Asuhan Keperawatan Keluarga Tri Okta Linda Pertiwi - 1901031007 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • linda
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA Tn. S. DENGAN CRHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI DESA SUKORAMBI KECAMATAN SUKORAMBI KABUPATEN JEMBER



Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas di Stase Keperawatan Keluarga



Oleh: Tri Okta Linda Pertiwi, S. Kep.



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 2020



LEMBAR PENGESAHAN



Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. S dengan Crhronic Kidney Disease (CKD) di Desa Sukorambi Jember telah selesai dilaksanakan pada tanggal 26 Februari 2020 oleh mahasiswa profesi ners: Nama



: Tri Okta Linda Pertiwi, S. Kep



NIM



: 1901031007



Diagnosa Keperawatan



Jember, 6 Maret 2020 Mahasiswa Ners



Tri Okta Linda Pertiwi, S. Kep. NIM. 1901031007 Mengetahui, Pembimbing Akademik



PJMK Keperawatan Keluarga Fikes Unmuh Jember



Ns. Susi Wahyuning Asih, S. Kep. NIDN. 0720097502



Ns. Cahya Tribagus Hidayat, S. Kep. NIDN. 0717058603



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan keperawatan keluarga dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Keluarga Tn. s. dengan Crhronic Kidney Disease (CKD) di desa Sukorambi Kecamatan Sukorambi Kabupaten Jember”. Laporan ini dibuat guna memenuhi penugasan dalam keperawatan keluarga program studi profesi ners. Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang keperawatan.



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL....................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN............................................................................... A. Latar Belakang............................................................................... B. Tujuan Penelitian........................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... A. Konsep Keluarga............................................................................ B. Konsep CKD.................................................................................. BAB III ANALISA DATA............................................................................. A. Pengkajian ..................................................................................... B. Analisa Data................................................................................... C. Intervensi ...................................................................................... D. Implementasi.................................................................................. E. Evaluasi ......................................................................................... BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... BAB V PENUTUP.......................................................................................... A. Kesimpulan.................................................................................... B. Saran .............................................................................................



BAB I



PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan  fungsi ginjal  yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). Gagal ginjal kronis merupakan suatu keadaan di mana ginjal mengalami kerusakan yang serius sehingga tidak bisa menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Fungsi utama ginjal adalah untuk menyaring darah dari limbah beracun ataupun cairan berlebih dalam tubuh, jika ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, kadar racun dan cairan berbahaya akan terkumpul di dalam tubuh. Hal inilah yang nantinya memberikan masalah bagi kesehatan Anda. Bahkan, jika tidak segera ditangani, ginjal yang mengalami kerusakan ini akhirnya bisa berhenti berfungsi sepenuhnya. Akibatnya, bisa fatal bahkan mematikan. Penyebab penyakit ini umumnya akibat komplikasi dari penyakit diabetes dan hipertensi. Harus waspada jika mengalami kencing berdarah, kencing berbusa, dan pembengkakan di beberapa bagian tubuh. Hal tersebut bisa jadi tanda penyakit gagal ginjal kronis. Selalu diskusikan dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis, pengobatan serta perawatan yang terbaik. Adanya penyakit CKD pada masyarakat disebabkan karena beberapa faktor diantaranya pekerjaan yang rata-rata masyarakat perdesaan sebagai petani dan buruh tani. Dimana masyarakat meningkatkan konsumsi air dalam jumlah banyak dan menambah minuman dengan minuman energe yang mengandung soda setiap saat. Dianggap minuman berenergi dapat meningkatkan kebugaran tubuh saat mengalami kelelahan. Masyarakan tidak menyadari efek samping dari minuman energi yang dikonsumsinya hampir setiaap hari.



