Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Penginderaan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • L KJ
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN PENGINDERAAN



Mata Kuliah : Askep Kegawatdaruratan IV Dosen : Ns. Donny Sahensolar, S.Kep., M.Kes Oleh Kelompok 4 Pingki Muneri



1614201113



Priska Ruung



1814201035



Rahel Tya Lampeang



1814201064



Nur Adha Salsabila Patuti



1814201052



MeidyF. Lahengko



1814201245



Stherli A. Tamara



1814201262



FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah Melimpahkan rahmat serta hikmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Makalah Asuhan Keperawaran Gangguan Penginderaan” dengan dosen Ns. Donny Sahensolar, S.Kep., M.Kes selaku dosen dalam mata kuliah Askep Kegawatdaruratan IV dan dikumpulkan tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Di dalam penyusunan makalah ini saya menyadari masih banyak sekali kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari teman-teman semua sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa Keperawatan UNPI Manado. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.



Manado, 01 November 2021 Kelompok 4



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... A Latar belakang.................................................................................................... B. Tujuan................................................................................................................. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian sensori (Penginderaan)…………………………………………….. B. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sensori…………………………….. C. Tanda dan gejala gangguan penginderaan ……………………………………. D. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi…………………………………… E. Jenis Perubahan sensori……………………………………………………….. F. Pemeriksaan fisik pada sistem sensori………………………………………… G. Asuhan Keperawatan gangguan penginderaan Penglihatan : Katarak………… BAB III PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................................ B. Saran................................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................



BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gangguan persepsi sensori (Penginderaan) merupakan permasalahan yang sering ditemukan seiring dengan perubahan lingkungan yang sering terjadi secarra cepat dan tidak terduga. Pertambahan usia, variasi penyakit dan perubahan gaya hidup menjadi faktor penentu dalam penurunan sistem sensori. Seringkali gangguan sensori dikaitkan dengan gangguan persepsi karena persepsi merupakan respon stimulus (Sensori) yang diterima. Persepsi merupakan respon dari reseptor sensoris terhadap stimulus eksternal, juga pengenalan dan pemahaman terhadap sensoris yang diinterpretasikan oleh stimulus yang diterima (Nasution, 2003). Persepsi juga melibatkan kognitif dan emosional terhadap interpretasi objek yang diterima organ sensori (Indera). adanya gangguan persepsi mengindikasikan adanya gangguan proses sensori pada organ sensori, yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Untuk itu, perlu adanya pemeriksaan fisik sistem sensori untuk mengukur derajat gangguan sistem sensori tersebut. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Askep Kegawatdaruratan IV dan untuk mengetahui apa itu gangguan penginderaan dan apa saja yang ada dalam Pemeriksaan fisik sistem sensori. 2. Tujuan khusus - Untuk mengetahui apa itu gangguan penginderaan ? - Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sistem sensori ? - Untuk mengetahui pemeriksaan apa saja yang ada dalam gangguan penginderaan (Sensori)



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian sensori (penginderaan) Sistem penginderaan adalah organ akhir yang dikhususkan untuk menerima jenis rangsangan tertentu. Serabut saraf yang menanganinya merupakan alat perantara yang membawah kesan rasa (Sensory infersion) dari organ indera menuju ke otak dimana perasaan ini ditafsirkan. Setiap organ indera menerima stimulus tertentu hanya kesan yang sesuai dengan organ indera yang mampu menerima stimulus, menghasilkan dan mengirim impuls saraf. Interpretasi semua organ indera dapat diklasifikasikan menjadi organ indra umum seperti reseptor peraba yang tersebar diseluruh tubuh dan organ indra khusus seperti pengecap yang terbatas pada lidah. Sensori adalah stimulus atau rangsang yang datang dari dalam maupun luar tubuh. Stimulus tersebut masuk ke dalam tubuh melalui organ sensori ( panca indera). Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas atau hubungan serta perbedaan antar hal yang terjadi melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan setelah mendapat rangsang melalui indera. Reseptor sensorik merupakan bagian dari neuron atau sel yang membentuk potensial aksi dalam neuron. Resptor ini sering disertai dengan sel yang bukan saraf yang mengelilinginya dan membetuk organ indra. Bentuk tenaga diubah oleh preseptor mencakup



