Asuhan Keperawatan Kelainan Refraksi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ninda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KELAINAN REFRAKSI



Disusun Oleh : 1. Adinda Trisa Febriyana (P27220015133) 2. Lutfi Darmalia Puspita (P27220015159) 3. Ninda Laras Prasetyaningrum (P27220015159)



PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA 2017



KATA PENGANTAR



Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kelainan Refraksi” dengan baik. Adapun maksud dilaksanakannya penyusunan makalah ini, tidak lain adalah untuk memenuhi tugas yang telah diberikan. Dalam penyusunan makalah ini, banyak pihak yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, secara moril maupun materiil. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. BapakAhmad Rifai, S.Kp, Ns, M.Kep, selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2. Bapak dan ibu atas perhatian, kasih sayang, semangat, dan doa yang tak pernah terputus dalam penyelesaian makalah ini 3. Teman-teman yang memberikan dukungan moril 4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan makalah ini, banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi. Namun, penulis banyak belajar mengenai hal tersebut. Tidak hanya terkait dengan tema makalah ini, melainkan juga berbagai input dan nasihat dari berbagai pihak untuk pengembangan diri penulis, terutama terkait dengan attitude dan soft skill. Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.



Surakarta, 14 Maret 2017



Penulis



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………………i KATA PENGANTAR………………………………………………………….ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………..1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………………2 C. Tujuan Penulisan……………………………………………………………..2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi Fisiologi Mata...……………………………………………….3 2.2. Fisiologi Indra Penglihatan Pada Manusia……..…………................ 2.3. Mekanisme Pembentukan Bayangan…………………………………. 2.4. Lintasan Penglihatan………………………………...………………… 2.5 Pengertian Refraksi…………………………………………………….. 2.6 Penyakit – Penyakit Pada Gangguan Penglihatan Akibat Refraksi… 2.7 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Penglihatan Akibat Refraksi………………………………………………………………………… BAB III PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………………...... B. Saran………………………………………………………………………. DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… …...



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang



Mata adalah alat optik yang digunakan untuk melihat yang dimiliki oleh manusia dan hewan. Mata adalah Satu-satunya alat optik yang canggih dan bukan buatan manusia. Sifat bayangan pada mata adalah nyata, terbalik, dan dapat diperkecil. Mata adalah salah satu dari indera tubuh manusia yang berfungsi untuk penglihatan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit yang menyerang mata tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan. World Health Organization (WHO), 2009 menyatakan terdapat 45 juta orang yang mengalami buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Setiap tahun tidak kurang dari 7 juta orang mengalami kebutaan, setiap 5 menit sekali ada satu penduduk bumi menjadi buta dan setiap 12 menit sekali terdapat satu anak mengalami kebutaan. Sekitar 90 % penderita kebutaan dan gangguan penglihatan ini hidup di negara - negara miskin dan terbelakang (Tsan, 2010). Prevalensi kebutaan tersebut disebabkan salah satunya adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, di dunia pada tahun 2007 diperkirakan bahwa sekitar 2,3 juta orang di dunia mengalami kelainan refraksi (Ali dkk, 2007). Bila dibandingkan dengan 10 negara South East Asia Region (SEARO), tampak angka kebutaan di Indonesia yang penyebabnya salah satunya adalah kelainan refraksi yakni sebanyak 0.11% (Sirlan dkk, 1996).



1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan refraksi ? 2. Apa saja klasifikasi dari refraksi ? 3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit yang ditimbulkan akibat refraksi ? 4. Apa saja manifestasi klinik dari penyakit yang ditimbulkan akibat refraksi ?



5. Apa saja etiologi (penyebab) dari penyakit yang ditimbulkan akibat refraksi ? 6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita refraksi ? 7. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan penglihatan akibat refraksi ?