B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi asuhan keperawatan keluarga Tn. S 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pengkajiann pada keluarga Tn. S dengan CKD di Desa Sukorambi Kabupaten Jember. b. Mengidentifikasi masalah keparawatan yang muncul pada keluarga Tn. S dengan CKD di Desa Sukorambi Kabupaten Jember. c. Mengidentifikasi intervensi yang muncul pada keluarag Tn. S dengan CKD di Desa Sukorambi Kabupaten Jember. d. Mengidentifikasi pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada Tn. S dengan CKD di Desa Sukorambi Kabupaten Jember. e. Mengidentifikasi evaluasi dari asuhan keperawatan keluarga Tn. S dengan CKD di Desa Sukorambi Kabupaten Jember.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Keluarga 1. Pengertian Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010). Menurut Duvall dalam (Harmoko, 2012) konsep keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum: meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari setiap anggota. keluarga adalah sebuah kelompok yang mengidentifikasi diri dan terdiri atas dua individu atau lebih yang memiliki hubungan khusus, yang dapat terkait dengan hubungan darah atau hukum atau dapat juga tidak, namun berfungsi sebagai sedemikian rupa sehingga mereka menganggap dirinya sebagai keluarga (Fajri, 2017). 2. Tipe Keluarga Dalam (Sri Setyowati, 2008) tipe keluarga dibagi menjadi dua macam yaitu : a



Tipe Keluarga Tradisional 1) Keluarga Inti (Nuclear Family) , adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. 2) Keluarga Besar ( Exstended Family ), adalah keluarga inti di tambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya. 3) Keluarga “Dyad” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak. 4) “Single Parent” yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.



5) “Single Adult” yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah). b



Tipe Keluarga Non Tradisional 1) The Unmarriedteenege mather Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah. 2) The Stepparent Family Keluarga dengan orang tua tiri. 3) Commune Family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama : sosialisasi anak dengan melelui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama. 4) The Non Marital Heterosexual Conhibitang Family Keluarga yang hidup bersama dan berganti – ganti pasangan tanpa melelui pernikahan. 5) Gay And Lesbian Family Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana suami – istri (marital partners). 6) Cohibiting Couple Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alas an tertentu. 7) Group-Marriage Family Beberapa orang dewasa menggunakan alat – alat rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya. 8) Group Network Family Keluarga inti yang dibatasi aturan atau nilai – nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang – barang rumah tangga bersama, pelayanan dan tanggung jawab membesarkan anaknya. 9) Foster Family



Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya. 10) Homeless Family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanent karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental. 11) Gang. Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang- orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam kehidupannya. 3. Bentuk Keluarga a.



Keluarga inti Jumlah keluarga inti yang terdiri dari seorang ayah yang mencari nafkah, seorang ibu yang mengurusi rumah tangga dan anak (Friedman, 2010; dalam Fajri, 2017).



b.



Keluarga adopsi Keluarga adopsi adalah dengan menyerahkan secara sah tanggung jawab sebagai orang tua seterusnya dari orang tua kandung ke orang tua adopsi, biasanya menimbulkan keadaan yang saling menguntungkan baik bagi orang tua maupun anak. Disatu pihak orang tua adopsi mampu memberi asuhan dan kasihsayangnya bagi anak adospsinya, sementara anak adopsi diberi sebuah keluarga yang sangat menginginkan mereka (Fajri, 2017).



c.



Keluarga besar ( Extended Family ) Keluarga dengan pasangan dengan pasangan yang berbagi pengaturan rumah tangga dan pengeluaran keuangan dengan orang tua, kakak / adik, dan keluarga dekat lainnya. Anak – anak kemudian dibesarkan oleh generasi dan memiliki pilihan model pola perilaku yang akan membentuk pola perilaku mereka (Friedman, 2010 dalam Fajri, 2017).



d.



Keluarga dengan orang tua tunggal



Keluarga dengan kepala rumah tangga duda/janda yang bercerai, ditelantarkan, atau berpisah (Fajri, 2017). e.



Dewasa lajang yang tinggal sendiri Kebanyakan individu yang tinggal sendiri adalah bagian dari beberapa bentuk jaringan keluarga yang longgar. Jika jaringan ini tidak terdiri atas kerabat, jaringan ini dapat terdiri atas teman – teman seperti mereka yang sama – sama tinggal di rumah pensiun, rumah jompo, atau hidup bertetangga. Hewan pemeliharaan juga dapat menjadi anggota keluarga yang penting (Fajri, 2017)



f.