tenaga



mekanik



(Raba



atau



tekan),



suhu



(Derajat



kehangatan),



elektromagnetik (Cahaya) dan kimiawi (Bau dan pengecapan). Respetor dalam tiap organ indra beradaptasi untuk berespon terhadap suatu bentuk khusus, tenaga pada ambang jauh lebih rendah dibandingkan reseptor lain yang berespon terhadap bentuk tenaga lain. B. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sensori 1. Usia a) Bayi memiliki jalur saraf yang belum matang sehingga tidak bisa membedakan stimulus sensori



b) Lansia mengalami perubahan degenarif pada organ sensori dan fungsi persarafan sehingga mengalami penurunan fungsi pada organ sensori yaitu penglihatan, pendengaran, kesulitan persepsi, penurunan diskriminatif rasa dan sensitivitas bau, perubahan taktil, gangguan keseimbangan dan disorientasi tempat dan waktu. 2. Medikasi a) Beberapa antibiotik seperti streptomisin, gentamisin dapat merusak saraf pendengaran b) Kloramfenikol mengiritasi saraf optik c) Obat analgesik, narkotik, sedatif dan antidepresen dapat mengubah persepsi stimulus 3. Lingkungan a) Stimulus lingkungan yang terlalu ramai dan bising dapat membuat kebingungan disorientasi dan tidak mampu membuat keputusan b) Stimulus lingkungan yang terisolasi mengarah pada deprivasi sensori c) Kulitas lingkungan yang buruk dapat memperparah kerusakan sensori 4. Tingkat kenyamanan Nyeri dan kelelahan dapat merubah persepsi seseorang dan bagaimana dia bereaksi terhadap stimulus 5. Penyakit yang diderita a) Katarak menurunkan fungsi penglihatan b) Infeksi telinga menurunkan fungsi pendengaran c) Penyakit vasculer perifer menyebabkan penurunan sensasi pada ekstrimitas dan kerusakan kognisi d) Penyakit diabetes kronik menurunkan penglihatan, kebutaan maupun neuropati perifer e) Penyakit stroke menimbulkan penurunan kemampuan verbal, kerusakan fungsi motorik dan penerimaan sensori 6. Merokok Penggunaan tembakau mengakibatkan atrofi pada saraf pengecap sehingga menurunkan persepsi rasa 7. Tindakan medis



Intubasi endotrakea menyebabkan kehilangan berbicara sementara 8. Tingkat kebisingan Paparan kostan pada tingkat kebisingan tinggi mengakibatkan



penurunan



pendengaran C. Tanda dan gejala gangguan penginderaan Tanda dan gejala seseorang mengalami gangguan penginderaan bermacammacam tergantung dari saraf yang mengalami gangguan. Tanda dan gejala yang umum muncul antara lain : 1. Tidak dapat merasakan dan membedakan berbagai macam sensasi yang diberikan tubuh 2. Munculnya tanda romberg yaitu mengalami ketidakseimbangan tubuh pada saat tutup mata a) Gejala gangguan penglihatan : Sering juling pada waktu membaca dan melihat, selalu membaca sesuatu atau menonton TV dengan jarak yang paling dekat, mengeluhkan pusing dan juga sakit di sekitar mata, selalu mengucek – ngucek mata maupun mata terlihat merah, mata merah dan juga berair dengan tidak ada sebab yang jelas, adanya gangguan pada perkembangan dalam pendidikan di bangku sekolah, adanya riwayat penyakit mata malas (amblyopia) di salah satu anggota keluarga, adanya riwayat penyakit auto-imunne disease yang dapat mempengaruhi penglihatan, adanya keluhan dari penglihatan ganda, adanya keluhan juling menuju ke dalam atau keluar. b) Gejala gangguan Pendengaran : Anda sulit mengikuti pembicaraan pada saat dua orang atau lebih bicara pada saat yang sama (Anda merasa mereka sedang bergumam), anda harus berkonsentrasi penuh saat pembicaraan berlangsung (Sering meminta untuk mengulangi pembicaraan), anda sulit mendengar saat dalam lingkungan bising, dan orang mengeluh kepada anda karena suara TV atau radio yang terlalu keras c) Gejala gangguan pengecap : Kurangnya sensasi rasa dikarenakan pengaruh sensori persarafan. Ketidakmampuan mengidentifiksi rasa secara unilateral atau bilateral. Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecapan, hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap.



D. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi 1. Gangguan Otak Kerusakan otak, keracunan, obat halusinogenik 2. Gangguan jiwa Keadaan emosi tertentu dapat mengakibatkan ilusi Psikosa dapat menyebabkan halusinasi 3. Pengaruh lingkungan sosiol budaya Mempengaruhi persepsi karena penilaian sosiol budaya yang berbeda E. Jenis Perubahan sensori 1. Defisit sensori Adalah suatu kerusakan dalam fungsi normal penerimaan dan persepsi sensori. Individu tidak mampu menerima stimulus tertentu (Misalnya kebutaan atau tuli) atau stimulus menjadi distorsi (misalnya penglihatan kabur karena katarak). kehilangan sensori secara tiba-tiba dapat menyebabkan kecemasan, ketakutan, marah dan perasaan tidak berdaya. Pada awalnya individi bersikap menarik diri dengan menghindari komunikasi atau sosialisasi dengan orang lain dalam suatu usaha untuk mengatasi kehilangan sensori. Klien yang mengalami defisit nutrisi sensori dapat mengubah perilaku dalam cara-cara adaptif atau maladaptif. 2. Deprivasi sensori Sistem pengaktivasi reticular dalam batang otak menyebakan semua stimulus sensori ke korteks serebral, sehingga meskipun sedang tidur nyenyak, klien mampu menerima stimulus. Jika seseorang mengalami suatu stimulus yang tidak adekuat kualitas dan kuantitasnya seperti stimulus yang monoton atau tidak bermakna maka akan terjadi deprivasi sensori. Tiga jenis deprivasi sensori adalah kurangnya input sensori (Karena kehilangan penglihatan dan pendengaran), eliminasi perintah atau makna dari input (Misalnya terpapar pada lingkungan asing) dan restriksi dari lingkungan (Misalnya tirah baring atau berkurangnya variasi lingkungan) yang menyebabkan monoton dan kebosanan. Efek dari deprivasi sensori adalah kognitif (Penurunan kapasitas belajar, ketidakmampuan berpikir atau menyelesaikan masalah, penampilan tugas buruk,



disorientasi dan berpikir aneh serta regresi), afektif (Kebosanan, kelelahan, peningkatan kecemasan, kelebihan emosi dan peningkatan kebutuhan untuk stimulasi fisik) dan persepsi (Disorganisasi persepsi terjadi pada koordinasi visual, motorik, persepsi



warna,



pergerakan



nyata,



keakuratan



taktil,



kemampuan



untuk



mempersepsikan ukuran dan bentuk, penilaian mengenai ruang dan waktu. 3. Beban sensori yang berlebih Adalah suatu keadaan dimana individu menerima banyak stimulus sensori dan tidak dapat secara perceptual tidak menghiraukan beberapa stimulus. Pada kondisi ini dapat mencegah otak untuk berespon secara tepat atau mengabaikan stimulus tertentu sehingga individu tidak lagi mempersepsikan lingkungan secara rasional. Kelebihan sensori mencegah respon yang bermakna oleh otak, menyebabkan respon yang berpacu, perhatian bergerak pada banyak arah dan menjadi lelah. Kelebihan sensori adalah individual, karena jumlah stimulus yang dibutuhkan untuk berfungsi sehat bervariasi. Toleransi seseorang pada beban sensori yang berlebihan dapat bervariasi oleh tingkat kelelahan, sikap dan kesehatan emosional juga fisik. Perubahan perilaku yang berhubungan dengan beban sensori yang berlebihan dapat dengan mudah menjadi bingung atau disorientasi sederhana. F. Pemeriksaan fisik pada sistem sensori Pemeriksaan fisik pada sistem sensori berfokus pada fungsi neurologisnya klasifikasi dari pemeriksaan fisik sistem sensori didasarkan pada organ sensori berupa sistem indra. Sistem indera yang dikenal berupa pancaindera, yaitu : - Indera penglihatan (Visual) - Indera pendengaran (Auditori) - Indera perabaan (Taktil) - Indera penciuman (Olfaktori) - Indera pengecap (Gustatory) Adanya pemeriksaan fisik sistem sensori bertujuan sebagai berikut : - Menentukan derajat gangguan sensori dalam hubungannya dengan gangguan gerak - Sebagai acuan untuk re-edukasi sensori



