Askep Sindrom Cushing [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KELOMPOK 4 Patofisiologi dan Askep Gangguan Sistem Endokrin ”CUSHING SINDROM”



PROGRAM STUDI S – 1 KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG 2016



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas anugerah dan petunjuk serta hidayah-Nya lah, makalah ini dapat terselesaikan meskipun memiliki banyak sekali kekurangan. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang “Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan pada Klien Cushing Syndrom” yang merupakan salah satu penyakit pada sistem endokrin. Tentunya masih banyak sekali kekurangan dan kesalahan di dalam pembuatan makalah ini. Oleh karena keterbatasan ilmu dan referensi yang kami jadikan sebagai acuan untuk menyusun makalah ini ataupun karena hal – hal lain. Namun, karena adanya niat untuk belajar, maka dengan antusias dan semangat yang tinggi, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan kita semua umumnya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini, serta kepada teman – teman yang telah memberikan dukungannya yang sangat berharga bagi penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.



Padang, 10 Maret 2016



Penulis



2



DAFTAR ISI 1. KATA PENGANTAR



i



i



2. DAFTAR ISI



ii



3. BAB I PENDAHULUAN



1



A. Latar Belakang



1



B.



Tujuan



1



4. BAB II PEMBAHASAN



2



A. KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT CUSHING SYNDROM



3



2.1 Pengertian



3



2.2 Anatomi Fisiologi



3



2.3 Etiologi



4



2.4 Klasifikasi



4



2.5 Manifestasi Klinik



5



2.6 Komplikasi



6



2.7 Patofisiologi



6



2.8 WOC



7



2.9 Pemeriksaan Diagnostik



7



2.10 Penatalaksanaan



7



B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CUSHING SYNDROM



8



2.11 Pengkajian



8



2.12 Diagnosa Keperawatan



9



2.13 Intervensi



10



5. BAB III PENUTUP



11



3.1 Kesimpulan



12



3.2 Saran



12



DAFTAR PUSTAKA



3



BAB I ii PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini disebabkan ketika kelenjar adrenal pada tubuh terlalu banyak memproduksi hormone menambah tantangan bagi tenaga kesehatan dans emakin meresahkan masyarakat. Masyarakat merupakan sasaran utama bagi tim kesehatan,



Keresahan masyarakat adalah keresahan tim kesehatan.



Berdasarkan penelitian dan survei terhadap rumah sakit di Indonesia tentang penyakit cushing sindrom pada tahun 2000-2001, hasil menyebutkan bahwa kejadian cushing sindrom terjadi pada 200 orang dewasa berusia antara 20-30 tahun. Pada kelompok usia 2030 tahun, resiko terkena cushing sindrom mencapai 10%. Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 rang populasi dunia berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis kelamin. Namun sumber lain mengatakan resiko kejadian antara wanita dan pria untuk sindrom cushing adalah 5:1 berhubungan dengan tumor adrenal atau pituitary. Disini peran perawat terhadap pasien dengan cushing sindrom meliputi beberapa upaya yang terdiri dari: upaya promotif yaitu upaya peningkatan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan cushing sindrom melalui pendidikan dan pelatihan petugas pelayanan kesehatan mengenai cara pngobatan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat dan peningkatan gizi. Upaya preventif adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit cushing sindrom yang meliputi pencegahan primer dan pencegahan sekunder. 2. Tujuan a. Tujuan Umum Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dan asuhan keperawatan gangguan system endokrin. b. Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan memahami pengertian cushing sindrom 2. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi cushing sindrom 3. Mengetahui dan memahami etiologi cushing sindrom 4



4. Mengetahui dan memahami klasifikasi cushing sindrom 5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis cushing sindrom 6. Mengetahui dan memahami 1 komplikasi cushing sindrom 7. Mengetahui dan memahami patofisiologi cushing sindrom 8. Mengetahui dan memahami WOC cushing sindrom 9. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik cushing sindrom 10. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan cushing sindrom 11. Mengetahui dan memahami pengkajian pada klien cushing sindrom 12. Mengetahui dan memahami diagnosa keperawatan cushing sindrom 13. Mengetahui dan memahami intervensi cushing sindrom