Keluarga orang tua tiri Keluarga yang pada awalnya mengalami proses penyatuan yang kompleks dan peneuh dengan stress. Banyak penyesuaian yang perlu dilakukan dan sering kali individu yang berbeda atau subkelompok keluarga yang baru terbentuk ini beradaptasi dengan kecepatan yang tidak sama. Walaupun seluruh anggota keluarga harus menyesuaikan diri dengan situasi keluarga yang baru, anak – anak seing kali memiliki masalah koping yang lebih besar karena usia dan tugas perkembangan mereka (Fajri, 2017).



g.



Keluarga binuklear Keluarga yang terbentuk setelah perceraian yaitu anak merupakan anggota dari sebuah sistem keluarga yang terdiri atas dua rumah tangga inti, maternal dan paternal, dengan keragaman dalam hal tingkat kerjasama dan waktu yang dihabiskan dalam setiap rumah tangga (Fajri, 2017)



4. Fungsi Keluarga a.



Fungsi afektif Fungsi afektif merupakan dasar utama baik untuk pembentukan maupun untuk berkelanjutan unit keluarga itu sendir, sehingga fungsi afektif merupakan salah satu fungsi keluarga yang paling penting.Peran utama orang dewasa dalam keluarga adalah fungsi afektif, fungsi ini berhubungan dengan persepsi keluarga dan kepedulian terhadap kebutuhan sosioemosional semua anggota keluarganya (Fajri, 2017).



b.



Fungsi sosialisasi dan status sosial Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarg yang ditunjuk untuk mendidik anak – anak tentang cara



menjalankan fungsi dan memikul peran sosial orang dewasa seperti peran yang di pikul suami-ayah dan istri-ibu. Status sosial atau pemberian status adalah aspek lain dari fungsi sosialisasi. Pemberian status kepada anak berarti mewariskan tradisi, nilai dan hak keluarga, walaupun tradisi saat ini tidak menunjukan pola sebagian besar orang dewasa Amerika (Fajri, 2017). c.



Fungsi reproduksi Untuk menjamin kontiniutas antar generasi kleuarga dan masyarakat yaitu menyediakan angagota baru untuk masyarakat (Fajri, 2017).



d.



Fungsi perawatan kesehatan Fungsi fisik keluarga dipenuhi oleh orang tua yang menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan terhadap kesehatan dan perlindungan terhadap bahaya.Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling relafan bagi perawat keluarga (Fajri, 2017).



e.



Fungsi ekonomi Fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup finansial, ruang dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan (Fajri, 2017).



5. Struktur Keluarga a. Struktur peran Peran adalah perilaku yang dikaitkan dengan seseorang yang memegang sebuah posisi tertentu, posisi mengidentifikasi status atau tempat seseorang dalam suatu system sosial (Fajri, 2017). b. Struktur nilai keluarga Nilai keluarga adalah suatu system ide, perilaku dan keyakinan tentang nilai suatu hal atau konsep yan secara sadar maupun tidak sadar mengikat anggota keuarga dalam kebudayaan sehari-hari atau kebudayaan umum (Fajri, 2017). c. Proses komunikasi Proses komunikasi ada dua yaitu prses komunikasi fungsional dan proses komunikasi disfungsonal. 1) Proses komunikasi fungsional



