10 0 127 KB
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN NY. B DENGAN MASALAH KERACUNAN INSEKTISIDA ORGANIK DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD dr.R. KOESMA TUBAN PERIODE TANGGAL 06 – 11 APRIL 2019
OLEH : SITI ARAFAH HARISMANIA NIM : P27820518033
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN KAMPUS TUBAN JL. WAHIDIN SUDIROHUSODO NO. 02 TUBAN 2020
LEMBAR PENGESAHAN Laporan klinik Keperawatan Gawat Darurat dengan judul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada klien ‘’Ny.B’’ dengan masalah Keracunan Insektisida Organik di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. R Koesma Tuban”.
Kepala Ruangan
Clinical Instructure
H Handoko. S.Kep., Ns
Dosen Pembimbing
Su’udi. S.Kep., Ns., M.Kep
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Pertolongan terhadap keracunan yang ditimbulkan oleh zat apapun haruslah dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Pertolongan yang salah atau secara berlebihan justru mendatangkan bahaya baru. Identifikasi racun merupakan usaha untuk mengetahui bahan, zat, atau obat yang diduga sebagai penyebab terjadi keracunan, sehingga tindakan penanggulangannya dapat dilakukan dengan tepat dan akurat. Dalam menghadapi peristiwa keracunan, kita berhadapan dengan keadaan darurat yang dapat terjadi dimana dan kapan saja serta memerlukan kecepatan untuk bertindak dengan segera dan juga mengamai efek dan gejala keracunan yang timbul. Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) dan Program Lingkungan di sektor pertanian diperkirakan ada 1,5 juta kasus keracunan pestisida yang sebagian besar terjadi di Negara berkembang, 20.000 kasus diantaranya berakibat fatal. Pada awalnya menggunakan pestisida merupakan cara yang paling ampuh dalam memecahkan semua masalah hama. Pestisida memiliki beberapa jenis, salah satunya yaitu insektisida.
Insektisida berfungsi untuk memberantas
hama-hama serangga. Pada
kenyataannya insektisida masih menjadi alat yang paling efektif, fleksibel, kuat, murah, dan mudah dalam membunuh hama. Sehingga karena kemudahan tersebut, banyak orang yang menyalahgunakan insektisida yang menimbulkan dampak negatif bagi pemakainya dan lingkungannya. Di pihak lain, banyak yang melihat insektisida sebagai racun yang berbahaya dan tidak selayaknya digunakan dalam program pengendalian hama.
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung (inhalasi), suntikan dan absorpsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi satu atau lebih organ tubuh atau jaringan (Mc. Graw Hill Nursing Dictionary). Menurut Taylor, racun adalah setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk kedalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimiawi yang akan menyebabkan penyakit atau kematian . Insektisida merupakan salah satu jenis pestisida yang khusus diperuntukkan sebagai pembasmi serangga. Senyawa ini dapat ditemukan di produk rumah tangga, seperti pengharum toilet dan obat pengusir serangga. Di bidang pertanian, insektisida juga digunakan sebagai pembasmi hama. Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat digolongkan menjadi : 1. Insektisida golongan fospat organic (IFO), seperti : Malathoin, Parathion, Paraoxan , diazinon, dan TEP. 2. Insektisida golongan karbamat, seperti : carboryl dan baygon 3. Insektisida golongan hidrokarbon yang diklorkan, seperti : DDT endrin, chlordane, dieldrin dan lindane. 2.2 ETIOLOGI Bila dapat menyerupai keracunan akut yang ringan, tetapi bila eksposure lagi dalam jumlah yang kecil dapat menimbulkan gejala-gejala yang berat. Kematian biasanya terjadi karena kegagalan pernafasan, dan pada penelitian menunjukkan bahwa segala keracunan mempunyai korelasi dengan perubahan dalam aktivitas enzim kholinesterase yang terdapat pada pons dan medulla ( Bangor dalam Rohim, 2001). Kegagalan pernafasan dapat pula terjadi karena adanya kelemahan otot pernafasan, spasme bronchus dan edema pulmonum.
