Aspek Laboratorium Malaria [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN



Referat Juli 2020



ASPEK LABORATORIUM MALARIA VIVAX



Disusun Oleh: Muhammad Asnan Sahar Irene Pasama Ryantobi Rismha Mulka



C014192182 C014192096 C014192081



Residen Pembimbing : dr. Y. Kusumo Adi Arji Atmanto Supervisor Pembimbing : dr. Kartika Paramita, Sp.PK



DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2020



HALAMAN PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa : Muhammad Asnan Sahar



C014192182



Irene Pasama Ryantobi



C014192096



Rismha Mulka



C014192081



Judul Referat : Aspek Laboratorium Malaria Vivax Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada departemen Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar, 10 Juli 2020 Mengetahui, Supervisor Pembimbing,



dr. Kartika Paramita, Sp.PK



Residen Pembimbing,



dr. Y. Kusumo Adi Arji Atmanto



2



DAFTAR ISI Halaman Pengesahan...............................................................................................2 Daftar Isi...................................................................................................................3 Bab I Pendahuluan...................................................................................................4 Bab II Tinjauan Pustaka...........................................................................................6 2.1 Definisi6 2.2 Epidemiologi...............................................................................................6 2.3 Etiologi7 2.4 Patogenesis..................................................................................................8 2.5 Manifestasi Klinis.....................................................................................10 2.6 Pemeriksaan Laboratorium.......................................................................11 2.6.1 Profil Hematologi Darah Rutin........................................................11 2.6.2 Pemeriksaan Mikroskopik..............................................................12 2.6.3 Rapid Diagnostic Test.....................................................................14 2.6.4 Diagnosis Molekular.......................................................................15 2.6.5 Deteksi Antibodi.............................................................................17 2.7 Tatalaksana...............................................................................................18 2.8 Prognosis...................................................................................................20 2.9 Komplikasi................................................................................................20 Bab III Kesimpulan................................................................................................22 Daftar Pustaka........................................................................................................23



BAB I PENDAHULUA N



Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum adalah penyebab utama malaria pada manusia dan sampai beberapa tahun terakhir, sebagian besar penelitian dan pendanaan malaria telah difokuskan pada pencegahan, pengobatan, dan kontrol pada P. vivax dan P. falciparum. Kedua spesies parasit ini mengekspos sekitar 2,5 miliar orang berisiko terkena infeksi. P. falciparum menyebabkan banyak kematian terutama di subSahara Afrika sedangkan P. vivax lebih jarang terjadi kematian. P. vivax lebih sering di temukan di beberapa negara yang wilayahnya terpadat dan termiskin di dunia. Dengan kemajuan teknologi dan informasi maka sudah banyak penelitian yang telah di lakukan dan sudah terbukti. Ini mengindikasikan bahwa kita tidak boleh mengabaikan penyakit malaria ini. Pemahaman yang lebih dalam tentang epidemiologi unik parasit ini adalah diperlukan upaya untuk pengendalian dan eliminasi malaria yang efektif.1 Perbedaan jenis dan siklus hidup antara Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum menyebabkan adanya epidemiologi yang berbeda. Yang sering terjadi adalah kemampuan P. vivax untuk menyebabkan kekambuhan beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah infeksi primer karena terjadinya aktivasi parasit yang dikenal sebagai hipnozoit. Reservoir itu mengalirkan infeksi baru dalam darah dan serangan klinis ke manusia, sehingga memiliki peluang untuk terjadi kekambuhan dan transmisi selanjutnya. Adanya reservoir hipnozoit membuat gejala klinis sepanjang musim. Bahkan sudah ada kasus yang terjadi di wilayah yang beriklim subtropis seperti Korea.1 Penyebaran endemik parasit Plasmodium vivax terjadi di sebagian besar Kepulauan Indonesia. Jumlah penderita dengan gejala klinis belum dapat diperkirakan dengan tepat, tapi setidaknya beberapa juta orang Indonesia menderita malaria vivax akut setiap tahun. Parasit ini menimbulkan ancaman yang sangat signifikan dan sangat sulit. Sekitar 130.000.000 orang Indonesia yang hidup berisiko terkena infeksi ini. Perkembangan dan ekologi P. vivax di Indonesia membuat relatif sulit untuk diagnosis, pengobatan, dan kontrol. Ada 20 dikonfirmasi spesies nyamuk anopheles sebagai vektor dari vivax malaria di Indonesia tersebar di berbagai habitat dan dengan kondisi



lingkungan yang optimal untuk transmisi malaria. Malaria vivax akut sangat sering



