Askep Pci [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI) RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA Disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta



Oleh: Kelompok B SUMIYATI, AMK ARIF, Amd Kep TYAS RATNA PURI, AMK SYAMSUL PUTRA,Amd Kep NETTI OVIANTI, AMK



Divisi Pendidikan dan Latihan Program Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita 2016



HALAMAN PENGESAHAN Studi kasus ini diajukan oleh: 1. Sumiyati, amk 2. Arif, Amd Kep 3. Tyas Ratna Puri, Amk 4. Syamsul putra. Amd Kep 5. Netti ovianti, Amk



Program



: Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar



Judul Studi Kasus



: Asuhan keperawatan pada klien dengan Post



Percutanus



Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta.



Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing PEMBIMBING



Ns Hero Sunandar, S.Kp, Sp.KV Mengetahui, Penguji I



Penguji II



Ns Rita Kartika ,S.kep. S psi



Ns Yanti Rayanti, S.Kep.,SpKV MM



i



KATA PENGANTAR Pujisyukur kami panjatkan kehaditarat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikanmakalah ini dengan tepat waktu. Adapun judul makalah ini adalah“asuhan keperawatan pada klien dengan Post Percutanus Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.Makalahini di susun guna memenuhi tugas kelompok pada Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar di Divisi Diklat Pusat Jantung Nasional dan Pembuluh Darah Harapan Kita Angkatan III 2016.



Kelompok ini menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak pihak yang telah membantu, maka dari itu kelompok mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ns Hero Sunandar, S.Kp, Sp.KV Selaku



pembimbing kelompok dalam



penyusunan makalah ini . 2. Ns Yanti Rayanti, S.Kep.SpKV MM Selaku Manager Of Training Pelatihan Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar dan Penguji dalam persentasi Makalah. 3. Ns Rita Kartika ,S.kep. S Psi Selaku Penguji dalam persentasi Makalah. 4. Segenap perawat ruang Cath Lab Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta . 5. Seluruh staf Diklat dan teman-teman peserta Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar di Divisi Diklat Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Angkatan III 2016.



ii



Kami kelompok menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, dan masih jauh dari sempurna oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun Akhirnya kami berharap semoga makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya .



Jakarta , Oktober 2016 Penulis



iii



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI ....................................................................................................... Kata Pengantar .................................................................................................. i Lembar Pengesahan...........................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................01 B. Tujuan Penelitian .............................................................................02 C. Ruang Lingkup.................................................................................02 D. Metode Penulisan.............................................................................02 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar Coronary Artery Disease (CAD)..............................03 B. Percutaneous Coronary Intervention ...............................................08 C. Contrast Induced Nephropathy ........................................................16 D. Asuhan Keperawatan .......................................................................22 BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian ........................................................................................32 B. Pemeriksaan penunjang....................................................................36 C. Analisa Masalah ...............................................................................30 D. Diagnosa Keperawatan.....................................................................42 E. Intervensi Keperawatan....................................................................43 F. Implementasi dan Evaluasi...............................................................47 BBAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan ............................................................................................... 57 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................62 B. Saran..................................................................................................62 DAFTAR PUSTAKA DaftarPustaka Saran................................................................................63



BAB I PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang Penyakit Kardiovaskular masih merupakan pembunuh nomor satu di



Indonesia maupun di dunia. Dari data di Amerika setiap tahun 1,2 juta orang mengalami infark miokard dan kira-kira sepertiganya merupakan infark miokard dengan ST elevasi (Keeley EC, Hillis LD, 2007) Dari seluruh orang yang mengalami infark miokard di Amerika, 25-35% nya meninggal sebelum mendapat perawatan, sebagian besar karena Fibrilasi Ventrikel. Pada kelompok yang mendapat perawatan, angka kematian turun dari 11.2% di tahun 1990 menjadi 9.4% di tahun 1999. Hal tersebut dikarenakan adanya tindakan reperfusi pada Infark dengan ST elevasi, baik dengan fibrinolitik maupun percutaneous coronary intervention (PCI). Dari analisa National Registry of Myocardia Infarction angka kematian di rumah sakit pada pasien yang mendapat reperfusi adalah sekitar 5.7%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapat reperfusi walaupun sebenarnya kandidat yaitu 14.8%. (Keeley EC, Hillis LD, 2007) Percutaneous coronary intervention(PCI) adalah sebuah trobosan dalam reperfusi yang cepat pada infark miokad. Menurut Davis 2004, Percutaneous Coronary Intervention (PCI) adalah intervensi atau tindakan non bedah untuk membuka/dilatasi/melebarkan arteri koroner yang mengalami penyempitan agar aliran darah dapat kembali menuju ke otot jantung (Davis, 2011). Keterlambatan door to needle atau door to balloon tiap 30 menit akan meningkatkan risiko relative 1 tahun sebanyak 7.5%. Sehingga segala usaha harus dilakukan untuk mempercepat reperfusi. (May MRL,2008) Meskipun Percutaneous Coronary Intervention (PCI) merupakan tindakan pilihan, namun tidak lepas dari adanya resiko resiko yang diakibatkan oleh tidakan tersebut, oleh karena itu kelompok tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan post percutaneous coronary intervention (PCI) untuk meminimalisir efek yang diakibatkan oleh tindakan percutaneous coronary intervention (PCI)



1



1.2.



Tujuan 1.2.1. Tujuan Umum Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Post Percutanus Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI 1.2.2. Tujuan Khusus a. Mampu memahami konsep teori Post Percutaneous Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI b. Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Post Percutaneous Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI



1.3.



Sistematika Penulisan Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: 1. BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang dan tujuan 2. BAB II Tinjauan Teori berisi pengertian, indikasi, kontraindikasi, intervensi, komplikasi, konsep asuhan keperawatan, peran perawat, prosedur pencabutan sheath, prosedur pelepasan nichiband, 3. BAB III Tinjauan Kasus yang terdiri dari pengkajian, analisa masalah, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 4. BAB IV Pembahasan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. 5. BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Konsep Dasar Coronary Artery Disease (CAD)



2.1.1 Pengertian Penyakit Jantung Koroner Penyakit



jantung



koroner



adalah



keadaaan



dimana



terjadi



ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium atas oksigen dengan penyediaan yang di berikan oleh pembuluh darah koroner (Nazpi, 2010). Coronary Artery Disease (CAD) adalah merupakan gangguan yang terjadi pada arteri koroner akibat penyempitan atau penyumbatan lemak di dinding koroner mengakibatkan kurangnya asupan oksigen dan nutrisi ke miocardium yang berujung pada iskemia otot jantung (Rahmi, 2013). Coronary Artery Disease dapat dikarakteristikkan sebagai akumulasi dari plak yang semakin lama semakin membesar, menebal dan mengeras di dalam pembuluh darah arteri (Nactina, 2005). Terdapat 4 faktor yang menentukan besarnya kebutuhan oksigen miokardium : frekuensi denyut jantung, daya kontraksi, massa otot, dan tegangan dinding ventrikel. Bila kebutuhan miokardium meningkat, otomatis penyediaan oksigen juga harus meningkat. Untuk meningkatkan penyediaan oksigen dalam jumlah yang memadai, aliran pembuluh darah koroner harus ditingkatkan. Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteri koronaria dan meningkatkan aliran darah koroner adalah hipoksia jaringan lokal. Pembuluh darah koroner dapat melebar sekitar lima sampai enam kali sehingga dapat memenuhi kebutuhan miokardium. Namun, pembuluh darah dapat mengalami stenosis dan tersumbat akibatnya kebutuhan miokardium akan oksigen tidak dapat terpenuhi (Silvia, Loraine, 2006)