2.3 MANIFESTASI KLINIS Tanda dan gejala yang mungkin timbul akibat reaksi keracunan adalah gangguan penglihatan , gangguan pernafasan dan hiper aktif gastrointestinal. Untuk jenis keracunan akut dan kronis memiliki tanda dan gejala yang berbeda-beda, seperti yang dijelaskan di bawah ini: 1. Keracunan Akut Tanda dan gejala timbul dalam waktu 30–60 menit dan mencapai maksimum dalam 2–8 jam. Berikut adalah kategori keracunan : a. Keracunan ringan : Anoreksia, sakit kepala, pusing, lemah, ansietas, tremor lidah dan kelopak mata, miosis, penglihatan kabur. b. Keracunan Sedang : Nausia, Salivasi, lakrimasi, kram perut, muntah– muntah, keringatan, nadi lambat dan fasikulasi otot. c. Keracunan Berat : Diare, pin point, pupil tidak bereaksi, sukar bernafas, edema paru, sianons, kontrol spirgter hilang, kejang – kejang, koma, dan blok jantung. 2. Keracunan Kronis Penghambatan kolinesterase akan menetap selama 2-6 minggu (organofospat). Untuk karbamat ikatan dengan AchE hanya bersifat sementara dan akan lepas kembali setelah beberapa jam (reversibel ) . Keracunan kronis untuk karbomat tidak ada. 2.4 PATOFISIOLOGI Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan ujungujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut. Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Pada keracunan IFO, ikatan-ikatan IFO – AChE bersifat menetap (ireversibel), sedangkan keracunan carbamate ikatannya bersifat sementara (reversible ). Secara farmakologis efek AKH dapat dibagi 3 golongan : 1. Muskarini, terutama pada saluran pencernaan, kelenjar ludah dan keringat, pupil, bronkus dan jantung. 2. Nikotinik, terutama pada otot-otot skeletal, bola mata, lidah, kelopak mata dan otot pernafasan. 3. SSP, menimbulkan nyeri kepala, perubahan emosi, kejang-kejang (konvulsi) sampai koma Kita dapat menduga terjadinya keracunan dengan golongan ini jika : 1. Gejala–gejala timbul cepat, bila > 6 jam jelas bukan keracunan dengan insektisida golongan ini. 2. Gejala–gejala progresif, makin lama makin hebat, sehingga jika tidak segera mendapatkan pertolongan dapat berakibat fatal, terjadi depresi pernafasan dan blok jantung. 2.5 PATHWAY Insektisida Golongan Organofosfat
Menghambat aktifitas enzim asetikolin nesterase
Tertumpuknya asetikolin
Penurunan Fungsi Ventrikel
Sistem Saraf Pusat
Kontraksi Pupil, Penglihatan kabur,
Penurunan Kesadaran
Muntah, diare Kesadaran menurun atau tidak sadar
Penurunan Persepsi Sensori
Risiko Gangguan Sirkulasi Spontan
2.6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : 1. Pemeriksaan rutin tidak banyak menolong 2. Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik. a. Keracunan akut : 1) Ringan 40 – 70 % N 2) Sedang 20 % N 3) Berat < 20 % N b. Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah meningkat > 75 % N. 3. Pemeriksaan PA ( Patologi Anatomi ) Pada keracunan akut, hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak khas. Sering hanya ditemukan edema paru, dilatasi kapiler, hiperemi paru,otak dan organoragan lainnya. 2.7. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi adalah : 1. Edema Paru 2. Pernapasan berhenti 3. Blokade antrioventrikular 4. Konvulsi 2.8 PENATALAKSANAAN 1. Resusitasi : a. Bebaskan jalan napas b. Napas buatan
c. Infus cairan kristaloid d. Hindari obat-obatan penekan SSP
2.
Eliminasi
Emesis, katarsis, kumbah lambung 3.
Antidotum ( Atropin Sulfat (SA) bekerja dengan menghambat
efek akumulasi Akh pada tempat penumpukannya. Untuk penanganan keracunan insektisida di rumah sakit, dokter akan melakukan beberapa langkah, seperti:
Pemberian obat melalui suntikan di pembuluh darah vena, antara lain atropin. Atropin berguna untuk menjaga kestabilan pernapasan dan fungsi jantung. Jenis obat lain yang dapat digunakan adalah benzodiazepine, yang berfungsi untuk mencegah atau menghentikan kejang.
Pemberian cairan infus melalui pembuluh darah vena. Cairan yang diberikan dapat berupa elektrolit, gula, atau obat yang jenisnya tergantung kondisi pasien.
Pemberian karbon aktif, untuk mencegah racun terserap oleh tubuh.
Pemasangan alat bantu pernapasan, yang tersambung ke mesin pompa oksigen (ventilator).