Komunikasi fungsional dipandang sebagai landasan keberhasilan keluarga yang sehat, dan komunikasi funsional didefenisikan sebagai pengerim dan penerima pesan yang baik isi maupun tingkat intruksi pesan yang langsung dan jelas, serta kelarasan antara isi dan tingkai intruksi (Fajri, 2017). 2) Proses komunikasi disfungsional Sama halnya ada cara berkomunikasi yang fungsional, gambaran dar komuniasi disfungsional dari pengirim danpenerima serta komunkasi disfungsinal juga melibatkan pengirim dan penerima (Fajri, 2017). d. Struktur kekuasaan dan pengambilan keputusan Kekuasaan keluarga sebagai arakteristik system keluarga adalah kemampua atau potensial, aktual dari individu anggota keluarga yang lain. Terdapat 5 unit berbeda yang dapat dianalisis dalam karakteristik kekuasaan keluarga yaitu : kekuasaan pernikahan (pasangan orang dewasa), kekuasaan orang tua, anak, saudara kandung dan kekerabatan. Sedangkan pengambil keputusan adalah teknik interaksi yang digunakan anggota keluarga dalam upaya mereka untuk memperoleh kendali dan bernegosiasi atau proses pembuatan keputusan (Fajri, 2017). Lain halnya menurut menurut Padila (2012 dalam Fajri, 2017), struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Ada beberapa strukturkeluarga yang ada di Indonesia diantaranya adalah : a. Patrilineal Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah (Fajri, 2017). b. Matrilineal Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu (Fajri, 2017). c. Matriloka Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ibu (Fajri, 2017). d. Patrilokal



Sepasang suami istri yang tinggal besama keluarga sedarah ayah (Fajri, 2017). e. Keluarga kawin Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Fajri, 2017). 6. Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan a. Mengenal masalah kesehatan keluarga Keluarga perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan- perubahan yang dialami anggota keluarga.Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga dan orang tua.Sejauh mana keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah (Fajri, 2017). b. Membuat keputusan tindakan yang tepat Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga tersebut agar dapat menfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan (Fajri, 2017). c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut : 1) Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis dan perawatannya). 2) Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan. 3) Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan. 4) Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan dan financial, fasilitas fisik, psikososial). 5) Sikap keluarga terhadap yang sakit. d. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat



Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut : 1) Sumber-sumber yang dimilki oleh keluarga. 2) Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan. 3) Pentingnya hiegine sanitasi. 4) Upaya pencegahan penyakit. 5) Sikap atau pandangan keluarga terhadap hiegine sanitasi. 6) Kekompakan antar anggota kelompok. e. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut : 1) Keberadaan fasilitas keluarga. 2) Keuntungan-keuntungan yang diperoleh oleh fasilitas kesehatan. 3) Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan. 4) Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga. 7. Peran Perawat Keluarga a. Sebagai pendidik Perawat bertanggung jawab memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga, terutama untuk memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan (Fajri, 2017). b. Sebagai koordinator pelaksan pelayanan kesehatan Perawat bertanggung jawab memberikan pelayanan keperawatan yang komprehensif Pelayanan



keperawatan



yang



bersinambungan



diberikan



untuk



menghindari kesenjangan antara keluarga dan unit pelayanan kesehatan (Fajri, 2017). c. Sebagai pelaksana pelayanan perawatan Pelayanan keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki masalah kesehatan.Dengan demikian, anggota keluarga yang sakit dapat menjadi “entry point” bagi perawatan untuk memberikan asuhan keperawatan keluarga secara komprehensif (Fajri, 2017). d. Sebagai supervisor pelayanan keperawatan



Perawat melakukan supervisi ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga berisiko tinggi maupun yang tidak.Kunjungan rumah tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu atau secara mendadak, sehingga perawat mengetahui apakah keluarga menerapkan asuhan yang diberikan oleh perawat (Fajri, 2017). e. Sebagai pembela (advokat) Perawat berperan sebagai advokat keluarga untuk melindungi hak- hak keluarga klien.Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta memodifikasi system pada perawatan yang diberikan untuk memenuhi hak dan kebutuhan keluarga.Pemahaman yang baik oleh keluarga terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai klien mempermudah tugas perawat untuk memandirikan keluarga (Fajri, 2017). f. Sebagai fasilitator Perawat dapat menjadi tempat bertanya individu, keluarga dan masyarakat untuk memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari serta dapat membantu jalan keluar dalam mengatasi masalah (Fajri, 2017). g. Sebagai peneliti Perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat memahai masalahmasalah kesehatan yang dialami oleh angota keluarga.Masalah kesehatan yang muncul didalam keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang dipraktikkan keluarga (Fajri, 2017). Peran perawat keluarga dalam asuhan keperawatan berpusat pada keluarga sebagai unit fungsional terkecil dan bertujuan memenuhi kebutuhan dasar manusia pada tingkat keluarga sehingga tercapai kesehatan yang optimal untuk setiap anggota keluarga.Melalui asuhan keperawatan keluarga, fungsi keluarga menjadi optimal, setiap individu didalam keluarga tersebut memiliki karakter yang kuat, tidak mudah dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya negative sehingga memiliki kemampuan berpikir yang cerdas. 8. Tahap Perkembangan Keluarga a.