datang dengan laboratorium parasitemia yang rendah, sehingga meningkatkan probabilitas diagnosis yang tidak terjawab, terutama dengan tes diagnostik berbasis rapid. Pemeriksaan darah rutin P. vivax tahap dorman di hati disebut hipnozoit. Satu gigitan anopheles dapat menular dan mengakibatkan lima sampai 15 kali gejala klinis dalam 2 tahun.2 Di sebagian besar dunia, klorokuin adalah terapi lini pertama terhadap malaria vivax tetapi di Indonesia resistensi terhadap obat ini muncul, menyebar, dan menjadi dominan terhadap strain sensitif. Banyak uji klinis yang dilakukan untuk tetap menjaga agar obat tersebut tetap efektif terhadap serangan akut osehingga pemberiaannya di berikan pada tahap aseksual dalam darah Plasmodium vivax. Hanya satu baru-baru ini yang telah dikonfirmasi sebagai perijinan aman dan bermanfaat sebagai obat yaitu primakuin dengan (dihydroartemisinin – piperaquine [DHA-PP]). Terapi yang tepat untuk Plasmodium vivax tidak hanya mengobati serangan akut, tetapi juga secara bersamaan mencegah kekambuhan dengan primakuin.2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Malaria adalah salah satu penyakit menular yang paling umum dan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia. Di tahun 2016, ada perkiraan 216.000.000 kasus dan 445.000 kematian malaria terjadi di seluruh dunia dan hampir setengah dari populasi dunia yang tinggal di 91 negara dan wilayah beresiko untuk transmisi malaria.3 Penyebab Malaria adalah parasit Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Dikenal 5 (lima) macam spesies yaitu: Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan Plasmodium knowlesi.4



2.2 Epidemiologi Plasmodium vivax adalah malaria yang menginfeksi manusia dan paling luas jenis parasit yang ditemukan di banyak bagian tropis dan daerah subtropis di dunia, kecuali sub-Sahara Afrika. Hampir 2.500.000.000 orang beresiko P. vivax infeksi di 91 negara di dunia, dan 16.000.000 kasus terjadi. Beban tertinggi P. vivax infeksi terlihat di Asia Tenggara dan America Selatan. 5 Transmisi langsung secara substansial lebih tinggi di pulau New Guinea. India menyumbang hampir setengah (46%), Cina 19%, sementara Indonesia dan Pakistan bersama-sama menyumbang 12% populasi global yang berisiko tetapi dalam beberapa tahun terakhir, lebih banyak studi yang dilakukan di India, Papua Indonesia, dan Papua Nugini dan di temukan hubungan yang kuat antara infeksi P. vivax, berat penyakit dan kematian yang diakui sebelumnya6 Di Indonesia banyak spesies nyamuk anopheles yang biasa ditemukan di perkebunan, akultural, kolam, dan di dalam desa. Spesies tersebut dikonfirmasi sebagai vektor malaria karena telah di identifikasi bahwa ada parasite dalam



darahnya.6



Elyazar et al. mengumpulkan 4.658 survei darah dari masyarakat untuk malaria dilakukan antara 1985 dan 2011 untuk memodelkan peta prevalensi Plasmodium vivax. Dalam jurnal lain, terdapat kesamaan yang merangkum semua survei darah yang diketahui untuk Indonesia. Singkatnya, risiko malaria vivax terjadi hampir di mana-mana, kecuali daerah yang bebas risiko di Jawa dan Bali. Sebagian besar kota besar di Indonesia juga bebas dari risiko, bahkan tidak ada area berisiko tinggi. Hal ini karena Indonesia tidak memiliki anopheles perkotaan (misalnya, Anopheles stephensi India). Risiko tertinggi terjadi di Indonesia Bagian Timur, terutama Nusa Tenggara Timur (Kepulauan Lesser Sundas), Maluku, dan Papua. Sebagian besar Kalimantan dan Sumatera memiliki transmisi yang luas, tetapi untuk tingkat endemisitasnya jauh lebih rendah dibandingkan di sebagian besar wilayah timur Indonesia. Penyebaran malaria vivax dalam populasi manusia yang wilayah endemik, cenderung transmisinya rendah. Syafruddin et al. melakukan survey Cross- sectional yang lengkap (lebih dari 8.000 slide di 45 situs) di Sumba Barat. Merangkum bahwa temuan Parasitologi mikroskopis di seluruh kelompok usia dan musim (basah versus kering). Sumba Barat dapat dianggap khas penyebaran hipoke mesoendemis malaria yang terjadi di sebagian besar Indonesia. Prevalensi Plasmodium vivax (dalam darah perifer smears) adalah seragam rendah (< 5%) antara kelompok usia dan cuma sedikit perbedaan dengan musim hujan. Sumba memang agak tajam perbedaan curah hujan musiman, dengan muson yang berbeda dan musim kemarau. Tidak ada perbedaan tajam antara musim ini mungkin karena adanya hasil dari hipnozoit (walaupun nyamuknya yang melimpah).2



