4 0 352 KB
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN INFEKSI TORCH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sistem Reproduksi II”
Disusun oleh:
1.
Apriliani Yuva K.S.D
(1401036)
2.
Cindy Indra Merry
(1401038)
3.
Dewi Widayanti
(1401041)
STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN Prodi S1 Keperawatan Tahun Ajaran 2016/2017
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Infeksi TORCH (toksoplasma, rubela, cytomegalovirus/CMV dan herpes simplex) adalah sekelompok infeksi yang dapat ditularkan dari wanita hamil kepada bayinya. Ibu hamil yang terinfeksi TORCH berisiko tinggi menularkan kepada janinnya yang bisa menyebabkan cacat bawaan. Dugaan terhadap infeksi TORCH baru bisa dibuktikan dengan melakukan pemeriksaan darah atau skrining. Jika hasilnya positif, atau terdapat infeksi aktif, selanjutjnya disarankan pemeriksaan diagnostik berupa pengambilan sedikit cairan ketuban untuk diperiksa di laboratorium. TORCH adalah istilah yang mengacu kepada infeksi yang disebabkan oleh (Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus II (HSV-II) dalam wanita hamil. TORCH merupakan singkatan dari Toxoplasma gondii (toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) and other diseases. Infeksi TORCH ini sering menimbulkan berbagai masalah kesuburan (fertilitas) baik pada wanita maupun sehingga menyebabkan sulit terjadinya kehamilan.
B. RUMUSAN MASALAH a. Bagaimana konsep dasar infeksi TORCH pada Ibu hamil ? b. Bagaimana asuhan keperawatan pada Ibu hamil dengan infeksi TORCH ?
C. TUJUAN a. Mahasiswa dapat memahami konsep dasar infeksi TORCH b. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada Ibu hamil dengan infeksi TORCH
BAB II KONSEP DASAR
A. DEFINISI TORCH adalah sebuah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi yang menyebabkan kelainan bawaan, yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit infeksi ini sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah deteksi adanya zat anti (antibodi) yang spesifik taerhadap kuman penyebab infeksi tersebut sebagai respon tubuh terhadap adanya benda asing (kuman. Antibodi yang terburuk dapat berupa Imunoglobulin M (IgM) dan Imunoglobulin G (IgG). a) Toxoplasma Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan atelinga, retardasi mental, kejang-kejang dan ensefalitis.
b) Rubella Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of Obstatrician and Gynecologists, 1981). Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. c) Cytomegalovirus Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.
Pemeriksaan
laboratorium
sangat
bermanfaat
untuk
mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG. d) Herpes Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk
laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus). Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
B. ETIOLOGI a) Toxoplasma Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit yang disebut Toxoplasma gondi yang ditemukan pada hampir semua hewan dan unggas berdarah panas. Kucing adalah inang primernya. Kotoran kucing dan makanan yang berasal dari hewat yang kurang masak, yang mengandung oocysts dari toksoplasma gondi dapat menjadi jalan penyebarannya.
b) Rubella Virus ini menyebar melalui droplet dengan periode inkubasinya adalah sekitar 14 -21 hari.
c) Cytomegalovirus Penularan CMV akan terjadi jika ada kontak langsung dengan cairan tubuh penderita dan transplatasi organ. Virus juga dapat ditularkan kepada bayi melalui sekresi vagina pada saat lahir atau pada saat menyusui. Penularan dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur kehamilan semakin berat gejala pada janinya.
d) Herpes Virus herpes simpleks tipe I dan II merupakan virus hominis DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic dan liokasi klinis.
