Askep Trauma Kepala [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA



Di susun oleh : 3A Keperawatan Kelompok 1



Agung Hadibyo



: 201601001



Agustina Prasetyawati



: 201601002



Alfandi



: 201601004



Andrika Agustin F.T



: 201601005



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU T.A 2019/2020



KATA PENGANTAR Assalammualaikum Wr.Wb Alhamdulillah….. Tiada kata yang paling indah selain puji dan puja syukur kehadirat Allah SWT yang mana dengan limpahan rahmat dan karunianyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabiyaullah Muhammad saw beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah rela mempertaruhkan harta, jiwa dan raganya untuk membawa umat manusia dari dunia kegelapan menuju dunia yang terang benderang dan penuh dengan ilmu pengetahuan. Kami sadari peyusunan tugas ini masih sangat jauh dari kesempurnaan maka berpegang dari itu semua kami sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang konstruktif dari para pembaca pada umumnya dan dosen bidang studi pada khususnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat menambah referensi kita semua. Wassalammualaikum Wr.Wb



Penyusun



Palu, 15 Juni 2019



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin, 2008). Cedera kepala biasanya di akibatkan salah satunya benturan atau kecelakaan. Sedangkan akibat dari terjadinya cedera kepala yang paling fatal adalah kematian. Akibat trauma kepala pasien dan keluarga mengalami perubahan fisik maupun psikologis, asuhan keperawatan pada penderita cedera kepala memegang peranan penting terutama dalam pencegahan komplikasi. Komplikasi dari cedera kepala adalah infeksi, perdarahan. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh kematian akibat trauma-trauma. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius. Oleh karena itu, di harapkan dengan penanganan yang cepat dan akurat dapat menekan morbiditas dan mortilitas penanganan yang tidak optimal dan terlambatnya rujukan dapat menyebabkan keadaan penderita semakin memburuk dan berkurangnya pemilihan fungsi (Tarwoto, 2007). Sedangkan berdasarkan Mansjoer (2002), kualifikasi cedera kepala berdasarkan berat ringannya, dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat. Adapun penilaian klinis untuk menentukan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada pasien cedera kepala menggunakan metode skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale) (Wahjoepramono, 2005). Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di dunia kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut (Depkes, 2012). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua per tiga dari kasus ini berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien cedera kepala berat mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainnya (Smeltzer, 2002).



B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah : 1.



Untuk mengetahui konsep triage pada Cedera Kepala.



2.



Untuk mengetahui lingkup keperawatan gawat darurat Cedera Kepala.



3.



Untuk mengetahui pengertian dari Cedera Kepala.



4.



Untuk mengetahui etiologi dari penyakit Cedera Kepala.



5.



Untuk mengetahui klasifikasi dari Cedera Kepala.



6.



Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit Cedera Kepala.



7.



Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit Cedera Kepala.Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit Cedera Kepala.



8.



Untuk mengetahui proses pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera Kepala.



C. Manfaat Penulisan 1.



Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam membuat karya ilmiah dan menambah wawasan khususnya tentang Cedera Kepala dan ruang lingkupnya.



2.



Menjadi bahan masukan dalam menambah khazanah ilmu pengetahuan terutama mengenai konsep tentang Cedera Kepala dan ruang lingkupnya dalam bidang kesehatan.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera kepala merupakan sebuah proses dimana terjadi cedera langsung atau deselerasi terhadap kepala yang dapat mengakibatkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce dan Neil, 2014). Menurut Brain Injury Assosiation of America (2006), cedera kepala merupakan kerusakan yang disebabkan oleh serangan ataupun benturan fisik dari luar, yang dapat mengubah kesadaran yang dapat menimbulkan kerusakan fungsi kognitif maupun fungsi fisik. Cedera kepala merupakan suatu trauma atau ruda paksa yang mengenai struktur kepala yang dapat menimbulkan gangguan fungsional jaringan otak atau menimbulkan kelainan struktural (Sastrodiningrat, 2007). B. Konsep Triage Trauma Kepala Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi selanjutnya. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang pengelolaan musibah terutama musibah yang melibatkan massa. Triase memiliki beberapa kategori, antara lain: 1.



Prioritas Pertama (Merah) Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk penanganan atau evakuasi.



2.



Prioritas kedua (Kuning) Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah.



3.



Prioritas ketiga (Hijau) Pasien dengan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala.



Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi. 4.



Prioritas nol (Hitam) Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang mematikan. Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai dengan warna prioritas. Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu khusus sampai hanya suatu ikatan dengan bahan yang warnanya sesuai dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan. Bila keadaan penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka label lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.



Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai. Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada saat pengobatan dan perawatan penderita sangat dianjurkan, khususnya pada penderita dengan koma dan atau penderita dengan kecurigaan adanya lesi massa intrakranial. Keterlambatan dalam perujukan dapat memperburuk keadaan penderita dan selanjutnya akan menurunkan luaran cidera kepala. C. Macam-macam Trauma Kepala Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu : 1.



Cedera kepala terbuka Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini di tentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.



2.



Cedera kepala tertutup Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio (gagar otak), kontusio (memar), dan laserasi.