1.3. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengertian dari refraksi 2. Klasifikasi dari refraksi 3. Patofisiologi penyakit akibat refraksi 4. Manifestasi klinik 5. Etiologi (penyebab) 6. Pemeriksaan penunjang 7. Asuhan keperawatan pada kelainan refraksi



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Anatomi Fisiologi Mata A. Konjungtiva Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar limfe dan pembuluh darah. B. Sklera Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada lapisan terluar mata yang berwarna putih. Sebagian besar sklera dibangun oleh jaringan fibrosa yang elastis. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva. C. Otot-otot Otot-otot yang melekat pada mata : a) Muskulus levator palpebralis superior inferior. b) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata. c) Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata) d) Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata) e) Muskulus obliques okuli inferior f)



Muskulus obliques okuli superior



D.Kornea Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina elastika anterior (bowmen, 3 substansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh darah peralihan, antara kornea ke sklera disebut selero corneal junction. Kornea juga merupakan jalan masuk cahaya pada mata dengan menempatkannya pada retina.



E. Koroid Koroid adalah lapisan yang dibangun oleh jaringan ikat yang memiliki banyak pembuluh darah dan sejumlah sel pigmen. Letaknya disebelah dalam sklera.Dibagian depan mata, lapisan koroid memisahkan diri dari sklera membentuk iris yang tengahnya berlubang. F. Iris(Pupil) Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata. Pada iris terdapat dua perangkat otot polos yang tersusun sirkuler dan radial. Ketika mata berakomodasi untuk melihat benda yang dekat atau cahaya yang terang otot sirkuler berakomodasi sehingga pupil mengecil, begitu pula sebaiknya. G. Lensa Lensa berada tepat dibelakang iris dan tergantung pada ligamen suspensori. Bentuk lensa dapat berubah-ubah, diatur oleh otot siliaris ruang yang terletak diantara lensa mata dan retina disebut ruang viretus, berisi cairan yang lebih kental(humor viterus), yang bersama dengan humor akueus berperandalam memelihara bentuk bola mata. H. Retina Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan sangat sensitif terhadap cahaya. Pada retina terdapat reseptor(fotoreseptor). Fotoreseptor berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otot. Bagian lapisan retina yang dilewati berkas urat saraf yang menuju ke otot tidak memiliki reseptor dan tidak peka terhadap sinar. Apabila sinar mencapai bagian ini kita tidak dapat mengenali cahaya. Oleh karena itu, daerah ini disebut bintik buta. Pada bagian retina, terdapat sel batang berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang sangat peka terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu membedakan warna. Oleh karena itu kita mampu melihat dimalam hari tetapi yang terlihat hanya warna hitam dan putih saja. Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam. Sel kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.



I. Vitreous Humor(Humor Bening) Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat transparan seperti jeli(agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan membuat bola mata membulat. J. Aqueous Humor(Humor Berair) Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea. Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandung nutrisi bagi kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan udara luar melalui kornea. K. Alis Mata(Supersilium) Alis yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata. L. Bulu mata Bulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat ditepi kelopak mata. M. Kelopak mata(palpebra) Kelopak mata merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang terletak di depan bulbus okuli.



2.2. Fisiologi Indra Penglihatan Pada Manusia



A. Konjungtiva Konjungtiva berfungsi melindungi kornea dari gesekan. B. Sklera Skelera berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melakatnya otot mata. C. Otot-otot Otot-otot yang melekat pada mata : a) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata. b) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk menutup mata. c) Muskulus rektus okuli inferior(otot disekitar mata), fungsinya untuk menutup mata.



d) Muskulus rektus okuli medial(otot disekitar mata), fungsinya menggerakkan mata dalam(bola mata). e)



Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakkan bola mata ke bawah dan kedalam.



f)



Muskulus obliques okuli superior, fungsinya memutar mata ke atas ke bawah dan keluar.



D. Kornea Kornea berfungsi menerima cahaya yang masuk ke bagian dalam mata dan membelokkan



berkas



cahaya



sedemikian



rupa



sehingga



dapat



difokuskan(memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksi cahaya). E. Koroid Koroid berfungsi penyuplai retina(mengandung pembuluh darah) dan melindungi refleksi cahaya dalam mata. F. Badan Siliaris Badan siliaris berfungsi menyokong lensa, mengandung otot yang memungkinkan lensa berubah bentuk, dan mensekresikan aqueous humor(humor berair). G. Iris(Pupil) Iris(pupil) berfungsi mengendalikan ukuran pupil, sedangkan pigmenya mengurangi lewatnya cahaya. H. Lensa Lensa berfungsi memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa. I. Retina Retina berfungsi untuk menerima cahaya, mengubahnya menjadi impuls saraf dan menghantarkan impuls ke saraf optik(II). Pada bagian retina, terdapat sel batang berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang, sangat peka terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu membedakan warna. Oleh karena itu, kita mampu melihat dimalam hari tetapi yang terlihat hanya warna hitam dan putih saja. Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam. Selain sel batang terdapat juga sel kerucut(sel konus) berjumlah sekitar 5 juta pada bagian