C. PATOFISIOLOGI a) Toxoplasma Toksoplasma gondii mempunyai 3 fase dalam hidupnya. Tiga fase ini dibagi menjadi 5 tingkat siklus : fase proliferative, stadium kista, fase schizogoni, gametogoni dan fase ookista. Siklus aseksual terdiri dari fase proliferasi dan stadium kista. Fase ini dapat terjadi dalam bermacam macam inang, sedangkan siklus seksual secara spesifik hanya terdapat pada kucing. Kucing menjadi terinfeksi setelah ia memakan mamalia. Kista pada binatang yang terinfeksi menjadi infeksius, jika termakan oleh karnivora dan toksoplasma tersebut masuk melalui usus. Ibu yang mendapat infeksi akut saat kehamilannya dapat menularkannya pada janin melalui plasenta. Imunitas maternal tampaknya memberikan perlindungan terhadap pemularan transplasental parasit tersebut. b) Rubella Virus
sesudah
masuk
melalui
saluran
pernafasan
akan
menyebabkan peradangan pada mukosa saluran pernafasan untuk kemudian menyebar keseluruh tubuh. dari saluran pernafasan inilah virus akan menyebrang ke sekelilingnya. Pada infeksi rubella yang diperoleh post natal virus rubella akan dieksresikan dari faring. Pada rubella yang kongenal saluran pernafasan dan urin akan tetap mengeksresikan virus sampai usia 2 tahun. hal ini perlu diperhatikan dalam perawatan bayi dirumah sakit dan dirumah untuk mencegah terjadinya penularan. Sesudah sembuh tubuh akan
membentuk kekebalan baik berupa antibody maupun kekebalan seluler yang akan mencegah terjadinya infeksi ulangan.
c) Cytomegalovirus Masa inkubasi CMV : 1. Setelah lahir 3 -12 minggu 2. Masa transfuse 3-12 minggu 3. Setelah transplatasi 4 minggu – 4 bulan Urin mengandung CMV dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Virus tersebut dapat tetap aktif dalam tubuh. Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah penyakit ini.
d) Herpes HSV-I menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut, wajah dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebabkan vagina terlihat seperti bercak dengan luka mungkin muncul iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing dan kekuningan pada kulit dan kesulitan bernapas atau kejang. Biasanya hilang dalam 2 minggu infeksi, infeksi pertama HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Gejala yang timbul meliputi nyeri, inflamasi, kemerahan, pembentukan gelembung – gelembung yang berisi cairan bening dengan
pembentukan
keropeng.
Pengaktifan
virus
yang
berdomansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress, depresi , alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa gnital, menstruasi, kurang tidur dan sinar UV.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS a) Toxoplasma -
Pada Ibu Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan beberapa gejala seperti gejala influenza, timbul rasa lelah, malaise dan demam. Gejala – gejala berupa : a. Pyrexia of unknow origin (PUO) b. Lemas dan kelelahan, sakit kepala, rash , perasaan tidak nyaman dan gelisah c. Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior d. Infeksi menyebar ke saraf, otak , korteks dan juga menyerang sel retina mata
-
Pada Janin Dapat terjadi pada janin berupa abortus spontan atau keguguran, lahir mati atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. Pada awal kehamilan infeksi toksoplasma dapat menyebabkan aborsi dan biasanya terjadi secara berulang. Namun bila janin dipertahankan dapat mengakibatkan kondisi lebih buruk ketika lahir berupa : lahir mati, icterus, anemia, perdarahan, radang paru, penglihatan dan pendengaran berkurang, resiko terburuk terjangkitnya infeksi ini pada janin adalah saat infeksi maternal akut terjadi di trimester ketiga (Jones et al., 2001)
b) Rubella Rubella menyebabkan sakit yang ringan ditandai dengan cara seperti ruam , demam dan ISPA. Bayi mengalami viraemia yang menghambat pembelahan sel dan menyebabkan kerusakan perkembangan organ. Janin terinfeksi dalam 8 minggu pertama kehamilan. Oleh karena itu memiliki resiko yang sangat tinggi untuk mengalami multiple defek yang mempengaruhi mata, system kardiovaskuler, telinga dan system saraf. Aborsi spontan mungkin terjadi , kerulian neurosensory
seringkali disebabkan oleh infeksi setelah gestasi 14 minggu dan beresiko kerusakan janin sampai usia 24 minggu. Pada saat lahir, restriksi
pertumbuhan
intrauterine
biasanya
disertai
hepatitis,
trombositopenia dan penyakit neurologis.
c) Cytomegalovirus Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalofirus dapat menyebabkan premature, mikrosefali, IUGR, retardasi mental, hepatosplenomegali, icterus, purpura, trombositopenia, DIC.