BAB III LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA KLIEN DENGAN DIAGNOSA KERACUNAN INSEKTISIDA ORGANIK 3.1 PENGKAJIAN A. Biodata pasien Meliputi nama, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, diagnose medis, tanggal pengkajian, umur B. Biodata penangguang jawab Berisikan biodata penanggung jawab klien apabila membutuhkan persetujuan penanggung jawab C. Pengkajian primer Meliputi : Airway (jalan napas), Breathing (pernapasan), Circulation (sirkulasi), Disability, Eksposure/Environment/Event 1. Airway (jalan napas)
Ada tidaknya sumbatan
Ada tidaknya suara napas
2. Breathing (pernapasan)
Sesak dengan: Aktivitas / Tanpa aktivitas / Menggunakan otot tambahan
Frekuensi: …….x/mnt
Irama teratur/tidak
Kedalaman dalam/dangkal
Reflek batuk ada/tidak
Bunti nafas ada/tidak
3. Circulation (sirkulasi)
Sirkulasi perifer: Nadi: ……….. x/mnt Irama: Teratur /Tid Denyut : Lemah/Kuat/Tdk Kuat
TD:………….mmHg
Ekstremitas: Hangat/Dingin
Warna kulit: Cyanosis/Pucat/Kemerahan
Nyeri dada: Ada/Tidak
Karakterisrik
nyeri
dada:
Menetap/Menyebar/Seperti
ditusuk-
tusuk/Seperti ditimpa benda berat
Capillary refill: < 3 detik / > 3 detik
Edema: ada/tidak
Lokasi edema: Muka/Tangan/Tungkai/Anasarka
4. Disability () Alert/perhatian ( ) Voice respons/respon terhadap suara ( ) Pain respons/respon terhadap nyeri ( ) Unrespons/tidak berespons ( ) Reaksi pupil 5. Exposure Pemeriksaan seluruh bagian tubuh terhadap adanya jejas dan perdarahan dengan pencegahan hipotermi. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Event/penyebab kejadian D. Pengkajian Sekunder 1. Keluhan utama (bila nyeri = PQRST) 2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu. 3. Medikasi/Pengobatan terakhir. 4. Last meal (makan terakhir) 5. Event of injury/penyebab injury
6. Pengalaman pembedahan. 7. Riwayat penyakit sekarang 8. Riwayat penyakit dahulu
Pemeriksaan head to toe 1.
Kepala Kesimetrisan wajah Rambut : warna, distribusi, tekstur, tengkorak/kulit kepala Sensori : mata, telinga, hidung, mulut
2. Leher
:
apakah
ada
cedera
servical/pembesaran
kelenjar
tiroid/pembesaran kelenjar limfe 3. Dada : I-P-P-A 4. Abdomen: I-A-P-P 5. Ekstremitas: adakah Deformitas/Kontraktur/Edema/Nyeri/ Krepitasi 6. Kulit/Integumen : keadaan Turgor Kulit, Mukosa kulit, apakah ada Kelainan kulit E. Pemeriksaan Penunjang F. Terapi Medis G. DIAGNOSA KEPERAWATAN a.
Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat
b. Gangguan Sirkulasi Spontan berhubungan dengan Toksin c. Risiko gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan kekurangan volume cairan. d. Nausea berhubungan dengan efek toksin. e. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan upaya bunuh diri.
H. PERENCANAAN KEPERAWATAN -
Dx 1 : Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat kesadaran klien dapat
dipertahankan
Kriteria hasil : 1.
Tingkat kesadaran composmentis (GCS : 15)
2.
Tanda-tanda vital dalam batas normal
3.
Dapat membantu mengakumulasi penumpukan racun
Intervensi Monitor TTV
Rasional Bila ada perubahan yang bermakna merupakan indikasi penurunan
Observasi tingkat kesadaran
kesadaran Penurunan kesadaran sebagai indikasi
pasien Mengkaji adanya tanda-tanda
penurunan aliran darah otak Gejala tersebut merupakan manifestasi
distress pernapasan, nadi
dari perubahan pada otak, ginjal,
cepat, sianosis dan kolapsnya
jantung dan paru.
pembuluh darah Monitor adanya perubahan
Tindakan umum yang bertujuan untuk
tingkat kesadaran
keselamatan hidup, meliputi resusitasi : Airway, breathing,
Kolaborasi dengan tim medis
sirkulasi Mempercepat kesembuhan klien
dalam pemberian obat
-
Dx 2 : Risiko gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan kekurangan volume cairan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat. KH : Pasien dapat mempertahankan keseimbangan volume cairan.