5 2



BAB II PEMBAHASAN



A. KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT CUSHING SYNDROM 1. Pengertian Sindrom cushing merupakan kumpulan abnormalitas klinis yang disebabkan oleh keberadaan hormon korteks adrenal (khususnya kortisol) dalam jumlah berlebih atau kortikosteroid yang berkaitan, dan hormone androgen serta aldosteron (dalam taraf lebih rendah). Penyakit cushing (kelebihan kortikotropin yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis) menempati sekitar 80% kasus endrogen sindrom cushing. Penyakit cushing paling sering terjadi pada usia antara20 dan 40 tahun, dan tiga hingga 8 kali lipat lebih sering pada wanita. (Kowalak,2011)



2. Anatomi Fisiologi Kelenjar adrenal terletak didalam tubuh, disisi anteriorsuperior (depan-atas) ginjal. Kelenjar terletak sejajar dengan tulang punggung toraks ke 12 dan mendapatkan suplai darah dari arteri ardenalis. Kelenjar suprarenalis atau adrenal jumlah nya ada 2, terdapat pada bagian atas dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 59 Gram. Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari: 1. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam . 2. Mengatur atau mempengaruhi metabolism lemak, hidrat arang dan protein. 3. Mempengaruhi aktivitas jaringan limfoid Kelenjar adrenal terdiri atas dua bagian, yaitu medulla adrenal dan korteks adrenal. Korteks adrenal adalah bagian dari kelenjar adrenal yang dapat mensintesis kolesterol dan mengambilnya dari sirkulasi yang dibagi dalam 3 lpisan zona, yaitu : a. Zona glumerolusa, menghasilkan meneralokartikoid b. Zona vasikulata, menghasilkan glukokortikoid c. Zona retikularis dan hormone kelamin gonadokartikoid Kelenjar adrenal terdiri dari sepasang, berbentuk pyramid, terletak di bagian atas ginja, bagian luar atau korteks padat dan merrupakan kira-kira 80% berat adrenal normal dan menghasilkan steroid. 36



Ada tiga lapisan penting steroid yang telah diisolasi dari korteks adrenal, yaitu : a. Kortisol (hidrokortison) disekresi setiap hari umumnya berasal dari zona vasikulata (lapisan tengah), dan zona retikularis (lapisan dalam) b. Dehidroepiandrosteron (DHEA) disekresi oleh lapisan yang sama dan kira-kira dalam jumlah yang sama dengan kortisol c. Aldosteron disekresi oleh zona glomerulossa (lapisan luar) yang juga memproduksi beberapa jenis kortikosteroid lain dan sedikit plasma dan estrogen. (hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/asuhan keperawatan pada pasien cushing syndrome, diakses tanggal 11 maret 2016)



3. Etiologi Penyebab sindrom ushing meliputi;  Kelebihan hormone hipofisis anterior (kortikotropin)  Sekresi kortikotropin yang bersifat otonom dan ektopik oleh tumor diluar kelenjar hipofisis (biasanya bersifat malignan. Kerap kali berupa karsinoma oat cell pada paru-paru)  Pemberia kortikosteroid yang berlebihan, termasuk pemakaian yang lama. (Kowalak,2011)



4. Klasifikasi Sindrom cushing dapat dibagi dlam 2 jenis: a. Tergantung ACTH Hiperfungssi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oeh Harvey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit cushing. b. Tak tergantung ACTH Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti histology



hyperplasia hipofisis



kortikotrop, masih tidak



jelas apakah



kikroadenoma maupun hyperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH (kortikotropin realising hormone) oleh neuro hipotalamus. (Sylvia A.Price; Patofisiologi. Hal 1091) Berdasarkan penyebabnya sindrm cushing dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: 47



a. Penyakit cushing (cushing disease), ditemukan pada kira-kira 80% sel-sel basofil menunjukkan degranulasi (crooke’s change) sekunder terhadap glukortiroid berlebihan. Teradi hiperplasi bilateral korteks adrenal. b. Tumor adrenal, dijumpai pada kira-kira 14%. Biasanya adenoma kecil, tunggal dan jinak, dapat berubah menjadi karsinoma yang mengeluarkan kortikosteroid. c. ACTH ektopik, salah satu sindrom cushing yang disebabkan Karena produk etopik, yaitu ACTH oleh tumor malligna non endokrin biasa dalam bentuk cat-brochial karsinoma. Gejalanya klinis ditandai penyakit yang cepat menjadi berat, penurunan BB dan edema serta pigmentasi. d. Alkoholisme, ini dapat menyebabkan sindrom cushing sementara.



(hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/asuhan



keperawatan



pada



pasien



cushing syndrome, diakses tanggal 11 maret 2016)



5. Manifestasi Klinis Sebagaimana gangguan endokrin yang lain, sindrom cushing menimbulkan perubahan pada banyak system tubuh. Tanda dan gejalanya bergantung pada derajat dan durasi hiperkotisolisme, ada tidaknya kelebihan androgen, dan efek tambahan yang berkaitan dengan tumor (karsinoma adrenal atau sindrom kortikotropin ektopik). Efek klinis yang spesifik bervariasi menurut system yang terkena dan meliputi:  Diabetes mellitus disertai penurunan toleransi glukosa, hipergllikemia puasa, dan glukosuria akibat resistensi insulin yang diinduksi oleh kortisol serta peningkatan gukoneogenesis dalam hati (system endokrin dan metabolk)  Kelemahan otot akibat hipokalemia atau penurunan masa otot akibat peningkatan katabolisme;fraktur patologis akibat penurunan ionisasi mineral tulang, osteopenia, osteoporosis, dan retaksi pertumbuhan skeletal pada anak-anak (system muskuloskletal)  Striae berwarna ungu (striae lividae); plethora fasialis (edema dan distensi pembuluh darah); akne; bantalan lemak di atas os klavikula, di daerah tengkuk (buffalo hump), pada muka (moon face) dan di seluruh batang tubuh (obesitas trunkal) dengan lengan serta tungkai yang kurus; pembentukan parut yang sedikit atau tidak ada; kesembuhan luka yang buruk akibat penurunan masa kolagen dan



58



kelemahan jaringan tubuh; ekimosis spontan; hiperpigmentasi; infeksi jamur kulit (kulit)  Ulkus peptikum akibat peningkatan sekresi asam lambung serta pepsin dan penurunan produksi mukus lambung, nyeri abdomen, peningkatan selera makan, kenaikan berat badan (GI)  Iritabilitas dan ketidakstabilan emosi yang berkisar dari perilaku euforia hingga depresi atau psikosis; insomnia akibat peranan kortisol dalam neurotransmisi;sakit kepala system saraf pusat [SSP])  Hipertensi akibat retensi natrium dan retensi sekunder cairan; gagal jantung; hipertrofi ventrikel kiri;kelemahan kapiler akibat kehilangan protein yang menyebabkan perdarahan serta ekimosis; edema pergelangan kaki (system kardiovaskuler)  Peningkatan kerentanan terhadap infeksi akibat penurunan produksi limfosit dan supresi pembentukan antibody; penurunan resistensi terhadap stress; supresi respon inflamasi yang menyamarkan bahan infeksi yang berat (sistem imunologi)  Retensi cairan , peningkatan ekskresi kalium, pembentukan batu ureter akibat peningkatan demineralisasi tulang dengan disertai hiperkalsiuria (system renal dan urologi)  Peningkatan produksi androgen



dengan hipertrofi klitoris, virilisme ringan,



hirsutisme, dan amenore atau oligomenore pada wanita; disfungsi seksual; penurunan libido; impotensi (sistem reproduksi) (Kowalak,2011)



6. Komplikasi Komplikasi sindrom cushing meliputi:  Osteoporosis  Peningkatan kerentanan terhadap infeksi  Hirsutisme  Batu ureter  Metastasis tumor malignan (Kowalak,2011)



