde (dalam Ahmadi) menyebutkan bahwa kehidupan sosial sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi saja. Faktor imitasi ini terdapat dalam berbagai ragam kehidupan yang dapat berupa bahasa, berpakaian, adat



dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. b) Faktor sugesti Faktor psikis ini ialah pengaruh psikis, baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Faktor sugesti dalam dunia psikologi meliputi :  auto sugesti, yaitu sugesti terhadap diri yang datang dari dirinya sendiri.  Hereto sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain. Baik auto sugesti maupun hetero sugesti dalam kehidupan sehari-hari memegang peranan yang cukup penting. Dalam dunia psikologi sosial peranan hetero sugesti akan lebih menonjol daripada auto sugesti. psikologi sosial banyak individu-individu menerima sesuatu cata atau pun pedomanpedoman, pandangan, norma-norma dan sebagainya dari orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu terhadap apa yang diterima itu. c) Faktor Identifikasi Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Misalnya identifikasi seoarang anak laki-laki untuk menjadi sama seperti ayahnya atau seorang anak perempuan untuk menjadi sama dengan ibunya. Proses identifikasi ini mula-mula berlangsung secara tidak sadar kemudian irasional, yaitu berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan yang ketiga identifikasi berguna untuk melengkapi sistem norma-norma, cita-cita dan pedoman-pedoman tingkah laku orang yang mengidentifikasi itu. d) Faktor simpatik Simpatik adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul atas dasar logis rasional, melainkan berdasarka penelitian peraaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang tiba-tiba dapat merasa tertarik kepada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan caracara bertingkah laku menarik baginya.



2.3.3 Pengukuran Psikososial Pengukuran gejala psikososial ini didasarkan pada indicator hilangnya peran sosial, penurunan kesehatan, penurunan kepercayaan diri, penurunan fungsi kognitif dan kesepian (Kaplan, 2010, Kane, 2001).



2.4 Skala pengukuran depresi pada lansia Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan diberbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavagepada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % danspecificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 510 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatik yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan.



2.5. Penatalaksanaan Depresi Pada Lansia a) Terapi fisik  Obat Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.



 Terapi Elektrokonvulsif (ECT) Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral untuk mengurangi confusion/memory problem.Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood(sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk mencegah kekambuhan. b) Terapi Psikologik  Psikoterapi Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan bersamasama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun kognitif behavior sama keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti, namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi persoalannya serta lebih percaya diri.  Terapi kognitif Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan merubah perilaku dan pola pikir.  Terapi keluarga Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki



sikap/struktur



penyembuhan pasien.



dalam



keluarga



yang



menghambat



proses



 Penanganan Ansietas (Relaksasi) Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau melalui tape recorder. Teknik ini dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini diperlukan kursus singkat terapi relaksasi. Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia dan masyarakat, yaitu: a) Diri Sendiri (Lansia)  Berfikir positif  Terbuka bila ada masalah  Menerima kondiri apa adanya  Ikut Kegiatan pengajian  Tidur yang cukup  Olahraga teratur  Optimis  Rajin beribadah  Latihan relaksasi  Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan b) Keluarga  Dukung lansia tetap berkomunikasi  Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali  Mendengarkan keluahan lansia  Berikan bantuan ekonomi  Dukung kegiatan lansia  Ikut serta anak dan cucu merawat lansia  Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan c) Masyarakat  Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia  Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia  Support group



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI



3.1 PENGKAJIAN a) Identitas diri klien b) Struktur keluarga : Genogram c) Riwayat Keluarga d) Riwayat Penyakit Klien Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik adanya tanda dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis. a) Kaji adanya depresi. b) Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat, seperti geriatric depresion scale. c) Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan d) Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga. Lakukan observasi langsung terhadap: a) Perilaku.  Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari?  Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima secara sosial?  Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir?  Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration phenomena? b) Afek  Apakah kilen menunjukkan ansietas?  Labilitas emosi?  Depresi atauapatis?   lritabilitas?  Curiga?



