9 0 179 KB
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN NEUROPATI ATROPI
DISUSUN OLEH : 1. Gracia Lucas Victory 2. Silvy Sinta Saphira
(1811009) (1811018)
PRODI PENDIDIKAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR 2019/2020
1
2
KATAT PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang atas Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Asuhan Keperawatan yang berjudul Neuropatik Atropi. Penulisan Makalah Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3. Dalam penulisan Makalah Asuhan Keperawatan ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan Makalah Asuhan Keperawatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Blitar, 28 maret 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
2
C. Tujuan
2
BAB II TINJUAN PUSTAKA
3
A. Definisi
3
B. Anatomi
3
C. Etiologi
4
D. Klasifikasi
5
E. Patofisiologi
6
F. Patway
7
G. Pemeriksaan Penunjang
8
H. Penegakan diagnosa
8
I. Penatalaksanaan
9
J. Pecegahan
11
K. Komplikasi
11
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
.……………………….. 13
A. Pengkajian
13
B. Diagnosa Keperawatan
10
C. Intervensi
20
BAB IV PENUTUP
24
A. Kesimpulan
24
B. Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
24 iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neuropati atropi adalah gangguan saraf yang meliputi kelemahan motorik, gangguan sensorik, otonom dan melemahnya refleks tendon yang dapat bersifat akut atau kronik. Beberapa saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf spinalis, sel ganglion radiks dorsalis, semua saraf perifer dengan semua cabang terminalnya, susunan saraf autonom, dan saraf otak kecuali saraf optikus dan olfaktorius. Adapun etiologi dari neuropati adalah sebagai berikut: 1. Metabolik : Diabetes, penyakit ginjal, porfiria 2. Nutrisional : Defisiensi B1, B6, B12 dan asam folat Defisiensi tiamin, asam nikotinat dan asam pentotenat mempengaruhi metabolisme neuronal dengan menghalangi oksidasi glukosa. Defisiensi ini dapat terjadi pada kasus malnutrisi, muntahmuntah, kebutuhan meningkat seperti pada masa kehamilan, atau pada alkoholisme. 3. Toksik (bahan metal dan obat-obatan) : Arsenik, merkuri, kloramfenikol dan metronidazol, karbamazepin, phenytoin. Timah dan logam berat akan menghambat aktivasi enzim dalam proses aktifitas oksidasi glukosa sehingga mengakibatkan neuropati yang sulit dibedakan dengan defisiensi vitamin B. 4. Keganasan 5. Trauma : neuropati jebakan 6. Infeksi-inflamasi : Lepra, Difteri3,2 7. Autoimun : immune-mediated demyelinating disorders Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus didunia. Telah terbukti bahwa komplikasi kronis pada DM umumnya terjadi akibat gangguan pembuluh darah (angiopati) dan kelainan pada saraf (neuropati). Laki-laki relatif lebih banyak dari pada perempuan. Prevalensinya 2400/100.000 (2,4 %) meningkat seiring bertambahnya usia 8000/100.000 (8%). Kerusakan saraf perifer dialami oleh 2,4% populasi di dunia. Prevalensi ini akan meningkat 8% seiring bertambahnya usia. Penyebab polineuropati yang paling sering dijumpai adalah polineuropati sensorimotor diabetik, dimana 66% penderita DM tipe 1 dan 59% penderita DM tipe 2 mengalami polineuropati. Sedangkan polineuropati genetic yang paling sering adalah akibat Charcot-MarieTooth type 1a, dimana 30 dari 100.000 populasi mengalaminya. Mononeuropati terbanyak disebabkan oleh carpal tunnel syndrome yang prevalensinya 3% - 5% dari populasi orang dewasa.
1
B. Rumusan masalah a. Apa definisi Neuropati Atropi ? b. Bagaimanakah anatomi fisiologi Neuropati Atropi ? c. Bagaimanakah etiologi Neuropati Atropi ? d. Bagaimanakah klasifikasi Neuropati Atropi Neuropati Atropi ? e. Bagaimanakah patofisiologi Neuropati Atropi ? f. Bagaimanakah pemeriksaan penunjang Neuropati Atropi ? g. Bagaimanakah komplikasi Neuropati Atropi ? h. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Neuropati Atropi ?
