Askep Ileus Obstruktif [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN ILEUS OBSTRUKTIF



OLEH : KELOMPOK III 1. Mirzahan 2. Wahyu Rizal 3. Diyah P 4. Erika W 5. Reka H 6. Sofyan



SI KEPERAWATAN STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO 2017



KATA PENGANTAR



Assallamuallaikum Wr.Wb Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas limpaan ramat hidayan serta taufiknya maka makalah yang berjudul MAKALAH ILEUS OBSTRUKTIF ini bisa teselesaikan dengan lancar. Tidak lupa shalawat serta salam kepada Rasullalah kita yang membawa zaman kebodohan ke jalan yang terang benderang ini dan yang kita nantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti. Kita tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1. KH.MUTAWAKKIL ALLAH SH.MM,(Selaku pengasuh Ponpes ZAHA) 2. NS.IIN AINI ISNAWATI S.Kep M.KES (Selaku ketua h afhawaty ZAHA) 3. Ns. Ana Fitria Nusantara M.Kep (Selaku Ka. Prodi) 4. Ns. W iddya Adiarto S.kep M.Kep (Selaku dosen pembimbing Keagawatdaruratahn II ) Makalah ini berisi tentang bagaimana perawat bisa melakukan perwatan pasien penderita penyakit Ileus Obstruktif. Yang nantinya di harakan kami semuanya bisa mengerti dan bisa mengaplikasikanya kepada pasein kita nanti.Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan untuk perbaikan dan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Terima Kasih Wassalalmuallaikum Wr.Wb



Situbondo, 21 maret 2017



BAB 1 PENDAHULUAN



A.



Latar belakang Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendisitis akut. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus



adalah



adhesi/



streng,



sedangkan



diketahui



bahwa



operasi



abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia. Terapi



ileus



obstruksi



biasnya



melibatkan intervensi



bedah.



Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif.



Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan



memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.



B.



Tujuan penulisan Berdasarkan rumusan permasalahan, maka makalah ini bertujuan untuk: 1. 2.



Mengetahui apa yang dimaksud dengan ileus obstruksi. Memiliki intelektual dan keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



A. Defenisi Ileus obstruktif adalah obstruksi usus akibat dari penghambatan motilitas usus yang dapat ditimbulkan oleh banyak penyebab. Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya



mengenai



kolon



sebagai



akibat



karsinoma



dan



perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus. B. Etiologi Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh antara lain: 1.



Penyebab intraluminal (relatif jarang), antara lain: a. Benda asing yang tertelan. Meskipun demikian, pada umumnya suatu benda asing yang telah lolos melewati lubang pylorus (dari lambung ke usus), tidak akan mengalami kesulitan untuk mencapai usus halus, kecuali adanya adesi setelah operasi. b. Bezoars mungkin merupakan faktor. c. Penyakit



parasit,



seperti



Ascariasis



mungkin



terjadi



mungkin



dapat



dengan



suatu



ditemukan. d. Batu



empedu



fistula cholecystenteric. e. Suatu bolus makanan yang besar dapat menjadi penyebab, dengan material makanan yang sulit dicerna akan berdampak pada usus bagian bawah. Pada kasus ini kebanyakan pasien



pada umumnya sudah mengalami operasi pada daerah lambung. f.



Cairan mekonium akan menyebabkan obstruksi pada daerah distal ileum mungkin akibat kista fibrosis yang terjadi pada semua umur.



2.



Penyebab intramural, (relatif jarang). Obstruksi yang terjadi sebagai akibat dari adanya lesi pada dinding usus halus. a) Atresia dan striktur mungkin juga merupakan penyebab. b) Penyakit Crohn. Obstruksi yang terjadi mungkin hilang timbul dan obstruksinya sebagian atau parsial. c) Tuberkulosis usus. Pada negara-negara tertentu tidak merupakan hal yang laur biasa. d) Striktur mungkin akan menyebabkan terjadinya ulserasi yang juga apabila di induksi oleh pemberian tablet kalium, nonsteroid anti-inflammatory agen, dan terapi iradiasi yang digunakan untuk mengobati kanker kandung kemih atau kanker cerviks. e) Suatu hematoma yang terjadi diantara dinding usus, akibat trauma atau pasien yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan yang berlebihan dari dosis yang dibutuhkan. f)



Lipomatous, leiomyomatous, dan tumor carcinoid relatif jarang menyebabkan obstruksi, tetapi pernah dilaporkan adanya obstruksi usus halus yang disebabkan oleh lymphoma dan jarang adenocarsinoma.



g) Tumor sekunder, khususnya colonic dan karsinoma lambung,



kanker



ovarium,



dan



melano



maligna,



adakalanya akan bersatu pada lumen usus halus. h) Banyak polipoid mukosa atau lesi submukosa mungkin akan membentuk kepala dari suatu intussuscepsi, yang mana pada akhirnya akan menyebabkan ileus obstruktif. i)



Intussuscepsi pada anak-anak yang berumur kurang dari 2 tahun pada umumnya adalah idiopatik dan merupakan keadaan kedaruratan abdomen, walaupun diverticulum



Meckel, polip, dan kista dupleks dapat menjadi penyebab ileus obstruktif. 3.



