6 0 277 KB
Noer aeni zam zam mia (016) INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) A. Pengertian ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan.(Nelson, edisi 15) Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan. Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing. ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik bakteri, virus maupun riketsia, tanpa / disertai radang parenkim paru.(Mohamad, 35) Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi pernapasan jarang memiliki ciri area anatomik tersendiri. Infeksi sering menyebar dari satu struktur ke struktur lainya karena sifat menular dari membran mukosa yang melapisi seluruh saluran. Akibatnya, infeksi saluran pernapasan akan melibatkan beberapa area tidak hanya satu struktur, meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit lain. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi 1. Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut (ISPaA) Infeksi yang menyerang hidung sampai bagian faring, seperti pilek, otitismedia, faringitis. 2. Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut (ISPbA) Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampaidengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, sepertiepiglotitis, laringitis, laringotrakeitis, bronkitis, bronkiolitis, pneumonia.
B. Manifestasi Klinis 1. Batuk, pilek dengan nafas cepat atau sesak nafas Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt. Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451). 2. Demam. Pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC. 3. Meningismus. Adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski. 4. Anorexia. Biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum. 5. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit. 6. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus. 7. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric. 8. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret. 9. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. 10. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
C. Etiologi Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus. D. Faktor Resiko 1. Faktor Pencetus ISPA 1. Usia Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah. 2. Status Imunisasi Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap. 3. Lingkungan Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kotakota besar dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak. 2. Faktor Pendukung terjadinya ISPA a. Kondisi Ekonomi Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai
dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita. b. Kependudukan Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA. c. Geografi Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya
dan
tingkat
pendidikan
penduduk.
Dengan
makin
meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat. e. Lingkungan dan Iklim Global Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus. Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh di dalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lubang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas. E. Patofisiologi Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 3 tahap yaitu : 1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa. 2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah. 3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu : a)
Dapat sembuh sempurna.
b)
Sembuh dengan atelektasis.
c)
Menjadi kronos.
d)
Meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
nafas,
seperti
yang
terjadi
pada
anak.
Penderita
yang
rentan
(imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas. Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan dalam menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas. 1. Kultur Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis. 2. Test AGD Analisa gas darah adalah salah tindakan pemeriksaan laboratorium yang ditujukan
ketikadibutuhkan
informasi
yang
berhubungan
dengan
keseimbangan asam basa pasien (Wilson, 1999).Hal ini berhubungan untuk mengetahui keseimbangan asam basa tubuh yang dikontrol melaluitiga mekanisme, yaitu sistembuffer , sistem respiratori, dan sistem renal (Wilson, 1999). Analisa gas darah memiliki beberapa tujuan diamtaranya adalah mengetahui keseimbangan asam dan basa dalam tubuh; mengevaluasi ventilasi melalui pengukuran pH, tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) dan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2); mengetahui jumlah oksigen yang diedarkan oleh paru-paru melalui darah yang ditunjukkanmelalui PaO2; mengetahui kapasitas
paru-paru
dalam
mengeliminasikan
karbon
dioksida
yang
ditunjukkan oleh PaCO2; menganalisa isi oksigen dan pemenuhannya, sertauntuk mengetahui jumlah bikarbonat. (McCann, 2004). 3. Pemeriksaan pencitraan Termasuk di dalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CT Scan, pemeriksaan dengan zat kontras dan MRI (pencitraan resonansi magnetik). Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari
pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau pertumbuhan tumor dalam kasus tumor. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah : 1.
Biakan virus
2.
Serologis
3.
Diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura. G. Penatalaksanaan Medis Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut : 1. Pencegahan dapat dilakukan dengan :
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Immunisasi
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Prinsip perawatan ISPA antara lain :
Meningkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
Meningkatkan makanan bergizi
Bila demam beri kompres dan banyak minum
Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan yang bersih
Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu ketat.
Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih menetek
3. Pengobatan antara lain :
Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin dll.
Antibiotik : Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab Utama ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin. Antibiotik baru lain : Sefalosforin, quinolon dll.