9



7. Patofisiologi Sindrom cushing disebabkan oleh pajanan lama pada obat-obat glukokortikoid yang berlebihan. Sindrom cushing dapat bersifat eksogen dan terjadi karena pemberian glukokortikois atau kortikotrofin yang7 6lama, atau bersifat endogen, akibat peningkatan sekresi kortisol atau kortikotrofin. Kelebihan kortisol akan menimbulkan efek anti inflamasi dan katabolisme protein srta lemak perifer yang berlebihan untuk mendukung produksi gukosa oleh hati. Mekanisme tersebut dapat bergantung kortikotrofin (kenaikan kadar kortikotrofin pasma menstimulasi korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol secara berlebihan) atau tidak bergantung kortikotrofin (kortisol yang berlebihan diproduksi oleh korteks adrenal atau diberikan secara eksogen). Kortisol yang berlebihan akan menekan poros hipotalamus –hipofisis-adrenal dan juga ditemukan pada tumor yang menyekresi kortikotrofin secara ektopik. (Nelson, 2000) 8. Pemeriksaan Diagnostik a. Peningkatan kemih 17-hydroxycorticoids dan 17-ketogenicsteroid b. Kadar kortisol yang berlebihan plasma c. Plasma ACTH meningkat d. Penekanan deksametason test, mungkin dengan pengukuran ekskresi kortisol urin untuk memeriksa :  Unsuppressed tingkat kortisol dalam menyebabkan sindrom cushing oleh tumor adrenal  Ditekan tingkat kortisol pada penyakit cushing disebabkan oleh tumor hipofisis e. CT-Scan dan Ultrasonografi menemukan tumor f.



Pemeriksaan elektro kardiografi : untuk menentukan adanya hipertensi



g. Pemeriksaan darah lengkap, eosinofil menurun (Kowalak,2011)



9. Penatalaksanaan Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis /ektopik. a. Jika dijumpai tumor hipofisis. sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida. b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik.



10



d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita karsinoma /terapi pembedahan. e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide yang bisa mensekresikan kortisol (Sylvia A. Price; Patofisiologi Edisi 4 hal 1093) B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CUSHING SINDROM



9



1. Pengkajian a. Identitas b. Keluhan utama



Adanya memar pada kulit, pasien mengeluh lemah terjadi kenaikan berat badan c. Riwayat penyakit sekarang Pasien mengatakan ada memar pada kulit d. Riwayat penyakit dahulu Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka waktu yang lama e. Riwayat penyakit keluarga Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom f.



Pemeriksaan fisik 



System pernafasan -



Inspeksi



: pernafasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat



retraksi interkostae hidung, pergerakan dada simetris -



Palpasi



: vocal premilies teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan



-



Perkusi



: suara sonor



-



Auskultas



: terdapat bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas



tambahan, ronchi dan weezhing 







System kardiovaskuler -



Inspeksi



: ictus cordis tidak tampak



-



Palpasi



: ictus cordis teraba pada ICS 4-5 midklavikula



-



Perkusi



: pekak



-



Auskultasi



: S1 dan S2 terdengar tunggal



System pencernaan -



Mulut



: mukosa bibir kering



-



Tenggorokan



: tidak dapat pembesaran kelenjar tyroid



11



-



Limfe



: tidak ada pembesaran vena jugularis



-



Abdomen I



: Simetris tidak ada benjolan



P



: Tidak terdapat nyeri tekan



P



: Suara redup



A



: Tidak terdapat bising usus 10







System eliminasi Tidak ada gangguan eliminasi







System persarafan Composmentis (4-5-6)







System integument/ekstremitas -











Kulit



: adanya perubahan warna kulit, berminyak, jerawat



System musculoskeletal -



Tulang : terjadi osteoporosis



-



Otot



: terjadi kelemahan



Nutrisi Peingkatan rasa haus, nafsu makan











Seksualitas Wanita



: perubahan menstruasi, cirri-ciri seksualitas sekuder, libido



Laki-laki



: perubahan libido, cirri-ciri seksualitas



Pengetahuan Diagnostik test pengobatan (hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/asuhan keperawatan pada pasien cushing syndrome, diakses tanggal 11 maret 2016)



2. Diagnose keperawatan a. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan matriks tulang menurun dan osteoporosis b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema c. Gangguan citra rubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan suasana hati, mudah tersinggung dan depresi e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium



12



f.



Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan system kekebalan tubuh



g. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung h. Intoleran aktivitas berhubungan dengan perubahan katabolisme protein dan kelemahan (Amin & Hardhi, 2013)



10 3. Intervensi keperawatan No



Diagnosa Keperawatan



NOC 



1 Resiko



terhadap



berhubungan



cedera







Kontrol resiko a. Klien



dengan



kelemahan dan perubahan



NIC



terbebas



dari



Manajemen lingkungan a. Sediakan



cidera (1/3)



mampu cara



pasien



b. Identifikasi



menjelaskan



keamanan



atau



kebutuhan pasien,



sesuai



metode



dengan kondisi fisik dan fungsi



untuk mencegah injuri



kognitif pasien dan riwayat



atau cidera (1/3)



penyakit terdahulu pasien



c. Keluarga klien mampu menjelaskan



c. Menghindarkan



faktor



resiko dari lingkungan



(1/3)



d. Memasang side rail tempat tidur e. Menyediakan



d. keluarga memodifikasi



Mampu gaya



lingkungan



yang berbahaya



atau perilaku personal



tempat



f.



Menempatkan saklar lampu ditempat



injuri (1/3)



dijangkau pasien mampu



menggunakan fasilitas



h. Menganjurkan



keluarga klien mampu status



kesehatan klien (1/3)



13



mudah



keluarga



menemani pasien i.



mengenali



yang



g. Membatasi pengunjung



yang ada untuk pasien (1/3)



tidur



yang nyaman dan bersih



hidup untuk mencegah



e. keluarga



f.



yang



aman untuk pasien



b. Keluarga



metabolisme protein



lingkungan



Mengontrol lingkungan dari kebisingan



j.



Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan



k. Berikan pasien



penjelasan dan



pada



keluarga



atau



pengunjung adanya perubahan status



kesehatan



dan



penyebab penyakit 2



Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema



 Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa



- Suhu jaringan DBN (1/3)



 Pressure Management Ativitas : 1.



- Perasa DBN (1/3)



Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar



11 - Elastisitas DBN (1/3)



2.



Hindari kerutan dari tempat tidur



- Hidrasi DBN (1/3)



3.



Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering



- Pigmentasi DBN (1/3) - Keringatt DBN (1/3)



4.



pasien) setiap 2 jam sekali



- Warna DBN (1/3) - Tekstur DBN (1/3) - Ketebalan DBN (1/3) - Bebas lesi jaringan (1/3) - Perfusi jaringan (1/3) - Bulu tumbuh pada kulit DBN (1/3)



- Kulit utuh (1/3)



Mobilisasi pasien (ubah posisi



5.



Monitor kulit akan adanya kemerahan



6.



Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan



7.



Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien



8.



Monitor status nutrisi pasien



9.



Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat



 Insision site care Aktivitas : 1.



Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau staples



2.



Monitor proses kesembuhan area insisi



3.



Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi



4.



14



Bersihkan area sekitar jahitan atau



staples, menggunakan lidi kapas steril 5.



Gunakan preparat antiseptik, sesuai program



6.



Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut) sesuai program



Dialysis Acces Maintenance 3



Gangguan



citra



berhubungan







rubuh dengan



perubahan penampilan fisik







Gambaran diri



-



Gambaran diri internal (1/3)



-



Menggambarkan efek bagian



-



-



tubuh (1/3)



-



Monitor frekuensi mengkritik dirinya



Penyesuaian perubahan fungsi



-



Jelaskan tentang pengobatan, preawatan kemajauan dan prognosis



Penyesuaian



penyakit



perubahan



setatus kesehatan (1/3)



-



Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya



tubuh (1/3)



-



Peningkatan gambaran diri



-



perasaannya



Penyesuaian perubahan fungsi tubuh terhadap cidera (1/3)



Dorong klien mengungkanpan



-



Identifikasi arti pengurangan melalui alat bantu



-



Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil



4 Perubahan



proses



berhubungan perubahan mudah



pikir dengan



suasana



hati,



tersinggung



dan



depresi 



5 Kelebihan



volume



berhubungan kelebihan natrium



cairan dengan



Keseimbangan



elektrolit







Pemantauan elektrolit



asam dan basa dengan



1. Pantau tingkat serum elektrolit



indikator :



2. Pantau keseimbangan asam basa



a. Nadi (60-100 kali per menit)



3. Catat kekuatan otot



b. Irama jantung reguler



4. Pantau tanda dan gejala hiperkalemia,



c. Natrium



serum



15



(135-153



bradikardi, takikardi, dan kelemahan



mEq/L)



5. Pantau tanda dan gejala depresi



d. Kalium serum (8,1-10,4 mg/dl)



pernafasan



e. Kreatinin (0,6-1,1 mg/dl)