mata. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna. J. Vitreous Humor(Humor Bening) Vitreous humor(humor bening) berfungsi menyokong lensa dan menolong dalam menjaga bentuk bola mata. K. Aqueous Humor(Humor Berair) Aqueous humor(humor berair) berfungsi menjaga bentuk kantong depan bola mata. L. Alis Mata(Supersilium) Alis mata berfungsi mencegah masuknya air atau keringat dari dahi ke mata. M. Bulu Mata Bulu mata berfungsi untuk melindungi mata dari benda-benda asing. N. Kelopak Mata(Palpebra) Kelopak mata berfungsi pelindung mata sewaktu-waktu kalau ada gangguan pada mata(menutup dan membuka mata)



2.3. Mekanisme Pembentukan Bayangan Potensial aksi dalam nervus optikus bayangan objek di dalam lingkungan difokuskan dalam retina. Sinar yang membentuk retina membentuk potensial dalam bayangan kerucut impuls yang ada dalam retina, dihantarkan ke dalam korteks serebri pada tempat menghasilkan sensasi bayangan. Penentuan jarak suatu benda : ukuran relatif, paralaks yang bergerak, dan stereopsis.



2.4. Lintasan Penglihatan Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi.



Korteks visual primer. Gambar yang ada pada retina ditraktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang bertanggung jawab atas lapangan pandang.



2.5 Pengertian Refraksi Refraksi adalah pembengkokan berkas cahaya. Untuk memiliki penglihatan yang jelas, mata harus memfokuskan berkas cahaya pada retina, yang berarti membengkokkan mereka saat memasuki mata. Dua struktur mata yang melakukan refraksi adalah kornea dan lensa. 2.6 Penyakit – Penyakit Pada Gangguan Penglihatan Akibat Refraksi



2.6.1. Miopi



A. Pengertian Miopi Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina ( bintik kuning ) dimana sistem akomodasi berkurang.



B. Etiologi Miopi Penyebab miopia dapat bersifat keturunan (herediter), ketegangan visual atau faktor lingkungan. Faktor herediter pada miopi pengaruhnya lebih kecil dari faktor ketegangan visual. Terjadinya miopi lebih dipengaruhi oleh bagaimana seseorang menggunakan penglihatannya, dalam hal ini seseorang yang lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer atau seseorang yang menghabiskan banyak waktunya dengan membaca tanpa istirahat akan lebih besar kemungkinannya untuk menderita miopi. Faktor lingkungan juga dapat memengaruhi misalnya pada rabun malam yang disebabkan oleh kesulitan mata untuk memfokuskan cahaya dan membesarnya pupil, keduanya karena kurangnya cahaya, menyebabkan cahaya yang masuk kedalam mata tidak difokuskan dengan



baik. Dapat juga terjadi keadaan pseudo-miopi atau miopi palsu disebabkan ketegangan mata karena melakukan kerja jarak dekat dalam waktu yang lama. Penglihatan mata akan pulih setelah mata diistirahatkan



C. Patofisiologi Miopi Diameter anterior posterior bola mata yang lebih panjang, kurvatura kornea dan lensa yang lebih besar, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar yang dating sejajar kearah mata dibiaskan di depan retina, sehingga bayangan kabur pada retina.



D. Manifestasi Klinik Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek dengan jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku. Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya terlalu tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata selalu harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan (astenovergen) . Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus konvergen (estropia). Apabila terdapat miopi pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata ambliopia akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia). (Illyas,2005). Pasien dengan miopi akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil). Pasien myopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia (Sidarta, 2005).



E. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto fundus / retina 2. Pemeriksaan lapang pandang 3. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram) 4. USG ( ultra – sono – grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang bola mata , kekentalan benda kaca (vitreous) 5. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa) 6. CT scan dengan kontras / MRI.