2.3 Etiologi Penyebab infeksi malaria adalah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga menginfeksi hewan seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk genus plasmodium dari family plasmodidae, ordo Eucoccidiorida, kelas Sporozoasida, dan phylum Apicomplexa.7 Plasmodium memiliki siklus hidup yang kompleks, Plasmodium agar dapat hidup terus menerus, parasit ini harus berada dalam tubuh manusia untuk



waktu



yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina yang sesuai untuk penularan. Plasmodium juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat spesies nyamuk anopheles yang antropofilik agar sporogoni memungkinkan sehingga dapat menghasilkan sporozoit yang infektif.8 Ada beberapa jenis spesies parasit malaria di dunia yang dapat menginfeksi



sel



darah



merah



manusia



yang



masing-masing



spesiesnya



menyebabkan jenis penyakit malaria yang berbeda. Salah satunya adalah Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria vivax atau tertiana yang tanpa pengobatan dapat sembuh dalam 2 – 3 bulan namun dapat relaps 50% dalam beberapa minggu hingga 5 tahun setelah penyakit awal.8 Sifat-sifat spesifik parasitnya berbeda untuk setiap spesies Plasmodium dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan penularan. Parasit P. vivax dan P. ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah, gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama daripada P. falciparum. Walaupun begitu, sporozoit P. vivax dan P. ovale di dalam hati dapat berkembang menjadi skizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini menjadi sumber terjadinya relaps. Lamanya masa inkubasi dan pola terjadinya relaps juga berbeda menurut geografisnya. P. vivax dari daerah Eropa Utara mempunyai masa inkubasi yang lama, sedangkan Plasmodium vivax dari daerah Pasifik Barat (antara lain Irian Jaya) mempunyai pola relaps yang berbeda.8 2.4 Patogenesis Patogenesis infeksi malaria berkembang melalui dua fase, yaitu fase di dalam tubuh manusia dan fase di dalam tubuh nyamuk malaria. 12 Hal ini berkaitan erat dengan siklus hidup dari Plasmodium vivax. Siklus hidup parasit malaria melibatkan dua inang, seperi terlihat pada gambar 1. Selama mengisap darah, nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi malaria menginokulasikan sporozoit ke dalam inang manusia. Sporozoit menginfeksi sel hati dan menjadi skizon. Skizon kemudian pecah dan melepaskan merozoit. Pada tahap ini disebut siklus exoeritrositik. Untuk Plasmodium vivax ada yang bertahan di sel hati mengalami tahap dorman atau yang sering disebut hipnozoit dan dapat menyebabkan kekambuhan



dengan menginvasi aliran darah beberapa minggu atau bahkan bertahun-tahun kemudian. Selanjutnya memasuki siklus eritrositik dimana merozoit kemudian masuk ke pembuluh darah, menginvasi sel darah merah dan memulai fase trofozoit muda. Trofozoit muda tahap cincin matang menjadi trofozoit tua lalu menjadi skizon, yang kemudian lisis dan melepaskan merozoit. Pada tahap inilah terjadi manifestasi klinis pada tubuh penderita. Selanjutnya beberapa merozoit berdiferensiasi menjadi gamet dan memaski tahap gametosit. Gametosit, jantan (mikrogametosit), dan betina (makrogametosit), dicerna oleh nyamuk Anopheles saat mengisap darah. Di dalam tubuh nyamuk, Plasmodium bereplikasi dan dikenal sebagai siklus sporogenik. Saat berada di perut nyamuk, mikrogametosit menembus makrogametosit dan menghasilkan zigot. Zigot kemudain menjadi motil dan memanjang (ookinetes) yang menyerang dinding midgut nyamuk di mana ookinet berkembang menjadi ookista. Ookista tumbuh, pecah, dan terlepas sporozoit, yang menuju kelenjar liur nyamuk. Inokulasi sporozoit menjadi inang manusia baru akan melanjutkan siklus hidup dari Plasmodium.9



Gambar 1 Siklus Hidup Plasmodium sp. (CDC DPDX)



2.5 Manifestasi Klinis Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu diselingi satu periode bebas demam. 12 Gejala khas malaria yaitu: a.



Demam Infeksi inang non-imun menghasilkan periode prodromal diikuti oleh demam akut



10 .



Demam periodik berkaitan dengan lisisnya skizon



yang telah matang. Pada Plasmodium vivax , pematangan skizon tiap 48 jam sehingga periodesitas demamnya setiap hari ketiga sehingga disebut malaria tertiana.12 Gejala umum yaitu terjadinya “Trias Malaria” yang terdiri dari tiga tingkatan: 1)



Stadium dingin, dimulai dengan mengigil dan perassan yang sangat dingin, gigi gemeretak, bibir dan jari pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat, muntah, kejang (pada anak).



