Askep Osteoporosis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Keperawatan Medikal Bedah 3



ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS DISUSUN OLEH: KELOMPOK 3 KELAS A Nurul Niken Kasim



841417001



Sitty Juniyarti J. Paramata



841417004



Sylvina Rejiya Maksud



841417008



Nur Ain A. Humalanggi



841417014



Yuditia Audina



841417019



Fardila Soleman



841417025



Henik Winuryaning



841417029



Sukri Nasaru



841417019



Zenab Pakudu



841417166



Candra Resianto



841417167



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO TAHUN 2019



2



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Kuasa, karena atas limpahan rahmat serta karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas mengenai materi Keperawatan Medikal Bedah 3 tepat pada waktu yang ditentukan dengan baik dan lancar. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2 yang selama penyusunan makalah ini kami banyak mendapat pengetahuan tentang mata kuliah ini khususnya mengenai materi “Asuhan Keperawatan Klien dengan Osteoporosis”. Untuk itu, ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada selaku dosen pengajar mata kuliah ini di Universitas Negeri Gorontalo, yang dalam hal ini telah memberi pengetahuan dalam bentuk materi maupun pemikiran sehingga dalam penyusunan makalah ini berjalan dengan lancar. Kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi semua pihak khususnya bagi teman-teman para pembaca.



Gorontalo, 24 September 2019



Penyusun



i



DAFTAR ISI Kata Pengantar...............................................................................................



i



Daftar Isi..........................................................................................................



ii



Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang................................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah...........................................................................



3



1.3 Tujuan.............................................................................................



3



1.4 Manfaat...........................................................................................



3



Bab II Konsep Medis 2.1 Definisi Osteoporosis......................................................................



4



2.2 Etiologi Osteoporosis......................................................................



5



2.3 Klasifikasi Limfoma Hodgkin.......................................................



6



2.4 Patofisiologi Osteoporosis..............................................................



7



2.5 Manifestasi Klinis Osteoporosis.....................................................



9



2.6 Pemeriksaan Diagnostik Osteoporosis...........................................



12



2.7 Pengobatan Osteoporosis................................................................



13



2.8 Pencegahan Osteoporosis...............................................................



15



BAB III Konsep Keperawatan 3.1 Pengkajian Keperawatan................................................................



19



3.2 Daftar Diagnosis Keperawatan.......................................................



30



3.4 Perencanaan Intervensi Keperawatan.............................................



33



BAB IV Penutup 4.1 Simpulan.........................................................................................



45



4.2 Saran...............................................................................................



45



Daftar Pustaka................................................................................................



46



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia. Osteoporosis merupakan penyakit ditandai dengan massa tulang yang rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Wardhana, 2015 dan Hikmiyah dan Martin, 2016). Osteoporosis memiliki dampak yang cukup parah bagi kesehatan. Dampak dari penderita osteoporosis yaitu beresiko mengalami fraktur (Hikmiyah dan Martin, 2015 ). Prevalensi osteoporosis di dunia masih cukup tinggi. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa sekitar 200 juta orang menderita Osteoporosis di seluruh dunia. Pada tahun 2050, diperkirakan angka patah tulang pinggul akan meningkat 2 kali lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada pria (Kemenkes RI, 2012). Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2010, angka insiden patah tulang paha atas tercatat sekitar 200/100.000 kasus pada wanita dan pria diatas usia 40 tahun diakibatkan osteoporosis. World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa 50% patah tulang paha atas ini akan menimbulkan kecacatan seumur hidup dan menyebabkan angka kematian mencapai 30% pada tahun pertama akibat komplikasi imobilisasi. Data ini belum termasuk patah tulang belakang dan lengan bawah serta yang tidak memperoleh perawatan medis di Rumah Sakit (Kemenkes RI, 2012). Peningkatan usia berhubungan dengan peningkatan risiko osteoporosis. Seiring dengan meningkatnya usia, pertumbuhan tulang akan semakin menurun. Sel osteoblas akan lebih cepat mati karena adanya sel osteoklas yang menjadi lebih aktif, sehingga tulang tidak dapat digantikan dengan baik dan massa tulang akan terus menurun (Agustin, 2009). Hasi penelitian Prihatini, et al(2010) menyatakan bahwa pada usia kurang dari 35 tahun 5,7 %