 Tidak berdaya?  Frustasi?



c) Respon kognitif  Bagaimana tingakat orientasi klien?  Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau yang sudah lama terjadi?  Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?  Kurang mampu membuat penilaian?  Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia? Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga a) Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut. b) Identifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain. c) Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan). d) Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga. e) Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan tentang dirinya sendiri 3.2 MENGKAJI KLEN LANSIA DENGAN DEPRESI a) Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia. Untuk dapat membina hubungan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien. 2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien. 3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.



4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan. 5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas tersebut. 6) Bersikap empati dengan cara:  Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan menunjukkan perhatian  Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan menjawab  Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik  Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada klien. b) Mengkaji pasien lansia dengan depresi Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan teknik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti: 1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan diri kurang) 2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung, lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi. Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat yaitu apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri. Bila data tersebut saudara peroleh, data subjektif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale). 3.3 KLASIFIKASI DATA a) Data Subjektif 1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara. 2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan dada, anoreksia, sakit punggung, pusing. 3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri. 4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.



b) Data Objektif 1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk dengan sikap yang merosot. 2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang diseret. 3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor. 4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering menangis. 5)  Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak mempunyai daya khayal. Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan psikomotor 3.4 Diagnosa Keperawatan. A. Defisit perawatan diri B. Gangguan citra tubuh C. Ganggguan pula tidur D. Isolasi sosial E. Nyeri kronis F. Resiko cedera G. Resiko perilaku kekerasan H. Intoleransi aktifitas I. Nyeri akut J.



Koping tidak efektif



3.5 Perencanaan Keperawatan



n o 1



DIAGNOSA Defisit Perawatan Diri bd



SLKI



SIKI



Tujuan: Setelah Dukungan Perawatan Diri dilakukan tindakan Observasi: keperawatan 3x24  Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri jamdiharapkan sesuai usia



D.0109



perawatan meningkat



diri



Kriteria Hasil: 1. kemampuan mandi meningkat 2. kemampuan mengenakan pakaian meningkat 3. kemampuan makan 4. kemampuan ke toilet (BAK/BAB) 5. verbalisasi keinginan melakukan perawatan diri 6. mempertahankan kebersihan mulut



2



Gangguan Citra Tubuh D.0083



Citra Tubuh Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan citra tubuh meningkat. Kriteria Hasil: 1. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh 2. Verbalisasi kekhawatiran pada reaksi orang lain 3. Melihat bagian tubuh



 



Monitor tingkat kemandirian Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan Terapeutik:  Sediakan lingkungan yang teraupetik  Siapkan keperluan pribadi  Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri  Fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan  Jadwalkan rutinitas perawatan diri Edukasi  Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsisten sesuai kemampuan



Promosi Citra Tubuh Observasi:  Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan  Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial  Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri Edukasi  Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh  Anjurkan menggunakan alat bantu (mis.wig,kosmetik)  Anjurkan mengikuti kelompok pendukung  Latih fungsi tubuh yang dimiliki Terapeutik:  Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya  Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri  Diskusikan cara mengembangkan harapan citra



3



Gangguan Pola Tidur D.0055



4. menyentuh bagain tubuh Pola tidur Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan pola tidur membaik Kriteria hasil : 1. keluhan sulit tidur 2. keluhan sering terjaga 3. keluhan tidak puas tidur 4. keluhan pola tidur berubah 5. keluhan istirahat tidak cukup