2)



Stadium demam, setelah merasa kedinginan, penderita merasa kepanasan, muka merah, sakit kepala, muntah. Pasien biasanya merasakan sangat haus dan suhu badan bias mencapai 41°C.12 Kegelisahan dan delirium dapat terjadi pada saat suhu maksimum.10



3)



Stadium berkeringat, dimana penderita berkeringat sangat banyak dan kelelahan sehingga penderita tidur dengan nyenyak dan pada saat bangun merasakan tubuh yang lemah tanpa gejala lain.10



b.



Splenomegali Merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongeori menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasite dan jaringan ikat bertambah.12 Malaria tertiana lebih sering terjadi dan sering mengalami kekambuhan



karena adanya hipnozoit yang mengalami dorman di sel hati penderita. Lebih munkin terjadi pada orang-orang dengan beberapa paparan dan kekebalan yang sudah ada sebelumnya, bahkan dengan riwayat infeksi dengan strain heterolog.10



2.6 Pemeriksaan Laboratorium 2.6.1 Analisis Profil Hematologi (Darah Rutin) Perubahan hematologi merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada infeksi malaria. Kelainan hematologi pada malaria yang telah dilaporkan adalah



anemia,



trombositopenia,



dan leukopenia



hingga



leukositosis. Beberapa mekanisme terjadinya anemia pada penyakit malaria yaitu penghancuran eritrosit yang mengandung parasit, diseritropoesis (gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang), hemolisis oleh proses kompleks imun yang dimediasi komplemen pada eritrosit yang tidak terinfeksi, dan pengaruh sitokin. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falciparum dan malaria kronis dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat.16 Infeksi malaria menyebabkan abnormalitas pada struktur dan fungsi trombosit. Penurunan jumlah trombosit (trombositopeni) pada malaria berkaitan dengan berbagai penyebab diantaranya lisis yang dimediasi imun, sekuestrasi pada limpa, gangguan pada sumsum tulang dan fagositosis oleh makrofag. Stress oksidatif berperan dalam menyebabkan trombositopenia pada penderita Plasmodium vivax. Pada infeksi malaria, sel penjamu dan hepar memproduksi stress oksidatif sebagai pertahanan melawan infeksi. Parasit sendiri dapat mengeluarkan sejumlah besar H2O2 dan O2. Membran trombosit kurang tahan terhadap stress oksidatif, diperkirakan peningkatan stress oksidatif dapat meningkatkan lisis trombosit. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Afdhal (2014) disebutkan bahwa ada hubungan antara kadar trombosit dengan IgG dan macrophage colony-stimulating factor . Mekanisme yang melibatkan IgG spesifik antibodi trombosit yang mengikat secara langsung terhadap antigen malaria dalam trombosit yang akan menyebabkan lisisnya trombosit.18 Pada malaria dapat terjadi leukositosis dan leukopeni. Penelitian yang dilakukan oleh Castano et al didapatkan bahwa leukopenia lebih sering terjadi pada malaria daripada leukositosis. Leukopenia pada malaria



disebabkan oleh interaksi dari berbagai peristiwa, diantaranya sekuestrasi dari leukosit yang menyebabkan penurunan jumlah leukosit dan Glikosil Phosfatidil Inositol (GPI) merupakan antigen bersifat imunogenik yang dapat merangsang produksi sitokin proinflamasi pada monosit dan makrofag untuk meningkatkan fagositosis pada sel debris, leukosit, dan eritrosit. Peningkatan sitokin proinflamasi terutama TNF-α dapat menyebabkan penekanan hemopoesis dan dishemopoesis. Leukositosis terjadi terutama karena peningkatan jumlah sel Polimorfonuklear (PMN), walaupun bisa juga akibat peningkatan sel limfosit dan monosit. Studi tentang komposisi seluler sumsum tulang belakang menyimpulkan bahwa selama infeksi Plasmodium terjadi penurunan beberapa prekursor inti dan cadangan PMN dengan peningkatan sel PMN yang tidak matur di sirkulasi. Leukositosis menggambarkan keparahan dari infeksi malaria.16 Meningkatnya jumlah sel limfosit dalam darah atau dikenal dengan limfositosis disebabkan karena kerusakan sel darah merah. Kerusakan sel darah merah merangsang terjadinya pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif (proliferasi) dan diferensiasi sel limfosit.17 Pada infeksi malaria didapatkan hasil yaitu penurunan kadar hemoglobin yang berbeda di masing-masing spesies Plasmodium. Penurunan kadar hemoglobin pada malaria yang disebabkan oleh P. falciparum lebih besar dibandingkan Plasmodium lainnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa P. falciparum menginfeksi semua jenis eritrosit (eritrosit muda dan tua) sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronik. P. vivax dan P. ovale hanya menginfeksi eritrosit muda (2% dari total eritrosit), dan P. malariae menginfeksi eritrosit tua (1% dari total eritrosit) sehingga anemia baru terjadi pada infeksi ketiga spesies tersebut jika infeksinya berlangsung kronik.16 2.6.2 Mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik yaitu analisis morfologi parasit merupakan standar baku emas dalam penegakkan diagnosis Malaria Vivax. Parasit divisualisasikan dengan apusan darah tebal dan apusan darah tipis



yang diberikan pewarnaan Giemsa, Wright, dan Giemsa-Wright. Pewarnaan Giemsa



adalah yang paling sering dilakukan karena dapat mengidentifikasi morfologis tertentu (titik Scuffner, celah Maurer). Apusan darah tebal digunakan untuk mendeteksi keberadaan parasit sedangkan apusan tipis digunakan untuk identifikasi tingkat spesies.9 Adapun gambaran morfologi dari Plasmodium vivax adalah sebagai berikut (gambar 2): a.