F. Faktor Resiko Beberapa faktor resiko terjadinya miopi diantaranya adalah: 1. Genetik Sebagian besar kasus rabun jauh disebabkan oleh penurunan sifat dari orang tua. 2. Kekurangan makanan bergizi pada masapertumbuhan hingga usia 12 tahun. 3. Kebiasaan buruk, misalnya kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus seperti membaca, melihat media visual (televisi, komputer, gadget) dalam jarak dekat, membaca sambil tiduran, dan membaca ditempat yang kurang cahaya (remang).



G. Komplikasi Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.



H. Pencegahan 1. Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap dan menonton TV dengan jarak yang dekat. 2. Memegang alat tulis dengan benar.



3. Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV. 4. Batasi jam membaca dan aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter). 5. Gunakanlah penerangan yang cukup. 6. Jika memungkinkan memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.



I. Penatalaksanaan



1. Terapi Non-Farmakologi a. Kacamata Pada pasien miopi ini diperlukan lensa kaca mata baca tambahan atau lensa eddisi untuk membaca dekat yang berkuatan tetentu. Pengobatan pasien dengan dengan miopi adalah memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal 33cm. Bila pasien dikoreksi dengan – 3.0 D memberika tajam penglihatan 6/6, dan demikian memberikan istirahat mata dengan baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2003). b. Lensa Kontak Pengobatan biasanya ditolong dengan kacamata rangkap dan harus melakukan terapi dengan cara menggunakan lensa eddisi untuk membaca dekat. Untuk jarak baca 33 cm, bila jarak berubah maka pemberian lensa juga berubah. Pada umur 40 tahun lensa masih dapat mengembang, tetapi sangat menurun. Pada umur 60 tahun, lensa menjadi sclerosic semua. Jadi pemberian lensa addisi tergantung pada pada jarak baca dan umur pederita. Bifokus adalah kacamata yang digunakan untuk mengatasi presbiopia. Kacamata ini memeliki 2 lensa, yaitu untuk membaca dipasang dibawah dan untuk melihat jarak jauh dipasang diatas. Jika pelihat jarak jauh masih baik, bisa digunakan kacamata untuk baca yang dijual bebas. c. Bedah Keratorefraktif Bedah keratorefraktif mencakup serangkai metode untuk mengubah kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah keratomi radial, keratomileusis keratofikia, epiakerarfikia.



d. Terapi dengan menggunakan laser dengan atau operasi lasik mata. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopi dengan menggunakan laser. e. Photorefractive Keratotomy (PRK) Terapi ini menggunakan konsep yang sama dengan penggantian kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda. f. Operasi orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata Orang-orang dengan miopi rendah akan lebih baik jika menggunakan teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-bahan plastik yang ditanamkan kedalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak. 2. Penatalaksanaan Farmakologi Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak digunakan ada penderita myopia



2.6.2 Hipermetropi



A. Pengertian Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan di belakang retina.



B. Etiologi Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu: 1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek. Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. Hipermetropi Axial ini dapat disebabkan oleh Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).



2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Dimana dapat terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa sehingga kekuatan refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan vitreus humor( mis. Pada penderita Diabetes Mellitus, hipermetropia dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut) 3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat Hipermetropia



jenis



ini



disebut



juga



hipermetropi



kurvatura.



Dimana



kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan difokuskan di belakang retina. 4. Perubahan posisi lensa. Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior.tidak ada lagi (afakia).



C. Patofisiologi Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina sehingga penglihatan dekat jadi terganggu.



D. Manifestasi klinis Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan makin memburuk sepanjang penggunaan mata dekat. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan bola. Akomodasi akan lebih cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.



E. Pengobatan Hipermetropia bisa diatasi dengan pemberian lensa koreksi (kacamata atau lensa kontak) berkekuatan positif di depan sistem optis bola mata, atau bisa juga dengan tindakan operatif (Keratektomi & LASIK). Pada hipermetropia fakultatif, pemberian lensa koreksi akan memberikan kenyamanan penglihatan, meskipun tanpa lensa koreksi ia masih memiliki ketajaman penglihatan yang normal. Pada hipermetropia absolut, pemberian lensa koreksi (atau dengan tindakan operatif) adalah hal yang sudah sangat diperlukan.