C. TUJUAN a. Tujuan umum Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan Neuropati Atropi. b. Tujuan khusus a. Mahasiswa mengetahui tentang penyakit Neuropati Atropi. b. Mahasiswa terhindar dari bahayanya Penyakit Neuropati Atropi. c. Mahasiswa dapat meningkatkah asuhan keperawatan Neuropati Atropi.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi a. Neuropati Neuropati adalah gangguan fungsional atau perubahan patologis pada system saraf tepi, kadang terbatas hanya pada lesi non inflamatorik, berlawanan dengan neuritis; etiologinya mungkin diketahui/mungkin juga tidak. Etiologi yang diketahui meliputi komplikasi penyakit lain (seperti diabetes atau porfiria) atau keadaan toksisitas (seperti keracunan arsenic, isoniazid, timbel, atau nitrofurantoin) b. Atrofi Atrofi merupakan pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel. Apabila mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak, seluruh jaringan atau organ berkurang massanya, menjadi atrofi. Harus ditegaskan bahwa walaupun dapat menurun fungsinya, sel atrofi tidak mati. Pada kondisi yang berlawanan, kematian sel terprogram ( apoptotik ) bisa juga di induksi oleh sinyal yang sama yang menyebabkan atrofi sehingga dapat menyebabkan hilang sel pada “atrofi” seluruh organ. Atrofi yang terjadi pada suatu alat tubuh menyebabkan alat tubuh tersebut mengecil. Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi karena sel-sel spesifik, yaitu sel-sel parenchyma yang menjalankan fungsi alat tubuh tersebut mengecil. Jadi bukan mengenal sel-sel jaringan ikat atau sroma alat tubuh tersebut. Srtoma tampaknya bertambah,yang sebenarnya hanya relative,karena stroma tetap. Neuropati Atrofi merupakan gangguan fungsional atau perubahan patologis pada system saraf tepi yang diakibatkan karena pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel yang diakibatkan oleh berbagai penyakit tertentu. B. Anatomi dan Fisiologi Sistem persarafan terdiri dari neuron dan nerologia yang tersusun membentuk system saraf pusat dan perifer. Sistem saraf pusat itu dibagi menjadi otak dan medulla spinalis sedangkan system saraf tepi merupakan system saraf diluar system saraf
pusat
yang membawa pesan dan system saraf tepi/perifer adalah perpanjangan
medulla spinalis disebut system saraf spinal. Sistem saraf cranial terbagi menjadi 12 3
saraf dan system saraf spinal 3 saraf di tiap saraf tersebut terdapat saraf motorik, sensorik, maupun otonom. a. Saraf motorik adalah saraf yang membawa pesan dari otak ke tubuh danbertanggung
jawab
terhadap
kemampuan
bergerak
dari
bagian
tubuhseperti tangan dan kaki. b. Saraf sensorik adalah saraf yang membawa informasi dari organ (contoh: kulit) ke system saraf pusat dan diproses dalam bentuk sensasi, contohnya:rasa raba, perubahan suhu, dan vibrasi. c. Saraf
otonom
adalah
seperti
detak
jantung,
tekanan
darah,
pernafasan,pencernaan, dan fungsi kandung kemih. Potensial aksi yang terbentuk di salah satu jenis organ reseptor dihantarkan ke arah sentral disepanjang serabut aferen, yang merupakan penonjolan perifer neuron somatosik pertama yang badan sel nya terletak di ganglion radikal dorsalis. Serabut aferen dari area tubuh tertentu berjalan bersamaan disusunan saraf tepi, saraf tersebut tidak hanya mengandung serabut untuk sensasi superficial dan dalam serabut aferensomatic, tetapi juga serabut aferen otot lurik (serabut eferen somatic) dan serabut yang mensarafi organ dalam, kelenjar keringat, dan otot polos pembuluh darah (serabut