Trofozoit muda : sel darah merah mulai membesar, parasite berbentuk cincin, inti merah, sitoplasma biru, mulai terdapat titik Scuffner pada eritrosit.



b.



Trofozoit tua : sitoplasma hamper memenuhi seluruh sel darah merah , pigmen menjadi makin nyata (kuning tengguli), masih terdapat vakuola.



c.



Skizon muda : inti sudah membelah lebih dari satu, tetapi kurang dari dua belas, pigmen tersebar.



d.



Skizon tua /; inti 12-24, pigmen berkumpul di tengah



e.



Mikrogametosit : sitoplasma hamper memenuhi seluruh sel darah merah, pigmen menjadi makin nyata (kuning tenggili). Masih terdapat vakuola



f.



Makrogametosit : sitoplasma hamper memenuhi seluruh sel darah merah , tidak terdapat vakuola, inti padat merah biasanya terdapat di tepi.11



Gambar 2 Fase dari masing-masing Plasmodium (Research Gate)



Untuk kepadatan parasit, ada 2 jenis penilaian, yaitu : 1) Semi Kuantitatif; dan 2) Kuantitatif. 1. Semi Kuantitatif: (-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 lapangan pandang besar (LPB); (+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB); (++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB); (+++) = positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB; dan (++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB.3,14 2. Kuantitatif. Pada jenis penilaian ini, jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit). Contoh: Bila dijumpai 1.500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8.000/μL maka hitung parasit = 8.000/200 x 1500 = 60.000 parasit/μL. Bila dijumpai 50 parasit per 1.000 eritrosit = 5 %. Bila jumlah eritrosit 450.000 maka hitung parasit = 450.000/1.000 x 50 = 225.000 parasit/μL.19 Pemeriksaan mikroskopik dengan hasil satu kali negatif tidak mengenyampingkan diagnosis malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negatif maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan.12 2.6.3 Rapid Diagnostic Test (RDT) RDT memiliki sensitivitas dan spesifitas yang dapat memenuhi kriteria teknis yang diharuskan World Health Organization (WHO). Tes ini menggunakan prinsip imunokromatografi untuk mendeteksi antigen malaria spesifik dalam darah seseorang. Spesimen darah diteteskan ke kertas strip yang mengandung emas dilapis antibodi anti malaria.15 Bila pada darah terdapat parasit malaria, maka terjadi ikatan antara antigen malaria dengan antibodi anti malaria. Antibodi ini akan membentuk kompleks perantara dengan antigen malaria dari spesimen, kemudian kompleks ini akan bergerak melalui zona deteksi akibat daya capillary. Pada posisi test line akan terbentuk kompleks sandwich dengan antibodi kedua (antibodi anti Plasmodium falciparum atau antibodi anti Plasmodium selain Plasmodium falciparum) bila terdapat antigen malaria, sedangkan spesimen yang tidak mengandung antigen malaria tidak akan membentuk kompleks sandwich. Pada posisi control line terdapat antibodi berlabel emas berlebih. Penambahan washing buffer akan membersihkan hemoglobion dan garis deteksi menjadi tampak. Adanya garis merah di control line memastikan tes tersebut valid (gambar 14



3).15



15



Antigen yang digunakan sebagai target diagnostik dapat spesifik terhadap satu spesies plasmodium, atau dapat mencakup 4 parasit malaria pada tubuh manusia. Saat ini tes imunokromatografi dapat mendeteksi histidine-rich protein 2 (HRP2) dari P. falciparum, parasite lactate dehydrogenase (p-LDH), dan aldolase yang diproduksi oleh bentuk aseksual atau seksual dari parasite P. falciparum, P. vivax, P. ovale, dan P. malariae. HRP2 adalah target antigen malaria yang paling umum dan spesifik untuk P. falciparum. Plasmodium aldolase adalah enzim jalur glikolisis pada parasit yang diekspresikan oleh P. falciparum dan non falciparum pada stadium erotrositer. pLDH adalah enzim glikolisis yang diproduksi oleh bentuk asesksual dan seksual dari empat spesies plasmodium dan terdapat serta dilepaskan oleh plasmodium yang mengineksi eritrosit.19