3



2.1.2 Etiologi Penyebab utama dari CAD adalah atherosclerosis, yang merupakan suatu proses patologis yang menyebabkan ketidakteraturan dan penebalan dari dinding pembuluh darah arteri. Atherosclerosis biasanya terjadi pada lapisan intima atau lapisan paling dalam dari dinding pembuluh darah. Proses pembentukan atherosclerosis ini dimulai pada awal kehidupan dengan perkembangan lemak (lapisan lemak yang makin lama makin menebal) terdiri dari sel-sel makrofag dan sel-sel otot yang lembut. Lama kelamaan sel otot yang lembut tersebut berproliferase dan membentuk jaringan matrik yang kaku, yang terakumulasi di intrasel dan ekstrasel (Finkelmeier, 2000). Aterosklerosis pembuluh darah koroner merupakan penyebab tersering penyakit jantung koroner. Aterosklerosis disebabkan oleh adanya penimbunan lipid di lumen arteri koronaria sehingga secara progresif mempersempit lumen arteri tersebut dan bila hal ini terus berlanjut, maka dapat menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk berdilatasi. Dengan demikian, keseimbangan penyedia dan kebutuhan oksigen menjadi tidak stabil sehingga membahayakan miokardium yang terletak sebelah distal daerah lesi (Silvia, Loraine, 2006a) 2.1.3 Faktor Resiko Terjadinya CAD 2.1.3.1 Faktor resiko yang tidak dapat diubah : (Muttaqin,2009) 1. Usia Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun atau lebih dan yang meninggal empat dari 5 orang berusia diatas 65 tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.



4



2. Jenis Kelamin Terjadi tiga kali lebih sering pada pria dibanding wanita. Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada wanita resiko lebih besar setelah masa menopause, ini terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah. 3. Riwayat keluarga positif sakit jantung. Tingkat factor genetik dan lingkungan membantu terbentuknya atherosclerosis



belum



dietahui



secara



pasti.



Tendensi



atherosclerosis pada orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga lain. 4. Ras (Suku Bangsa) Orang



amerika



kulit



hitam



memiliki



resiko



lebih



tinggi



dibandingkan dengan orang kulit putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan bahwa 33% orang amerika kulit hitam menderita hipertensi dibandingkan dengan orang kulit putih. 2.1.3.2 Faktor resiko yang dapat diubah : 1. Merokok Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA daripada yang bukan perokok. Resiko juga bergantung pada jumlah rokok yang dikonsumsi perhari, lebih banyak rokok lebih tinggi pula resikonya. Hal ini dikaitkan dengan pengaruh nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida karbon yang terkandung dalam rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja miokardium dan dampak peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon



monoksida



mengganggu



pengangkutan



oksigen



karena



hemoglobin mudah berikatan dengan karbon monoksida daripada oksigen. 2. Hiperlipidemia Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam trasportasi, digesti dan absorb lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol



5



melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA dibandingkan dengan yang memiliki kadar 200 mg/dl. Diet yang mengandung lemak jenuh merupakan factor utama yang menimbulkan hyperlipidemia. 3. Tekanan darah tinggi (Hipertensi) Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan kebutuhan ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk miokard menghadapi suplai yang bekurang. 4. Diabetes Mellitus (Gula Darah Tinggi) Atherosklerosis diketahui beresiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes tanpa memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler terjadi pada diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang peranan dalam pertumbuhan atheroma. 5. Obesitas Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas berhubungan dengan peningkatan intake kallori dan kadar low density lipoprotein. 6. Inaktifitas Fisik. Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara menurunkan kadar kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap fisiologis dari kegiatan mampu menurunkan kadar kepekatan rendah dari lipid protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac output. 7. Stress Psikologi berlebihan. Stress merangsang system kardiovaskuler melepaskan katekolamin (hormone yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal dalam menanggapi stress) yang meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi.



6



2.2



Percutaneous Coronary Intervention



2.2.1 Pengertan Percutaneous Coronary Intervention (PCI) terdiri dari tiga kata yakni Percutaneous yang artinya melalui kulit, Coronary adalah pada arteri koroner, dan Intervention adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka pengobatan pada kelainan/penyakit jantung



koroner.



Percutaneous



coronary



intervention(PCI)



adalah



intervensi atau tindakan non bedah untuk membuka/dilatasi/melebarkan arteri koroner yang mengalami penyempitan agar aliran darah dapat kembali menuju ke otot jantung (Davis, 2011). Percutaneous Coronary Intervention merupakan suatu tindakan angioplasty (dengan atau tanpa stent) dalam 12 jam pada lesi culprit setelah simtom, tanpa didahului oleh pemberian fibrinolitik atau obat lain yang dapat melarutkan bekuan darah. Prosedur ini bertujuan untuk membuka infarc related artery saat terjadinya infark miokard akut dengan elevasi segment ST (Keeley EC, Hillis LD, 2007)



2.2.2 Jenis Percutaneous Coronary Intervention (PCI) Team Work Service Koroner PJNHK membagi Percutaneous Coronary Intervention menjadi tiga : 1.



Primary Percutaneous Coronary Intervention



adalah tidakan yang



dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari 12 Jam, Keterlambatan door to needle atau door to balloon tiap 30 menit akan meningkatkan risiko relative 1 tahun sebanyak 7.5%. Sehingga segala usaha harus dilakukan untuk mempercepat reperfusi. (May MRL,2008) 2.



Early Percutaneous Coronary Intervention



adalah tidakan yang



dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala lebih dari 12 Jam 3.



Rescue



Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang



dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari 12 Jam setelah mengalami kegagalan terapi Fibrinolitik 4.