Tahap I ( Keluarga dengan pasangan baru )



Pembentukan pasangan menandakan pemulaan suatu keluarga baru dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli sampai kehubungan intim yang baru.Tahap ini juga disebut sebagai tahap pernikahan. Tugas perkembangan keluarga tahap I adalah membentuk pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan secara harmonis dengan jaringan kekerabatan, perencanaan keluarga (Fajri, 2017).



b.



Tahap II (Childbearing family) Mulai dengan kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai berusia 30 bulan.Transisi ke masa menjadi orang tua adalah salah satu kunci menjadi siklus kehidupan keluarga. Tugas perkembangan tahap II adalah membentuk



keluarga



muda



sebagai



suattu



unit



yang



stabil



(menggabungkan bayi yang baru kedalam keluarga), memperbaiki hubungan setelah terjadinya konflik mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai keluarga, mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan, memperluas hubungan dengan hubungan dengan keluarga besar dengan menambah peran menjadi orang tua dan menjadi kakek/ nenek (Fajri, 2017). c.



Tahap III (Keluarga dengan anak prasekolah) Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2½ tahun dan diakhiri ketika anak berusia 5 tahun. Keluarga saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki- laki, dan putri-saudara perempuan. Tugas perkembangan keluarga tahap III adalah memenuhi kebutuhan anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi dan keamanan yang memadai, menyosialisasikan anak, mengintegrasi anak kecil sebagai anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak lain, mempertahankan hubungan yang sehat didalam keluarga dan diluar keluarga (Fajri, 2017)..



d.



Tahap IV (Keluarga dengan anak sekolah) Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah dalam waktu penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika ia mencapai pubertas, sekitar 13 tahun. Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota



keluarga maksimal dan hubungan keluarga pada tahap ini juga maksimal.Tugas perkembangan keluarga pada tahap IV adalah menyosialisasikan



anak-



anak



termasuk



meningkatkanrestasi,



mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan (Fajri, 2017). e.



Tahap V (Keluarga dengan anak remaja) Ketika anak pertama berusia 13 tahun, tahap kelima dari siklus atau perjalanan kehidupan keluarga dimulai. Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh tahun, walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih lama, jika anak tetap tinggal dirumah pada usia lebih dari 19 atau 20 tahun. Tujuan utama pada keluarga pada tahap anak remaja adalah melonggarkan ikatan keluarga untuk meberikan tanggung jawab dan kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri menjadi seorang dewasa muda (Fajri, 2017).



f.



Tahap VI ( keluarga melepaskan anak dewasa muda) Permulaan fase kehidupan keluarga in ditandai dengan perginya anak pertama dari rumah orang tua dan berakhir dengan “kosongnya rumah”, ketika anak terakhir juga telah meninggalkan rumah. Tugas keluarga pada tahap ini adalah memperluas lingkaran keluarga terhadap anak dewas muda, termasuk memasukkan anggota keluarga baru yang berasal dari pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk memperbarui dan menyesuaikan kembali hubungan pernikahan, membantu orang tua suami dan istri yang sudah menua dan sakit (Fajri, 2017).



g.



Tahap VII (Orang tua paruh baya) Merupakan tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir dengan pensiun atau kematian salah satu pasangan.Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan, mempertahankan



kepuasan dan



hubungan yangbermakna



antara



orangtua yang telah menua dan anak mereka, memperkuat hubungan pernikahan (Fajri, 2017). h.