H. Asuhan Keperawatan ISPA Pada Anak 1. Pengkajian a. Identitas Pasien Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, no. MR, diagnosa medis, nama orang tua, umur orang tua, pekerjaan, agama, alamat, dan lain-lain. b. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit sekarang Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit tenggorokan.
Riwayat penyakit dahulu Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini.
Riwayat penyakit keluarga Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum: bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
Tanda vital : bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
Kepala: bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
Wajah: bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
Mata:
bagaimana
bentuk
mata,
keadaan
konjungtiva
anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
Hidung: bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
Mulut: bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
Leher: apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
Thoraks: bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan. Pemeriksaan
Fisik
Difokuskan
Pada
Pengkajian
Pernafasan Inspeksi: Membran mukosa- faring tampak kemerahan Tonsil tampak kemerahan dan edema Tampak batuk tidak produktif Tidak ada jaringan parut dan leher
Sistem
Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan cuping hidung Palpasi: Adanya demam Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid Perkusi: Suara paru normal (resonance) Auskultasi: Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
Abdomen: bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
Genitalia: bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
Integumen: kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
Ekstremitas atas: adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
2. Analisa Data
No
Data
Masalah
Etiologi
1
Ds: “Anak saya batuk Ketidakefektifan
Sekresi bronki
pilek udah sekitar 10 bersihan jalan napas hari sus” Do:
RR: 44x/menit
HR 120x/menit
Napas terhalang sekret
2.
Ds:
“anak
saya Peningkatan
badannya panas sus”
suhu Proses inflaamasi
tubuh
Do: S: 38,7°C 3.
Ds: “anak saya nangis
Ketidakmampuan
terus sus seperti oraang Nyeri akut
memasukan
kesakitan”
mencerna
Do:
anak
terlihat
dan
makanan
meringis dan cengeng 4.
Ds: “anak saya makan Ketidakseimbangan hanya menghabiskan ¼ Nutrisi kurang dari Inflamasi posi
makanan
yang kebutuhan tubuh
disediakan
membran mukosa faring dan tonsil
Do: porsi makan hanya habis 5.
Ds:
“anak
saya Defisiensi
sebenernya sakit apa si pengetahuuan
Kurangnya
sus”
informasi
Do: Orang tua klien bertanya
pada
tentang
penyakit anaknya
3. Intervens
No
Tujuuan dan
1.
kriteria hasil Setelah dilakukan
Monitor kedalaman irama dan usaha
tindakan keperawatan
respirasi
selama
2x24
Rencana tindakan
jam
diharapkan:
RR berkisar 24 40x/menit
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Berikan bronkodilatator bila perlu
Tidaak ada lagi produksi sekret
2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam diharapkan: suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.
3.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam diharapkan nyeri berkurang atau terkontrol dengan kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh adanya nyeri
4.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil : Intake nutrisi pasien meningkat Nafsu makan pasien meningkat
Observasi tanda-tanda vital Pemantauan tanda vital khususnya Suhu yang teratur dapat menentukan perkembangan perawatan selanjutnya. Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila D dengan memberikan kompres, maka akan terjadi proses konduksi/ perpindahan panas dengan bahan perantara. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan dapat menyerap keringat seperti pakaian dari bahan katun. Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 1-10), faktor memperburuk atau meredakan nyeri, lokasinya, lamanya, karakteristiknya Anjurkan pasien untuk menghindari allergen (iritan terhadap debu, bahan kimia, dan asap rokok). Dan mengistirahatkan/ meminimalkan berbicara bila suara serak Anjurkan untuk melakukan kumur air garam hangat Kolaborasi berikan obat sesuai indikasi o Steroid oral,iv dan inhalan o Analgesik Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan Monitor turgor kulit Monitor kadar albumin, total protein dan HB Jadwalkan pengobatan dan tiundakan selama jam makan Hindari makanan panas Beri makanan yang terpilih (konsultasi dengan ahli gizi)