Percutaneous Coronary Intervention Elektif



7



2.2.3



Indikasi Percutaneous Coronary Intervention (PCI)



Indikasi untuk dilakukan PCI adalah: 1. Acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen elevasi > 1 mm di ekstrimitas dan > 2 mm di precordial, lead yang bersebelahan serta peninggkatan CKMB lebih dari25µ/l , Troponin T positif > 0,03 2. Non–ST-elevation acute coronary syndrome (NSTE-ACS) Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse dan peningkatan CKMB > 25 µ/l Troponin T positif > 0,03 3. Unstable angina Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm, dapat disertai dengan gelombang



T inverse



dan Enzim



jantung (Bio-marker) normal 4. Stable angina 5. Anginal equivalent (eg, dyspnea, arrhythmia, or dizziness or syncope) 6. High risk stress test findings Untuk pasien dengan STEMI, sangat disarankan utnuk dilaukan PCI dengan



segera



atau



Primary



Coronary



Angiografi.



juga



sangat



merekomendasikan PCI pada pasien dengan kasus NSTE-ACS dalam berbagai



kasus



(American



College



of



Cardiology



Foundation



(ACCF)/American Heart Association (AHA) pada guedlinenes on guidelines on the management of NSTE-ACS (updated in 2014) 2.2.4 Kontraindikasi PCI 1. CHF yang tidak terkontrol, BP tinggi, aritmia 2. Gangguan elekrolit 3. Infeksi ( demam ) 4. Gagal ginjal 5. Perdarahan saluran cerna akut/anemia 6. Stroke baru (< 1 bulan)



8



7. Intoksikasi obat-obatan (seperti : Kontras ) 8. Pasien yang tidak kooperatif 9. Usia kehamilan kurang dari 3 bulan



2.2.5 Prosedur Intervensi PCI 2.2.5.1 Tim PCI 1) Dokter spesialis yang ahli dalam bidang intervensi non bedah 2) Perawat: a. Scrub Nurse (Perawat Scrub) : Sebagai perawat steril b. Circular Nurse (Perawat Sirkuler) Tugas Circular Nurse a) Menyiapkan pasien b) Memberikan penjelasan tentang prosedure / tindakan yang akan dilakukan c) Mengobservasi tanda-tanda vital d) Mencatat pemakaian alkes yang terpakai selama tindakan e) Membantu segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Dokter dan Scrub nurse saat tindakan berlangsung. f) Stand by untuk menangani saat terjadi kegawatanjantung. 3) Hemodynamic Nurse (Perawat Hemodinamik) Tugas Perawat Hemodinamik : a. Serah terima pasien lengkap dengan file sesuai check list pre angiography. b. Menyiapkan macam-macam formulir (Cath/PCI) c. Input data pasien d. Map besar untuk arsip laporan hasil cath/ PCI, report selama tindakan berlangsung ( pada map sudah ada tulisan: Nama pasien, umur, Dokter, jenis tindakan,tanggal dan Nomer ID) e. Monitoring pressure dan gambaran EKG f. Mencatat semua prosedure dan awal sampai selesai tindakan, termasuk merekam pressure 4) Petugas Radiologi



9



2.2.5.2 Puncture area Menurut Merriweather & Hoke (2012), area penusukan pada tindakan PCI terdiri atas: a. Arteri Femoralis b. Arteri Brachialis c. Arteri Radialis



2.2.5.3 Prosedur (California Pacific Medical Center, 2008) a. Perawat/teknisi membawa klien ke ruang kateterisasi (cath lab.) b. Perawat memberikan obat melalui IV line untuk membantu klien rileks dan nyaman selama prosedur tindakan c. Perawat membersihkan dan mensterilkan daerah kecil di pergelangan lengan atau lipat paha klien (tergantung daerah yang akan digunakan). Daerah tersebut kemudian ditutup dengan kain steril. d. Dokter akan menginjeksi obat anestesi lokal dilipat paha atau tangan klien. Digunakan anestesi lokal karena klien harus tetap sadar selama pemeriksaan untuk mengikuti instruksi dokter. e. Jarum akan ditusukkan ke dalam arteri yang digunakan kemudian guide wire akan dimasukkan melalui jarum lalu jarum dilepas. f. Sheat kateter akan dimasukkan melalui guide wire, kemudian sheat kateter dimasukkan melalui pembuluh darah utama tubuh (Aorta), ke muara arteri koroner di jantung. Kebanyakan orang tidak merasakan sakit selama pemeriksaan, karena tidak ada serabut saraf dalam pembuluh darah, maka klien tidak dapat merasakan gerakan kateter dalam tubuh. g. Dokter akan menginjeksikan kontras dengan melihat melalui gambaran xray. Klien mungkin akan merasakan sensasi panas saat kontras diinjeksikan. h. Rumus pemberian kontras : 4-6 cc zat kontras x BB klien : kreatinin klien i. Pantau keluhan/laporan klien tentang adanya nyeri dada atau perasaan tidak nyaman selama posedur.



10



2.2.6 Komplikasi 1. Diseksi arteri koroner 2. Vasospasme arteri koroner 3. Akut disritmia 4. Cardiac arest 5. Tamponade jantung 6. Hipotensi 7. Perdarahan, biasanya terjadi pada daerah akses penusukan (area insersi) ataupun perdarahan retroperitoneal 8. Hematoma 9. Pseudoaneurisma 10. Fistula arteriovenosus 11. Thrombosis dan embolisasi distal 12. Contrast induce nefropathi (CIN)



2.2.7 Peran perawat dalam PCI 2.2.7.1 Sebelum tindakan 1. Inform consent 2. Anjurkan klien untuk puasa 4-6 jam sebelum tindakan (elektif PCI) 3. Observasi dan ukur tanda-tanda vital (perubahan EKG, tekanan darah, HR, RR, dan saturasi O2) 4. Pemeriksaan penunjang 1) Laboratorium: Cek darah lengkap, GDS, ureum, creatinin, HBSAg, elektrolit, PT, APTT, BT, dan ACT. 2) Rontgen thorax 5. Cek pulsasi perifer (dorsalis pedis) untuk kateterisasi melalui arteri femoralis 6. Melakukan Allen test (jika penusukan melalui arteri radialis) 7. Obat-obat dilanjutkan sesuai instruksi dokter 8. Pada klien dengan nilai creatinin diatas 1,25 mg/dl (nilai normal 0,72-1,25 mg/dl), lakukan loading cairan (1cc/kgBB/jam) diberikan pre dan post tindakan PCI 11