Infeksi pada trimester III
berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan pertumbuhan somatic atau pembentukan psikomotor. Akan menimbullkan gejala sebagai berikut : a. Mononukleosis – like syndrome yaitu demam yang tidak teratur selama 3 minggu. Muncul gejala lethargi, malaise dan kelainan hematologi b. Sindroma post transfuse , biremia terjadi 3 – 8 minggu setelah transfuse. Tampak gampaan panas kriptogenik, splenomegaly an kelainan biokimia dan hematologic. c. Penyakit sistemik luas antara lain pneumonitis yang menganjam jiwa yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi kronis dengan thymoma atau pasien dengan kelainan sekunder dari proses imunologi d. Hepatitis anikterik yang terutama terjadi pada anak – anak
d) Herpes Infeksi VHS ini berlangsung dalam 3 tingkatan. 1. Infeksi primer. Tempat predileksi VHS tipe I didaerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira – kira 3 minggu dan sering disertai gejala sistemik. Selain itu juga ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening regional.
Kelaina kinis yang dijumpai berulpa vesikel yang berkelompok diatas kulit yang semab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat menjadi kusta dan kadang – kadang mengalami ulserasi yang dangkal. 2. Fase laten. Pada fase ini tidak ditemukan gejala klinis, tetapi VHS dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis 3. Infeksi rekurens, hal ini berarti VHS pada ganglion dorsalis yang dalam keadaan tidak aktif dengan mekanisme pacu menjadi aktif dan mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu itu dapat berupa trauma fisik dan dapat timbul akibat jenis makanan dan minuman yang merangsang. Gejalal klinis yang timbul lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung kira – kira 7 sampai 10 hari. Sering ditemukan gejala prodromal likal sebelum timbul vesikel berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat disekitarnya.
F. PENATALAKSANAAN a) Toxoplasma Pengobatan antibiotic untuk mengurangi risiko kelainan pada janin yang dikandung. Pencegahan yang perlu dilakukan : 1. Menggunakan sarung tangan kalau mengurus tanaman ataupun pekarangan , karena kucing mencari tempat buang air besar di pekarangan 2. Mencuci tangan yang bersih setelah selesai mengolah tanaman 3. Bila mengelola daging mentah, bersihkan alat dan cuci tangan 4. Masak daging dengan sempurna
b) Rubella Pemeriksaan sample darah janin untuk rubella spesifik IgM. Tes –
tes ini bisa menunjukkan adanya infeksi janin, perawatan untuk infeksi maternal akut. c) Cytomegalovirus Tidak ada terapi khusus untuk CMV pada individu yang sehat. Pasien dengan gangguan kekebalan tubuh akan mengalami gejala mononucleosis atau gejala hepatitis diobati. Berdasarkan gejala yang timbul atau dengan terapi anti virus. Perlu dilakukan pencegahan agar tidak terlalu sering kontak dengan anak – anak usia 2 – 4tahun terutama yang diketahui menderita infeksi sitomegalovirus dan selalu menjaga kebersihan diri dengan membiasakan selalu mencuci tangan setelah kontak dengan produk cairan anak – anak.