6. Monitor warna urin



f. Kekuatan otot baik



7. Berikan dialisi sesuai respon klien



g. gatal – gatal tidak ditemukan Manajemen Cairan 1. Hitung haluaran 2. Pertahankan intake yang adekuat 3. Pasang kateter urine 13



4. Monitor



status



hidrasi



(seperti



tambahan mukosa) 5. Monitor TTV 6. Berikan terapi IV 7. Timbang berat badan 8. Monitor status nutrisi 9. Memberikan



hypnotherapy



dan



penkes tentang pembatasan cairan 6



Resiko tinggi infeksi



 Status Imun







berhubungan dengan



- Tidak adanya infeksi berulang



Aktivitas :



penurunan system kekebalan tubuh



Kontrol infeksi



1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai



(1/3)



- Tidak adanya tumor (1/3) - Status pencernaan dari skala yang diharapkan (1/3)



- Status pernafasan dari skala yang diharapkan (1/3)



pasien lain 2. Pertahankan teknik isolasi 3. Batasi pengunjung bila perlu 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan



- Status genito urinary (1/3)



setelah berkunjung meninggalkan



- Berat dari skala yang



pasien



diharapkan (1/3)



- Suhu tubuh dari skala yang diharapkan (1/3)



- Integritas kulit (1/3) - Integritas mukosa (1/3) - Tidak adanya kelelahan secara terus menerus (1/3) 16



5. Gunakan sabun antibikrobia untuk cuci tangan 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung 8. Pertahankan lingkungan aseptik



- Pengebalan sekarang (1/3) - Kadar zat terlarut pada antibodi



selama pemasangan alat 9. Ganti letak IV perifer line sentral dan dressing sesuai dengan petunjuk



dalam batas normal (1/3)



- Reaksi tes kulit cocok dengan pembukaan(1/3)



umum 10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing



- Hal – hal yang mutlak dalam



menghitung sel darah putih nilai 11. Tingkatkan intake nutrisi – nilai dalam batas normal (1/3) 12. Berikan terapi antibiotik bilaperlu



- Diferensial dalam menghitung







Proteksi terhadap infeksi



`14 sel darah putih dan nilai – nilai



Aktivitas :



dalam batas normal (1/3)



1. Monitor tanda dan gejala infeksi



- Sel T4 dalam batas normal (1/3)



sistemik dan lokal



- Sel T8 dalam batas normal (1/3)



2. Monitor hitung granulosit, WBC



- Pelengkap dalam batas normal



3. Monitor kerentanan terhadap infeksi 4. Batasi pengunjung



(1/3)



- Penemuan X – rays timus dari skala yang diharapkan (1/3)  Kontrol Resiko



- Menyatakan resiko (1/3) - Memantau faktor resiko lingkungan (1/3)



- Memantau faktor resiko perilaku pribadi (1/3)



- Mengembangkan strategi kontrol resiko yang efektif (1/3)



- Menyesuaikan strategi kontrol resiko yang dibutuhkan (1/3)



- Melakukan strategi kontrol resiko (1/3)



5. Sering pengunjung terhadap penyakit menular 6. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko 7. Pertahankan teknik isolasi kepada pasien 8. Berikan perawatan kulit pada area epidema 9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase 10. Inspeksi kondisi luka/ insis bedah 11. Dorong masukan nutrisi yang cukup 12. Dorong memasukkan cairan 13. Dorong istirahat



- Mengikuti strategi kontrol resiko yang dipilih (1/3)



- Modifikasi gaya hidup untuk menurunkan faktor resiko (1/3)



17



14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi



- Menghindari paparan ancaman



16. Ajarkan cara menghindari infeksi 17. Laporkan kecurigaan infeksi



kesehatan (1/3)



- Berpartisipasi dalam skrining



18. Laporkan kultur positif



masalah kesehatan yang berhubungan (1/3)



- Berpartisipasi dalam skrining untuk mengidentifikasi resiko (1/3)



-



Mendapatkan imunitas yang sesuai (1/3)



15



- Menggunakan yankes sesuai kebutuhan (1/3)



- Menggunakan sistem dukungan pribadi untuk mengontrol resiko (1/3)



- Menggunakan sumber komunitas untuk mengontrol risiko (1/3)



- Mengenal perubahan status kesehatan (1/3)