Gambar 3 Hasil Pemeriksaan RDT Malaria (J Ind Med Ass) 2.6.4 Diagnosis Molekular Pemeriksaan morfologi parasit malaria dapat menentukan spesies parasit, namun, kadang-kadang mikroskopis gagal untuk membedakan antara spesies dalam kasus di mana karakteristik morfologis tumpang tindih (terutama Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale), serta dalam kasus di mana morfologi parasit telah diubah oleh konsumsi obat atau penyimpanan sampel yang tidak tepat. Dalam kasus seperti itu, spesies Plasmodium dapat ditentukan dengan menggunakan tes konfirmasi diagnostik molekul. Selain itu, tes molekuler seperti PCR dapat mendeteksi parasit dalam spesimen di mana parasitemia mungkin di bawah tingkat yang dapat terdeteksi dari pemeriksaan specimen darah. Metode



yang saat ini digunakan di CDC dijelaskan di bawah ini. Diagnosis PCR spesifik untuk malaria:9 DNA genom Plasmodium diekstraksi dari 200 μl whole blood menggunakan QIAamp Blood Kit (Kat. No. 29106; Qiagen Inc., Chatsworth, CA.) atau produk serupa yang dapat menghasilkan konsentrasi genomik DNA yang sebanding dari volume darah yang sama.9 Deteksi dan identifikasi Plasmodium ke tingkat spesies dilakukan dengan uji PCR real-time. Ini adalah uji dupleks ganda yang mendeteksi Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax dalam satu reaksi, dan Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale dalam reaksi paralel, menggunakan probe TaqMan spesifik spesies. Dalam kasus di mana infeksi oleh lebih dari satu spesies Plasmodium diduga, ada pilihan untuk menggunakan uji PCR bersarang konvensional yang memiliki resolusi peningkatan infeksi campuran dibandingkan dengan tes PCR real-time.9 Hasil PCR dianalisis menggunakan elektroforesis dalam gel agarosa 2%, diwarnai dengan etidium bromida, divisualisasikan di bawah sinar UV. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan ukuran band.15 Intrepretasinya adalah sebagai berikut (gambar 4): •



Jalur S: Standar pasangan basa molekuler (tangga 50-bp). Panah hitam menunjukkan ukuran pita standar.







Jalur 1: Panah merah menunjukkan pita diagnostik untuk P. vivax (ukuran: 120 bp).







Jalur 2: Panah merah menunjukkan pita diagnostik untuk P. malariae (ukuran: 144 bp).







Jalur 3: Panah merah menunjukkan pita diagnostik untuk P. falciparum (ukuran: 205 bp).







Jalur 4: Panah merah menunjukkan pita diagnostik untuk P. ovale (ukuran: 800 bp).9



Gambar 4 Hasil Pemeriksaan Deteksi Antibodi Malaria (CDC DPDX) 2.6.4. Deteksi Antibodi Deteksi antibodi malaria untuk diagnosis klinis dilakukan dengan menggunakan tes antibodi fluoresen tidak langsung (IFA). Prosedur IFA dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk menentukan apakah pasien telah terinfeksi Plasmodium. Karena waktu yang diperlukan untuk pengembangan antibodi dan persistensi antibodi, tes serologis tidak praktis untutk diagnosis rutin malaria akut.9 Namun, deteksi antibodi mungkin berguna untuk: •



menyaring donor darah yang terlibat dalam kasus-kasus malaria yang diinduksi transfusi ketika parasitemia donor mungkin di bawah tingkat yang dapat terdeteksi dari pemeriksaan spesimen darah







menguji seorang pasien yang baru-baru ini dirawat karena malaria tetapi ditegakkan diagnosisnya9 Pengujian spesifik spesies tersedia untuk empat spesies manusia:



Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale,dan Plamodium malariae. Reaksi silang sering terjadi antara spesies Plasmodium dan spesies Babesia. Skizon spesies Plasmodium golongan darah (meront) digunakan sebagai antigen. Serum pasien terpapar pada organisme; antibodi homolog, jika ada, menempel pada antigen, membentuk kompleks antigen- antibodi (Ag-Ab). Antibodi antihuman



berlabel fluoresen kemudian



ditambahkan, yang melekat pada antibodi khusus malaria pasien. Ketika diperiksa dengan mikroskop fluoresensi, reaksi positif adalah ketika parasit fluoresensi warna hijau apel.9



Gambar 5 Deteksi IFA pada Plasmodium malariae stadium skizon (CDC DPDX)



