Askep WTS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS 2 APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK RENTAN TERSERANG PENYAKIT (WANITA TUNA SUSILA) DI KOMUNITAS Dosen Pembimbing : Ifa Nofalia, S.,Kep.NS.,M.Kep



DISUSUN OLEH 6A/S1 KEPERAWATAN KELOMPOK 4: 1. Abdus Salam



163210001



2. Eva Mardiana



163210013



3. Fernanda Yoga



163210016



4. Fitya Ardianti



163210017



5. Khoirunnisa’



163210020



6. Linda Kholifatu R



163210022



7. M. Fathoni



163210026



8. Ni’matul Jihan



163210029



9. Tutus Tri A.



163210040



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG 2018/2019



Kata Pengantar



Puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT yang mana atas berkat dan pertolongan-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini. Terimakasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing Ibu Ifa Nofalia ,S.Kep.,Ns.,M.Kep yang turut membimbing kami sehingga bisa menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang telah di tentukan. Sholawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW yang selalu kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat nanti. Makalah ini kami buat dalam rangka untuk memperdalam pengetahuan dan pemahaman mengenai Aplikasi Asuhan Keperawatan Kelompok Rentan Terserang Penyakit (Wanita Tuna Susila) di Komunitas. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas 2. Dengan segala keterbatasan yang ada ,kami telah berusaha dengan segala daya dan upaya guna menyelesaikan makalah ini. kami menyadari bahwasanya makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Atas kritik dan sarannya kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya.



Jombang, 31 April 2019



Penyusun



Daftar isi Kata pengantar ………………………………………………………………………......i Daftar isi ……………………...………………………………………………..………..ii



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………….…1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………..…….2 1.3 Tujuan ………………………………………………………………..……………...3 1.4 Manfaat ………………………………………………………………………..…….3



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi WTS …………………………………………………………… 4 2.2 Faktor Penyebab Adanya WTS ……………………………………………. 4 2.3 Faktor Pendukung Adanya WTS ……………………………....4 2.4 Penanggulangan Prostitusi Terhadap WTS …………………………………….7 2.5 Dampak Prostitusi Terhadap WTS ……..…………………...………………...9



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian ……………………………………………………………………...15 3.2 Diagnosa Keperawatan ………………………………… …………..……...….17 3.3 Intervensi Keperawatan ………………………………………………….......…17 3.4 Implementasi 3.5 Evaluasi



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ……………………………….………...……………….…....……21 4.2 Saran …………………………………………………………………...….……21 DAFTAR PUSTAKA



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal dari kata Latin socius yang berarti (kawan).Istilah masyarakat berasal dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti (ikut serta dan berpartisipasi).Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi.Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana melalui warga-warganya dapat saling berinteraksi. Definisi lain, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu bersifat kontinyu, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Kontinuitas merupakan kesatuan masyarakat yang memiliki keempat ciri yaitu: 1) Interaksi antar warga-warganya, 2). Adat istiadat, 3) Kontinuitas waktu, 4) Rasa identitas kuat yang mengikat semua warga (Koentjaraningrat, 2009: 115-118). Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun dkk, 2006). Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public health) dengan dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2009). Dalam penyelenggaraannya pelayanan keperawatan komunitas tidak lepas dari pelayanan pada kelompok khusus seperti pelayanan terpusat dilakukan di sekolah, lingkungan kesehatan kerja, lembaga perawatan kesehatan di rumah dan lingkungan kesehatan kerja lainnya (Mubarak 2009). Mengurangi transmisi penyakit menular antar pekerja, memberikan program peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pendidikan kesehatan.Khususnya pada daerah yang merupakan tempat beresiko terjadi penularan penyakit.Salah satunya seperti tempat lokalisasi. .



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa Definisi dari WTS? 2. Apa saja factor penyebab adanya WTS? 3. Apa saja factor pendukung adanya WTS? 4. Bagaimana penanggulangan prostitusi terhadap WTS? 5. Apa saja dampak adanya prostitusi terhadap WTS?



1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui definisi WTS. 2. Untuk mengetahui factor penyebab adanya WTS. 3. Untuk mengetahui factor pendukung adanya WTS 4. Untuk mengetahui penanggulangan prostitusi terhadap WTS 5. Untuk mengetahui dampak adanya prostitusi terhadap WTS.



1.4 Manfaat 1. Tugas



ini berguna bagi pembaca untuk memperdalam pengetahuan dan



pemahaman tentang asuhan keperawatan WTS (Wanita Tuna Susila) di komunitas. 2. Penyusun dapat mengetahui dan memahami secara spesifik tentang asuhan keperawatan WTS (Wanita Tuna Susila) di komunitas.