- Pantau perubahan status kesehatan (1/3) 7



Nyeri berhubungan dengan 



Nyeri : Respons Simpang



perlukaan



Psikologis



Aktivitas :



-



Proses Pemikiran Lambat (1/3)



1. Lakukan pengakajian nyeri secara



-



Pelemahan ingatan (1/3)



komprehensif termasuk lokasi,



-



Gangguan konsentrasi (1/3)



karakteristik, durasi, frekuensi,



-



Kebimbangan (1/3)



kualitas dan faktor presifasi



-



Bahaya nyeri (1/3)



2. Observasi reaksi nonverbal dari



-



Kuatir tentang nyeri (1/3)



-



Kuatir akan membebani orang



lambung



pada



mukosa



Manajemen kesakitan



ketidaknyamanan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengatahui



lain (1/3)



-







Kuatir akan ketertinggalan



pengalaman nyeri pasien 4. Kai kultrul yang mempengaruhi



(1/3) 18



-



Depresi (1/3)



-



Kegelisahan (1/3)



-



Kesedihan (1/3)



-



Keadaan tidak berdaya (1/3)



-



Keputusasaan (1/3)



-



Keadaan tidak berharga (1/3)



-



Perasaan dikucilkan (1/3)



-



Gangguan dengan Efek



respons nyeri



merusak nyeri (1/3) 16



-



Berpikir bunuh diri (1/3)



-



Berpikir pesimis (1/3)



-



Takut pada tindakan dan peralatan (1/3)



-



6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau 7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengarui nyeri seperti suhu ruangan percahayaan dan kebisingan 9. Kurangi faktor presivitasi nyeri



11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervesi



Kebencian terhadap orang lain (1/3)



-



lampau



10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri



Takut nyeri tidak dapat ditahan (1/3)



-



5. Evaluasi pengalaman nyeri masa



12. Ajarkan tentang teknik nonformakologi



Melumpuhkan kemarahan pada efek nyeri (1/3)



13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri







Pengontrolan Nyeri



14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri



-



Menilai faktor penyebab (1/3)



15. Tingkatkan istrirahat



-



Recognize lamanya Nyeri (1/3)



16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada



-



Gunakan ukuran pencegahan



keluhan dan tindakan nyeri tidak



(1/3)



berhasil



-



Penggunaan mengurangi nyeri dengan non analgesic (1/3)



-



17. Monitor penerimaan pasien tentang manajement nyeri



Gunakan tanda – tanda vital



18. Pemberian analgesik



memantau perawatan (1/3)



19. Tentukan lokasi, karakteristik,



Laporkan tanda / gejala nyeri



kualitas dan derajat nyeri sebelum



pada tenaga kesehatan



pemberian obat



professional (1/3)



-



Gunakan catatan nyeri (1/3)



-



Gunakan sumber yang tersedia 19



20. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi 21. Cek riwayat alergi



(1/3)



22. Pilih analgesik yang diperlukan atau



-



Menilai gejala dari nyeri (1/3)



kombinasi dari analgesik ketika



-



Laporkan bila nyeri terkontrol



pemberian lebih dari satu 23. Tentukan pilihan anagesik



(1/3) 



Nyeri : Efek Pengganggu



-



Kehilangan hubungan Interpersonal (1/3)



-



Kehilangan aturan penampilan (1/3)



-



17



Permainan yang membahayakan (1/3)



-



Aktivitas diwaktu luang yang membahayakan (1/3)



-



Kenyamanan hidup yang membahayakan (1/3)



-



24. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal 25. Pilih rute pemberian secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur 26. Monitor vitalsign sebelum dan sesudah pemberian nalgesik pertama kali 27. Berikan analgesik tepat waktu



Pekerjaan yang membahayakan (1/3)



-



tergantung tipe dan beratnya nyeri



Kontrol perasaan yang membahayakan (1/3)



-



Kehilangan konsentrasi (1/3)



-



Harapan yang membahayakan (1/3)



-



Kehilangan mood (1/3)



-



Kesabaran berkurang (1/3)



-



Gangguan tidur (1/3)



-



Kehilangan mobilitas fisik (1/3)



-



Kehilangan kemandirian (self – care) (1/3)



-



Kurangnya nafsu makan (1/3)