F. Komplikasi Dapat terjadi kebutaan.



2.6.3 Presbiopi A. Pengertian Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah (AOA, 2006). Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya lensa mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat. sehingga mata tidak bisa melihat yang jauh maupun dekat. daya akomodasi adalah kemampuan lensa mata untuk mencembung dan memipih (Wikipedia, 2009). B. Tanda dan Gejala Seorang yang mengalami presbiopi biasanya saat membaca buku, majalah, koran dan bahan bacaan yang lain dengan memanjangkan tangan (menempatkan bahan bacaan dengan jarak yang jauh dari mata) untuk mendapatkan fokus yang sesuai. Ketika melakukan pekerjaan yang membutuhkan jarak yang dekat dengan mata seperti menyulam dan menulis biasanya otang dengan presbiopi merasakan sakit kepala, otot mata menegang , atau perasaan lelah.



C. Etiologi Presbiopi disebabkan oleh proses penuaan. Presbiopi dipercaya disebabkan karena penebalan secara bertahap dan kehilangan fleksibilitas dari lensa. Perubahan karena penuaan ini dikaitkan dengan perubahan pada protein di lensa mata yang membuat lensa lebih keras dan kurang elastis dari waktu ke waktu. D. Patofisiologi Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur kaka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang. E. Penatalaksanaan 1. Eyewar Kacamata dengan bifocal atau progressive addition lenses (PALs) merupakan kacamata yang umum digunakan untuk mengoreksi presbiopi. Pilihan yang lain dapat menggunakan kacamata baca. Kacamata baca tidak seperti bifocal dan (Jprogressive addition lenses (PALs) yang digunakan yang digunakan orang sepanjang hari tetapi kacamata baca ini hanya digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan yang butuh kontak mata yang dekat. Selain itu presbiopi juga dapat diatasi dengan menggunakan lensa kontak baik multifocal contact lenses maupun monovision udith Lee and Gretchyn Bailey, 2009)



2. Pembedahan Prosedur pembedahan dapat menjadi solusi apabila tidak ingin menggunakan lensa kontak atau kacamata. Pembedahan ini meliputi implantasi accommodative intraocular lenses (IOLs) 3.Pemeriksaan Penunjang Penyedia layanan kesahatan akan melakukan pengkajian mata secara umum meliputi pengkajian untuk menentukan resep untuk kacamata atau lensa kontak. Pemeriksaannya meliputi: 1.



Pengkajian retina



2.



Test integritas otot



3.



Test refraks



2.6.4 Astigmatisme A. Pengertian Definisi astigmatisme adalah cacat mata dengan gejala jika melihat sebuah titik (bintik cahaya) akan terlihat garis terang menyebar. Hal ini terjadi karena lensa mata (kornea) tidak mempunyai permukaan yang bulat benar. Kelainan kornea ini mengakibatkan pembiasan sinar pada satu meridian berlainan dengan meridian lain. Mata astigmat dapat ditolong dengan kacamata berlensa silindrik negative, yang berfungsi melemahkan pembiasan terkuat pada satu meridian, atau dapat juga dengan lensa silindris positif untuk memperkuat pembiasan terlemah pada satu meridian Astigmatisme adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmatisme adalah sebuah gejala penyimpangan dalam pembentukkan bayangan pada lensa, hal ini disebabkan oleh cacat lensa yang tidak dapat memberikan gambaran/ bayangan garis vertikal dengan horizotal secara bersamaan.cacat mata ini dering di sebut juga mata silinder.Mata astigmat atau mata silindris adalah suatu keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak terpusat pada satu titik saja tetapi sinar tersebut tersebar menjadi sebuah garis. Astigmatisma merupakan kelainan pembiasan mata yang menyebabkan bayangan penglihatan pada satu bidang fokus pada jarak yang berbeda dari bidang sudut. Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan ke retina di dua garis titik api yang saling tegak lurus. B. Etiologi Astigmatisma terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut astigmatisme with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal



bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Astigmatisme juga sering disebabkan oleh adanya selaput bening yang tidak teratur dan lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu bidangnya. Permukaan lensa yang berbentuk bulat telur pada sisi datangnya cahaya, merupakan contoh dari lensa astigmatis.Selain itu daya akomodasi mata tidak dapat mengkompensasi kelainan astigmatisma karena pada akomodasi, lengkung lensa mata tidak berubah sama kuatnya di semua bidang. Dengan kata lain, kedua bidang memerlukan koreksi derajat akomodasi yang berbeda, sehingga tidak dapat dikoreksi pada saat bersamaan tanpa dibantu kacamata. Adapaun bentukbentuk astigmat adalah sebagai berikut: 1.Astigmat Reguler yaitu astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian meridian berikutnya. 2. Astigmat ireguler : astigmat yang terjadi tidak mempunyai dua meridian yang saling tegak lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi akibat infeksi kornea,trauma dan distrofi atau akibat selaput bening. C. Patofisiologi Mata seseorang secara alami berbentuk bulat. Dalam keadaan normal, ketika cahaya memasuki mata, itu dibiaskan merata, menciptakan pandangan yang jelas objek. Astigmatisma terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea.Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut astigmatisme with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. Mata seseorang dengan Silindris berbentuk lebih mirip sepak bola atau bagian belakang sendok.. Untuk orang ini, ketika cahaya memasuki mata itu dibiaskan lebih dalam satu arah daripada yang



lain, sehingga hanya bagian dari obyek yang akan fokus pada satu waktu.. Objek pada jarak pun dapat muncul buram dan bergelombang. Pada kelainan mata astigmatisma, bola mata berbentuk ellips atau lonjong, seperti bola rugby, sehingga sinar yang masuk ke dalam mata tidak akan bertemu di satu titik retina. Sinar akan dibiaskan tersebar di retina. Hal ini akan menyebabkan pandangan menjadi kabur, tidak jelas, berbayang, baik pada saat untuk melihat jarak jauh maupun dekat. D. Manifestasi klinis a.



Gangguan penglihatan/ketajaman penglihatan



b. Ketegangan pada mata c.



Kelelahan pada mata



d. Pandangan berbayang serta kabur e.



Mata berair



f.



Fotofobia



E. Komplikasi a. Myopia ( Rabun jauh ) b.



Hypermetropia ( Rabun dekat )



F. Penatalaksanaan Medis Astigmatisme dapat dikoreksi dengan memberikan lensa silinder. Seseorang dapat mengalami kombinasi kelainan astrigmatisma dengan rabun jauh (myopia) atau rabun dekat (hypermetropia)



2.6.5 Anisometropia A. Definisi Anisometropia adalah suatu keadaan dimana terdapat perbedaan refraksi pada kedua mata. Pada anisometropia dengan perbedaan lebih dari 2,5 D antara kedua mata maka akan menghasilkan perbedaan bayangan sebesar 5 % pada umumnya perbedaan sebesar 5 % atau lebih akan menimbulkan aniseikonia.



B. Penyebab Anisometropia Adanya perbedaan kekuatan refraksi pada kedua mata dapat disebabkan :



1.) Kelainan status refraksi 2.) Trauma intraokuler pada mata 3.) Operasi intraokuler pada mata



C. Gejala Anisometropia Biasanya keluhan muncul pada saat penderita menggunakan kacamata dan baru menggunakan penglihatan pada kedua matanya. Gejala anisometropia sangat bervariasi. Adanya fluktuasi anisometropia harus dicurigai adanya kenaikan gula darahnya. Adapun gejalah anisometropia umunya sebagai berikut : 1.) Sakit kepala 2.) Rasa tidak enak pada kedua mata 3.) Kadang-kadang melihat ganda



D. Kelainan Klinik yang Diakibatkan Anisometropia Ada 2 mekanisme pada patofisiologi yang dapat menimbulkan problem klinik : a.) Adanya perbedaan visus Akibat dari adanya perbedaan visus maka akan mengakibatkan gangguan fusi pada penderita, sehingga penderita akan menggunakan mata yang lebih baik, sedangkan mata yang kurang visusnya akan di supresi. Apabila hal ini terjadi pada anak-anak yang masih mengalami perkembangan penglihatan binokuler dapat mengakibatkan ambliopia. b.) Adanya perbedaan bayangan Perbedaan ini meliputi ukuran dan bentuk bayangan.



Adanya perbedaan



bayangan dapat disebut aniseikonia.