Intervensi 1. Pemantuan pola nafas dan TTV
Rasional Untuk mengetahui perkembangan klien
2. Memberikan terapi oksigen sesuai Untuk mengurangi sesak napas pada indikasi 3. Pemantauan cairan infus
klien Untuk membantu mengembalikan cairan
4.Pemberian obat intravena
yang dikeluarkan Untuk mempercepat kesembuhan klien.
I. Implementasi keperawatan Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari status kesehatan yang dihadapi menjuju status kesehatan yang lebih baik dengan menggambarkan criteria hasil yang diharapkan (Potter, 2005) J. Evaluasi keperawatan Perbandingan yang sistematis dan terencana tentanf kesehatan klien dengan tujuan telah di tentukan dan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkanklien dan tenaga kesehatan lainnya (Potter, 2005)
LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN Keracunan Insektisida Organik
Nama Pengkaji
: Siti Arafah Harismania (P27820518033)
Tanggal Pengkajian
: 09 April 2020
Ruang Pengkajian
: UGD
KASUS : Ny B 27 tahun seorang ibu rumah tangga, Muntah – muntah sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Muntah frekuensi ± > 5 kali, berisi cairan berwarna hijau kekuningan, darah (-) Awalnya pasien dengan sengaja menelan cairan pestisida yang ada di rumah kurang lebih 1/2 botol ( 1 botol = 500cc ). Sakit perut ± 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Nafas sesak ( + ) Berkeringat banyak ( + ). Demam (-). Buang air kecil (-) dalam 1 jam terakhir. Menurut keluarga, pasien mempunyai masalah dengan suaminya. Keadaan Umum : Lemah, muka merah dan pupil midriasis. Kesadaran Compos mentis kooperatif GCS 15, TD : 100/80 mmHG, Nadi : 56x/menit regular, lemah, Napas : 32 x/menit regular, suhu 36,5oC. pupil isokor diameter 2 mm. Di UGD pasien telah dilakukan kumbah lambung, pemberian infus D5%, injeksi SA 10 iv ampul bolus, dengan perincian 2 ampul iv tiap 5 menit 4x, tiap 10 menit 3x. Pemeriksaan penunjang Hb 14,4 gr%, Leukosit 15,0; trombosit 409, PCV 0,42, GDA : 111, SGOT 25, BUN 10,5, Kreatinin serum 0,55.
A. PENGKAJIAN 1. Biodata Pasien Nama
: Ny.B
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: SMP
Pekerjaaan
: Ibu Rumah Tangga
Usia
: 27 Tahun
Status Pernikahan
: Menikah
Tanggal Masuk RS
: 9 April 2020
Alamat
: Palang
2. Biodata Penanggung Jawab Nama
: Tn. B
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Buruh Tani
Usia
: 30 Tahun
Hubungan dengan Klien : Suami Alamat
: Palang
3. Riwayat Penyakit a) Keluhan Utama Sesak Nafas. b) Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien sengaja menelan cairan pestisida yang ada dirumah kurang lebih ½ botol ( 1 botol = 500cc ) . kemudian muntah-muntah sejak 1 jam yang lalu. Muntah frekuensi ±˃5 kali, berisi cairan berwarna hijau kekuningan, tidak ada darah. Mengalami Sakit perut ± 30 sebelum masuk rumah sakit. Kemudian setelah di bawa ke UGD pasien mengalami sesak nafas, berkeringat banyak, tidak demam, lemah, muka merah dan tidak buang air kecil dalam 1 jam terakhir. Menurut keluarganya, pasien dikatakan mempunyai masalah dengan suaminya. c) Riwayat Penyakit Keluarga : Klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit keturunan. 4. Pengkajian Fisik. -
Keadaan Umum : Lemah, muka merah dan pupil midriasis. Kesadaran Compos mentis kooperatif GCS 15, TD : 100/80 mmHG, Nadi : 56x/menit regular, lemah, Napas : 32 x/menit regular, suhu 36,5oC. pupil isokor diameter 2 mm.
(B1 ( Breathing ) 1. Inspeksi : Pasien mengalami sesak napas. Lemah. Berkeringat. Konjungtiva anemis, pupil isokor diameter 2mm, reflek cahaya (+/+), mata cekung (+) 2. Palpasi : Teraba dingin tidak demam 3. Perkusi : Sonor 4. Auskultasi : Tidak terdengar suara napas tambahan.
(B2 ( Blood ) Klien tidak syok dan mempunyai tekanan darah 100/80 mmHG.
B3 ( Brain ) GCS 15 E:4 M:5 V:6 Kesadaran : Compos Mentis
B4 ( Bladder ) Klien tidak bisa buang air kecil dalam 1 jam terakhir saat dibawa ke UGD.