2.7 Tatalaksana Pengobatan malaria menurut Kemenkes RI (2017) dilakukan dengan beberapa jenis obat yang bekerja pada masing-masing stadium parasit yang berbeda 14, yaitu: 1. Skizontosida darah untuk mengendalikan serangan klinis. Obat ini bekerja terhadap merozoit di eritrosit (fase eritrosit) untuk mencegah terbentuknya skizon baru dan penghancuran eritrosit. Contoh obat golongan ini adalah klorokuin, kuinin, meflokuin, sulfadoksin, pirimetamin, kina, serta artemisinin dan turunannya. 2. Skizontosida jaringan digunakan untuk profilaksis kausal, bekerja pada parasit stadium preeritrositer (skizon yang baru memasuki jaringan hati) sehingga dapat mencegah parasit menyerang sel darah merah. Contoh obat golongan ini adalah pirimetamin dan primakuin. Obat golongan ini juga dapat mencegah relaps pada malaria vivax 3. Gametosida, membunuh gametosit dalam eritrosit sehingga transmisi ke nyamuk dapat dihambat. Klorokuin dan kina mempunyai efek gametosidal pada P. vivax dan P. malariae, sedangkan gametosit P. falciparum dapat dibunuh oleh primakuin 4. Sporontosida, menghambat perkembangan gametosit lebih lanjut di tubuh nyamuk



sehingga rantai penularan putus. Contoh obat golongan ini adalah primakuin dan proguanil.



Pengobatan malaria vivax tanpa komplikasi saat ini menggunakan Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) ditambah primakuin. ACT diberikan selama 3 hari, sedangkan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia< 6 bulan.14 Pengobatan kasus malaria vivax relaps (kambuh) diberikan dengan regimen yang sama, tetapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari. Sedangkan pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya tanpa diberikan Primakuin.14 Pengobatan lini kedua untuk malaria vivax diberikan pada pasien yang menunjukkan hasil pemeriksaan darah positif pada hari ke-3, 7, 14, 21 dan 28 setelah minum obat. Pengobatan dilakukan dengan kina dan primakuin. Kina diberikan per oral 3 kali sehari dengan dosis 10mg/kgBB/hari selama 7 hari. Primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,25mg/kgBB/hari.13 Kriteria Keberhasilan Pengobatan : 1. Sembuh Penderita dikatakan sembuh apabila : gejala klinis (demam) hilang dan parasit aseksual tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28 2. Gagal pengobatan dini/Early treatment failure a. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan parasitemia b. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0 c. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0 d. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam 3. Gagal Pengobatan kasep/Late treatment failure a. Gagal Kasep Pengobatan Klinis dan Parasitologis 1) Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 dan parasitemia 2) Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampai hari ke-28 disertai demam b. Gagal kasep Parasitologis Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21 dan 28 tanpa demam.



4. Rekurensi Rekurensi : ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah pengobatan selesai. Rekurensi dapat disebabkan oleh : 1) Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit tersebut berasal dari hipnozoit P. vivax atau P. ovale. 2) Rekrudesensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasit sebelumnya (aseksual lama) 3) Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pemantauan pengobatan pasien dinyatakan sembuh. Parasit tersebut berasal dari infeksi baru (sporozoit). Tindak Lanjut Kegagalan Pengobatan Apabila dijumpai gejala klinis memburuk dan disertai parasit aseksual positif maka pasien segera di rujuk. Apabila dijumpai gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang dibandingkan pemeriksaan pertama atau parasit menghilang, kemudian timbul kembali selama periode follow up maka diberi pengobatan lini kedua.14



2.8 Prognosis Jika malaria vivax didiagnosis dan diobati secara dini, malaria Plasmodium vivax memiliki prognosis yang baik dan menyebabkan komplikasi yang jauh lebih sedikit daripada malaria falciparum. Namun, diakui bahwa komplikasi yang lebih parah dapat terjadi.14



2.9 Komplikasi Plasmodium vivax klasik sebenarnya menyebabkan parasitemia lebih rendah dan komplikasi yang kurang parah dari Plasmodium falciparum, publikasi yang lebih baru menunjukkan bahwa Plasmodium vivax dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah daripada yang awalnya dilaporkan. Laporan kasus telah menunjukkan Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria serebral, gagal ginjal, gangguan pernapasan akut, dan syok.



Komplikasi langka lainnya adalah splenic rupture yang memiliki tingkat kematian sangat tinggi hingga 80%.14 Wanita hamil termasuk ke dalam kelompok beresiko terjadinya berbagai efek samping maupun komplikasi dari semua bentuk malaria dan tanpa terkecuali malaria vivax. Malaria dalam kehamilan dikaitkan dengan tingkat parasitemia yang lebih tinggi dan meningkatkan risiko prematuritas, keguguran, berat lahir rendah, kematian neonatal atau ibu.14