D. Klasifikasi Trauma Kepala Penilaian derajat beratnya cedera kepala dapat dilakukan dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974. GCS yaitu suatu skala untuk menilai secara kuantitatif tingkat kesadaran seseorang dan kelainan neurologis yang terjadi. Ada 3 aspek yang dinilai yaitu reaksi membuka mata (eye opening), reaksi berbicara (verbal respons), dan reaksi lengan serta tungkai (motor respons). Cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS yaitu: 1.



Cedera Kepala Ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak terdapat kelainan berdasarkan CT scan otak, tidak memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di rumah sakit < 48 jam.



2.



Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9-13, ditemukan kelainan pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial, dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam.



3.



Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam setelah trauma, score GCS < 9 (George, 2009). Tabel 2.1 Glasgow Coma Scale Eye opening



Score



Mata terbuka spontan



4



Mata membuka terhadap bicara



3



Mata membuka sedikit setelah dirangsang nyeri



2



Tidak membuka mata



1



Motor Response



Score



Menurut perintah



6



Dapat melokalisir nyeri



5



Reaksi menghindar



4



Gerakan fleksi abnormal



3



Gerakan ekstensi abnormal



2



Tidak ada gerakan



1



Verbal Response



Score



Berorientasi



5



Biacara kacau / disorientasi



4



Mengeluarkan kata-kata yang tidak tepat/ tidak membentuk



3



kalimat Mengeluarkan suara tidak ada artinya



2



Tidak ada jawaban



1



E. Etiologi Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional. 1.



Cedera Akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak, misalnya : alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan ke kepala.,



2.



Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.,



3.



Cedera Akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.,



4.



Cedera Coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.,



5.



Cedera Rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.



F. Manifestasi Klinis Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut : 1.



Perubahan respon (bingung atau tidak respon)



2.



Gangguan pernafasan



3.



Sakit kepala disertai pusing yang muncul mendadak setelah benturan



4.



Mual



5.



Muntah, biasanya khas dikenal dengan muntah proyektil



6.



Gangguan penglihatan



7.



Pupil tidak simetris



8.



Kadang-kadang kejang



9.



Perubahan tanda vital



10. Nyeri disekitar cedera 11. Luka terbuka atau tertutup di kepala 12. Pada patah tulang tengkorak : a.



Ada bagian tengkorak yang teraba lunak/lekuk lebih dalam



b.



Darah atau cairan otak keluar melalui hidung/telinga



13. Memar dibelakang telinga (battle sign) 14. Memar di sekeliling mata (Racoon’s eyes) 15. Postur abnormal. G. Pemeriksaan Penunjang 1.



Foto polos tengkorak (skull X-ray)



2.



Angiografi serebral



3.



Pemeriksaan MRI



4.



CT-Scan : Indikasi CT-Scan nyeri kepala atau muntah-muntah, penurunan GCS lebih 1 point, adanya lateralisasi, bradikardi (nadi < 60x/menit), fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau peluru.



H. Penatalaksanaan 1. Dexamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. 2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi. 3. Pemberian analgetik. 4. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu : manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol. 5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidazole. 6. Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. 7. Pembedahan. I.



Komplikasi 1.



Gejala sisa cedera kepala berat : beberapa pasien dengan cedera kepala berat dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif, perubahan kepribadian).



2.



Kebocoran cairan serebrospinal : bila hubungan antara rongga sub arachnoid dan telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya kecil dan



tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi. Eksplorasi bedah diperlukan bila terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten. 3.



Epilepsi pasca trauma : terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal (pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pasca trauma yang lama, fraktur depresi kranium dan hematom intrakranial.



4.



Hematom subdural kronik.



5.



Sindrom pasca concusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi labirintin) (Adams, 2000).



J.



Diagnosis Cedera Kepala Diagnosis cedera kepala didapatkan dengan anamnesis yang rinci untuk mengetahui



adanya riwayat cedera kepala serta mekanisme cedera kepala, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis informasi penting yang harus ditanyakan adalah mekanismenya. Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital dan sistem organ (Iskandar, 2002). Penilaian GCS awal saat penderita datang ke rumah sakit sangat penting untuk menilai derajat kegawatan cedera kepala. Pemeriksaan neurologis, selain pemeriksaan GCS, perlu dilakukan lebih dalam, mencakup pemeriksaan fungsi batang otak, saraf kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, dan reflek (Sjamsuhidayat, 2010).



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala, yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak atau kombinasinya, (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito). Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk melakukan persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan perawatan yang memadai. Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. B. Saran Sebagai tenaga kesehatan yang lebih tahu tentang kesehatan, kita dapat menerapakan perilaku yang lebih berhati-hati agar tidak memicu terjadinya cedera pada kepala. Perawat harus melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan baik pada pasien penderita Cedera Kepala sehingga kesembuhan pasien dapat tercapai dengan baik. Perawat maupun calon perawat harus memahami konsep dasar dari Cedera Kepala dan ruang lingkupnya sehingga dalam proses memberikan asuhan keperawatan pada pasien penderita Cedera Kepala dapat terlaksana dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA Brunner, & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta: EGC. Marion Johnson, d. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby. Mc. Closkey, d. B. (2000). Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. Mosby. Nanda. (Philadelphia : North American ). Nursing Diagnosis : Definition and Classification . 2005: Nursing Diagnosis Association.