aferenvisceral dan serabut eferen visceral) Serabut atau akson semua jenis bergabung bersama di dalam rangkaian selubung jaringan ikat (endononium, perinokornium, dan epinorium) untuk membentuk kabel saraf prenorium juga mengandung pembuluh darah yang menyuplai saraf (vasa nervosum). C. Etiologi Beberapa hal yang dapat menyebabkan neuropati atrofi antara lain: a. Diabetes Terjadi pada 60% pasien dengan diabetes baik tipe 1 atau 2. Salah satu penyebab tersering dari polineuropati. Risiko neuropati dapat meningkat padapre diabetes terutama pada sesorang yang sulit mengontrol kadar gula darah. b. Penyakit Autoimun Penyakit autoimun yang sering menyebabkan neuropati perifer adalah systemic lupus eritematosus (SLE), Rheumatoid Arthritis, dan Guillan Bare Syndrome. c. Penyakit Metabolik 4
Hipertiroidism dan Amyloidosis merupakan gangguan metabolic yang dapat menyebabkan neuropati perifer d. Penyakit Herediter Beberapa penyakit herediter yang menyebabkan neuropati perifer seperticharcot-Maric Tooth disease (CMT), Dejerine-Sottas syndrome (salah satujenis CMT tetapi lebih berat dan progresifnya lebih cepat). e. Penyakit Infeksi Penyakit Lyme (salah satu jenis penyakit menular pada manusia dan hewan dengan perantara/vektor berupa kutu), HIV/AIDS, Hepatitis B, kusta. f. Gangguan Sirkulasi (Iskemik). g. Chronic Kidney Disease atau Liver Failure. h. Trauma atau kompresi dari saraf (merupakan penyebab tersering kerusakansaraf) i. Tekanan berlebih saat gerakan berulang missal pada carpal tunnel syndrome. j. Defisiensi vitamin (khususnya vitamin B)2. k. Penyalahgunaan alcohol. l. Tumor Paraneoplastik2. m. Keracunan2. n. Obat-obatan kemoterapi untuk pengobatan kanker seperti Vincristine, Taxanes D. Klasifikasi a. Neuropati atrofi diklasifikasikan menurut: a) Onset serangan akut Misalnya: Polineuropati Idiopatik Akut kronik Misalnya: Berri-berri, Diabetes Melitus, lepra b) Jumlah saraf yang terlibat Mononeuropati Simpleks Mononeuropati Kompleks Polineuropati c) Letak lesi Aksonopati distal 5
Merupakan gangguan pada akson Mielinopati Merupakan gangguan pada selubung mielin Neuronopati Merupakan gangguan pada badan sel saraf di cornu anterior, medullaspinalis, atau pada dorsal root ganglion b. Klasifikasi Neuropati atrofi menurut Derajat Keparahan a) Neuropati ringan Pada derajat keparahan yang ringan hanya terdapat gangguan sensorik saja b) Neuropati sedang Pada derajat keparahan sedang meliputi gangguan sensorik dan gangguanmotorik c) Neuropati berat Pada neuropati dengan derajat keparahan berat selain ada gangguan sensorik dan gangguan motorik, terdapat juga atrofi otot E. Patofisiologi Ada beberapa proses patologi yang mengenai serabut saraf, antara lain: a. Degenerasi Wallerian Terjadi degenerasi akson dan selubung mielinke arah distal dari lesi. Degenerasi bisa juga keproksimal satu atau dua segmen. b. Demielinisasi segmental Timbul bila terjadi lesi pada sel Schwann proses dimulai didaerah nodusranvier dan meluas tak teratur mengenai segmen-segmen internodus lain. Akson dapat mengalami degenerasi atau tidak terganggu sama sekali. c. Degenerasi Akson primer Disebut juga dengan aksonopati. Degenarasi akson ini biasanya diikuti oleh demielinisasi segmental yang sekunder. Sering pada uremia, keracunan alkohol,lepra,karsinoma
6
F. Patway
Riwayat Penyakit
Penyakit Metabolik Penyakit Autoimun Diabetes
Penyakit Herediter
Penyakit Infeksi
Reseptor insulin dalam sel berkurang Peningkatan glukosa darah
Sirkulasi darah ke sel lambat dalam