B5 ( Bowel ) 1 jam sebelum dibawa ke UGD, klien muntah ± ˃5kali berisi cairan berwana hijau kekuningan.
B6 ( Bone ) Tidak ada nyeri dan edema dibagian ekstremitas. Suhu 36,5˚C. CRT 2detik.
5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : -
Hb 14,4 gr% Leukosit 15,0 Trombosit 409 PCV 0,42 GDA : 111
-
SGOT 25 BUN 10,5 Kreatinin serum 0,55
6. Terapi -
Telah dilakukan kumbah lambung Pemberian infus D5% Injeksi SA 10 iv ampul bolus, dengan perincian 2 ampul iv tiap 5 menit 4x, tiap 10 menit 3x.
7. Analisa Data No
Data
Etiologi
Masalah
Ds =
Kekurangan Volume Cairan
Risiko Gangguan Sirkulasi Spontan
-Pasien mengeluh sesak napas - Pasien mengatakan muntah ± ˃ 5 kali, berisi cairan berwarna hijau kekuningan -Sengaja menelan cairan pestisida yang ada di rumah kurang lebih ½ botol ( 1botol = 500cc ) -Sakit perut = 30 menit sebelum masuk rumah sakit -Keluarga mengatakan, pasien mempunyai masalah dengan suaminya.
Do = -Kesadaran = GCS : 15 Compos mentis - TD = 100/80 mmHG - Nadi = 56x/menit - RR = 32x/menit - Suhu = 36,5˚C - Muntah ± ˃ 5 kali, berisi cairan berwarna hijau kekuningan. -Sengaja menelan cairan pestisida yang ada di rumah kurang lebih ½ botol ( 1botol = 500cc ) -Sakit perut = 30 menit sebelum masuk rumah sakit -Nafas sesak (+)
-Berkeringat banyak (+) - Pupil Isokor diameter 2mm - Pupil Midriasis - Konjungtiva anemis - Reflek cahaya +/+
B. Diagnosa Keperawatan a. Penurunan kesadaran berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat b. Gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan toksin c. Risiko gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan kekurangan volume cairan. d. Nausea berhubungan dengan efek toksin. e. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan upaya bunuh diri.
C. Intervensi Keperawatan Dx : Risiko gangguan sirkulasi spontan berhubungan dengan kekurangan volume cairan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan sirkulasi yang adekuat. KH : Pasien dapat mempertahankan keseimbangan volume cairan.
Intervensi 1. Pemantuan pola nafas dan TTV
Rasional Untuk mengetahui perkembangan klien
2. Memberikan terapi oksigen sesuai Untuk mengurangi sesak napas pada indikasi
klien
3. Pemantauan cairan infus
Untuk membantu mengembalikan cairan
4.Pemberian obat intravena
yang dikeluarkan Untuk mempercepat kesembuhan klien
D. Implementasi Diagnosa Tanggal/Jam Risiko Gangguan 9 April 2020/ 11.30
Implementasi -Memantau pola nafas dan TTV
Sirkulasi
Respon : Klien kooperatif.
spontan
berhubungan
-Memberikan terapi oksigen 2
dengan kekurangan
liter/menit
volume cairan
Respon: Klien kooperatif. -Memantau cairan infus Respon: Klien kooperatif -Memberikan obat intravena Respon: Klien kooperatif
E. Evaluasi Diagnosa Tanggal/Jam Risiko gangguan 09 April 2020/ 11.30
Evaluasi S : Pasien mengatakan sudah
sirkulasi
tidak lemah dan tidak sesak lagi
spontan
berhubungan dengan kekurangan
O : TTV
volume cairan
-Suhu : 36˚C -Nadi : 80x/menit -RR : 24x/menit -TD : 120/80 mmHg
A : Masalah Teratasi P : Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA Abadi, Nur. 2008. Buku Panduan Pelatihan BC & TLS (Basic Cardiac & Trauma Life Support). Jakarta : EMS 119 Taylor, C.N.,Lilis,C., Et all. 2011. Fundamental Of Nursing The Art And Science Of Nursing Care (8th ed ) : USA : Lippincott Williams& Wilkins. Hasibuan, R. 2015. Insektisida Organik Sintetik DAN Biorasional. Bandar Lampung: Soemirat, J. 2005. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta: UGM Press. R, Wudianto. petunjuk penggunaan pestisida. jakarta: swadaya, 2008
Potter and Perry: 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawtatan. Jakarta: EGC