- Mencegah terjadinya komplikasi sekunder - Menyusun sasaran dan rencana terapi 1. Pemeriksaan fisik indera penglihatan a) Pemeriksaan ketajaman penglihatan (Pemeriksaan visus) Alat dan bahan : - Kartu snellen - Lampu senter - Karton untuk menutup mata Indikasi : Pada pasien yang diduga mengalami gangguan sensori Cara : a. Pemeriksaan menggunakan kartu snellen standar - Pasien berdiri sejauh 6 meter (20 kaki) dari kartu snellen - Minta pasien untuk menutup mata dengan karton - Minta pasien untuk membaca huruf yang ada pada kartu sampai pasien tidak dapat membaca lagi huruf tersebut b. Menilai pasien dengan penglihatan buruk Jika pasien tidak dapat membaca huruf yang ada pada kartu snellen, maka pasien harus diperiksa menggunakan kemampuan membaca jari tangan, yaitu : - Tutup salah satu mata pasien - Perawat berdiri didepan pasien dengan menunjukkan angka pada jari perawat - Jika pasien tidak dapat melihat jari perawat maka lakukan pemeriksaan menggunakan cahaya b) Pemeriksaa buta warna (Tes isihara) Tes isihara merupakan gambar-gambar pseudoisokromatik yang disusun oleh titik dan kepadatan warna yang berbeda, berasal dari warna primer yang didasarkan warna hampir sama. Titik-titik warna tersebut disusun dengan bentuk dan pola tertentu tanpa adanya kelainan persepsi warna. 2. Pemeriksaan fisik indera pendengaran Tes ketajaman auditorius yaitu bisa menggunakan bel kecil dimana ini dapat dilakukan pada semua usia yang diduha mengalami gangguan persepsi sensori, uji



weber dengan menggunakan alat garputala yaitu untuk membedakan tuli konduktif dan tuli sensorineural, uji rinne yaitu untuk membandingkan hantaran udara dan tulang dan uji scwababach yaitu untuk membandingkan hantaran bunyi dari 2 subjek. 3. Pemeriksaan fisik indera pengecap Pada hakekatnya, lidah mempunyai hubungan erat dengan indera khusus pengecap. Zat yang memberikan impuls pengecap mencapai sel reseptor lewat pori pengecapan. Ada empat kelompok pengecap atau rasa yaitu manis, asin, asam dan pahit. Gangguan



indera



pengecap



biasanya



disebabkan



oleh



keadaan



yang



mengganggu tastants atau zat yang memberikan impuls pengecap pada sel reseptor dalam taste bud (Gangguan transportasi) yang menimbulkan cedera sel reseptor (Gangguan sensorik) atau yang merusak serabut saraf aferen gustatorius serta lintasan saraf sentral gustatorius (Gangguan neuron). Manifestasi klinis dari indera pengecap apabila dilihat dari sudut pandang psikofisis, gangguan pada indera pengecap dapat digolongkan menurut keluhan pasien atau menurut hasil pemeriksaan sensorik yang objektif misalnya, sebagai berikut : a. Ageusia total adalah ketidakmampuan untuk mengenali rasa mani, asin, pahit dan asam b. Ageusia parsial adalah kemampuan mengenali sebagian rasa saja c. Ageusia spesifik adalah ketidakmampuan untuk mengenali kualitas rasa pada zat tertentu d. Hipogeusia total adalah penurunan sensitivitas terhadap semua zat pencetus rasa e. Hipogeusia parsial adalah penurunan sensitivitas terhadap sebagian pencetus rasa f. Disgeusia adalah kelainan yang menyebabkan persepsi yang salah ketika merasakan zat pencetus rasa Pasien dengan keluhan hilangnya rasa bisa dievaluasi secara psikofisis untuk fungsi gustatorik selain menilai fungsi olfaktorius. Langkah pertama melakukan tes rasa seluruh mulut untuk kualitas, intensitas dan persepsi kenyamanan dengan sukrosa, asam sirat, kafein dan natrium klorida. Tes rasa listrik (elektrogustometri) digunakan secara