9. Memberikan penjelasan prosedur tindakan 10. Pasang IV line tangan kiri 11. Membersihkan area pungtur 2.2.7.2 Selama tindakan 1. Kaji keluhan selama prosedur tindakan berlangsung 2. Melakukan observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit 3. Memantau hemodinamik 2.2.7.3 Setelah tindakan 1. Kaji keluhan setelah tindakan 2. Observasi TTV secara ketat : setiap 15 menit pada jam pertama, setiap 30 menit pada jam ke ke tiga dan setiap jam pada 4 jam berikutnya 3. Mengobservasi tanda-tanda adanya perdarahan dan hematoma pada area penusukan 4. Mengobservasi dan mengukur tanda –tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu tubuh, dan saturasi O2) 5. Pemantauan perubahan EKG 12 lead 6. Mengobservasi hasil laboratorium (peningkatan kreatinin mengindikasikan gangguan ginjal karena zat kontras, sedangkan peningkatan CKMB menandakan cedera otot jantung) 7. Mengobservasi efek alergi zat kontras (seperti menggigil, kemerahan, gatal, pusing, mual, muntah, urine tidak keluar, dsb) 8. Mengobservasi gangguan sirkulasi perifer Cek pulsasi arteri dorsalis pedis, tibialis, radialis. Bila terjadi gangguan (nadi lemah/tak teraba), beritahu dokter biasanya diberikan obat antikoagulan bolus atau bisa dilanjutkan dengan pemberian terus menerus (kontinyu). Observasi kehangatan daerah ekstremitas kanan dan kiri kemudian dibandingkan. 9. Mengobservasi adanya tanda-tanda hipovolemi 10. Memberikan hidrasi sesuai kebutuhan



12



11. Memonitor adanya tanda-tanda infeksi meliputi : Observasi daerah luka dari sesuatu yang tidak aseptik/septic, selalu menjaga kesterilan area penusukan, observasi adanya perubahan warna, suhu pada luka tusukan 12. Berikan pendidikan kesehatan pada pasien : a) Anjurkan untuk tidak mengangkat beban lebih dari 5 kg selama 1 minggu untuk menghindari stertching/ peregangan pada arteri radialis jika akses melalui arteri radialis b) Beritahu perawat atau dokter bila terjadi keluhan berhubungan dengan gangguan sirkulas. c) Buka elastikon dan ganti dengan tensoplast setelah 12 jam pemasangan elastikon d) Bila ada hematoma dan perdarahan segera hubungi dokter atau perawat dan langsung ke rumah sakit. 2.2.7.4 Prosedur pencabutan SHEATH Area penusukan di arteri femoralis: 1. 4 jam post tindakan PCI, sheath boleh dicabut/aff oleh dokter jika nilai ACT (Activating Clohting Time, nilai normal < 100 detik) 2. Dengan menggunakan sarung tangan steril dan prosedur steril, sheath di aff dan dilakukan penekanan selama kurang lebih 10-15 menit sampai dengan perdarahan berhenti 3. Beritahu kepada klien bahwa prosedur pencabutan sheath akan dilakukan dan ajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mencegah terjadinya reflek vagal 4. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, saturasi oksigen), pulsasi arteri perifer, dan keluhan klien selama aff sheath 5. Bila darah sudah tidak keluar, luka pungsi ditutup dengan kasa steril dan verban elastic lalu diberi bantal steril 6. 6 jam post aff sheath klien baru diperbolehkan mobilisasi 7. Observasi daerah distal ekstremitas dan keadaan umum klien post aff sheath (tekanan darah, nadi, irama ekg/perubahan gelombang EKG, saturasi O2, pernapasan, nilai ureum dan kreatinin) dari adanya komplikasi berupa perdarahan/hematoma, thrombosis, fistula arteriovenosus, dan CIN (Contras Induce Nefropathy).



13



2.2.7.5 Prosedur pelepasan NICHIBAND Area puncture di arteri radialis : 1. Pelepasan dilakukan 4-6 jam setelah tindakan PCI 2. Gunakan sarung tangan bersih, letakkan tangan kiri diatas nichiband, dan beri sedikit penekanan dengan kuat 3. Buka plester nichiband dengan tangan kanan perlahan-lahan sambil memperhatikan aliran darah yang keluar dari luka insisi/penusukan 4. Bila masih terdapat perdarahan pasang kembali nichiband dan plester untuk mencegah plester nichiband terlepas 5. Bila tidak terjadi perdarahan lanjutkan membuka nichiband dan tutup dengan kassa steril diatas luka insisi dan tekan dengan kuat 2.3 Contrast Induced Nephropathy 2.3.1. Definisi Contras Induced Nephropathy 1. Contrasst Induced Akut Kidney Injury adalah adanya peningkatan serum creatinine ≥ 0,5 mg/dl (≥ 44µmol/L) atau peningkatan 25% dari nilai awal creatinine yang dilihat 48 jam setelah prosedur radiological, tanpa penyebab yang lainnya. (McCullough. Contrast Induced-AKI. JACC. Vol.51. No.15, 2008). 2.Definisi CIN menurut European Society of Urogenital Radiology adalah peningkatan kreatinin serum ≥ 25% atau 0,5 mg/dL yang terjadi dalam 3 hari setelah pemberian media kontras intravaskular tanpa ada penyebab lainnya (Thomsen, 2006). 3. Definisi CIN menurut Acute Kidney Injury Network adalah peningkatan kretinin serum ≥ 0,3 mg/dL disertai dengan adanya oliguria. 4. Slocum dkk (2010) melakukan studi untuk menentukan definisi CIN yang paling baik dalam implikasi klinis apakah peningkatan serum ≥ 25% dari nilai dasar kreatinin serum atau peningkatan yang absolut ≥ 0,5 mg/dL. Dari data yang ada peningkatan yang absolut ≥ 0,5 mg/dL lebih superior dibanding peningkatan serum ≥ 25% dari nilai dasar kreatinin serum dalam menegakkan CIN.



14



2.3.2 Faktor Risiko Contras Induced Nephropathy (CIN) Menurut Shoukat (2010) : a. Faktor risiko terkait pasien 1) Dapat dirubah :  Kekurangan cairan.  Anemia  Penggunaan obat – obatan yang nephrotoksik.  Albumin rendah 2) Tidak dapat dirubah :  Usia  Diabetes Mellitus  Gagal ginjal yang sudah ada sebelumnya  CHF  Hemodinamik yang tidak stabil  Nephrotik sindrom  Transplantasi ginjal. b. Faktor risiko terkait prosedur 1) Dapat dirubah  Volume media kontras  Pemberian media kontras berulang dalam durasi 72 jam  Osmolaritas dan ionicity media kontras. 2) Tidak dapat dirubah  Pemakaian IABP  Emergency PCI  Pemberian media kontras secara intraarterial 2.3.4 Stratifikasi Resiko Contras Induced Nephropathy (CIN) 1. Berdasarkan National Kidney and Transplant InstitutePhillipines (2013) : a. Low Risk : eGFR > 60 ml/menit b. Moderate Risk : eGFR 30 – 59 ml/menit c. High Risk : eGFR < 30 ml/menit 2. Berdasarkan Mehran (2004) :