Penyebab ekstramural. Penyebab ini mungkin merupakan penyebab yang paling umum atau sering: a.



Adesi yang berhubungan dengan pembedahan abdomen atau peritonitis sering meningkatkan frekuensi ileus obstruktif. Adesi mudah lengket pada lumen usus dan menyebabkan luka yang berlokasi dimana-mana. Adesi ini dapat menghalangi peristaltik usus halus dan menyebabkan angulasi secara akut dan kekusutan pada usus, sering terjadi beberapa tahun setelah prosedur awal dilakukan.



b.



Kelainan



intraperitoneal



kongenital



mungkin



dapat



mengakibatkan obstruksi. c.



Malrotasi



kongenital



mengakibatkan



pendeknya



mesenterik, dan keseluruhan usus dapat mengalami torsi atau



volvulus,



keadaan



ini



tidak



hanya



dapat



menyebabkan obstruksi, tetapi mempercepat timbulnya iskemia dan kematian. d.



Hernia dapat menyebabkan obstruksi.



C. Tanda dan gejala a. Pasien dengan suatu obstruksi mekanik pada umumnya datang dengan keluhan sakit/nyeri abdomen, muntah, konstipasi absolut, dan distensi abdomen dalam berbagai tingkatan. Tanda-tanda peritonitis yang mengarah kepada perforasi usus sebagai akibat iskemia dan tidak dapat dibedakan dengan peritonitis oleh penyebab lain misalnya perforasi intra abdominal. b. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana yang tidak melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi atau derajat kesakitannya. Sakit mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien sering berposisi knee-chest, atau berguling-guling. Pasien dengan peritonitis cenderung kesakitan apabila bergerak.



c. Muntah adalah suatu tanda awal pada obstruksi letak tinggi atau proksimal. Bagaimanapun, jika obstruksi berada di distal usus halus, muntah mungkin akan tertunda. Pada awalnya muntah berisi semua yang berasal dari lambung, yang mana segera diikuti oleh cairan empedu, dan akhirnya muntah akan berisi semua isi usus halus yang sudah basi. d. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah (intravena). Derajat tingkat dan distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan tingkatan obstruksi. Pada obstruksi letak tinggi, distensi mungkin minimal. Sebaliknya, distensi pusat abdominal cenderung merupakan tanda untuk obstruksi letak rendah. e. Pada anak-anak dengan intussuscepsi, nyeri kolik adalah temuan klasik. Sakit yang muncul secara tiba-tiba, berlangsung beberapa menit kemudian memudar, dan normal kembali. Muntah merupakan hal yang luar biasa. Konstipasi adalah suatu temuan khas, walaupun terkadang ditemukan campuran darah dan lendir seperti selai merah, yang mana merupakan pathognomonis untuk suatu intussuscepsi.



D. Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok (Yates, 2004): a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu. b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi. c.



Lesi-lesi



ekstramural,



misalnya



adhesi,



intususepsi.



Berdasarkan Lokasi Obstruksi : a. Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum b. Letak Tengah : Ileum Terminal c. Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum



hernia,



volvulus



atau



Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat, 2005) : a. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya pembuluh darah. b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan pembuluh darah



sehingga terjadi iskemia yang akan



berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. c.



Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.



Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua (Ullah S, 2009) : 1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum, jejunum dan ileum 2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon, sigmoid dan rectum.



E. Patofisiologi Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas. Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan



H2O dan elektrolit dengan peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian.



F. Pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Radiologi a. Foto polos abdomen dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga. b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.



Pengujian



Enema



Barium



terutama



sekali



bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anakanak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidaklah haany sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi. c. CT–Scan. Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya starngulasi. CT– Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan



dinding



usus,



mesenterikus,



dan



peritoneum. d. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi. e. USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari obstruksi. f.



MRI. Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan. Tetapi tehnik dan kontras yang ada sekarang ini belum secara



penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis. g. Angiografi. Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk



mendiagnosis



adanya



herniasi



internal,



intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi. 2.



Pemeriksaan Laboratorium. Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin menunjukkan dehidrasi.