d) Herpes Herpes genitalis pada kehamilan , bila pada kehamilan timbul herpes genitalis maka perlu perawatan serius beberapa ahli kandungan memilih partus dengan SC , bila saat partus ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini diambil sebelum selaput amnion pecah atau paling lambat 6 jam setelah selaput amnion pecah. Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topical berupa salep / krim yang mengandung preparat idoksuridin. Pengobatan klinis hanya bermanfaat jika penyakit sedang aktif, jika timbululserasi dapat dilakukan kompres. Pengobatan oral berupa preparat asiklovir dan pengobatan parenteral dengan asiklovir terutama ditujukan pada penyakit yang lebih berat.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a) Anti-Toxoplasma IgM dan Anti-Toxoplasma IgG (untuk mendeteksi infeksi Toxoplasma) b) Anti-Rubella IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi Rubella)
c) Anti-CMV IgM dan Anti-CMV IgG (untuk mendeteksi infeksi Cytomegalovirus) d) Anti-HSV2 IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi virus Herpes)
H. PENGARUH PADA JANIN a) Toxoplasma Janin yang terinfeksi penyakit ini dapat menyebabkan keguguran atau bayi lahir mati. Bisa pula menyebabkan kelainan pada bayi saat dewasa. b) Rubella Rubella dapat meningkatkan angka kematian perinatal dan sering menyebabkan cacat bawaan pada janin c) Herpes Dampak pada kehamilan dan persalinan Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari vagina ke janin apabila ketuban pecah. Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir.
I. CARA MENCEGAH TORCH a. Makan makanan bergizi Saat hamil, sebaiknya mengkonsumsi banyak makanan bergizi. Selain baik untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga akan membuat tubuh tetap sehat dan kuat. Bila tubuh sehat, maka tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk TORCH sehingga tidak akan menginfeksi tubuh b.
Lakukan pemeriksaan Ada baiknya
memeriksakan tubuh
sebelum
merencanakan
kehamilan. Dilakukan pemeriksaan apakah dalam tubuh terdapat virus atau bakteri yang dapat menyebabkan infeksi TORCH.
c.
Melakukan vaksinasi Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasite penyebab TORCH.
Seperti
vaksin
rubela
dapat
dilakukan
sebelum
kehamilan. Hanya saja, tidak boleh hamil dahulu sampai 2 bulan kemudian. d.
Makan makanan yang matang Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah matang. Virus atau parasite penyebab TORCH bisa terdapat pada makanan dan tidak akan mati apabila makanan tidak dimasak sampai matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, selalu konsumsi makanan matang dalam keseharian.
e.
Periksa kandungan secara terartur Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda memeriksakan kandungan secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah agar dapat dilakukan tindakan secepatnya apabila di dalam tubuh Anda ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat dapat membantu agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
f.
Jaga kebersihan tubuh Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti mencuci tangan, sangatlah penting.
J. PROSES KEPERAWATAN a) Pengkajian 1) Identitas klien 2) Keluhan utama: biasanya terjadi seperti demam\ 3) Riwayat kesehatan: Suhu tubuh meningkat, malaise, sakit tenggorokan, mual dan muntah, nyeri otot. 4) Riwayat kesehatan dahulu: a. Klien sering berkontak langsung dengan binatang b. Klien sering mengkonsumsi daging setengah atang c. Klien pernah mendapatkan transfusi darah
5) Data psikologis 6) Data psikospiritual 7) Data social dan ekonomi 8) Pemeriksaan fisik a. Mata: nyeri, acites b.
Sistem pencernaan: diare, mual dan muntah
c. Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat, timbulnya rash pada kulit.
b. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan proses infeksi 2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme penyakit 3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan makanan dan cairan
c. Perencanaan No. 1.
Diagnosa Hipertermi
NOC b/d NOC
NIC
:
NIC
:
peningkatan
Termoregulation newborn
Fever treatment
tingkat
Kriteria hasil :
a. Monitor TTD
metabolisme
a. Suhu tubuh dalam
penyakit
rentang normal b. Tidak perubahan
ada warna
kulit c. Tidak dehidrasi -
terjadi
b. Monitor kulit
warna dan
temperature c. Monitor
monitor
tanda gejala dari demam d. Tingkatkan pemberian cairan
e. Tingkatkan sirkulasi udara f. Kolaborasikan pemberian
cairan
intravena Temperature regulation a. Monitor suhu tubuh minimal setiap 2 jam b. Monitor
tanda-
tanda hipertermia c. Tingkatkan
intake
cairan dan nutrisi d. Informasikan kepada
keluarga
tentang
indikasi
hipertermia
dan
perawatan
yang
tepat e. Kolaborasikan dalam
pemberian
obat antipiretik
2.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d proses infeksi
Ansiety
Anixety Reduction
Fear leavel
(penurunan
Sleep Deprivation
kecemasan )
Comfort,Readines for
1.