15



16



2.3.5 Penatalaksanaan CIN Penatalaksanaan CIN berdasarkan Standar Prosedur Operasional CIN di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita adalah : Definisi/Pengertian : Contras Induced Nephropathy (CIN) CIN adalah Suatu keadaan dimana terjadi gangguan atau perburukan fungsi ginjal yang terjadi dalam 24 sampai 48 jam pasca pemberian kontras tanpa sebab yang lain, dimana kadar creatinin meningkat 0.5 mg/dl atau terjadi peningkatan 25 % dari nilai kreatinin awal. Tujuan : 1. Mencegah kejadian CIN semua penderita yang menjalani prosedur. 2. Mengurangi kejadian CIN semua penderita risiko tinggi yang menjalani prosedur. Informasi Umum : 1. CIN masih merupakan masalah yang berkaitan dengan penggunaan media kontras. 2. CIN merupakan salah satu penyebab Gagal Ginjal Akut yang didapat saat perawatan di Rumah Sakit. 3. Gagal Ginjal Kronis merupakan faktor predisposisi utama untuk terjadinya CIN. 4. Bila penderita yang menjalani prosedur mengalami CIN dan memerlukan dialisa akan berdampak pada lama waktu perawatan, biaya perawatan dan risiko kematian. 5. Penderita yang akan menjalani prosedur angiografi harus di periksa kadar creatinin plasma. 6. Penderita yang sudah pernah menjalani prosedur, harus di cek jenis media kontras yang digunakan sebelumnya.



17



7. Penderita dengan kadar creatinin > 2.0, harus dirawat terlebih dahulu sebelum menjalani prosedur. 2.3.6



Prosedur: A. Untuk penderita Ambulatory 1. Untuk Penderita ambulatory dengan creatinin ≥ 1.7 sampai 2.0 mg/dl tanpa tanda-tanda gagal jantung dan atau Fraksi Ejeksi ≥ 40 %. Pre Prosedur: a. Anjurkan pasien minum air putih kurang lebih 1 liter dalam 12 jam atau sekurang-kurangnya 3 jam sebelum prosedur atau diberikan infus NaCL 0.9 % 500 cc sebelum prosedur. b. Menghentikan obat-obatan yang bisa mengganggu fungsi ginjal antara lain aminoglokosida, NSAID. c. Berikan flumucil 600 mg oral setiap 12 jam sebanyak 4 dosis (2x1 selama 48 jam), yang dimulai sebelum diberikan kontras. Saat Prosedur: a. Pilih kontras media dengan osmolalitas rendah (low osmolality) atau kontras media dengan osmolalitas yang sama dengan plasma (iso osmolality ) b. Hindari penggunanaan kontras yang berbeda dalam 72 jam, bila penderita menjalani prosedure lebih dari sekali. c. Jumlah kontras yang digunakan tidak melebihi volume yang didapatkan berdasarkan rumus : BB (kg) X 4 Volume kontras



= ----------------Cr (mg/dl)



18



2. Untuk Penderita ambulatory dengan creatinin ≥ 1.7 sampai 2.0 mg/dl dengan



tanda-tanda gagal jantung dan atau Fraksi Ejeksi < 40 %.



Pre Prosedur: a. Anjurkan pasien minum air putih kurang lebih 500 cc dalam 12 jam atau sekurang-kurangnya 3 jam sebelum prosedure atau diberikan infus NaCL 0.9 % 300 cc sebelum prosedur sambil di evaluasi tanda –tanda perburukan gagal jantung seperti keluhan sesak bertambah, denyut nadi meningkat, terdengar rales pada kedua basal paru. b. Menghentikan obat-obatan yang bisa mengganggu fungsi ginjal antara lain aminoglokosida, NSAID. c. Berikan flumucil 600 mg oral setiap 12 jam sebanyak 4 dosis (2x1 selama 48 jam), yang dimulai sebelum diberikan kontras. Saat Prosedur: a. Pilih kontras media dengan osmolalitas rendah (low osmolality) atau kontras media dengan osmolalitas yang sama dengan plasma (iso osmolality ) b. Hindari penggunanaan kontras yang berbeda dalam 72 jam, bila penderita menjalani prosedure lebih dari sekali. c. Berikan profilaksis dengan oradexon 1 ampul dan chlorphenon 10 mg (1 cc) IV pada penderita dengan riwayat alergi media kontras. d. Jumlah kontras yang digunakan tidak melebihi volume yang didapatkan berdasarkan rumus : BB (kg) X 4 Volume kontras



= ----------------Cr (mg/dl)



19



B. Untuk penderita rawat inap. 1. Untuk Penderita rawat inap dengan creatinin ≥ 1.7 sampai 2.0 mg/dl tanpa tanda-tanda gagal jantung dan atau Fraksi Ejeksi ≥ 40 %. Pre Prosedur: a. Diiberikan infus NaCL 0.9 % 1 cc/kgBB/jam dalam 12 jam sebelum prosedur. b. Menghentikan obat-obatan yang bisa mengganggu fungsi ginjal antara lain aminoglokosida, NSAID. c. Berikan flumucil 600 mg oral setiap 12 jam sebanyak 4 dosis (2x1 selama 48 jam), yang dimulai sebelum diberikan kontras. Saat Prosedur: a. Pilih kontras media dengan osmolalitas rendah (low osmolality) atau kontras media dengan osmolalitas yang sama dengan plasma (iso osmolality ) b. Hindari penggunanaan kontras yang berbeda dalam 72 jam, bila penderita menjalani prosedure lebih dari sekali. c. Jumlah kontras yang digunakan tidak melebihi volume yang didapatkan berdasarkan rumus BB (kg) X 4 Volume kontras



= ----------------Cr (mg/dl)



20



2. Untuk Penderita rawat inap dengan creatinin ≥ 1.7 sampai 2.0 mg/dl dengan tanda-tanda gagal jantung dan atau Fraksi Ejeksi ≥ 40 %. Pre Prosedur: a. Diiberikan infus NaCL 0.9 % 0.5 cc/kgBB/jam dalam 12 jam sebelum prosedur. b. Menghentikan obat-obatan yang bisa mengganggu fungsi ginjal antara lain aminoglokosida, NSAID. c. Berikan flumucil 600 mg oral setiap 12 jam sebanyak 4 dosis (2x1 selama 48 jam), yang dimulai sebelum diberikan kontras. Saat Prosedur: a. Pilih kontras media dengan osmolalitas rendah (low osmolality) atau kontras media dengan osmolalitas yang sama dengan plasma (iso osmolality ) b. Hindari penggunanaan kontras yang berbeda dalam 72 jam, bila penderita menjalani prosedure lebih dari sekali. c. Jumlah kontras yang digunakan tidak melebihi volume yang didapatkan berdasarkan rumus : BB (kg) X 4 Volume kontras



= ----------------Cr (mg/dl)