Defisiensi insulin
tubuh di jaringan perifer Aliran darah ke perifer terganggu Kelemahan pada anggota gerak Perfusi perifer tidak efektif
Intoleransi aktifitas
7
G. Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksaan darah Mendeteksi adanya diabetes, defisiensi vitamin, disfungsi hati atau ginjal, dan kelainan metabolic lainnya. b) CT-Scan Mendeteksi kerusakan tulang dan pembuluh darah, tumor otak tertentu dan kista, hernia disk, ensefalitis,
spinal
stenosis (penyempitan
saluran tulang
belakang), dan gangguan lainnya. c) Magnetic Resonance Imaging (MRI)Dapat menunjukan otot,
mendeteksi
penggantian
penggantian lemak terhadap
lemak
terhadap
jaringan
otot,
kualitas
jaringan
otot,
dan ukuran mendeteksi
dan menentukan apakah suatu
saraf telah mengalami kompresi. d) Elektromiograf (EMG) Dievaluasi dengan memasukan jarum halus ke dalam otot untuk membandingkan jumlah aktivitas listrik yang ada pada saat otot mengalami istirahat dengan terjadi kontraksi. e) Kecepatan Konduksi Saraf (NCV) Berfungsi mengukur tingkat kerusakan pada serabut saraf yang lebih besar dan membedakan apakah gejala tersebut disebabkan oleh degenerasi selubung myelin atau akson. H. Penegakkan Diagnosa Pendekatan klinis awal dalam mendiagnosis neuropati atrofi adalah menentukan adanya tanda dan gejala yang ada hubungannya dengan disfungsi saraf. Pada beberapa kasus, pasien dengan neuropati kemungkinan terdapat multiple patologis. Penyakit saraf merupakandiagnosis banding utama. a. Anamnesis Melihat durasi untuk mengkategorikan dimana fase berada: Akut < 4 minggu Sub akut 4-12 minggu Kronik > 12 minggu Vaskuilitis yang disebabkan oleh mononeuropati hiperakut biasanya terjadi 27-72 jam Pada neuropati demielinisasi akut/ acute inflammatory 8
demyelinisation progressive(AIDP) didefinisinya memiliki waktu puncak 4 minggu setelah gejala awal, dan jikaberkembang hingga 8 bulan disebut kronis. b. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan penyebab kerusakan saraf, seperti: pemeriksaan kekuatan otot, sertabukti adanya kram/ fasikulasi, mengidentifikasikan keterlibatan serat motorik. Tindakan evaluasi kemampuan pasien untuk merasakan adanya getaran, sentuhan ringan, posisi tubuh, suhu, dan nyeri akan mengungkapkan adanya kerusakan saraf sensorik dan menentukan jenis saraf yang terlibat. I. Penatalaksanaan Pendekatan umum dalam penatalaksaaan neuropati atrofi dapat dibagi menjadi tiga garis besar: Pertama,
upaya
membalikkan
proses
patofisiologi
jika
jenis
kerusakannya dapat dijelaskan. Kedua,
metabolism
saraf
dapat
dijelaskan
agar
dapat
mendorong
terjadinya regenerasi. Ketiga, bahkan jika saraf pada neuropati sendiri tidak bisa diperbaiki, terapi simtomatik merupakan salah satu pilihan yang dapat dilakukan. a. Perubahan gaya hidup Perubahan gaya hidup meliputi hal-hal yang tidak boleh dilakukan , dimana hal-hal tersebut dapat memicu terjadinya neuropati. Seperti contohnya mengurangi minum minuman beralkohol, diet untuk mengontrol kadar gula darah, dan mengkonsumsi makanan bervitamin guna menghindari neuropati akibat defisiensibesi. b. Mengobati penyebab Mengobati penyebab yang mendasari neuropati dapat mencegah kerusakan lebih jauh dan dapat membantu penyembuhan lebih baik. Pada kasus infeksi bakteri contohnya antibiotic
pada
lepra
atau
penyakit
Limme,
dapat
diberikan
untuk menghancurkan bakteri penyebab infeksi. Neuropati yang
berkaitan dengan obat-obatan, bahan kimia dan racun diobati dengan menghentikan pajanan terhadap agen yang 9
merusak.