Arina amini (1610711096) Dwi shohibah (1610711049) Pneumonia Pengertian Pneumonia Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit pada anak usia < 2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun (Depkes RI, 2002b). Definisi lainnya disebutkan pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi pada anak-anak tetapi lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak-kanak dan secara klinis pneumonia terjadi sebagai penyakit primer
atau komplikasi dari penyakit lain (Hockenberry dan Wilson, 2009). Menurut Misnadiarly (2008), pneumonia adalah peradangan yang mengenai parencim paru, dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. UNICEF/WHO (2006) menyatakan pneumonia merupakan sakit yang terbentuk dari infeksi akut dari daerah saluran pernafasan bagian bawah yang secara spesifik mempengaruhi paru-paru dan Depkes RI (2007) mendefenisikan pneumonia sebagai salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang mengenai bagian paru (jaringan alveoli). Etiologi Pneumonia Diagnosis etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditegakkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan dari spesimen pungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pneumonia. Meskipun pemeriksaan spesimen fungsi paru merupakan cara yang sensitif untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab pneumonia pada balita akan tetapi pungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk penelitian (Depkes RI, 2002b). Oleh karena alasan tersebut di atas maka penentuan etiologi pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian tentang etiologi di negara berkembang. Jenis jenis bakteri ini ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (Fein, dkk, 2006). Berikut beberapa agent penyebab terjadinya pneumonia. Bakteri
1. Streptococcus pneumonia Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram-positif. Bakteri ini, yang sering berbentuk lanset atau tersusun dalam bentuk rantai, mempunyai simpai polisakarida yang mempermudah penentuan tipe dengan antiserum spesifik. Organisme ini adalah penghuni normal pada saluran pernapasan bagian atas manusia dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis, bronkitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi lainnya. Pada orang dewasa, tipe 1-8 menyebabkan kira-kira 75% kasus pneumonia pneumokokus dan lebih dari setengah kasus bakteremia pneumokokus yang fatal; pada anak-anak, tipe 6, 14, 19, dan 23 merupakan penyebab yang paling sering. Pneumokokus menyebabkan penyakit melalui kemampuannya berbiak dalam jaringan. Bakteri ini tidak menghasilkan toksin yang bermakna. Virulensi organisme disebabkan oleh fungsi simpainya yang mencegah atau menghambat penghancuran sel yang bersimpai oleh fagosit. Serum yang mengandung antibodi terhadap polisakarida tipe spesifik akan melindungi terhadap infeksi. Bila serum ini diabsorbsi dengan polisakarida tipe spesifik, serum tersebut akan kehilangan daya pelindungnya. Hewan atau manusia yang diimunisasi dengan polisakarida pneumokokus tipe tertentu selanjutnya imun terhadap tipe pneumokokus itu dan mempunyai antibodi presipitasi dan opsonisasi untuk tipe polisakarida tersebut. Pada suatu saat tertentu, 40-70% manusia adalah pembawa pneumokokus virulen, selaput mukosa pernapasan normal harus mempunyai imunitas alami yang kuat terhadap pneumokokus. Infeksi pneumokokus menyebabkan melimpahnya cairan edema fibrinosa ke dalam alveoli, diikuti oleh sel-sel darah merah dan leukosit, yang mengakibatkan konsolidasi beberapa bagian paru-paru. Banyak pneumokokus ditemukan di seluruh eksudat, dan bakteri ini mencapai aliran darah melalui drainase getah bening paru-paru. Dinding alveoli tetap normal selama infeksi. Selanjutnya, sel sel mononukleus secara aktif memfagositosis sisa-sisa, dan fase cair ini lambat-laun diabsorbsi kembali. Pneumokokus diambil oleh sel fagosit dan dicerna di dalam sel. Pneumonia yang disertai bakteremia selalu menyebabkan angka kematian yang paling tinggi. Pneumonia pneumokokus kira-kira merupakan 60-80% dari semua kasus pneumonia oleh bakteri. Penyakit ini adalah endemik dengan jumlah