BAB III KESIMPULA N Malaria vivax merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasite Plasmodium vivax yang diperantarai oleh vektor nyamuk anopheles betina. Malaria vivax sering pula disebut dengan malaria tertiana, disebabkan oleh demam paroksisimal yang terjadi pada hari pertama, kemudian mengalami penurunan suhu, lalu hari ketiga mengalami demam lagi. Hal ini dikarenakan waktu pematangan skizon dari Plasmodium vivax yaitu selama 48 jam. Terbagi menjadi tiga stadium yaitu stadium dingin, stadium demam, stadium berkeringat. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis malaria vivax yaitu darah rutin, pemeriksaan mikroskopik, diagnosis molekular, dan deteksi antibodi. Pemeriksaan mikroskopik pada apusan darah tebal dan apusan darah tipis merupakan standar baku emas yang digunakan untuk menegakkan diagnosis. Pengobatan malaria menurut Kemenkes RI dilakukan dengan beberapa jenis obat yang bekerja pada masing-masing stadium parasit yang berbeda. Jika malaria vivax didiagnosis dan diobati secara dini, malaria Plasmodium vivax memiliki prognosis yang baik dan menyebabkan komplikasi yang jauh lebih sedikit daripada malaria falciparum. Namun, diakui bahwa komplikasi yang lebih parah dapat terjadi. Malaria vivax seringkali kambuh dikarenakan adanya fase hipnozoit dari parasit Plasmodium vivax, dimana parasit mengalami dorman di sel-sel hati.



DAFTAR PUSTAKA 1. Howes RE, Battle KE, Mendis KN, et al. Global Epidemiology of Plasmodium vivax. Am J Trop Med Hyg. 2016;95(6 Suppl):15-34. doi:10.4269/ajtmh.160141 2. Surjadjaja C, Surya A, Baird JK. Epidemiology of Plasmodium vivax in Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2016;95(6 Suppl):121-132. doi:10.4269/ajtmh.16-0093 3. Zhong D, Lo E, Wang X, et al. Multiplicity and molecular epidemiology of Plasmodium vivax and Plasmodium falciparum infections in East Africa. Malar J. 2018;17(1):185. Published 2018 May 2. doi:10.1186/s12936-018-2337-y 4. Kemenkes RI. Buku saku penatalaksanaan kasus malaria. Ditjen pencegahan dan pengendalian penyakit. 2017. 5. Dayananda KK, Achur RN, Gowda DC. Epidemiology, drug resistance, and pathophysiology of Plasmodium vivax malaria. J Vector Borne Dis. 2018;55(1):18. doi:10.4103/0972-9062.234620 6. Rahimi BA, Thakkinstian A, White NJ, Sirivichayakul C, Dondorp AM, Chokejindachai W. Severe vivax malaria: a systematic review and meta-analysis of clinical studies since 1900. Malar J. 2014;13:481. Published 2014 Dec 8. doi:10.1186/1475-2875-13-481 7. Harijanto, P.N. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisis VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014. H: 602 8. Fitriany J., Sabiq A. Malaria. Jurnal Averrous. Vol.4 No.2. 2018. H:2-3. 9. Centers for Disease Control and Prevention [Internet]. CDC DPDX. 2019. [Diperbarui



11



Februari



2019].



Available



from:



https://www.gov/dpdx/malaria/index.html 10. Antsey, MN et al. Advance in Parasitology. 2012. Vol. 20. Elsevier. P: 155-156. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-397900-1.00003-7 11. Sutanto, Inge et al. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Ed.4. 2011. Badan Penerbit FK Universitas Indonesia : Jakarta. P: 127 12. Lewar, Emanuel. Asuhan Keperawatan Malaria dengan Pendekatan Proses Keperawatan di Puskesmas melolo Kabupaten Sumba Timur. 2016. Poletekkes Kemenkes Kupang. P: 89-90 13. Kemenkes RI. Pelayanan kefarmasian untuk penyakit malaria. Ditjen pencegahan dan pengendalian penyakit. 2008.



14. Menkin-Smith L, Winders WT. Malaria (Plasmodium Vivax) [Diperbarui 2019 Mei 4]. Dalam: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. 15. Rinawaty, Weni; Henrika, Fify. Diagnosis Laboratorium Malaria. 2019. Vol. 69. Jakarta. J Indon Med Assoc.p:331-334\ 16. Kustiah, SU; Adrial; Reza, Mohamad. Profil Hematologik Berdasarkan Jenis Plasmodium pada Pasien Malaria di Beberapa Rumah Sakit di Kota Padang. 2020. Jurnal Kesehatan Andalas. P: 137-145 17. Mau, Fridolina; Mulatsih. Perubahan Jumlah Limfosit pada Penderita Malaria Falciparum dan Vivax. Vol. 45. 2017. Nusa Tenggara Timur. Buletin Penelitian Kesehatan. P: 99-101 18. Fisca, IT; Handayati, Anik; Arifin, S. Perbandingan Kejadian Trombositopenia pada Penderita Malaria Falciparum dan Malaria Vivax. 2019. Surabaya. P: 261 19. Kusuma, Wijaya et al. Pemeriksaan Mikroskop dan Tes Diagnostik Cepat dalam Menegakkan Diagnosis Malaria. 2017. Denpasar. P:6-14