4



Isolasi Sosial D.0121



Keterlibatan Sosial Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan keterlibatan social meningkat Kriteria hasil : 1. minat interaksi 2. verbalisasi sosial 3. verbalisasi ketidakamanan ditempat umum 4. perilaku menarik



tubuh secara realistis Dukungan Tidur Observasi:  Identifikasi pola aktivitas dan tidur  Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)  Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. kopi, teh, alkohol, makanan mendekati waktu tidur, minum banyak air sebelum tidur)  Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi Terapeutik:  Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)  Batasi waktu tidur siang, jika perlu  Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur  Tetapkan jadwal tidur rutin  Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi, terapi akupresur)  Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga Edukasi  Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit  Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur  Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu tidur  Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM  Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. psikologis:gaya hidup, sering berubah shift bekerja)  Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya Promosi sosialisasi Observasi:  Identifikasi kemampuan melakukan interaksi dengan orang lain  Identifikasi hambatan melakukan interaksi dengan orang lain Terapeutik:  Motivasi meningkatkan keterlibatan dalam suatu hubungan  Motivasi kesabaran dalam mengembangkan suatu hubungan  Motivasi berpartisipasi dalam aktivitas baru dan kegiatan kelompok



diri



5



Nyeri kronis D.0078



Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri kronis dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. keluhan nyeri 2. meringis 3. sikap protektif 4. gelisah 5. kesulitan tidur







Motivasi berinteraksi diluar lingkungan (mis.jalan-jalan, ketoko buku)  Diskusikan kekuatan dan keterbatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain  Diskusikan perencanaan kegiatan dimasa depan  Berikan umpan balik positif dalam perawatan diri  Berikan umpan balik positif pada setiap peningkatan kemampuan Edukasi  Anjurkan berinteraksi dengan orang lain secara bertahap  Anjurkan ikut serta kegiatan social dan kemasyarakatan  Anjurkan berbagi pengalaman dengan orang lain  Anjurkan meningktakan kejujuran diri dan menghormati hak orang lain  Anjurkan penggunaan alat bantu (mis.kacamata dan alat bantu dengar)  Anjurkan membuat perencanaan kelompok kecil untuk kegiatan khusus  Latih bermain peran untuyk meningkatkan keterampilan komunikasi  Latih mengekspresikan marah dengan tepat Observasi  Idetifikasi



Resiko cedera D.0136



Status nutrisi Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam keparahan cedera yang diamati atau dilaporkan menurun



durasi,



frequensi,kualitas, intensitas nyeri 



Identifikasi skala nyeri







Identifikasi skala non verbal







Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri







Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan



Teraupetik  Berikan 6



lokasi,karakteristik,



teknik



nonfarmakologis



untuk



mengurangi rasa nyeri Manajemen keselamatan lingkungan Observasi  Identifikasi kebutuhan keselamatan 



Monitor lingkungan



Teraupetik



perubahan



status



keselamatan



Kriteria hasil: 1. kejadian cedera menurun 2. luka atau lecet 3. pendarahan 4. fraktur







Hilangkan



bahaya



keselamatan



jika



memungkinkan 



Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan resiko







Sediakan alat bantu keamanan lingkungan







Gunakanan perangkat pelindung



Pencegahan cidera Observasi  Identifikasi



obat



yang



berpotensi



menyebabkan cidera 



Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstermitas bawah



Teraupetik  Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat inap 



Sediakan alas kaki antislip







Tingkatkan



frekuensi



observasi



dan



pengawasan pasien sesuai kebutuhan 7



Risiko Perilaku Kekerasan D.00146



Control diri Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan control diri meningkat Kriteria hasil : 1. Verbalisasi ancaman kepada orang lain 2. Verbalisai umpatan 3. Perilaku menyerang 4. Perilaku malukai diri sendiri/orang lain 5. Perilaku merusak lingkungan sekitar



Pencegahan Perilaku Kekerasan Observasi:  Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan (mis.benda tajam, tali)  Monitor keamanan barang yang dibawa oleh pengunjung  Monitor selama penggunaan barang yang dapat membahayakan (mis,pisau cukur) Terapeutik:  Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin  Libatkan keluarga dalam perawatan Edukasi  Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk mendukung keselamatan pasien  Latih cara mengungkapkan perasaan secara asertif  Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan non verbal (mis,relaksasi, bercerita)