pembawa bakteri yang tinggi. Imunisasi dengan polisakarida tipe-spesifik dapat memberikan perlindungan 90% terhadap bakteremia pneumonia (Brooks, G.F, dkk, 1996). 2. Hemophylus influenza Hemophylus influenzae ditemukan pada selaput mukosa saluran napas bagian atas pada manusia. Bakteri ini merupakan penyebab meningitis yang penting pada anak-anak dan kadang-kadang menyebabkan infeksi saluran napas pada anak-anak dan orang dewasa. Hemophylus influenzae bersimpai dapat digolongkan dengan tes pembengkakan simpai menggunakan antiserum spesifik. Kebanyakan Hemophylus influenzae pada flora normal saluran napas bagian atas tidak bersimpai. Pneumonitis akibat Hemophylus influenzae dapat terjadi setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas pada anak-anak kecil dan pada orang tua atau orang yang lemah. Orang dewasa dapat menderita bronkitis atau pneumonia akibat influenzae. Hemophylus influenzae tidak menghasilkan eksotoksin. Organisme yang tidak bersimpai adalah anggota tetap flora normal saluran napas manusia. Simpai bersifat antifagositik bila tidak ada antibodi antisimpai khusus. Bentuk Hemophylus influenzae yang bersimpai, khususnya tipe b, menyebabkan infeksi pernapasan supuratif (sinusitis, laringotrakeitis, epiglotitis, otitis) dan, pada anak-anak kecil, meningitis. Darah dari kebanyakan orang yang berumur lebih dari 3-5 tahun mempunyai daya bakterisidal kuat terhadap Hemophylus influenzae, dan infeksi klinik lebih jarang terjadi. Hemophylus influenzae tipe b masuk melalui saluran pernapasan. Tipe lain jarang menimbulkan penyakit. Mungkin terjadi perluasan lokal yang mengenai sinus-sinus atau telinga tengah. Hemophylus influenzae tipe b dan pneumokokus merupakan dua bakteri penyebab paling sering pada otitis media bakterial dan sinusitis akut. Organisme ini dapat mencapai aliran darah dan dibawa ke selaput otak atau, jarang, dapat menetap dalam sendi-sendi dan menyebabkan artritis septik. Hemophylus influenzae sekarang merupakan penyebab tersering meningitis bakteri pada anak-anak berusia 5 bulan sampai 5 tahun di AS. Bayi di bawah umur 3 bulan dapat mengandung antibodi dalam serum yang diperoleh dari ibunya. Selama masa ini infeksi Hemophylus influenzae jarang terjadi,
tetapi kemudian antibodi ini akan hilang. Anak-anak senng mendapatkan infeksi Hemophylus influenzae yang biasanya asimtomatik tetapi dapat dalam bentuk penyakit pernapasan atau meningitis (Hemophylus influenzae adalah penyebab paling sering dari meningitis bakterial pada anak-anak dari umur 5 bulan sampai 5 tahun). Angka kematian meningitis Hemophylus influenzae yang tidak diobati dapat mencapai 90%. Influenzae tipe b dapat dicegah dengan pemberian vaksin konjugat Haemophilus b pada anak-anak. Anak-anak berusia 2 bulan atau lebih dapat diimunisasi dengan vaksin konjugat Hemophylus influenzae tipe 6 dengan satu dari dua pembawa dengan dosis boster yang diperlukan sesuai anjuran standard. Anak anak berusia 15 bulan atau lebih dapat menerima vaksin konjugat Hemophylus influenzae tipe b dengan toksoid difteri (yang tidak bersifat imunogenik pada anak-anak yang lebih muda). Vaksin tidak mencegah timbulnya pembawa untuk Hemophylus influenzae. Pemanfaatan vaksin Hemophylus influenzae tipe b secara luas telah sangat menurunkan kejadian meningitis Hemophylus influenzae pada anak-anak. Kontak dengan pasien yang menderita infeksi klinik Hemophylus influenzae memberi risiko kecil bagi orang dewasa, tetapi member risiko nyata bagi saudara kandung yang nonimun dan anak-anak nonimun lain yang berusia di bawah 4 tahun yang berkontak erat (Brooks, G.F, dkk, 1996). 