1



sampel beresiko osteoporosis dan proporsinya terus meningkat dengan bertambahnya usia. Proporsinya mulai meningkat tajam pada usia 55 tahun. Menurut WHO (2012), osteoporosis menduduki peringkat kedua, di bawah penyakit jantung sebagai masalah kesehatan utama dunia. Menurut data Internasional Osteoporosis Foundation (IOF), lebih dari 30% wanita diseluruh dunia mengalami resiko patah tulang akibat osteoporosis bahkan mendekati 40%. Sedangkan pada pria, resikonya berada pada angka 13%. Angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis diseluruh dunia mencapai angka 1,7 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun 2050. Penderita osteoporosis di Eropa, Jepang, dan Amerika adalah sebanyak 75 juta penduduk, sedangkan di Cina 84 juta penduduk, dan ada 200 juta penderita osteoporosis diseluruh dunia. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana definisi dari osteoporosis ? 2. Apa saja etiologi dari osteoporosis ? 3. Apa saja klasifikasi dari osteoporosis ? 4. Bagaimana patofisiologi dari osteoporosis ? 5. Apa saja manifestasi klinis dari osteoporosis ? 6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari osteoporosis ? 7. Bagaimana pengobatan dari osteoporosis ? 8. Bagaimana pencegahan dari osteoporosis ? 1.3 TUJUAN 1. Mampu mendeskripsikan definisi dari osteoporosis ? 2. Mampu mendeskripsikan etiologi dari osteoporosis ? 3. Mampu mendeskripsikan klasifikasi dari osteoporosis ? 4. Mampu mendeskripsikan patofisiologi dari osteoporosis ? 5. Mampu mendeskripsikan manifestasi klinis dari osteoporosis ? 6. Mampu mendeskripsikan pemeriksaan diagnostik dari osteoporosis ? 7. Mampu mendeskripsikan pengobatan dari osteoporosis ? 8. Mampu mendeskripsikan pencegahan dari osteoporosis ?



2



BAB II KONSEP MEDIS 2.1 DEFINISI Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostatis normal. Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang. Pengakibatkan penurunan massa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur dengan stress yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal (Junaidi, 2015). 2.2 ETIOLOGI Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut: 1. Determinasi Massa Tulang a. Faktor Genetik Perbedaan genetik mempuyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempuyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umurnya mempuyai struktur yang lebih kuat/berat dari pada bangsa kaukasia. Jadi seseorang yang mempuyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis (Rahartati, 2016). b. Faktor Mekanis Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukan respons terhadap kerja mekanik beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar (Rahartati, 2016).



3



c. Faktor Makanan dan Hormon Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral). Pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misalnya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya (Rahartati, 2016). 2. Determinasi Penurunan Massa Tulang a. Faktor Genetik Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko fraktur dari pada seseorng dengan tulang yang besar. Setiap individu mempuyai ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya serta beban mekanis dan besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempuyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempuyai tulang kecil pada usia yang sama (Rahartati, 2016). b. Faktor Mekanis Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia, dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia (Rahartati, 2016). c. Kalsium Kalsium merupakan yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan



4



absorbsinya juga baik, menunjukan keseimbagan kalsium positif. Jadi, dapat disimpulkan kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbagan kalsium yang negatif, sejumlah 25mg kalsium sehari (Rahartati, 2016). d. Protein Pada umumnya, protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi eksresi kalsium melalui urin. Jadi, dapat disimpulkan makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif (Rahartati, 2016). e. Estrogen Berkurangnya/hilangnya



estrogen



dari



dalam



tubuh



akan



mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbagan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginja (Rahartati, 2016)l. f. Rokok Dan Kopi Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang. Lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak eksresi kalsium melalui urin maupun tinja (Rahartati, 2016). g. Alkohol Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempuyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan eksresi lewat urin yang meningkat (Rahartati, 2016)



5



2.3 KLASIFIKASI Menurut Ichramsyah (2016) Klasifikasi osteoporosis di bagi atas tiga bagian, yaitu : 1. Osteoporosis primer yang dapat terjadi pada tiap kelompok umur. Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian :



a. Tipe I (Post-menopausal) : Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75 tahun).