E. Pemeriksaan Klinik a.) Pemeriksaan visus pada penderita ini diperiksa visusnya tanpa lensa koreksi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui visusnya penderita dan apakah ada ambliop yang sudah terjadi sebelumnya. b.) Pemeriksaan status refraksi penderita



Pada penderita miopia anisometropia dapat diperiksa dengan refraktometer otomatis atau dengan menggunakan bingkai kacamata. c.) Pergerakan bola mata Pada penderita miopi tinggi dengan anisometropia yang terlalu lama tidak dilakukan koreksi akan mengakibatkan strabismus. Strabismus ini terjadi pada mata yang lebih jelek visusnya. d.) Penglihatan binokuler Tujuan pengelolaan penderita miopia dengan anisometropia adalah memberikan penglihatan pada binokuler terbaik pada mata.



Syarat pengilahtan binokuler yang normal : a. Visus kedua mata sesudah dikoreski refraksi anomalinya tidak terlalu berbeda dan tidak terdapat aniseikonia. b. Susunan saraf pusatnya baik, yakni sanggup memfusi dua bayangan yang dating dari kedua retina menjadi satu bayangan yang tunggal.



F. Koreksi Refraksi Pada Penderita Miopia Dengan Anisometropia Pada anak-anak yang masih mengalami perkembangan penglihatan binokuler diperlukan koreksi penuh untuk mencegah terjadinya ambliopia. Apabila sudah terjadi ambliopia maka selain diperlukan koreksi penuh juga perlu diterapi ambliopianya. Pada penderita yang sudah berhenti perkembangan penderita binokulernya diberikan pada koreksi refraksi semaksimal mungkin agar penderita mendapatkan penglihatan binokuler yang terbaik.



2.7 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Penglihatan Akibat Refraksi



A. Pengkajian



Data Demografi. Umur, miopia dan hipermetropia dapat terjadi pada semua umur sedangkan presbiopia timbul mulai umur 40 di tahun. Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang mmerlukan penglihatan ekstra dan pada pekerjaan



yang membutuhkan kontak dengan cahaya yang terlalu lama, seperti operator komputer, preparasi jam. Keluhan yang dirasakan. Pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan pandangan, epifora, pusing, sering lelah dan mengantuk. Riwayat penyakit keluarga. Umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes melitus dan pada miopi aksialis di dapatkan faktor herediter. Riwayat penyakit masa lalu. Pada miopi mungkin terdapat retinitis sentralis dan ablasioretina, sedangkan pada astigmatisma didapatkan riwayat keratokonus, keratoklobus dan keratektasia. Kaji pula adanya defisit vitamin A yang dapat mempengaruhi sel batang dan kerucut serta produksi akueus tumor dan kejernihan kornea. Untuk orang yang menderita degenerasi Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer pasien, seperti kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, mataa basah, pandangan ganda, bercak dibelakang mata, atau hilangnya daerah penglihatan soliter ( skotoma, myopia, hiperopia ). Perawat harus menentukan apakah masalahnya hanya mengenai satu atau dua mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini. Tahap-tahap pengkajian antara lain : 1) Wawancara Menurut Burnner dan Suddath ( 2000 ), informasi yang perlu didapatkan pada wawancara adalah sebagai berikut : a) Menanyakan kepada psien tentang sejarah penyebab dan waktu mulai terjadinya gangguan penglihatan tersebut. Pasien dengan diabetik mokular edema misalnya tipe tertentu mempunyai ketajaman penglihatan naik turun. Pasien dengan mokular degenerasi mempunyai pusat masalah ketajaman. b) Menyanyakan kepada pasien sehubungan dengan kerusakan lapang periperal dimana pada kondisi ini pasien akan lebih kesulitan saat mobilisasi sehingga ketergantungan aktifitas hidup sehari – hari (Medication Segmen) menjadi sebuah kebiasaan (seperti merokok). c) Mengkaji tentang penerimaan dari keterbatasan fisik melalui penggunaan fisual harus diidentifikasi pula mengenai pengharapan realistic darlowvition.



2) Data dasar pengkajian pasien. a) Aktifitas istirahat. Gejala : perubahan aktifitas berhubungan dengan penglihatan lelah bila membaca. b) Neurosensori. 



Gejala : gangguan penglihatan kabur atau tidak jelas , sinar terang yang menyebabkan silau.