Bahan
kimia
seperti
EDTA digunakan untuk membantu tubuh mengkonsentrasikan dan membuang beberapa racun. Neuropati dapat diobati dengan memperbaiki kadar gula darah, namun
gagal ginjal kronis mungkin
memerlukan dialisis atau bahkan
transplantasi ginjal untuk mencegah atau mengurangi kerusakan saraf. Pada beberapa kasus seperti trauma kompresi atau tumor dapat dilakukan pembedahan untuk menghilangkan tekanan pada saraf. Pada
situasi
krisis
seperti onset GBS, dilakukan pertukaran plasma immunoglobulin intravena dan pemberian steroid. Intubasi dan ventilasi mungkin dilakukan
untuk
membantu system pernapasan. Pengobatan mungkin lebih di fokuskan pada manajemen gejala daripada penyebab yang mendasarinya, setidaknya sampai diagnosis definitive dibuat. c. Perawatan suportif dan terapi jangka panjang Beberapa neuropati atrofi tidak bisa disembuhkan atau membutuhkan waktu. Pada kasus-kasus tersebut, monitoring jangka panjang dan perawatan suportif dilakukan.
Pemeriksaan-pemeriksaan
dapat
diulang
untuk
mengetahui
perkembangan neuropatinya. Jika terdapat keterlibatan saraf otonom, monitoring secara berkala dari kardiovaskuler perlu dilakukan. Karena nyeri dikaitkan dengan banyak neuropati perencanaan penatalaksanaan
nyeri
mungkin perlu untuk
dilakukan terutama jika nyeri menjadi kronis. Sebagaimana dengan penyakit kronis lainnya, paling baik tidak memakai narkotik. Obat-obat yang mungkin digunakan pada nyeri neuropati termasuk diantaranya amitriptiline, karbamazepin, dan krim capsaisin. d. Pembedahan Pembedahan mungkin diperlukan pada kondisi tertentu pada Neuropati perifer. Sebagai contoh, jika neuropati karena sindrom carpal tunnel atau kompresi saraf yang disebabkan oleh pecahnya diskus atau tumor, pada kondisi ini operasi
mungkin diperlukan
meringankan
nyeri
untuk
menyelesaikan
penyebab
dan
neuropatik. Pembedahan rekonstruksi
diperlukan
untuk
perubahan structural yang dapat terjadi karena komplikasi neuropati (misalnya: pemanjangan tendon Achilles). e. Stimulus Spinal Cord Spinal Cord Stimulation (SCS) adalah proses pemberian rangsangan listrik kekolom
dorsal
saraf
tulang
belakang
elektroda
yang terhubung ke perangkat stimulasi listrik. SCS untuk mengurangi 10
melalui
pembedahan
implant
rasa sakit pada pasien dengan
nyeri
neuropati
yang
tak
merespons
pengobatan konvensional. Namun dilaporkan 70% dari penderita ini melaporkan terjadi nyeri kembali satu tahun setelah pembedahan SCS lebih efektif nyeri spontan dibandingkan jenis nyeri lainnya (misalnya allodynia). Study terus dilakukan menyelidiki perlunya penambahan pompa baclofenin tertekal (sejenis obat yang dimasukkan ke dalam liquor) pada metode SCS untuk pasien menderita berbagai jenis nyeri neuropatik yang tidak respon terhadap SCS J. Pencegahan Neuropati atrofi dapat dicegah hanya pada bentuk dimana penyakit yang mendasari bisa pencegahan
diantaranya
dicegah. Hal-hal yang dapat dilakukan seseorang untuk adalah
vaksinasi
terhadap
penyakit-penyakit
yang
menyebabkan neuropati seperti polio dan difteri. Pengobatan pada cedera fisik sesegera mungkin dapat menolong mencegah