21



2.4



Asuhan Keperawatan Pasien Pro Percutaneus Coronary Angiography



2.4.1 Pengkajian a. Data umum Data umum meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, agama, Tinggi Badan (TB), Berat Badan (BB), diagnosa medis. b. Riwayat penyakit Riwayat penyakit meliputi keluhan utama datang ke rumah sakit, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat pekerjaan, riwayat geografi, riwayat alergi, kebiasaan social dan kebiasaan merokok. c. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik awal dilakukan secara umum meliputi pemeriksaan kepala dan leher yaitu raut muka, bibir, mata, tekanan vena jugular, arteri karotis, kelenjar thyroid, trachea. d. Pemeriksaan fisik sistem respirasi yang meliputi asimetris pengembangan dada, frekuensi napas, gerakan dinding dada, suara paru, batas paru, dan suara napas. Pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler yang meliputi nadi perifer yaitu irama, frekuensi isi nadi, dan jantung yaitu bentuk prekordium, denyut apeks jantung, getaran, gerakan trakhea, batas kelainan jantung, dan bunyi jantung. e. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium yaitu enzim jantung untuk mengetahui keefektifan revaskularisasi, gula darah, kadar lemak kolesterol, fungsi ginjal dan faktor pembekuan darah untuk mengetahui faktor resiko, hematologi rutin, analisa gas darah dan elektrolit sebagai pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan hemodinamik meliputi frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi napas dan saturasi oksigen dilakukan untuk mengetahui kerja jantung setelah dilakukan PAC. Pemeriksaan grafik meliputi EKG untuk mengetahui efektivitas revaskularisasi dan Ekhokardiogram untuk menilai kerja jantung. 22



2.4.2 Diagnosa Keperawatan a. Diagnosa Keperawatan Pra Tindakan 1) Ansietas berhubungan dengan informasi negatif tentang prosedur tindakan, hasil dan kemungkinan komplikasi yang muncul. 2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mendapatkan informasi yang adekuat mengenai tindakan yang akan dilakukan. 3) Risiko perdarahan berhubungan dengan penggunaan antikoagulan.



b. Diagnosa Keperawatan Intra Tindakan 1) Aritmia berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke miokardium, pemberian media kontras, ketidakseimbangan elektrolit. 2) Penurunan



cardiac output



berhubungan dengan



kehilangan darah,



tamponade jantung, aritmia, disfungsi miokardium. c. Diagnosa Keperawatan Paska Tindakan 1) Penurunan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan obstruksi mekanik pada arteri, spasme arterial, bleeding, hematoma. 2) Perdarahan berhubungan dengan penggunaan antikoagulan, kurang adekuat penekanan area puncture. 3) Reaksi alergi berhubungan dengan penggunaan media kontras. 4) Resiko penurunan perfusi jaringan ginjal berhubungan dengan efek samping penggunaan media kontras 2.4.3 Rencana Intervensi a. Ansietas berhubungan dengan informasi negatif tentang prosedur tindakan, hasil dan kemungkinan komplikasi yang muncul. Tujuan



:pasien



cemas



menurun



atau



hilang



dan



pasien



mampu



mengembangkan koping yang efektif. Kriteria : 1) Ekspresi rileks, tenang. 2) Tanda vital dalam batas normal. 3) Teknik relaksasi yang digunakan pasien dapat membantu menurunkan kecemasan. 23



Tindakan : 1) Kaji tingkat kecemasan pasien. 2) Kaji efek yang muncul pada pasien akibat kecemasan yang dialami. 3) Kaji penyebab kecemasan pasien. 4) Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien. 5) Gunakan teknik komunikasi terapeutik. 6) Berikan penjelasan yang mudah diterima kepada pasien mengenai hal yang membuat pasien cemas (prosedur tindakan, situasi ruang tindakan, komplikasi yang akan muncul, hal – hal yang harus pasien lakukan di dalam ruang tindakan, dll) 7) Kolaborasi dengan medis bila memerlukan sedatif. b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mendapatkan informasi yang adekuat mengenai tindakan yang akan dilakukan. Tujuan : pengetahuan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan meningkat. Kriteria : 1) Tingkat pengetahuan pasien meningkat. 2) Pasien tampak tenang, rileks. Tindakan : 1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. 2) Kaji kemampuan pasien dalam menerima edukasi. 3) Berikan edukasi mengenai tindakan yang akan dilakukan (pengertian, prosedur, situasi ruang tindakan, hal – hal yang harus pasien lakukan selam tindakan berjalan, perawatan pasien setelah selasai dilakukan tindakan rasa nyeri



yang mungkin muncul, kemungkinan komplikasi dan cara



penaganannnya serta pencegahannya). 4) Berikan edukasi setelah tindakan selesai (bagimana cara perawatan area puncture, kapan sheat bisa dilepas, bagimana aktivitas pasien setelah sheat dilepas, aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan). 5) Gunakan bahasa yang mudah dipahami pasien saat memberikan edukasi. 6) Berikan edukasi mulai dari hal – hal yang ringan terlebih dahulu.



24



7) Gunakan media yang disukai pasien. c. Aritmia berhubungan dengan ketidakmampuan untuk suplai oksigen ke miokardium, pemberian zat kontras, ketidakseimbangan elektrolit. Tujuan : pasien tidak terjadi aritmia selama dan setelah dilakukan tindakan angiografi koroner. Kriteria : a. Irama EKG Normal Sinus Rhytm b. Tidak ada perubahan irama jantung dari irama awal. Tindakan : 1) Kaji tanda – tana vital. 2) Kaji tingkat kesadaran pasien. 3) Berikan oksigen seusai dengan kebutuhan. 4) Istirahatkan pasien. 5) Kaji pulsasi pasien. 6) Kaji perfusi pasien. 7) Kaji irama jantung pasien. 8) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian oabta anti aritmia. d. Penurunan



cardiac output



berhubungan dengan



kehilangan darah,



tamponade jantung, aritmia, disfungsi miokardium. Tujuan : pasien dapat memenuhi cardiac output secara adekuat. Kriteria : 3) tanda cardiac oupt adekuat terpenuhi. 4) Kulit teraba hangat. 5) Tanda vital dalam batas normal. 6) Urine output lebih dari 0,5 cc/KgBB/jam Tindakan : 1) Monitoring hemodinamik pasien dengan ketat. 2) Kaji kesadran pasien dan status mental. 3) Monitor irama jantung pasien.