Tanda : bilik mata dalam, pupil lebar.



c) Nyeri atau kenyamanan Gejala : Nyeri pada mata dan sekitar mata, sakit kepala, pusing 3) Pemeriksaan fisik



B. Diagnosa 1. Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan sinar pada retinsa. 2. Gangguan rasa nyaman (pusing) yang berhubungan dengan usaha memfokuskan mata 3. Resiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.



C. Rencana Keperawatan 1. Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan perubahan kemampuan memfokuskan sinar pada retinsa. Tujuan :  Ketajaman Penglihatan klien meningkat dengan bantuan alat.  Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan kompensasi terhadap perubahan. 1) Intervensi : Jelaskan penyebab terjadinya gangguan penglihatan. Rasional : Pengetahuan tentang penyebab mengurangi kecemasan dan dalam tindakan keperawatan. 2) Intervensi Lakukan uji ketajaman penglihatan.



Rasional : mengetahui visus dasar klien dan perkembangannya setelah diberikan tindakan. 3) Intervensi Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lensa kontak / kacamata bantu atau operasi (keratotomi radikal), epikeratofakia, atau foto refraktif keratektomi (FRK) untuk miopia. Pada FRK, laser digunakan untuk mengangkat lapisan tipis dari kornea, sehingga dapat mengoreksi lingkungan kornea yang berlebihan yang mengganggu pemfokusan cahay yang tepat melalui lensa. Prosedur ini dilakukan kurang dari satu menit. Perbaikan visual tampak dalam 3-5 hari.



2. Gangguan rasa nyaman (pusing) yang berhubungan dengan usaha memfokuskan mata Tujuan



:



 Rasa nyaman klien terpenuhi. Kriteria hasil :  Keluhan klien (pusing, mata lelah, berair, fotofobia,) berkurang / hilan  Klien mengenal gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi terhadap perubahan yang terjadi. 1) Intervensi : Jelaskan penyebab pusing, mata lelah, berair, fotofobia. Rasional : Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan. 2) Intervensi Anjurkan agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas membaca terus menerus. Rasional : mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang. 3) Intervensi



Gunakan lampu/ penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat membaca. Mengurangi silau dan akomodasi mata yang berlebihan. 4) Intervensi Kolaborasi : pemberian kacamata untuk meningkatkan tajam penglihatan klien.



3. Resiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan. Tujuan : tidak terjadi cedera Kriteria Hasil :  Klien dapat melakukan aktivitas tanpa mengalami ceder  Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan. 1) Intervensi: Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam penglihatan. Rasional : Perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat meningkatkan resiko cedera sampai klien belajar untuk mengompensasi. 2) Intervensi Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktifitas. Batasi aktivitas seperti mengendarai kendaraan pada malam hari. Rasional : Mengurangi potensial bahaya karena penglihatan kabur. 3) Intervensi Bantu pasien menata lingkunga. Jagan mengubah penataan meja dan kursi tanpa pasien diorientasi terlebih dahulu Rasional : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko cidera 4) Intervensi Orientasikan pasien pada ruangan. Rasional Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan. 5) intervensi Bahas perlunya penggunaan perisai metal atau kaca mata bila di perintahkan.



Rasional Kacamata melindungi mata terhadap cidera 6) Intervensi Gunakan prosedur yang memadai ketika memberikan obat mata



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan



Mata adalah alat optik yang digunakan untuk melihat yang dimiliki oleh manusia dan hewan. Dengan merebaknya masalah kesehatan sekarang ini, alangkah baiknya kita menjaga kesehatan kita agar tidak terserang penyakit, salah satunya adalah gangguan pada mata akibat refraksi dan degenerasi.



3.2 Saran



Mencegah lebih baik daripada mengobati, salah satunya adalah menjaga kondisi mata kita agar tetap dalam keadaan yang sehat, sering makan buah dan sayuran segar terutama yang mengandug vitamin A. Jika sudah terlanjur, maka sebaiknya segera periksakan dan obati agar tidak menjadi semakin parah



DAFTAR PUSTAKA



Bare G. Brenda dan Smeltzer C. Suzanne.2001.Keperawatan MedikalBedah.Jakarta:EGC Rahariyani, Lutfia Dwi . 2007. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta : EGC C. Dharta Dias. Ilmu Penyakit Mata . Edisi 2. CV Sagung Seto. Manjoer, Arief. 2000. Ilmu Penyakit Mata . Jakarta : Salemba Medika.