b. Tipe II : Terjadi pada pri dan wanita usia >70 tahun. 2. Osteoporosis sekunder Osteoporosis jenis ini dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang disebabkan oleh keadaanmedis lainnya atau obat-obatan. 3. Osteoporosis idiopatik Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui.Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. 2.4 PATOFISIOLOGI Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan aktivitas mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan masa tulang mulai terjadi setelah tercaipainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopouse  dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pasca menopouse (Nurma Ningsih, 2017). Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan fungsi tubuh. Asupan kasium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium yang 6



dianjurkan (RDA : recommended daily allowance) meningkat pada usia 11 – 24 tahun (adolsen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalakan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pasca menoupose 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan mengkonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas. Karena penyerapan kalsium kurang efisisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2016). Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindron Cushing, hipertiriodisme dan hiperparatiriodisme menyebabkan kehilangan massa tulang. Obat- obatan seperti isoniazid, heparin tetrasiklin, antasida



yang



mengandung



alumunium,



furosemid,



antikonvulsan,



kortikosteroid dan suplemen tiroid mempengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium. Imobilitas juga mempengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis (Smeltzer, 2016). Osteoporosis merupakan silent disease. Penderita osteoporosis umumnya tidak mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang yang mendapat tekanan (tulang vertebra dan kolumna femoris) (ode, 2012). Pada tulang yang normal, kecepatan pembentukan dan resorpsi tulang bersifat konstan pergantian segera disertai resorpsi, dan jumlah tulang yang digantikan sama dengan jumlah tulang yang diresorpsi. Osteoporosis terjadi kalau siklus remodeling tersebut terganggu dan pembentukan tulang yang baru menurun hingga dibawah resorpsi tulang. Kalau tulang diresorpsi lebih cepat daripada pembentukanya, maka kepadatan atau densitas tulang tersebut akan menurun (Kowalak, 2003)



7



Pada wanita menopause tingkat esterogen turun sehingga siklus remodeling tulang berubah dan pengurangan jaringan tulang dimulai karena salah satu fungsi esterogen adalah mempertahankan tingkat remodeling tulang yang normal, sehingga ketika esterogen turun, tingkat resorbsi tulang menjadi lebih tinggi dari pada formasi tulang yang mengakibatkan berkurangnya massa tulang (Lane, 2001 dalam Mu’minin, 2016). 2.5 MANIFESTASI KLINIS Manifestasi Klinis dari osteoporosis menurut Ichramsyah (2016), yaitu 1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. 2. Nyeri timbul mendadak 3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yang terserang 4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur 5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah oleh karena melakukan aktivitas 6. Deformitas vertebra thorakalis



penurunan tinggi badan



2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Menurut Ichramsyah (2016)



Pemeriksaan non-invasif pada osteoporosis



yaitu: 1. Pemeriksaan analisis aktivasi Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan massa tulang. 2.



Pemeriksaan absorpsiometri



3.



Pemeriksaan komputer tomografi (CT)



4.



Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.



5. Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah dan kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers osteocalein (GIA protein).



8



2.7 PENGOBATAN Prinsip Pengobatan pada osteoporosis menurut Rahartati (2016), yaitu : 1. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik 2. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat. 2.8 PENCEGAHAN Menurut Mangoenprasodjo (2015) pencegahan osteoporosis dibagi menjadi tiga bagian : 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer dilakukan dengan tujuan untuk tahap awal pencegahan terjadinya osteoporosis. Salah satunya selalu memperhatikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan osteoporosis baik secara genetik ataupun karena faktor lingkungan. Adapun cara pencegahan primer diantaranya : a) Mengonsumsi makanan yang mengandung kalsium, seperti susu. Cairan putih ini merupakan sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk pembentukan tulang. Itulah sebabnya sumber nutrisi dari susu tak hanya baik bagi terpeliharanya kebuguran tubuh, tetapi juga kesehatan tulang. Demi mencegah keropos tulang, dibutuhkan keteraturan konsumsi susu sejak dini hingga usia lanjut (lansia). Angka kecukupan gizi kalsium adalah 800-1200mg perorang perhari atau setara dengan tiga sampai 4 gelas susu. b) Melakukan



latihan



fisik atau



biasa disebut



dengan senam



osteoporosis. Senam osteoporosis merupakan Olahraga atau aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kepadatan mineral pada tulang atau mengurangi hilangnya jaringan tulang terutama pada wanita premenopause dan postmenopause. Tujuan dilakukanya senam osteoporosis adalah untuk memelihara kondisi punggung, mencegah dan mengobati