klinis untuk mengidentifikasi defisit rasa pada kuadran spesifik dari lidah. Biopsi papilla foliate atau fungiformis untuk pemeriksaan histopatologik dari kuncup rasa masih eksperimental akan tetapi cukup menjanjikan mengetahui adanya gangguan rasa. 4. Pemeriksaan fisik indera peraba Pemeriksaan fisik indra perabaan didasarkan pada sensibilitas. Pemeriksaan fisik sensori indra perabaan (taktil) terbagi atas 2 jenis, yaitu basic sensory modalities dan testing higher integrative functions. Basic sensory modalities (pemeriksaan sensori primer) berupa uji sensasi nyeri dan sentuhan, uji sensasi suhu, uji sensasi taktil, uji propiosepsi (sensasi letak), uji sensasi getar (pallestesia), dan uji sensasi tekanan. Sedangkan testing higher integrative functions (uji fungsi integratif tertinggi) berupa stereognosis, diskriminasi 2 titik, persepsi figure kulit (grafitesia), ekstinksi, dan lokalisasi titik. Sensasi raba dihantarkan oleh traktus spinotalamikus ventralis. Sedangkan sensasi nyeri dan suhu dihantarkan oleh serabut saraf menuju ganglia radiks dorsalis dan kemudian serabut saraf akan menyilang garis tengah dan akan masuk menuju traktus spinotalamikus lateralis kontralateral yang akan berakhir di talamus sebelum dihantarkan ke korteks sensorik dan diinterpretasi. Adanya lesi pada traktus-traktus tersebutlah yang dapat menyebabkan gangguan sensorik tubuh 5. Pemeriksaan fisik indera penciuman Indera penciuman merupakan penentu dalam identifikasi aroma dan cita rasa makanan dan minuman yang dihubungkan oleh saraf trigeminus sebagai pemantau zat kimia yang terhirup. Indera penciuman dianggap salah satu sistem kemosensorik karena sebagian besar zat kimia menghasilkan persepsi olfaktorius, trigeminus dan pengecapan. Hal ini dikarenakan sensasi kualitatif penciuman ditangkap neuroepitelium olfaktorius sehingga menimbulkan sensibilitas somatic berupa rasa dingin, hangat dan iritasi melalui serabut saraf aferen trigeminus, glosofaringeus dan vagus dalam hidung, kavum oris, lidah, faring dan laring.



Adanya gangguan penciuman (osmia) memiliki sifat total (seluruh bau), parsial (sejumlah bau) atau spesifik (satu atau sejumlah kecil bau). Jenis-jenis gangguan penciuman, yaitu : - Anosmiam merupakan ketidakmampuan mendeteksi bau - Hiposmia merupakan penurunan kemampuan mendeteksi bau - Disosmia merupakan distorsi identifikasi bau (tidak bisa membedakan bau) - Parosmia merupakan perubahan persepsi pembauan - Phantosmia merupakan persepsi bau tanpa adanya sumber bau - Agnosia merupakan ketidakmampuan menyebutkan maupun membedakan bau, meski pasien dapat mendeteksi bau



- Normosmia: kemampuan menghidu normal, tidak terganggu. - Hiposmia: kemampuan menghidu menurun, berkurang. - Hiperosmia: meningkatnya kemampuan menghidu, dapat dijumpai pada penderita hiperemesis gravidarum atau pada migren. - Parosmia: tidak dapat mengenali bau-bauan, salah hidu. - Kakosmia: persepsi adanya bau busuk, padahal tidak ada. - Halusinasi penciuman: biasanya berbentuk bau yang tidak sedap, dapat dijumpai pada serangan epilepsi yang berasal dari girus unsinat pada lobus temporal, dan sering disertai gerak mengecap-ngecap (epilepsi jenis parsial kompleks).



G. Asuhan keperawaan 1. Pengkajian a. Anamnesis - Kaji Identitas Pasien - Kaji keluhan utama pasien - Kaji riwayat penyakit saat ini - Kaji riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat psikososial b. Pemeriksaan fisik Fokus utama pada pemeriksaan mata. Ketika pelebaran pupil, akan dapat ditemukan gambaran kekeruhan lensa berbentuk berkas putih. Pasien mengeluhkan adanya diplopia, pandangan berkabut. Tajam penglihatan pasien juga mengalami penurunan (myopia), tampak gelisah dan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi c. Pemeriksaaan penunjang Pemeriksaan visus untuk mengetahui batas penglihatan pasien. Dan dapat juga dilakukan pemeriksaan lapang pandang. d. Penatalaksanaan Bedah Katarak 1) Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK) Tindakan pembedahan pada lensa dimana dilakukan pengeluaran isi lensa. dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder. 2) Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK) Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Pembedahan ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga tidak banyak penyulit dan pembedahan ini tidak akan terjadi katarak sekunder. 2. Diagnosa keperawatan - Gangguan Persepsi Sensori b.d Gangguan penglihatan d.d penurunan ketajaman penglihatan, diplopia, pandangan berkabut



- Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri d.d tampak gelisah dan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 3. Intervensi keperawatan - Gangguan Persepsi Sensori b.d Gangguan penglihatan d.d penurunan ketajaman penglihatan, diplopia, pandangan berkabut Intervensi Utama dan Pendukung : Minimalisasi rangsangan, manajemen stres, manajemen perilaku, teknik menenangkan Tujuan/Kriteria Hasil : Respon sesuai stimulus membaik, orientasi membaik, ketajaman penglihatan meningkat, reaksi pupil meningkat Observasi : - Periksa status mental, status sensori, dan tingkat kenyamanan - Identifikasi stresor - Identifikasi masalah yang dialami Terapeutik : - Batasi stimulus lingkungan - berikan kesempatan untuk menenangkan diri - Bicara nada dengan nada rendah dan tenang - Ciptakan ruangan tenang dan nyaman - Buat kontrak dengan pasien Edukasi : - Ajarkan cara meminimalisasi stimulus - Ajarkan teknik menurunkan stres - Informasikan keluarga bahwa keluarga sebagai dasar pembentukan kognitif - Anjurkan melakukan teknik menenangkan hingga perasaan menjadi tenang Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus



- Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri d.d tampak gelisah dan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi Intervensi Utama dan Pendukung : Reduksi ansietas, terapi relaksasi, konseling, dukungan emosional Tujuan/Kriteria Hasil : Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun, perilaku gelisah menurun Observasi : - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah - Monitor tanda-tanda ansietas - Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidamampuan berkonsentrasi atau gejala lain yang mengganggu kemampuan kognitif Terapeutik : - Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan - Pahami situasi yang membuat ansietas - Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan - Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan - Fasilitasi mengungkapkan perasaan cemas, marah atau sedih - Berikan kesempatan untuk bertanya Edukasi : - Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu - Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi - Anjurkan mengambil posisi nyaman - Anjurkan untuk menunda pengambilan keputusan saat stres Kolaborasi : - Kolaborasi pemberian obat anti ansietas, jika perlu - Rujuk untuk konseling, jika perlu



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Mata mempunyai reseptor khusus untuk mengenali perubahan sinar dan warna.Sesungguhnya yang disebut mata bukanlah hanya bola mata, tetapi termasuk otototot penggerak bola mata, kotak mata, kelopak, dan bulu mata. Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan tubuh. Kulit merupakan indra peraba yang mempunyai reseptor khusus untuk sentuhan, panas, dingin, sakit, dan tekanan. Lidah mempunyai reseptor khusus yang berkaitan dengan rangsangan kimia, Permukaan lidah dilapisi dengan lapisan epitelium yang banyak mengandung kelenjar lendir, dan reseptor pengecap berupa tunas pengecap indra pembau berupa kemoreseptor yang terdapat di permukaan dalam hidung, yaitu pada lapisan lendir bagian atas. B. Saran Kelompok kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini jauh dari kata baik dan sempurna dalam hal tulisan maupun materinya yang mungkin sulit dimengerti pembaca, karena keterbatasan pengetahuan dan referensi dari kami, maka dari itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan agar makalah selanjutnya dapat disusun dengan lebih baik lagi



DAFTAR PUSTAKA



Asuhan keperawatan pada ny. K dengan gangguanSistem sensori visual: Pre dan post operasi



katarakDi



ruang



flamboyan



rumah



sakit



umum



daerah



boyolaliFile_2_Naskah_Publikasi_Ilmiah__Resume.pdf (ums.ac.id) https://id.scribd.com/document/433194919/Makalah-Gangguan-Sensorik-Print uploaded by Salsa, 2019 https://id.scribd.com/document/360542819/Pengkajian-Sistem-Penginderaan uploaded by Eka Suwardewi, 2017 https://pdfcookie.com/documents/pengkajian-sistem-penginderaan-o2npkoywmnv4 https://id.scribd.com/document/509026882/Makalah-Anatomi-Fisiologi-Manusia-SistemPengindraan-Kel-2