kerusakan
saraf
yang
permanen
atau memburuk. Kehati-hatian dalam menggunakan obat-obatan dan bahan-bahan kimia tertentu, sangat disarankan untuk mencegah terpajan terhadap bahan-bahan neurotoksik. Pengendalian penyakit-penyakitkronis mengurangi
kemungkinan
terjadinya
seperti diabetes
dapat juga
neuropati. Meskipun bukan merupakan
tindakan pencegahan, skrining genetik dapat digunakan pada beberapa kondisi yang diwariskan namun tidak secara keseluruhan. Pada beberapa kasus, tertentu
tidak selalu berarti
bahwa
orang
tersebut
akan
adanya
gen
terkena penyakit
tersebut, karena masih dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor-faktor lain yang terlibat. K. Komplikasi 1. Komplikasi syaraf DM dikaki dan tungkai bawah Neuropati pada tungkai dan kaki akan terasa didaerah tungkai bawah dan kaki bagian kiri dan kanan, gejalanya mulai dari kesemutan, dan jika parah maka akan terjadi baal atau banyak disebut dengan mati rasa. Kadang-kadang nya terjadi panas, seperti rasa kita terkena cabai pedas. Jika orang merasakan nyeri dengandenyut terus menerus maka bisa sajakan mengganggu tidurnya. 2. Neuropati pada saluran pencernaan
11
Neuropati pada saluran pencernaan bisa menyebabkan diare dan biasanya akan terjadi pada waktu malam hari. Namun juga ada sebagian orang yang mengalami gangguan konstipasi akibat dari neuropati saluran pencernaan ini. 3. Neuropati kandung kemih Untuk kandung kemih keluhannya adalah kencing yang tidak lancer, jika tidakdi obati dengan baik maka akan timbul infeksi dan rasa sakit pada saluran kandung kemih tsb.
12
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian a) Identitas Pasien : Nama
: Tn. A
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 45 tahun
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Petani
Status Pernikahan
: Menikah
Agama
: Islam
Alamat
: Kalipare Rt 07/ Rw 05 Malang
Tanggal Masuk RS
: 25 April 2020
No RM
: CM 826162
b) Keluhan utama Kedua tungkai, kedua kaki dan jari tangan kiri terasa tebal dan kesemutan c) Riwayat Penyakit sekarang Pasien mulai merasa kaki kanannya menjadi lemas sejak hari pertama dirawat hingga akhirnya pasien harus bertumpu pada kaki kiri dan harus dipapah orang untuk berjalan. Pasien mengaku tidak ada nyeri pada kedua kaki dan tangan. sakit kepala, penglihatan baik. Pasien mengaku nafsu makan baik. Tidak ada mual maupun muntah. BAK lancar dan BAB lancar tidak ada kelainan. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya.Kedua jari pada tangan kiri juga terasa tebal dan kesemutan. Terkadang kedua kaki juga. d) Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat DM tidak terkontrol sudah ± 1 tahun. Tidak ada riwayat hipertensi. e) Riwayat Pengobatan Pasien mengaku sering mengonsumsi obat untuk menurunkan gula darah metformin dari puskesmas. Pasien pernah dirawat di RS sebelumnya sebanyak kali karena gula darah yang sangat tinggi, dan kadar gula darah pernah mencapai mg/dl.
13
f)
Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan ataupun menderita penyakit yang sama. Riwayat hipertensi, DM dan alergi di dalam keluarga disangkal pasien.