6. Perilaku agresif/amuk 7. bicara ketus 8



Intoleransi aktifitas D.0056



Setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat Kriteria hasil : Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari Kekuatan tubuh bagian tatas dan bawah meningkat Keluhan lelah menurun Dyspnea saat aktivitas menurun



Manajemen energi : observasi  Identifikasi gangguan



fungsi



tubuh



yang



mengakibatkan kelelahan 



Monitor pola dan jam tidur







Monitor kelelahan fisik dan emosional



Edukasi :  Anjurkan tirah baring 



Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap



Terapeutik : - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus -



Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/aktif



-



Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan



-



Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,jika tidak dapat berpindah atau berjalan



Kolaborasi : kolaborasi 9



Nyeri akut D.0077



Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan : Utama :  Tingkat nyeri Tambahan :  Kontrol nyeri  



dengan



ahli



gizi



tentang



meningkatkan asupan makanan Manajemen nyeri Observasi : -



Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,inten sitas nyeri



-



Identifikasi skala nyeri



Penyembuhan



-



Identifikasi respon nyeri non verbal



luka



-



Identifikasi



faktor



yang



memperbrat



dan



memperingan nyeri



Status kenyamanan



cara



-



Identifikasi pengetahuandan keyakinan tentang nyeri



-



Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup



-



Monitor efek samping penggunaan analgetik



Terapeutik :



-



Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri



-



Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri



-



Fasilitasi istirahat dan tidur



-



Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri



Edukasi : -



Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri



-



Jelaskan strategi meredakan nyeri



-



Ajarkan



teknik



nonfarmakologis



untuk



mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1 0



Koping tidak efektif D.0096



Status koping Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan koping membaik Kriteria hasil : 1. kemampuan memenuhi peran sesuai usia 2. perilaku koping adaptif 3. Verbalisasi kemampuan mengatasi masalah 4. perilaku asertif 5. verbalisasi menyalahkan orang lain 6. verbalisasi rasionalisasi kegalalan



- Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu Observasi :  Identifikasi persepsi mengenai masalah saat pembuatan keputusan kesehatan Teraupetik  Fasilitasi mengkalsifikasi nilsi dan harapan yg membantu membuat kesehatan  Diskusikan kelebihan dan kekurangan dari setiap solusi  Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yg diharapkan  Fasilitasi hubungan antara pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya



BAB IV



PENUTUP



4.1 Kesimpulan Depresi merupakan masalah psikologis yang banyak terjadi pada lanjut usia. Depresi seringkali tidak terdeteksi pada lanjut usia karena dianggap sebagai akibat dari proses penuaan dan penyakit kronis yang dialami oleh lanjut usia. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya yang usianya mencapai lebih dari sama dengan 60 tahun. 4.2 Saran Diharapkan setelah mempelajari makalah seminar “asuhan keperawatan depresi lansia” pembaca khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti dan mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan sesuai rencana keperawatan secara komprehensif.



DAFTAR PUSTAKA



http://akpersehat-binjai.ac.id/data/1544754425.pdf https://www.academia.edu/14546510/Asuhan_Keperawatan_Lansia_Dengan_Depresi https://olhachayo.files.wordpress.com/2014/09/askep-depresi-pd-lansia. http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/153/jtptunimus-gdl-ikapurnawa-7619-3-bab2.pdf http://repository.um-surabaya.ac.id/368/1/PENDAHULUAN.pdf http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3660/10/BAB%20I.pdf http://repository.ump.ac.id/1268/3/MAOLA%20SABILA%20JAZMI%20BAB%20II.pdf Desi Artika. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Psikologi Dan Psikososial. http://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/viewFile/447/269 http://ejurnal.poltekkestasikmalaya.ac.id/index.php/BMI/article/viewFile/5/ Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta : PPNI