-



Kesulitan untuk mengurus pekerjaan (1/3)



-



Kesulitan eliminasi (1/3)



-



Absen dalam bekerja (1/3)



20



terutama saat nyeri hebat 28. Evaluasi aktivitas analgesik tanda dan gejala



-



Absen dalam sekolah (1/3)







Tingkat Nyeri



-



Melaporkan nyeri (1/3)



-



Persentase tubuh yang dipengaruhi (1/3)



-



Merintih dan Menangis (1/3)



-



Lama episode nyeri (1/3)



-



Ekspresi oral ketika nyeri (1/3)



-



Ekspresi wajah ketika nyeri 18 (1/3)



-



Posisi tubuh melindungi (1/3)



-



Gelisah (1/3)



-



Kekuatan otot (1/3)



-



Perubahan frekuensi nafas (1/3)



8 Intoleran berhubungan perubahan



aktivitas dengan katabolisme



protein dan kelemahan



-



Perubahan frekuensi nadi (1/3)



-



Perubahan tekanan darah (1/3)



-



Perubahan ukuran pupil (1/3)



-



Keringat (1/3)



-



Hilang nafsu makan (1/3)



 Perpindahan sendi : Aktif







Terapi Latihan : Ambulasi



- Rahang (1/3)



1.



Monitoring tanda vital



- Leher (1/3)



sebelum/sesudah latihan dan lihat



- Jari kanan (1/3)



respon pasien saat latihan 2.



- Jari kiri(1/3)



Konsultasikan dengan terapi fisik



- Ibu jari kanan (1/3)



tentang rencana ambulasi sesuai



- Ibu jari kiri (1/3)



dengan kebutuhan



- Pergelangan kanan (1/3)



3.



Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah



- Pergelangan kiri (1/3)



terhadap cedera



- Siku kanan (1/3)



4.



- Siku kiri (1/3) - Bahu kanan (1/3) - Bahu kiri (1/3) 21



Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain untuk teknik ambulasi



- Mata kaki kanan (1/3)



5.



- Mata kaki kiri (1/3) - Lutut kanan (1/3)



Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi



6.



Latih pasien dalam pemenuhan



- Lutut kiri (1/3)



kebutuhan ADLs secara mandiri



- Pinggang kanan(1/3)



sesuai kemampuan



- Pinggang kiri (1/3)



7.



Dampingi dan bantu pasien saat



 Tingkat Mobilitas



mobilisasi dan bantu penuhi



- Keseimbangan penampilan



kebutuhan ADLs pasien.



(1/3)



19



- Posisi tubuh (1/3) - Perpindahan otot (1/3) - Perpindahan sendi (1/3) - Perpindahan penampilan (1/3) - Ambulasi : berjalan (1/3) - Ambulasi dengan kursi roda (1/3)  Self Care :ADLs



- Identifikasi obat (1/3) - Dosis yang tepat (1/3) - Menjelaskan tindakan pengobatan (1/3)



- Menyesuaikan dosis yang tepat (1/3)



- Menjelaskan pencegahan pengobatan (1/3)



- Menjelaskan efek dosis yang obat (1/3)



- Menggunakan bantuan ingatan (1/3)



- Melakukan pemantauan kegiatan diri (1/3)



- Memantau menggunakan alat yang akurat (1/3) 22



8.



Berikan alat bantu jika klien memerlukan



9.



Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan



- Memelihara persediaan kebutuhan (1.3)



- Administrasi pengobatan yang benar (1/3)



- Pengobatan yang benar (1/3) - Mengatur pengobatan yang benar (1/3)



- Mencari kebutuhan 20 tes di labor (1/3)  Perpindahan Penampilan



- Berpindah dari tempat tidur ke kursi (1/3)



- Berpindah dari kursi ke tempat tidur (1/3)



- Berpindah dari kursi ke kursi (1/3)



- Berpindah dari kursi roda ke kendaraan (1/3)



- Berpindah dari kendaraan ke kursi roda (1/3)



23



BAB III 21 PENUTUP



1. Kesimpulan



2. Saran



24



DAFTAR PUSTAKA 24



hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/asuhan keperawatan pada pasien cushing syndrome, diakses tanggal 11 maret 2016 Behrman,dkk.2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC Kowalak. 2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC



25