25



4) Monitor perfusi jaringan di perifer (saturasi, capillary refile time, saturasi oksigen, warna kulit dan ujung kuku) 5) Berikan oksigen sesaui dengan kebutuhan. 6) Pantau intake dan output. 7) Pantau diuresis pasien. 8) Istirahatkan pasien. 9) Kolaborasikan dengan medis utuk pemberian obat – obatan (nitrat, calcim antagonist, beta blocker, heparin diuretic, inotropic,dll) e. Penurunan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan obstruksi mekanik pada arteri, spasme arterial, bleeding, hematoma. Tujuan : pasien mendapatkan perfusi jaringan perifer yang adekuat. Kriteria : 1) Pulsasi distal area puncture adekuat 2) Tidak terdapat nyeri karena iskemia jaringan perifer 3) Akral teraba hangat 4) Saturasi Oksigen normal Tindakan : Sebelum Pencabutan Sheath : 1) Kaji Pulsasi bagian distal dari area puncture setiap 15 menit pada satu jam pertama, dilanjutkan setiap 30 menit pada 1 jam kedua dan selanjutnya setiap jam sampai pasien pulang. 2) Kaji warna dan temperature dari akral setiap 15 menit pada satu jam pertama, dilanjutkan setiap 30 menit pada 1 jam kedua dan selanjutnya setiap jam sampai pasien pulang. 3) Kaji adanya rasa nyeri, baal, kehilangan kemampuan sensori dan motorik. 4) Imobilisasikan pada area puncture, bila perlu gunakan immobilizer device. 5) Jangan ijinkan pasien berada dalam posisi duduk, elevasi kepala tidak boleh melebihi 30°. 6) Bantu pasien memenuhi ADL. Setelah Pencabutan Sheath :



26



1) Kaji pulsasi radial dan ulna jika puncture di dareah radialis. Kaji pulsasi dorsalis pedis dan popliteal jika area puncture di daerah femoralis. 2) Kaji adanya pembengkakan atau hematoma pada area puncture. 3) Kaji adanya tanda – tanda pseudoaneurisma atau arteriovenosus fistula meliputi adanya massa yang berdenyut dan rasa nyeri. f. Risiko perdarahan berhubungan dengan penggunaan antikoagulan, kurang adekuatnya penekanan area puncture. Tujuan : pasien tidak terjadi perdarahan Kriteria : 1) Tidak terdapat tanda perdarahan dari area puncture 2) Hemodinamik pasien stabil. Tindakan : Sebelum Pencabutan Sheat : 1) Pertahankan posisi ekstrimitas dalam keadaan lurus dan diistirahatkan. 2) Pertahankan elevasi kepala tidak lebih dari 30°. 3) Hindarkan pergerakkan yang frekuen pada ekstrimitas yang dilakukan puncture. 4) Bantu pasien dalam memenuhi ADL. 5) Ajarkan dan anjurkan pasien untuk menekan area puncture jika batuk atau bersin. 6) Anjurkan pasien melapor jika daerah puncture terasa lebih hangat, tampak bengkak dan baal. 7) Kolaborasikan dengan dokter terkait pemberian obat – obatan antiplatelet. Pada Saat Pencabutan Sheath : 1) Berikan tekanan yang cukup selama 30 menit. 2) Anjurkan pasien untuk tetap dalam posisi bed rest sampai 6 jam setelah tindakan. 3) Jelaskan pada pasien untuk menghindari pergerakan yang tiba – tiba menggunakan ekstrimitas yang dilakukan puncture. 4) Lakukan mobilisasi secara bertahap setelah sheat dilepas. 27



5) Jelaskan pada pasien untuk menghindari penggunaan ekstrimitas yang dilakukan puncture untuk aktivitas yang berat dan pergerakan yang berlebihan atau ekstrim selama 1 minggu sejak dilakukan tindakan. g. Perdarahan



berhubungan



dengan



penggunaan



antikoagulan,



kurang



adekuatnya penekanan area puncture. Tujuan : Perdarahan berhenti, pasien terbebas dari komplikasi akibat perdarahan. Kriteria : 1) Perdarahan berhenti. 2) Hemodinamik stabil 3) Perfusi jaringan adekuat Tindakan : 1) Kaji adanya perdarahan area puncture, amati adanya rembesan darah, pembengkakan, hematoma, nyeri. 2) Kaji adanya tanda perdarahan retroperitoneal, amati adanya keluhan nyeri pinggang, pulsasi melemah, penurunan Hemoglobin. 3) Kaji dan pantau tanda – tanda vital tiap 15 menit sampai dengan perdarahan terkontrol. 4) Kaji status sirkulasi pasien, capillary refil dan Saturasi oksigen. 5) Bila tampak adanya hematoma, berikan tanda untuk mengamati apakah terdapat peningkatan area hematoma. 6) Lakukan penekanan pada lokasi perdarahan secara manual, bila perlu menggunakan mechanicalpressure device. 7) Kolaborasikan dengan dokter jika perlu segera cabut sheat. 8) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian cairan intraveva. 9) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan ACT. h. Reaksi alergi berhubungan dengan penggunaan media kontras.



28



Tujuan : Pasien tidak terjadi reaksi alergi terhadap media kontras yang digunakan. Kriteria : 1) Tidak terdapat tanda – tanda reaksi alergi media kontras. 2) Tanda vital dalam batas normal. 3) Tidak ada keluhan menggigil, mual, pusing, gatal – gatal. Tindakan : 1) Kaji adanya riwayat alergi. 2) Anjurkan pasien untuk segera melapor jika mengalami keluhan badan terasa hangat, mual, muntal, sesak nafas, gatal – gatal. 3) Kaji tanda vtal setiap 15 menit sekali. 4) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian antihistamin/kortokisteroid.



i. Resiko penurunan perfusi jaringan ginjal berhubungan dengan efek samping penggunaan zat kontras. Tujuan yang diharapkan : tidak terjadi contrast induce nephropathy. Kriteria: 1) Urine output 0.5 – 1 cc/kgBB/jam 2) Fungsi renal baik ditandai dengan hasil kreatinin kurang dari 1.2 mg/dl Tindakan : 1) Kaji keluhan klien 2) Jelaskan tujuan pengukuran urine 3) Motivasi klien untuk banyak minum (kurang lebih 2 liter/12jam setelah tindakan)\ 4) Berikan rehidrasi sebelum dan sesudah prosedur PAC, terutam bila terjadi peningkatan nilai ureum dan kreatinin (rehidrasi 1cc/kgBB/jam selama 12 jam) 5) Monitor dan ukur intake dan output klien 6) Monitor dan catat hasil laboratorium fungsi renal (ureum dan kreatinin). 29



2.4.4 Implementasi Implementasi adalah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan yang telah disusun.Prinsip dalam pemberian asuhan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada pasien. Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan keperawatan



secara



independent,dependent,dan



interdependent.Tindakan



independent adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.Tindakan Dependent adalah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau dengan perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan interdependent adalah tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan lainnya seperti ahli gizi,radiologi,fisioterapi dan lainnya. 2.4.5 Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat di Gunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang di buat.Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan,mengukur Kemajuan pasien dalam mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi keefektifan Rencana atau perubahan dalam membantu proses asuhan keperawatan.