g) Riwayat Kebiasaan Pasien memiliki kebiasaan merokok sekitar setengah bungkus per hari. B. PEMERIKSAAN FISIK a. Status Generalis Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
: Tekanan Darah : 110/70 mmHg Denyut Nadi : 68 kali per menit, reguler Suhu : 36,5⁰C Pernafasan : 20 kali per menit, teratur CRT : >3 menit
KEPALA Bentuk
: Normosefali
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Hidung
: Septum deviasi (-) , Sekret (-)
Telinga
: Normotia, serumen -/+
Mulut
: Mukosa tidak hiperemis, pucat (-), sianosis (-), oral hygiene baik
Leher
: KGB dan Tiroid tidak teraba membesar
THORAX STATUS NEUROLOGIS GCS
: E4 V5 M6
Rangsang selaput otak : Kaku kuduk : (-) Laseque : (-) Kernig : (-)
14
Saraf Cranial 1. N.I (Olfactorius) Tidak dilakukan 2. N.II (Opticus) Kanan
Kiri
Keterangan
Tajam Penglihatan
(+)
(+)
Baik
Lapang Pandang
(+)
(+)
Baik
Pengenalan Warna
Tidak dilakukan
Fundus okuli
Tidak dilakukan
3. N.III (Oculomotorius) Kanan Ptosis
Kiri
Keterangan
(-)
(-)
Normal
Bentuk
Bulat
Bulat
Normal
Ukuran
3mm
3mm
Normal
(+)
(+)
Normal
Pupil
Gerak Bola Mata 4. N.V (Trigeminus)
Kanan
Kiri
Keterangan
Motorik
(+)
(+)
Baik
Sensibilitas
(+)
(+)
Baik
Refleks Kornea
(+)
(+)
Baik
5. N.VI ( Abduscens) Kanan
Kiri
Keterangan
Gerak Bola Mata
(+)
(+)
Normal
Strabismus
(-)
(-)
Normal
Deviasi
(-)
(-)
Normal
6. N.VII (Facialis) 15
Kanan
Kiri
Keterangan
Mengerutkan dahi
(+)
(+)
Normal
Mengangkat alis
(+)
(+)
Normal
Menutup mata
(+)
Dbn
Normal
Sudut mulut
Dbn
Dbn
Normal
Lipatan nasolabial
Dbn
Dbn
Normal
Senyum
Dbn
Dbn
Normal
Pengecapan lidah
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
2/3 bagian depan 7. N.IX (Glossofaringeus) Kanan Arcus Faring
Kiri
Dbn
Dbn
Keterangan Normal
Daya Perasa
Tidak dilakukan
Refleks Muntah
Tidak dilakukan
8. N.X (Vagus) Kanan
Kiri
Keterangan
Bicara
Normal
Menelan
Normal
9. N.XI (Accesorius) Kanan
Kiri
Keterangan
Mengangkat Bahu
(+)
(+)
Normal
Memalingkan
(+)
(+)
Normal
Kepala
10.
N.XII (Hipoglossus) Kanan
Kiri 16
Keterangan
Pergerakan lidah
Simetris
Artikulasi
Jelas
Sistem Sensorik Kanan
Kiri
Keterangan
Raba
Pada daerah jari jempol dan telunjuk
Nyeri
tangan kiri dan kedua kaki dari jari kaki hingga
Suhu
batas bawah lutut. Baik
Refleks Kanan
Kiri
Keterangan
Fisiologis Biseps
(+)
(+)
Normal
Triseps
(+)
(+)
Normal
KPR
(+)
(+)
Normal
(+)
(+)
Normal
Babinski
(-)
(-)
Normal
Chaddock
(-)
(-)
Normal
Hoffman-
(-)
(-)
Normal
(-)
(-)
Normal
APR Patologis
Tromner Schaefer Sistem otonom
Miksi : Lancar, tidak nyeri Defekasi : Lancar
PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Laboratorium Tanggal : 25 april 2020 17
Pemeriksaan Darah Hb : 11,5 g/dl Ht : 32,3 % Leukosit : 6.000/mm3 Trombosit : 290.000/mm3 GDS : 351 mg/dl Ureum : 46 mg/dL Kreatinin : 1,1 C. Analisa data No Data 1 DS : Pasien mengatakan
Etiologi Riwayat DM
kedua kaki dan jari tangan kiri terasa tebal
Masalah Perfusi perifer tidak efektif
Kadar glukosa Darah meningkat
dan kesemutan
2
Do : perfusi kapiler buruk CRT : > 3 menit akral dingin, TTV TD : 110/70 MmHg Nadi : 68x/menit RR : 20x/menit Suhu : 36,5 ⁰C GDS : 351 Mg/dl DS : Pasien merasa kaki
Defisiensi insulin Aliran darah ke perifer terganggu
Perfusi perifer tidak efektif Riwayat DM
kanannya menjadi lemas sejak hari
aktifitas Reseptor insulin dalam sel
pertama dirawat hingga
berkurang
akhirnya pasien harus bertumpu pada kaki kiri
Peningkatan glukosa darah
dan harus dipapah orang untuk berjalan.