9



osteoporosis. Latihan ini dilakukan 15-20 menit, 3 sampai 5 kali dalam seminggu minimal 2x seminggu, latihan ini dilakukan dengan berdiri dan telentang. Menurut mangoenprasodjo (2015) penelitian lain yang dilakukan pada wanita-wanita setengah baya, menyatakan bahwa latihan olahraga seperti senam osteoporosis membantu mencegah terkikisnya tulang tulang yang biasanya terjadi pada usia baya. c) Hindari faktor penghambat penyerapan kalsium atau mengganggu pembentukan tulang seperti merokok, mengonsumsi alkohol, konsumsi obat yang menyebabkan osteoporosis. 2. Pencegahan Sekunder Cara pencegahan sekunder ini bertujuan untuk menghambat persebaran osteoporosis yang sudah ada dalam tubuh mengkoplikasi penyakit yang lain. Dengan pencegahan sekunder ini banyak sekali hal yang harus dilakukan salah satunya melakukan pendeteksi dini pada penderita osteoporosis. Setelah didapatkan hasil untuk memperkuat diagnosa osteoporosis maka yang harus dilakukan untuk tahap pencegahan sekunder ini adalah sebagai berikut: a) Konsumsi kalsium yang harus ditambah lebih banyak lagi b) Terapi Sulih Hormon (TSH). Setiap perempuan pada saat menopause mempunyai risiko osteoporosis. Salah satu yang dianjurkan adalah pemakaian ERT (Estrogen Replacement Therapy) pada mereka yang tidak ada kontraindikasi. ERT menurunkan risiko fraktur sampai 50 persen pada panggul tulang dari vertebra. c) Latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual. Prinsipnya sama dengan latihan beban dan tarikan (stretching) pada aksis tulang. Latihan tidak dapat dilakukan secara missal karena perlu mendapat supervise dari tenaga medis. d) Mengonsumsi E Calcitonin, tentunya sesuai anjuran dokter e) Rutin memeriksakan diri ke layanan kesehatan



10



3. Pencegahan Tersier Pencegahan tertier merupakan pencegahan yang dilakukan dikarenakan sudah terjadi osteoporosis dan dicegah agar tidak mengalami keparahan atau sakit yang berlebih yaitu dengan cara, setelah pasien mengalami osteoporosis atau fraktur jangan biarkan melakukan gerak (mobilisasi) terlalu lama. Sejak awal perawatan, disusun rencana mobilisasi, mulai mobilisasi pasif sampai aktif dan berfungsi mandiri. Dari sudut rehabilitasi medis, pemakaian fisioterapi/okupasi terapi akan mengembalikan kemandirian pasien secara optimal. Pemahaman pasien dan keluarganya tentang osteoporosis diharapkan menambah kepedulian dan selanjutnya berperilaku hidup sehat sesuai pedoman pencegahan osteoporosis.



11



BAB III KONSEP KEPERAWATAN 3.1 PENGKAJIAN a. Identifikasi Kebutuhan Dasar yang Mengalami Gangguan b. Identitas Nama



:



Jenis kelamin :



Kategori Fisiologis



Umur



:



Pekerjaan



:



Status



:



Subkategori Respirasi



Masalah



Normal



tidak ada gangguan respirasi



R : 16-20x/menit



pada pasien osteoporosis



Tidak mengalami kelebihan atau kekurangan oksigenasi



Sirkulasi



tidak ada gangguan jantung pada Tidak mengalami penurunan pasien osteoporosis



sirkulasi darah. Nilai normal : a. Hb 10.7 g/dl b. Leukosit 19.600/Ul, c. LED 102 mm/jam, d. Hematokrit 35%, e. Trombosit 195.00/Ul, Tekanan