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Menurut Kartono (2009 : 185) bahwa Wanita Tuna Susila (WTS) merupakan seorang wanita yang menjual diri dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan sebagai pembayarannya. Kata prostitusi berasal dari perkataan latin prostituere yang berarti menyerahkan diri dengan terang-terangan kepada perzinahan. Sedangkan secara etimologi berasal dari kata prostare artinya menjual, menjajakan (Simandjuntak, Patologi Sosial (Bandung: Tarsito, 2009), hal. 112.). Jadi prostitusi adalah suatu transaksi antara si peerempuan pelacur dan si pemakai jasa pelacur yang memberi sejumlah uang untuk interaksi seksual.(Ratna Saptari, BrigitteHolzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial Sebuah Pengantar Studi Perempuan, 2009, hal. 391).Lokalisasi merupakan suatu bentuk dari legalisasi aktifitas prostitusi secara eksklusif pada suatu wilaya tertentu. Jadi Lokalisasi erat kaitannya dengan prostitusi atau dengan kata lain sebagai bentuk legalisasi praktek atau aktifitas prostitusi.



2.2 Faktor Penyebab Adanya WTS Kehidupan wanita dalam dunia seks (prostitusi), bisa terjadi karena dua faktor utama yaitu “faktor internal” dan “faktor eksternal”.Faktor internal adalah yang datang dari individu wanita itu sendiri, yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustrasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya.Sedangkan faktor eksternal adalah sebab yang datang bukan secara langsung dari individu wanita itu sendiri melainkan karena ada faktor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan hal yang demikian.Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi, pengaruh lingkungan, kegagalan kehidupan keluarga, dan sebagainya. Selain itu factor penyebab terjadinya prostitusi menurut Kartini Kartono, 2009 hal adalah sebagai berikut : 1. Adanya kecenderungan menghancurkan diri 2. Adanya nafsu seksual yang abnormal 3. Tekanan ekonomi



4. Aspirasi material (materialistis) 5. Kompensasi terhadap perasaan inferior 6.



Rasa ingin tahu yang besar



7. Memberontak terhadap otoritas orang tua 8. Pengalaman seksual di masa anak 9. Tergiur bujukan laki-laki hidung belang atau calo 10. Banyaknya stimulasi seksual 11. Broken home 12. Pengaruh narkoba



2.3 Faktor Pendukung Adanya WTS Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiawan tahun 2010 dengan metode wawancara terhadap 20 wanita yang terlibat prostitusi dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab mereka terjun ke dunia ‘hitam’ tersebut adalah sebagai berikut : 1. Faktor ekonomi, yaitu sebanyak 45%, 2. Faktor frustasi karena putus cinta, sebanyak 20%, 3. Faktor lingkungan 15%, 4. Faktor hasrat seks 10%, dan 5. Faktor tipuan mucikari yang katanya hendak mencarikan kerja yang pantas dan gajinya besar, sebanyak 10%



2.4 Penanggulangan WTS Usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Usaha yang bersifat preventif Usaha yang bersifat



preventif



diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk



mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa: 1. Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran. 2. Intensifikasi



pemberian



pendidikan keagamaan dan



kerohanian



untuk



memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius dan norma kesusilaan 3. Menciptakan bermacam-macam ksibukan dan kesempatan bagi anak-anak puber dan adolesens untuk menyalurkan kelebihan energinya.



4. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita, disesuaikan dengan kodrat dan bakatnya, serta mendapatkan upah/gaji yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap harinya. 5. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan alam kehidupan keluarga. 6. Pembentukan badan atau team koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran, yang dilakukan oleh beberapa instansi. Sekaligus mengikut sertakan potensi masyarakat lokal untuk membantu melaksanakan kegiatan pencegahan dan penyebaran pelacuran. 7. Penyitaan terhadap buku-buku dan majala-majalah cabul, gambargambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang merangsang nafsu seks. 8. Meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.



b. Tindakan bersifat represif dan kuratif Sedang usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai; kegiatan untuk menekan (menghapuskan, menindas) dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketuna susilaannya, untuk kemudian membawa mereka ke jalan benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain berupa: 1. Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan/kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para prostitue serta lingkungannya. 2. Untuk mengurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bisa dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan melalui pendidikan moral dan agama, latihan-latihan kerja dan pendidikan keterampilan agar mereka bersifat kreatif dan produktif. 3. Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tuna susila yang terkena razia, disertai pembinaan mereka, sesuai akat dan minat masing-masing. 4. Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu tetap untuk menjamin kesehatan para prostitue dan lingkungannya. 5. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan mau memulai hidup susila.



6. Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka, agar mereka mau menerima kembali bekas-bekas wanita tuna susila itu mengawali hidup baru. 7. Mencarikan pasangan hidup yang permanen/ suami bagi para wanita tuna susila, untuk membawa mereka ke jalan benar. Pemerintah juga telah menempuh berbagai upaya untuk mengatasi masalah pelacuran dan akibat yang ditimbulkannya, diantaranya dengan sering mengadakan rasia oleh trantib untuk menangkap dan kemudian memberi pengarahan kepada para pelacur jalanan, namun cara itu tidak efektif menekan perkembangan prostitusi. Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah dalam penanggulangan prostitusi antara lain dengan cara : 1. Melarang dengan undang-undang, diikuti oleh razia-razia/penangkapan, sesuai dengan Peraturan daerah yang berlaku (Mislanya wilayah jawa barat Perda yang mengatur adalah Peraturan Daerah Kota Bandung No.11 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan, selanjutnya disingkat PERDA K3 khususnya Pasal 39 huruf (g, h, i) yang berbunyi : “Dalam rangka mewujudkan Daerah yang bersih dari tuna wisma , tuna social dan tuna susila, setiap orang, Badan Hukum dan/atau perkumpulan, dilarang: a. Menyediakan, menghimpun wanita tuna susila untuk dipanggil, member kesempatan kepada khayalak umum untuk berbuat asusila; b. Menjajakan cinta atau tingkah lakunya yang patut di duga akan berbuat asusila dengan berada di jalan, jalur hijau, taman dan tempat umum lainnya serta tempat-tempat yang dicurigai akan digunakan sebagai tempat melakukan perbuatan asusila; c. Menarik keuntungan dari perbuatan asusila sebagai mata pencaharian.” 2. Dengan pencatatan dan pengawasan kesehatannya, 3. Ditampung di tempat-tempat jauh di luar kota dengan pengawasan dan perawatan serta diberikan penerangan-penerangan agama atau pendidikan juga diadakan larangan-larangan terhadap anak-anak muda yang mengunjungi tempat tersebut, 4. Rehabilitasi dalam asrama-asrama dimana para pelacur yang tertangkap diseleksi, yang dianggap masih dapat diperbaiki ditampung dalam asrama, mereka dididik dalam keterampilan, agama dan lain-lain dipersiapkan untuk dapat kembali ke masyarakat sebagai warga yang baik kembali.



Kurangnya sanksi atau hukuman bagi laki-laki hidung belang yang menikmati jasa para pelacur mengakibatkan para penikmat perempuan malam itu tidak merasa jera. Selama tidak ada solusi pemecahan persoalan pelacuran yang tepat, maka upaya-upaya yang telah dan akan ditempuh ibaratnya seperti meremas sebuah balon, di mana bagian yang ditekan akan cenderung tenggelam dan tidak tampak, akan tetapi bagian yang lain akan menonjol lebih besar. Hal ini persis seperti apa yang terjadi dengan persoalan prostitusi di Jakarta; begitu satu lokalisasi dirazia dan ditutup, maka akan muncul lokalisasi-lokalisasi lainnya.



2.5 Dampak Prostitusi Pada WTS Prostitusi ditinjau dari sudut manapun merupakan suatu kegiatan yang berdampak tidak baik (negatif). Dampak negatif tersebut antara lain : a. Secara sosiologis, prostitusi merupakan perbuatan amoral yang bertentangan dengan norma dan etika yang ada di dalam masyarakat, b. Dari aspek pendidikan, prostitusi merupakan kegiatan yang demoralisasi, c. Dari aspek kewanitaan, prostitusi merupakan kegiatan merendahkan martabat wanita, d. Dari aspek ekonomi, prostitusi dalam prakteknya sering terjadi pemerasan tenaga kerja, e. Dari aspek kesehatan, praktek prostitusi merupakan media yang sangat efektif untuk menularnya penyakit kelamin dan kandungan yang sangat berbahaya, f. Dari aspek kamtibmas, praktek prostitusi dapat menimbulkan kegiatan-kegiatan criminal, g. Dari aspek penataan kota, prostitusi dapat menurunkan kualitas dan estetika lingkungan perkotaan. Akibat yang dapat ditimbulkan karena prostitui pada WTS adalah sebagai berikut: a. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. b. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga c. Mendemoralisir atau memberikan pengaruh demoralisasi kepada lingkungan, khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber dan adolesensi. d. Berkorelasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin, dan lain-lain). e. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. f. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain.



BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK RENTAN TERSERANG PENYAKIT (WANITA TUNA SUSILA)



Seorang perawat melakukan kunjungan pada suatu kompleks rumah yang hampir seluruh wanita bekerja sebagai PSK. Perawat berwawancara secara pribadi oleh seseorang wanita yang ada dikompleks tersebut. Pada hasil wawancara, dikompleks terdapat 8 orang PSK yang masih bekerja aktif. Setelah dilakukan wawancara dan obervasi kebanyakan wanita yang bekerja sebagai PSK mempunyai alasan bahwa diantaranya tidak berkecukupan ekonomi, dan juga paksaan dari orang tua sendiri, pada awalnya mereka tidak nyaman tapi lama-lama sudah terbiasa menjalani pekerjaan ini. Sekelompok wanita ini tidak mengerti akan bahaya penyakit yang menular karena melakukan seks dengan berganti-ganti pasangan. Sekelompok wanita itu tampak tidak terbebani menjalani pekerjaan ini.



3.1 Pengkajian



3.2 Analisa Data



NO. 1.



DATA Ds:



ETIOLOGI



MASALAH Perilaku kesehatan



-



Melakukan seks setiap hari dengan berganti-



cenderung berisiko



ganti pasangan Do: -



Sekelompok wanita itu tampak tidak terbebani atau sudah terbiasa menjalani pekerjaan tersebut



2.



Ds:



Defisiensi kesehatan -



Sekelompok wanita tersebut tidak mengetahui bahaya tentang penyakit yang menular



Do: -



Sekelompok wanita tersebut tampak kebingungan atau tampak tidak mengerti ketika perawat menjelaskan tentang penyakit yang menular



komunitas



3.3 Diagnosa Keperawatan 1. Perilaku kesehatan enderung berisiko berhubungan dengan kebiasaan melakukan seks berganti-ganti pasangan 2. Defisiensi



kesehatan



komunitas



ketidakpahaman penyakit menular



berhubungan



dengan



ketidaktauan



atau



3.4 Intervensi NO. 1.



DIAGNOSA KEPERAWATAN Perilaku cenderung berisiko berhubungan dengan kebiasaan melakukan seks berganti-ganti pasangan



NOC (SMART)



NIC



SMART: Setelah dilakukan kunjungan rumah selama 2x1 jam diharapkan ada perubahan perilaku, dengan kriteria:



Label NIC : Peningkatan Efikasi Diri



Label NOC : Keseimbangan Gaya Hidup Indikator : No.



Indikator



1



Indeks 2 3 4



5 √



1.



Mempertimbangkan kebutuhan dan nilai personal ketika memilih aktivitas hidup



2.



Mengorganisir waktu dan energi untuk memenuhi tujuan personal







3.



Memodifikasi tanggung jawab peran dalam keluarga







4.



Menggunakan stategi untuk beradaptasi terhadap tanggung jawab peran ganda







5.



Ikut dalam aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan psikologis







Aktifitas Keperawatan : 1. Eksplorasi persepsi individu mengenai resiko tidak melaksanakan perilakuperilaku yang diinginkan. 2. Identifikasi hambatan untuk merubah perilaku 3. Berikan informasi mengenai perilaku yang diinginkan 4. Bantu individu untuk berkomitmen terhadap rencana tindakan untuk merubah perilaku 5. Berikan penguatan kepercayaan diri dalam membuat perubahan perilaku dan mengambil tindakan 6. Berikan penguatan positif dan dukungan emosi selama proses pembelajaran dan saat mengimplementasikan perilaku 7. Beikan kesempatan untuk menguasai pengalaman (belajar) (misalnya, berhasil mengimplementasikan perilaku) 8. Gunakan pernyataan persuasive yang positifterkait dengan kemampuan individu untuk melaksanakan perilaku 9. Dukung interaksi dengan individu-individu lain yang telah berhasil merubah perilaku (misalnya, dukungan kelompok atau berpartisipasi



pada pendidikan kelompok) 10. Siapkan individu mengenai kondisi fisik dan emosi yang mungkin akan dialami selama berusaha untuk melakukan perilaku baru



NO. 2.