Sirkulasi darah ke sel lambat
DO : KU : Lemah
Intoleransi
dalam tubuh di jaringan perifer
Klien nampak letih 18
setelah beraktivitas
Kelemahan pada anggota gerak
Aktivitas klien nampak dibantu oleh
Intoleransi aktifitas
keluarga Pergerakan klien terbatas Kekuatan otot 5
5
4
5
D. Diagnosa Keperawatan 1. Perfusi perifer tidak efektif b.d kurangnya aktifitas fisik 2. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan anggota gerak
19
E. Intervensi No 1.
SDKI Perfusi
SLKI Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, Perawatan Sirkulasi
Perifer
Perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil :
SIKI
Observasi :
Tidak
-
Denyut nadi perifer meningkat
-
Periksa sirkulasi perifer
Efektif
-
Penyembuhan luka meningkat
-
Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
-
Sensasi meningkat
-
Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
-
Warna kulit pucat menurun
-
Edama perifer menurun
-
Nyeri ekstremitas menurun
-
Parastesia menurun
-
Kelemahan otot menurun
-
Kram otot menurun
-
Bruit fernoralis menurun
-
Nekrosis menurun
-
Pengisian kapiler cukup membaik
-
Lakukan pencegahan infeksi
-
Akral cukup membaik
-
Lakukan perawatan kaki dan kuku
-
Turgor kulit cukup membaik
-
Lakukan hidrasi
-
Tekanan darah sistolik cukup membaik
Edukasi :
-
Tekanan darah diastolic cukup membaik
-
Anjurkan berhenti merokok
-
Tekanan arteri rata-rata cukup membaik
-
Anjurkan berolahraga rutin
-
Anjurkan
pada ekstremitas Terapeutik : -
Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
-
Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
-
Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
20
mengecek
air
mandi
untuk
menghindari kulit terbakar -
Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah, antikoagulan dan penurun kolesterol, jika perlu
-
Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
-
Anjurkan
menghindari
penggunaan
obat
penyekat beta -
Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
-
Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus 2
Intoleransi
dilaporkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, Manajemen Energi
Aktivitas
Toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil :
Observasi :
-
Frekuensi nadi meningkat
-
Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
-
Saturasi oksigen meningkat
-
Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-
-
Monitor kelelahan fisik dan emosional
hari meningkat
-
Monitor pola dan jam tidur
-
Kecepatan berjalan meningkat
-
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
-
Jarak berjalan meningkat
mengakibatkan kelelahan
melakukan aktivitas 21
-
Kekuatan tubuh bagian atas meningkat
Terapeutik :
-
Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
-
Toleransi dalam menaiki tangga meningkat
-
Keluhan lelah menurun
-
Dyspnea saat aktivitas menurun
-
Dyspnea setelah aktivitas menurun
-
Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
-
Perasaan lemah menurun
-
Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
-
Aritmia saat aktivitas menurun
-
Aritmia setelah aktvitas menurun
-
Warna kulit membaik
-
Anjurkan tirah baring
-
Tekanan darah membaik
-
Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
-
Frekuensi napas membaik
-
Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
-
Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
-
Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
dapat berpindah atau berjalan Edukasi :
gejala kelelahan tidak berkurang -
Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
22
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Neuropati atrofi dapat mengenai saraf sensorik, motorik, otonom atau kombinasi. Anamnesis yang detail dan benar, pemeriksaan fisik neurologi dan pengetahuan anatomi yang baik dapat membantu menentukan diagnosis neuropati atrofi dan membedakan kasus gawat darurat dan tidak. Pada kasus akut, diagnosis yang akurat dan penanganan awal biasanya mempengaruhi prognosis. B. Saran Kenali gejala dini Neuropati atrofi untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Konsultasikan dengan dokter ahli untuk mendapatkan pengarahan yang lebih lanjut tentang penanganan Neuropati atrofi.
23
DAFTAR PUSTAKA Harsono. 2006. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Mahadewa, Tjokorda Gde Bagus. 2013. Saraf Perifer. Jakarta: Gramedia Pustaka Markam, Soemarmo. Penuntun Neurologi. Jakarta: Bina Aksara Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defiinisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Snell, S. Richard (Ed). 2007. Neuroanatomi Klinik Edisi 2. Editor: dr. Sjamir M.S. Jakarta: EGC
24