G. Penatalaksanaan 1.



Obstruksi usus halus (letak tinggi) Selain beberapa perkecualian, obstruksi usus harus ditangani dengan operasi, karena adanya risiko strangulasi. Selama masih ada obstruksi, strangulasi tidak dapat dicegah secara meyakinkan. a)



Persiapan-persiapan sebelum operasi: 1) Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah, mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus meregang akibat tertelannya udara (mencegah distensi abdomen). 2) Resusitasi



cairan



dan



elektrolit.



mengganti



cairan



dan



elektrolit



Bertujuan yang



untuk



hilang



dan



memperbaiki keadaan umum pasien. 3) Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi. b)



Operasi: Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi



dan



organ-organ



vital



berfungsi



secara



memuaskan. Kalau obstruksi disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus disayat. Kalau tidak terpaksa harus dilakukan penyayatan abdomen secara luas.



Perincian



operatif



tergantung



dari



penyebab



obstruksi tersebut. Perlengketan dilepaskan atau bagian yang mengalami obstruksi dibuang. Usus yang mengalami strangulasi dipotong.



c)



Pasca Bedah: Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik.



2.



Obstruksi usus besar (letak rendah) Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan bagian yang mengalami obstruksi. Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus, operasi terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi transversal pada pasien yang sudah lanjut usia. Perawatan sesudah operasi ditujukan untuk mempersiapkan pasien untuk menjalani reseksi elektif kalau lesi obstruksi pada awalnya memang tidak dibuang.



H. Komplikasi a. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen. b. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen. c. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat. d.



Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN



1.



Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien.



a. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya hidup. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku. 2)



Riwayat kesehatan sekarang Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji



dengan menggunakan pendekatan



PQRST : P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan. Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus- menerus (menetap). R : Di daerah mana gejala dirasakan S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1 s/d 10. T



:Kapan



keluhan



timbul,



sekaligus



factor



yang



memperberat dan memperingan keluhan. 3)



Riwayat kesehatan masa lalu Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang



sama, riwayat ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.



4) Riwayat kesehatan keluarga



Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien. 2.



Pemeriksan fisik a. Aktivitas/istirahat Gejala : Kelelahan dan ngantuk. Tanda : Kesulitan ambulasi b. Sirkulasi Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok) c. Eliminasi Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan Flatus Tanda : Perubahan warna urine dan feces d. Makanan/cairan Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus. Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa pecah-pecah. Kulit buruk. e. Nyeri/Kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik. Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan f.



PernapasanGejala : Peningkatan frekuensi pernafasan, Tanda



: Napas pendek dan dangkal



g. Diagnostik Test 1)



Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas



abnormal dari gas dan cairan dalam usus. 2)



Pemeriksaan simtologi



3)



Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi



4)



Leukosit: normal atau sedikit meningkat



5)



Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah



6)



Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi



abdomen 7)



Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari



penyebab (batu empedu, volvulus, hernia) 8)



Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif



3. Diagnosa keperawatan



Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan, resiko perubahan pola hidup) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. Diagnosa keperawatan merupakan respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh karena itu diagnosa keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan teori kebutuhan dasar Abraham Maslow. Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi adalah sebagai berikut : 1.



Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.



2.



Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.



3.



Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.



4.



Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.



4. Intervensi keperawatan Perencanaan



meliputi



pengembangan



strategi



desain



untuk



mencegah, mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan dan dokumentasi. Adapun renana tindakan dari diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruksi usus antara lain:



1.



Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus. Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.



Kriteria hasil :



a.



Nyeri berkurang sampai hilang.



b.



Ekspresi wajah rileks.



c.



TTV dalam batas normal.



d.



Skala nyeri 3-0.



Intervensi: a.



Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor pemberat/penghilang. Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual. Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.



b.



Pantau tanda-tanda vital. Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.



c.



Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan



insisi



selama



perubahan



posisi



dan



latihan



batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan. Rasional: Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan tegangan



otot,



meningkatkan



relaksasi,



mengfokuskan



ulang



perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping. d.



Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai kebutuhan. Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu dalam berkemih.



Kolaborasi e.



Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi. Rasional:



Mengontrol/mengurangi



nyeri



untuk



meningkatkan



istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik. f.



Kateterisasi sesuai kebutuhan.



Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali. 2.



Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah. Tujuan: Volume cairan seimbang. Kriteria hasil: a.



Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.



b.



Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.



Intervensi: a.



Pantau



tanda-tanda



vital



dengan



sering,



perhatikan



peningkatan nadi, perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan. Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik. b.



Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa. Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.



c.



Perhatikan adanya edema. Rasional: Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin serum/protein.



d.



Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari. Rasional: Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.



e.



Perhatikan adanya/ukur distensi abdomen. Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume sirkulasi dan merusak perfusi ginjal.



f.