30



BAB III TINJAUAN KASUS



3.1



Pengkajian 3.1.1 Identitas Klien Nama



: Tn. A. M



Umur



: 70 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Agama



: Islam



Status Perkawinan



: Menikah



Suku Bangsa



: Jawa



Tanggal Masuk



: 1 September 2016



Tanggal Pengkajian



: 1 September 2016 jam 10:00 WIB Pengkajian di ruang Cathlab dan IW



Diagnosa Medis



: Angina Pectoris Stabil CCS II



No. MR



: 04-48-69



3.1.2 Riwayat Penyakit a.



Keluhan utama Pasien mengatakan badannya terasa lemas dan nyeri pada



femoralis kanan dan kiri dengan skala nyeri 2-3. P : Nyeri dirasakan menetap pada daerah penusukan Q : Nyeri dirasakan seperti dicubit R : Nyeri dirasakan di daerah penusukan femoralis kanan dan kiri S : dengan skala nyeri 2 – 3 T : Dirasakan menetap, bertambah jika bergerak b.



Riwayat penyakit sekarang Pasien masuk rawat inap di PJNHK pada tanggal 31 agustus



2016, karena direncanakan akan dilakukan PCI pada tanggal 1 september 2016. Saat masuk ruang perawatan tidak ada keluhan. Pasien biasanya merasakan nyeri dada, sesak nafas, saat beraktivitas berat, atau kelelahan dan akan berkurang dengan istirahat dan hilang obat nitrat. Pasien post PCI tanggal 1 September 2016 jam 10.00, dengan hasil RCA stenosis tandem 70% di proksimal, stenosis 60% di



32



mid, total oklusi di distal bagian distal mendapat aliran dari ipsilateral dan kontralateral. Pasien mengatakan nyeri di paha kanan dan kiri akibat penusukan. c.



Riwayat penyakit dahulu Pada tahun 1993 pernah dikateterisasi di RS luar (klien lupa),



hasilnya dikatakan ada 2 sumbatan dan direncanakan operasi tetapi pasien belum siap. Pada tanggal 12 Agustus 2016, sudah dilakukan angiografi dengan hasil LM (normal), LAD (stenosis 80% di proksimal, total oklusi di mid, distal mendapat aliran dari kontralateral), LCx (stenosis 70% di proksimal, total oklusi di distal, stenosis 80% di proksimal OM1), RCA (multiple stenosis 60-80% di proksimal-mid, total oklusi di distal, distal mendapat aliran dari kontralateral). Gastritis tidak ada, stroke tidak ada, asma tidak ada,DM tidak ada, hipertensi tidak ada, pasienmerokok sejak muda 1 bungkus sehari namun semenjak bulan juni kemarin hanya 1 batang per harinya. d.



Riwayat penyakit keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti yang



dialami oleh klien. 3.1.3 Pengkajian Pola Kesehatan a.



Pola Persepsi Kesehatan Sehat merupakan sesuatu yang berharga bagi klien.



b.



Pola Nutrisi Makan 3x sehari, tidak suka makan makanan cepat saji. Pada



saat di rawat inap pasien dipuasakan 4 - 6 jam karena akan dilakukan tindakan PCI. c.



Pola Eliminasi Pada saat pengkajian tgl 1 september 2016 jam 10.00 WIB



pasien sudah terpasang catheter dengan jumlah urine ±50 cc, warna kuning jernih, hematuri tidak ada.



d.



Pola Aktivitas dan Latihan



33



Pasien mengatakan dada terasa sakit, sesak nafas saat beraktifitas berat dan kelelahan. Pasien sehari harinya berdagang di toko. Selama perawatan semua aktivitas dibantu oleh perawat, karena klien dianjurkan untuk bedrest. e.



Pola Istirahat dan Tidur Klien tidak pernah tidur di atas jam 22.00 dan selalu bangun jam



04.00. Siang hari klien tidur siang ±1-2 jam antara pukul 13.00 – 15.00 f.



PolaPersepsi Kognitif Klien mengatakan bahwa sudah tahu sebenarnya sakit apa tapi



takut untuk tindakan perioperatif dan takut tidak bisa disembuhkan. g.



Pola Persepsi dan Konsep Diri Klien merasa sudah nyaman dengan dirinya sebagai laki-laki



h.



Pola Fungsi Peran dan Hubungan Klien merupakan suami, istri pertama sudah meninggal dan



sekarang hidup dengan istri kedua. Mempunyai anak dari isti pertama 4 orang dan dari istri kedua 2orang. Antara anak – anak klien tampak akur. Mempunyai 6 cucu dari 4 orang anaknya yang sudah menikah. Klien memiliki hubungan baik dengan istri, anak dan cucu –cucunya. i.



Pola Reproduksi dan Seksual Sebelum sakit klien melakukan hubungan seksual dengan



istrinya ±2-3 kali dalam sebulan. j.



Pola Mekanisme Koping dan Stres Klien mengatakan keluarganya selalu memberikan dukungan



penuh untuk apa yang klien lakukan. k.



Pola Nilai dan Kepercayaan Selama ini klien selalu taat untuk beribadah dan tidak ada



kepercayaan yang bertentangan dengan pengobatan yang dijalani saat ini.



3.1.4



Pemeriksaan Fisik : KeadaanUmum



:



Lemah



34



TingkatKesadaran :



Composmentis, GCS: 15 (E=4, M=5, V=6)



BeratBadan



:



63 Kg



TinggiBadan



:



165 cm



Tanda – tanda Vital:



TD: 133/63 mmHg, HR: 98 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36.5 oC, Sat. O2: 100%



a.



Kepala Rambut



: Rambut hitam, kulit kepala bersih.



Mata



: Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sklera tidak ikterik.



Hidung



: Simetris, bersih, tidak ada nafas cuping hidung, terpasang O2 binasal 3lpm.



Telinga



: Simetris,



bersih,



tidak



ada



gangguan



pendengaran.



b.



Ekspresi wajah



: Ekspresi wajah terlihat lemah.



Leher



: Tidak terlihat peningkatan JVP.



Toraks Inspeksi



: Bentuk dada simetris, integritas kulit utuh, tidak ada haematom, tidak ada otot bantu nafas, terdapat elektroda untuk monitor EKG. RR 20 x/mnt



Palpasi



: tidak teraba masal



Perkusi



: Bunyi paru sonor



Auskultasi



: Suara nafas vasikuler. Tidak ada wheezing, ronchi, maupun rales.



c.



Jantung Inspeksi Palpasi



: Ictus cordis tidak terlihat : Teraba ictus cordis di intercosta 5, midcalvicula kiri



Perkusi



: Bunyi redup di area jantung



Ausukultasi



: BJ 1 dan 2 normal, tidak terdengar bunyi jantung tambahan



d.



Abdomen



35



Inspeksi



: Bentuk normal, tidakterlihatdistensi



Palpasi



: Nyeritekandan ascitestidakada, kandung kemih terababelumterisipenuh



Auskultasi



: Bising usus ada 4x/mnt



Perkusi e.



: terdengar timpani



Genital Terlihat cukup bersih, terpasang kateter urine.



f.



Ekstremitas Terdapat balutan luka pada daerah femoralis kanan dan kiri. Balutan luka tampak kering. Kekuatan otot ekstremitas kanan dan kiri normal (5), akral hangat, capillary refill