Gunakan pendekatan yang menenangkan
Enchanced 2.
Nyatakan dengan jelas
Kriteria Hasil :
harapan terhadap pelaku
a. Mampu mengontrol kecemasan
pasien 3.
b. Status lingkungan yang
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
nyaman
selama prosedur
c. Kualitas tidur dan istirahat
4.
adekuat
Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
d. Dapat mengontrol
5.
kecemasan
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
6.
Lakukan back/neck rub
7.
Identifikasi tingkat kecemasan
8.
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
9.
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
10. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 11. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan 3 Kekurangan
NOC
:
. volume
cairan
a. Fluid balance
b/d
tidak
b. Hydration
adekuatnya
Kriteria hasil :
masukan
a. Mempertahan
makanan
dan
kan
urine
NIC : Fluid management a. Monitor masukan makanan/cair
cairan
output sesuai
an dan hitung
dengan
intake kalori
usia
dan BB
harian
b. Tekanan
b. Monitor
darah,
nadi,
status hidrasi
suhu
tubuh
(kelembapan
dalam
batas
membran mukosa, nadi
normal c. Tidak
ada
adekuat,
tanda-tanda
tekanan darah
dehidrasi
ortostatik),
d. Elastisitas turgor
kulit
lembab,
jika diperlukan c. Monitor
membran
tanda-tanda
mukosa
vital
lembab, tidak
d. Berikan
ada rasa haus
penggantian
yang berlebih
nasogatrik sesuai output e. Kolaborasi pemberian cairan IV f. Kolaborasika n
dengan
dokter apabila terjadi tanda dan
gejala
kekurangan cairan
yang
buruk Hypovolemia management a. Monitor hemodinamik status b. Monitor status cairan termasuk intake
dan
output cairan c. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan d. Pemberian cairan IV e. Monitor adanya
tanda
dan
gejala
kekurangan volume cairan
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN TORCH adalah singkatan dari Toxoplasma gondii (Toxo), Rubella, Cyto Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2 serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas (Misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, virus Vaccinia, virus Polio, dan virus Coxsackie-B). Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan kehamilan. Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua)cara. Pertama, secara aktif(didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan).
Pemeriksaan diagnostic berupa Anti-Toxoplasma IgM dan AntiToxoplasma IgG (untuk mendeteksi infeksi Toxoplasma) , Anti-Rubella IgM dan Anti-Rubella IgG (Untuk mendeteksi infeksi Rubella), AntiCMV
IgM
dan
Anti-CMV
IgG
(untuk
mendeteksi
infeksiCytomegalovirus) Anti-HSV2 IgM dan Anti-HSV2 IgG (untuk mendeteksi infeksi virus Herpes).
B. SARAN Untuk selalu waspada terhadap penyakit TORCH dengan cara mengetahui media dan cara penyebaran penyakit ini kita dapat menghindari kemungkinan tertular. Hidup bersih dan makan makanan yang dimasak dengan matang.
DAFTAR PUSTAKA
Ida Bagus Gd manuaba.2007.Pengantar kuliah obstetric.EGC. Jakarta Sukarni Icesmi K, Margareth ZH.2013. Kehamilan, Persalinan dan Nifas. Nuha Medika. Yogyakarta Reeder, 2011. Keperawatan maternitas. Edisi 18. Vol 1. EGC. Jakarta Manuaba.2007. Buku ajar obstetric. EGC.Jakarta