3 . Virus Setengah kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang sering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas pada balita, gangguan ini bias memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bias berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008). 4. Mikoplasma Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bias diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008). 5. Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocysititis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru (Misnadiarly, 2008). Faktor Risiko Di Indonesia, hasil Survei Kesehatan Nasional (SURKESNAS) menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA 28%. Artinya bahwa dari 100 bayi yang meninggal 28 disebabkan oleh penyakit ISPA dan terutama 80% kasus kematian ISPA pada balita adalah akibat pneumonia. Angka kematian akibat pneumonia pada akhir tahun 2000 diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita (Surkesnas, 2001). Menurut Depkes RI (2002), pneumonia dapat menyerang semua orang, semua umur, jenis kelamin serta tingkat sosial ekonomi. Kejadian kematian pneumonia pada balita berdasarkan SKRT (2001) urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah pneumonia, diare, tetanus, infeksi saluran pernafasan akut sementara proporsi penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu pneumonia (22,5%), diare (19,2%), infeksi pernafasan akut (7,5%), malaria (7%) serta campak (5,2%). Dari tahun ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan balita di Indonesia. Pneumonia merupakan penyebab kematian balita kedua setelah diare (15,5% diantara semua balita) dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian pada balita di Indonesia. Kematian akibat pneumonia sangat terkait dengan kekurangan gizi,
kemiskinan dan akses pelayanan kesehatan. Lebih 98% kematian balita akibat pneumonia dan diare terjadi di Negara berkembang (Riskesdes 2007). Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita. Menurut Depkes (2004), dibagi menjadi faktor balita, faktor ibu dan faktor lingkungan dan sosioekonomis. Beberapa faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, laki-laki, gizi kurang, BBLR, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, membedong anak (menyelimuti berlebihan) dan defisiensi vitamin A. Sedangkan faktor risiko meningkatkan angka kematian pneumonia antara lain umur kurang dari 2 bulan, tingkat sosioekonomi rendah, gizi kurang, BBLR, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat jangkauan pelayanan kesehatan rendah, kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, dan menderita penyakit kronis. (Depkes RI, 2000). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian pneumonia dibagi menjadi 3 faktor yaitu: faktor balita, faktor lingkungan dam faktor perilaku.
Manifestasi Klinis -
Serangan akut dan membahayakan
-
Demam tinggi ( pneumonia virus bagian bawah)
-
Batuk
-
Rales ( Ronkhi)
-
Wheezing
-
Sakit kepala, malaise, myalgia (pada anak)
-
Nyeri abdomen
-
Pneumonia lobaris Bronchopneumonia
Patofisiologi Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat di saluran nafas bagian atas sama dengan di saluran nafas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian ditemukan jenis mikroorganisme yang berbeda. Pneumonia terjadi jika mekanisme pertahanan paru mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai
saluran nafas bagian bawah. Agen-agen mikroba yang menyebabkan pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer yaitu aspirasi secret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah berkolonisasi pada orofaring, infeksi aerosol yang infeksius dan penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal. Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang terjadi (Perhimpunan Ahli Paru, 2003). Menurut WHO (2010), pneumonia dapat menyebar dalam beberapa cara. Virus dan bakteri biasanya ditemukan di hidung atau tenggorokan anak yang dapat menginfeksi paru-paru jika dihirup. Virus juga dapat menyebar melalui droplet udara lewat batuk atau bersin. Selain itu, radang paru-paru bias menyebar melalui darah, terutama selama dan segera setelah lahir. Ada tiga tahap perkembangan pneumonia untuk semua pasien. Setiap tahap memiliki gejala khas dan manifestasi klinisnya sendiri.Tahapan perkembangan pneumonia adalah:
Tahap awal Tahap tertinggi Tahap resolusi
Langkah-langkah ini sesuai dengan perubahan patologis pada paru-paru yang disebabkan oleh proses peradangan pada jaringan dan tingkat sel. Tahap awal pneumonia Dimulai dengan proses inflamasi di paru-paru ditandai dengan jelas, tiba-tiba memburuknya kondisi umum pasien. Adanya perubahan mendadak dalam tubuh tersebut menjelaskan reaksi hyperergic berlebih terhadap agen penyebab pneumonia dan racun nya. Gejala pertama dari pneumonia adalah suhu tubuh menjadi rendah (37-37,5 ° C). Dalam 24 jam pertama, suhu meningkat cepat ke level 38-39 derajat atau lebih. suhu tubuh tinggi juga disertai dengan sejumlah gejala lain yang disebabkan racun patogen. Gejala umum dari radang paru adalah:
sakit kepala dan pusing kelelahan peningkatan denyut jantung (lebih dari 90 – 95 denyut per menit) penurunan tajam dalam kinerja kehilangan selera makan
kemerah-merahan di pipi perubahan warna kulit pada bibir dan hidung (kebiruan) luka pada selaput mukosa mulut dan hidung keringat berlebihan
Dalam beberapa kasus, penyakit ini juga menyebabkan gangguan gejala pencernaan seperti mual, muntah, diare. Gejala penting yang mudah dikenali pada tahap awal dari penyakit ini adalah batuk dan nyeri dada. Batuk hadir dari awal penyakit menyerang. Awalnya kering, namun konstan. Karakteristik retrosternal terbentuk disebabkan batuk yang konstan dan nyeri pada dada. Tahap tertinggi pneumonia
Pada tahap tertinggi pneumonia, terjadi peningkatan gejala intoksikasi organisme, dan ada tanda-tanda peradangan di jaringan paru-paru. Suhu tubuh tidak kunjung turun dan pengobatan antipiretik (penurun demam) tidak dapat mengatasinya. Gejala pneumonia pada tahap tertinggi adalah:
sakit parah di dada napas cepat batuk dahak dyspnea (sulit bernafas)
Nyeri dada yang parah disebabkan terjadi peradangan pada pleura (selaput paru-paru) yang mengandung sejumlah besar reseptor saraf. Rasa nyeri selalu pada posisi yang sama. Intensitas terbesar dari nyeri bisa dirasakan ketika menarik napas dalam-dalam, batuk dan nyeri pada tulang dada. Nyeri dada yang parah menyebabkan kesulitan untuk bernapas. Pernafasan pada pasien dengan pneumonia menjadi lebih dangkal dan cepat (lebih dari 25 – 30 kali per menit). Oleh sebab itu kebanyakan pasien mencoba untuk menghindari menarik napas dalam-dalam. Pada tahap ini, batuk tetap bertahahan. Karena adanya iritasi konstan pada lembar pleura batuk lebih intensif dan terasa lebih menyakitkan. Pada pertengahan batuk yang terasa menyakitkan tersebut biasanya disertai dengan keluarnya dahak dalam jumlah besar. Awalnya dahak berwarna abu-kuning atau kuning-hijau. Secara bertahap dahak yang keluar
disertai darah dan potongan paru-paru yang rusak. Dari sinilah warna merah-kuning berkarat pada dahak berasal. Akibatnya, peradangan pada paru-paru tersebut menyebabkan insufisiensi pernapasan, yang ditandai dengan dyspnea berat (sesak nafas). Dalam dua hari pertama, sesak nafas muncul saat anda mengemudi atau aktivitas fisik biasa. Secara bertahap, sesak nafas terjadi ketika anda dalam kondisi istirahat. Kadang-kadang gejala yang muncul disertai pusing dan kelelahan yang parah. Tahap resolusi
Pada tahap resolusi semua gejala penyakit radang paru-paru akan turun. Tanda-tanda intoksikasi umum akan menghilang, dan suhu tubuh kembali normal. Batuk secara bertahap mereda dan lendir menjadi kurang kental. Nyeri dada muncul hanya pada gerakan tiba-tiba atau batuk yang kuat. Pernafasan secara bertahap kembali normal, tetapi sesak napas masih hadir selama aktivitas fisik normal. Suhu tubuh pada penderita Radang paru
Karakter suhu tergantung pada bentuk pneumonia, tingkat reaktivitas dan, tentu saja, usia pasien. Tipe Pneumonia
Karakter Suhu tubuh
Lobar pneumonia
39-40 derajat, disertai dengan menggigil, kemudian keringat. Lamanya 7 – 10 hari.