DIAGNOSA KEPERAWATAN Deisiensi kesehatan komunitas berhubungan dengan ketidaktahuan atau ketidakpahaman tentang penyakit menular



NOC (SMART)



NIC



SMART: Setelah dilakukan kunjungan rumah selama 2x1 jam diharapkan , dengan kriteria:



Label NOC : Kontrol Risiko: Penyakit Menular Seksual (PMS) Indikator : No.



Indikator



1



Indeks 2 3 4



5 √



1.



Mencari informasi terkait penyakit menular seksual



2.



Mengidentifikasi factor resiko penyakit menular seksual







3.



Mengenali kemampuan untuk







Label NIC : Pengajaran: Seks Aman Aktifitas Keperawatan : 1. Dapatkan riwayat seksual, termasuk jumlah pasangan seksual terakhir, frekuensi hubungan, dan kejadian serta pengobatan masa lalu terkait dengan infeksi menular seksual (IMS) 2. Ajarkan pasien mengenai anatomi dan fisiologi reproduksi manusia 3. Ajarkan pasien mengenai IMS dan konsepsi, sesuai keperluan 4. Instruksikan pasien mengenai factor-faktor yang meningkatkan risiko IMS 5. Diskusikan pengetahuan pasien pemahaman motivasi



merubah perilaku 4.



Mengembangkan strategi efektif untuk mengurangi risiko paparan penyakit menular







5.



Mengenali tanda dan gejala penyakit menular seksual







dan tingkat komitemen berbagai tingkat perlindungan seksual 6. Diskusikan agama, budaya perkembangan sosio ekonomi dan pertimbangan individu berkenaan dengan pilihan perlindungan seksual 7. Berikan informasi akurat berkenaan dengan implikasi ingin memiliki mitra seksual 8. Anjurkan pasien mengenai pentingnya kebersihan yang baik, menggunakan pelumas yang larut dalam air, dan buang airb setelah berhubungan untuk menurunkan kerentanan terhadap infeksi 9. Berikan pasien produk yang dapat digunakan terkait dengan perlindungan seksual 10. Diskusikan dengan pasien pentingnya pemberitahuan pada pasangan seks ketika pasien didiagnosa IMS



3.4 Implementasi NO. DX 1.



HARI/ TGL Senin/



JAM 10.00



TINDAKAN KEPERAWATAN 1.



30-04-19



PARAF



Membangun building trust kepada kelompok wanita tuna susila



2.



Mengidentifikasi kepada kelompok kenapa melakukan pekerjaan ini



3.



2.



Selasa/



10.00



19-03-19



Membuat strategi untuk mengubah perilaku



1. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit IMS 2. Memberikan informasi tentang resiko penyakit IMS



3.5 Evaluasi NO. 1.



NO. DX



HARI/ JAM TGL Senin/ 11.00



EVALUASI (SOAP) S:



18-03-



-



19



kelompok wanita tuna susila mengerti perilaku yang berisiko



O:



berkeinginan untuk merubah perilaku



PARAF



-



kelompok wanita ini tampak antusias ketika diberikan arahan yang lebih positif



-



mencoba menerapkan perilaku sehat



A: Masalah Teratasi Sebagian P: Intervensi dilanjutkan



2.



Selasa/



11.00



S:



19-03-



-



19



kelompok wanita tuna susila mengerti tentang risiko atau bahaya penyakit menular atau IMS



-



mnerapkan kebersihan diri



-



berkeinginan untuk memeriksakan secara rutin



O:



kesehatannya A: masalah teratasi sebagian P: intervensi dilanjutkan



BAB 4 PENUTUP



4.1 Kesimpulan Usaha yang bersifat preventif diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan untuk mencegah terjadinya pelacuran. Usaha ini antara lain berupa: Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan atau pengaturan penyelenggaraan pelacuran. Sedang usaha yang represif dan kuratif dimaksudkan sebagai; kegiatan untuk menekan (menghapuskan, menindas) dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketuna susilaannya, untuk kemudian membawa mereka ke jalan benar. Usaha represif dan kuratif ini antara lain berupa: Melalui lokalisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan/kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para prostitue serta lingkungannya.



4.2 Saran Sebagai seorang calon tenaga kesehatan, khususnya perawat. Alangkah baiknya kita dapat mendalami dan memahami secara menyeluruh apa saja bentuk dari asuhan keperawatan pada wts (wanita tuna susila) di komunitas.



DAFTAR PUSTAKA



Https://id.scribd.com/document/363390474/ASKEP-WTS, diakses pada tanggal 30 April 2019 https://www.academia.edu/7346451/MAKALAH_PSK, diakses pada tanggal 30 April 2019