darah



120/80



mmHg. Nutrisi dan Cairan



Biasanya



pada



Osteoporosis vitamin



D,



pasien Asupan nutrisi dan cairan kekurangan cukup



vitamin



C



dan



vitamin K Eliminasi



tidak ada gangguan eliminasi Proses BAB dan BAK pada pasien osteoporosis



lancar, tidak mengalami



12



gangguan. Nilai normal : a. GDS 413 mg/dl, b. HbA1c 10.5%, c. Ureum 40 mg/dl, d. Creatinin 1,0 mg/dl, e. Albumin 2,3 mg/dl, f. Natrium 128 mEq/dL g. Kalium 3.9 mEq/Dl. Aktivitas



dan Pasien Osteoporosis aktivitasnya Aktivitas



Istirahat



dan



istirahat



akan terhambat karena adanya normal nyeri



pada



pinggang



yang



menyebabkan keterbatasan pada gerak Tidak



Neurosensori



ada



neurosensori



gangguan Tidak mengalami gangguan pada



pasien pada neurosensori



Osteoporosis Reproduksi



dan Tidak



Seksualitas Psikologis



Nyeri



ada



gangguan



pada Tidak ada gangguan pada



reproduksi dan seksualitas dan Pada



Kenyamanan



pasien



terdapat



nyeri



punggung



reproduksi dan seksualitas



Osteoporosis Tidak mengalami gangguan pada



bagian



tulang pada neurosensori bawah,



pinggang dan leher Integritas Ego



tidak



ada



gangguan



pada Tidak mengalami gangguan



integritas ego



baik pada emosi



individu



serta gangguan spiritual pada individu Perilaku



Pertumbuhan dan tidak Perkembangan Kebersihan Diri



ada



gaangguan normalnya



pertumbuhan dan perkembangan



tidak



terdapat



gangguan pada pertumbuhan dan



perkembangan



Kebersihan Diri



13



Penyuluhan



dan kurangnya pengetahuan tentang Individu mendapat informasi



Pembelajaran



faktor



pemicu



terjadinya tentang



Osteoporosis



penyuluhan



kesehatan dan dapat merubah pola hidup yang sehat



Relasional



Interaksi Sosial



Tidak



ada



masalah



pada Individu dapat berinteraksi



interaksi sosial Lingkunga



Keamanan



n



Proteksi



dan Pasien



dengan



sosial dengan baik osteoporosis Individu



beresiko untuk cedera



tidak



gangguan



mengalami



keamanan



gangguan proteksi



c. Pemeriksaan Penunjang 1) Pemeriksaan Laboratorium a. Kadar serum ( puasa ) kalsium (Ca), Fosfat (PO4) dan fosfatase alkali b. Bila ada indikasi, dianjurkan juga untuk melakukan pemeriksaan fungsi tiroid, hati dan ginjal c. Pengukuran eksresi kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan pasien malabsorbsi kalsium (total eksresi 24 jam kurang dari 100 mg) dan untuk pasien yang jumlah eksresi kalsium sangat tinggi (lebih dari 250 mg/24 jam) yang bila diberi suplemen kalsium atau Vitamin D atau metabolismenya mungkin berbahaya d. Bila dari hasil klinis darah dan urin diduga adanya hiperparatioridisme, maka perlu diperiksa kadar hormon paratiroid (TTH) bila ada dugaan ke arah malabrobsi maka perlu diperiksa kadar 25 OH D 2) Pemeriksaan radiologi



14



dan



Pemeriksaan radiologis umumnya terlihat jelas apabila telah terjadi osteoporosis lanjut atau jika hasil BMD yang diperoleh dari pemeriksaan dengan menggunakan alat densitometer menunjukkan positif tinggi 3) Pemeriksaan Densinometer (Ultrasound) Pemeriksaan dengan densinometer untuk mengukur kepadatan tulang (BMD),berdasarkan Standar Deviasi (SD) yang terbaca oleh alat tersebut. Densinometer merupakan alat test terbaik untuk mendiagnosis seseorang menderita osteopeni atau osteoporosis , namun tes ini tidak dapat menentukan cepatnya proses kehilangan massa tulang. Dengan demikian, jika densitometer ultasound menunjukkan nilai rendah (T-score dibawah -2,5), sebaiknya disarankan menggunakan densinometer X-ray (rontgen) Penilaian Osteoporosis : a. Kondisi Normal : Kepadatan tulang (BMD) antara +1 sampai -1 b. Osteopenia



: Kepadatan tulang (BMD) antara -1 sampai -2,5



c. Osteoporosis



: Kepadatan tulang (BMD)