39 derajat untuk pneumonia yang disebabkan oleh bakteri flora; 38 derajat, untuk radang paru-paru.
Dalam kisaran normal (yaitu 36,6 derajat) – pada pasien yang lebih tua dari 50 tahun, serta dalam kasus di mana pneumonia berkembang dengan latar belakang penyakit sistemik; 37,5-38 derajat, pneumonia interstitial akut pada individu paruh baya; di atas 38 derajat – pada bayi baru lahir.
37 – 38 derajat.
Segmental pneumonia
Interstitial pneumonia
Pneumonia origin
viral
Pneumonia pada HIV– orang yang terinfeksi
37-37,2 derajat, dalam kasus yang jarang terjadi, suhu tuubh lebih dari 37,5 derajat).
38 – 39.5 degrees, tidak dapat merespon obat penurun demam
37-37,5 derajat, dengan bentuk dekompensasi parah diabet es; di atas 37,5 derajat – dengan pneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan asosiasi mikroba
Hospital pneumonia
Pneumonia orang diabetes.
pada dengan
Pneumonia janinpada bayi prematur
Pneumonia neonatal dini
kurang dari 36 derajat pada defisiensi berat massa; 36-36,6 derajat dengan PCP; Suhu dalam kisaran normal atau menurun.
Radang paru yang berkembang selama minggu pertama kehidupan
Pemeriksaan penunjang -
Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi. bronkostopi untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
penatalaksanaan terapeutik -
Pengobatan supportive
-
Berikan oksigen, fisioterapi dada, dan cairan intravena
-
Antibiotik sesuai dengan program
-
Pemeriksaan sensivitas untuk pemberian antibiotik
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi : -
Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
-
Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
-
Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi pneumonia mikroplasma.
-
Menganjurkan untuk tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda.
-
Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
-
Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup
Askep pneumonia 1. Pengkajian -
Kaji status pernafasan Kaji tanda tanda distress pernafasan Kaji adanya demam, tachycardia, malaise, anorexia, kegelisahan dan perubahan kondisi
Diagnosa keperawatan 1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya secret 2. Tidak efektif pola nafas berhubungan dengan obstruksi bronchial 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat 4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit. 5. Resiko keterlambatan perkembangan 6. Resiko gangguan pertumbuhan Perencanaan NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
1
NO
Tidak efektif bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nafas berhubungan dengan 3x24jam klien menunjukkan temperatur dalam batas normal dengan kriteria hasil: meningkatnya secret
DIAGNOSA KEPERAWATAN
•
Tanda-tanda vitall
•
Status pernafasan: pertukaran gas
•
Pengetahuan : manajemen pneumonia
•
Kontrol gejala
•
Tingkat kecemasan
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
2
Tidak efektif pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam berhubungan dengan obstruksi klien menunjukkan temperatur dalam batas normal dengan kriteria hasil: bronchial •
Status pernafasan
•
Kontrol gejala
•
Tanda-tanda vital
•
Pengetahuan: menejemen pneumonia
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
3
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam berhubungan dengan meningkatnya klien menunjukkan temperatur dalam batas normal dengan kriteria hasil: sekresi dan akumulasi eksudat
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
•
Keseimbangan elektrolit asam/basa
•
Keparahan gejala
•
Perfusi jaringan
•
Tanda-tanda vital
•
Pengetahuan : manajemen pneumonia
•
Status pernafasan : ventilasi
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
4
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, proses penyakit.
•
•
Suhu Tubuh dalam batas normal
•
Bebas dari kedinginan
Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
•
Suhu tubuh stabil 36,50-37,50c
•
Termoregulasi dbn
Serangan konvulsi (kejang)
•
Nadi dbn
Batasan karakeristik : •
•
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam klien menunjukkan temperatur dalam batas normal dengan kriteria hasil:
atau
•
Kulit kemerahan
•
Pertambahan RR
•