Observasi/catat kuantitas, jumlah dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan perubahan posisi sering.



Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi. Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah



pembentukan



magenstrase



di



lambung,



yang



dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT kedalam duodenum. Kolaborasi: g.



Pertahankan potensi penghisap NGT/usus. Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada, mis: kanker



3.



Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi



nutrisi. Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi. Kriteria hasil : a.



Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.



b.



Berat badan stabil.



c.



Pasien tidak mengalami mual muntah.



Intervensi: a.



Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang dilepas. Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.



b.



Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus. Rasional: Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).



c.



Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi protein dan vitamin C. Rasional:



Meningkatkan



kerjasama



pasien



dengan



aturan



diet.



Protein/vitamin C adalah kontributor utuma untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam menurunkan pertahanan terhadap infeksi.



d.



Observasi



terhadap



terjadinya



diare;



makanan



bau



busuk



dan berminyak. Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus halus, memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat. Kolaborasi e.



Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine). Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet). Rasional:



Mencegah



muntah.



Menetralkan



atau



menurunkan



pembentukan asam untuk mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi. 4.



Kurang pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan



pengobatan b/d kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif. Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya. Kriteria hasil : a.



Klien dan keluarga mengetahui penyakit yang diderita



b.



Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses belajar.



c.



Klien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan.



Intervensi: a.



Diskusikan pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet. Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi usus.



b.



Tinjau ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini. Rasional: Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan kemampuan perawatan diri.



c.



Tinjau perawatan kulit disekitar selang. Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit dan menurunkan resiko infeksi.



d.



Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak, eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase. Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup.



e.



Tinjau



ulang



keterbatasan/pembatasan



aktivitas,



mis:



tidak



mengangkat benda berat selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras. Rasional: Menurunkan resiko pembentukan hernia.



BAB IV PENUTUP



1.



Kesimpulan : a.



Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun



penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi usus biasanya



mengenai



kolon



sebagai



akibat



karsinoma



dan



perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. b.



Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian



menurut jenis obstruksi usus, yaitu: 1.



Mekanis : Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus, contohnya adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia dan abses.



2.



Fungsional : Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.



2.



Saran a.



Untuk mahasiswa-mahasiswi Semoga dengan adanya tugas ini mahasiswa lebih giat lagi belajar.



b.



Untuk dosen Semoga dosen tidak pernah bosan mengajari kami terutama pembuatam penyimpangan KDM.



DAFTAR PUSTAKA



1. Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003. 2. Anonymous. Ileus. [Online].2007 September 13 [cited 2008 May 19];[6 screens]. Available from:URL:http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html. 3. Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson LM,editor. Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa: dr.Peter Anugerah. Jakarta: EGC;1995. Hal.389 – 412. 4. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos P,et al. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology, management and outcome. World Journal of gastroenterology. 2007 January 21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com 5. Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox KL,editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical practice. 17th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders;2004. p.1323 – 1342. 6. Simeone DM. Anatomy and physiology of the small intestine. In : Greenfield LJ, Mulholland MW, Oldham KT, Zelenock GB, Lillimoe KD, editors. Essentials of surgery : scientific principles and practice. [Book on CD-ROM]. 2nd ed. New York: Lippincott Williams & Wilkin publishers;1997. 7. Suyono YJ,editor. Disunting oleh R.Putz & R. Pabst. Atlas Anatomi manusia Sobotta. Ed.21. Jakarta: EGC,2003. 8. Siregar H, Yusuf I, Sinrang AW, Gani AA. Fisiologi Gastrp-intestinal. Ed.1. Ujung Pandang: Fak. Kedokteran Unhas;1995. 9. Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone;2004. p.306-9. 10. Naude GP. Gastrointestinal failure in the ICU. In: Bongard FS, Sue DY, editors. A lange medical book Current critical care diagnosis and treatment. 2nd ed. New York : McGraw-Hill;2003. p. 383-88.



11. Ansari P. Intestinal obstruction. [Online]. 2007 September [cited 2008 May 21];[4 screens]. Available from: URL:http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html. 12. Mukherjee S. Ileus. [Online]. 2008 January 29 [cited 2008 May 21];[7 screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com/med/topic1154.htm. 13. Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007 Sept 17 [cited 2008 June 2];[6 screens]. Available from: URL:http://www.emedicine.com 14. Souba, Wiley W.; Fink, Mitchell P.; Jurkovich, Gregory J.; Kaiser, Larry R.; Pearce, William H.; Pemberton, John H.; Soper, Nathaniel J, editors. Sigmoid volvulus successfully decompressed by sigmoidoscopy. In : ACS Surgery: Principles & Practice, 2007 Edition. [Book on CD-ROM] 15. Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29 [Online]. 1983 [cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from: URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.