Tahap VIII (Keluarga lansia dan pensiunan) Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan pensiun salah satu atau kedua pasangan, berlanjut sampai salah satu kehilangan



pasangan dan berakhir dengan kematian pasangan lain. Tujuan perkembangan tahap keluarga ini adalah mempertahanka penataan kehidupan yang memuaskan (Fajri, 2017). B. Konsep CKD 1. Pengertian Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2001). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten



dan irreversible. Sedangkan



gangguan 



fungsi



ginjal 



yaitu



penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007). 2. Klasifikasi CKD Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR). Untuk menghitung GFR dokter akan memeriksakan sampel darah penderita ke laboratorium untuk melihat kadar kreatinin dalam darah. Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari dalam darah oleh ginjal yang sehat. Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut : a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min) b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min) c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min ) d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah (15 s.d 29 ml/min) e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min) Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus : Creatinine Clearance=



( 140−age ) × mass ( kg ) [× 0,85 if female] mg 72× serum creatinine ( ) dL



a. Stadium 1 Seseorang yang berada pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi. b. Stadium 2 Sama seperti pada stadium awal, tanda-tanda seseorang berada pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan hipertensi. c. Stadium 3 Seseorang yang menderita GGK stadium 3 mengalami penurunan GFR moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. dengan penurunan pada tingkat ini akumulasi sisa-sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang. Gejala-gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti : 1) Fatigue Rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia. 2) Kelebihan cairan Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akibat terlalu banyak cairan yang berada dalam tubuh. 3) Perubahan pada urin Urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur dengan darah.



Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering terbangun untuk buang air kecil di tengah malam. 4) Rasa sakit pada ginjal Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi.



5) Sulit tidur Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs. Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi



terbaik



serta



terapi-terapi



yang



bertujuan



untuk



memperlambat laju penurunan fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta bantuan ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal. Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan sodium untuk penderita hipertensi. d. Stadium 4 Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 15–30 persen saja dan apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau



uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia, penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah : 1) Fatigue 2) Kelebihan cairan 3) Perubahan pada urin 4) Rasa sakit pada ginjal. 5) Sulit tidur 6) Nausea 7) Perubahan cita rasa makanan Dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya. 8) Bau mulut uremic 9) Ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui bau pernafasan yang tidak enak. 10) Sulit berkonsentrasi e. Stadium 5 (gagal ginjal terminal) Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain : 1) Kehilangan nafsu makan 2) Nausea. 3) Sakit kepala. 4) Merasa lelah. 5) Tidak mampu berkonsentrasi. 6) Gatal-gatal. 7) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali. 8) Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki. 9) Keram otot 10) Perubahan warna kulit 3. Etiologi



a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefriti b. Penyakit



vaskuler



hipertensif



misalnya



nefrosklerosis



benigna,



nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis 4. Manifestasi Klinis a. Kelainan hemapoetik 1) Anemia a) Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoetis pada sumsum tulang menurun b) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik c) Defisiensi besi, asam folat dan nutrisi akibat nafsu makan yang berkurang d) Perdarahan saluran cerna dan kulit e) Abrosis sum-sum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder 2) Purpura / diatesis hemoragic trombositopenia b. Kelainan saluran cerna 1) Mual, muntah, anoreksia dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolism bakteri usus seperti ammonia dan metal quinidin seperti lembarnya membrane mukosa usus. 2) Fosfor uremik disebabkan ureum yang berlebihan pada air liur, diubah oleh bakteri di mulut manjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia, akibat lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. 3) Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui



4) Gastritis, erosive, ulkus peptikum dan colitis uremik. c. Kelainan kulit 1) Pruritus / gatal – gatal dengan ekskuriasi akibat toksin uremia dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit. 2) Uremic frost akibat kristalisasi yang ada pada keringat (jarang di jumpai) 3) Kulit berwarna pucat akibat uremia dan kekuning-kuningan akibat timbunan urokrom. 4) Bekas – bekas garukan karena gatal. d. Kelainan kardiovaskular 1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam / peningkatan aktivitas system rennin angiotensin – aldosteron. 2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis dini akibat penimbunan cairan dan hipertensi. 3) Gangguan



irama



jantung



akibat



aterosklerosis



dini,



akibatkan



hiperkalemi 4) Edema akibat penimbunan cairan dan elektrolit. e. Kelainan neurologi 1) Retless leg syndrome. Penderita merasa gatal ditungkai bawah dan selalu menggerakkan kakinya. 2) Burning feet syndrome. Rasa kesemutan seperti terbakar terutama di telapak kaki. 3) Ensefalopati metabolic a) Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi b) Tremor, asteriksis, miokionus c) Kejang-kejang d) Miopat e) Kelemahan dan hipotropi otot – otot ekstremitas proksimal f) Disfungsi endokrin. Gangguan seksual, gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolic lemak dan gangguan metabolism vitamin D. 5. Patofisiologi a. Penurunan GFR



Penurunan GFR dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Akibat dari penurunan GFR, maka klirens kretinin akan menurun, kreatinin akan meningkat, dan nitrogen urea darh (BUN) juga akan meningkat. b. Gangguan klirens renal Banyak maslah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glumeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal) c. Retensi cairan dan natrium Ginjal



kehilangan



kemampuan



untuk



mengkonsentrasikan



atau



mengencerkan urin secara normal.Terjadi penahanan cairan dan natrium; meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. d. Anemia Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adequate, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk terjadi perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran GI. e. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan yang saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang lain akan turun. Dengan menurunnya GFR, maka terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar kalsium. Penurunan kadar kalsium ini akan memicu sekresi paratormon, namun dalam kondisi gagal ginjal, tubuh tidak berespon terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya kalsium di tulang menurun menyebabkab perubahan pada tulang dan penyakit tulang. f. Penyakit tulang uremik (osteodistrofi) Terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan keseimbangan parathormon ( SmeltzerC, Suzanne, 2002 hal 1448) 6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dapat dibagi 2 golongan: a. Pengobatan konservatif



Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pengobatan konservatif masih mungkin dilakukan, bila klirens kreatinin lebih dari 5 ml/menit , tetapi bila sudah turun sampai kurang dari 5 ml/menit, harus ditetapkan apakah penderita tersebut mungkin diberi pengobatan pengganti. Tujuan pengobatan konservatif adalah memanfaatkan faal ginjal yang masih bisa, mencegah faktor-faktor pemberat dan di mana mungkin mencoba memperlambat progresi gagal ginjal. Pengobatan pengganti pada dasarnya adalah dialisis dan transplantasi. Pengobatan konservatif terdiri dari: 1) Minum yang cukup 2) Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8 gram/kg BB) bisa memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis. 3) Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi edema (penimbunan cairan di dalam jaringan) atau hipertensi 4) Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet ketat atau menjalani dialisa. 5) Pada penderita gagal ginjal kronis biasanya kadar trigliserida dalam darah tinggi. Hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi, seperti stroke dan serangan jantung. Untuk menurunkan kadar trigliserida, diberikan gemfibrozil. 6) Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya kadar garam (natrium) dalam darah. 7) Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tingginya kadar kalium dalam darah) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko terjadinya gangguan irama jantung dan cardiac arrest. 8) Jika kadar kalium terlalu tinggi, maka diberikan natrium polisteren sulfonat untuk mengikat kalium, sehingga kalium dapat dibuang bersama tinja. 9) Kadar fosfat dalam darah dikendalikan dengan membatasi asupan makanan kaya fosfat (misalnya produk olahan susu, hati, polong, kacang-kacangan dan minuman ringan). 10) Bisa diberikan obat-obatan yang bisa mengikat fosfat, seperti kalsium karbonat, kalsium asetat dan alumunium hidroksida.



11) Anemia terjadi karena ginjal gagal menghasilkan eritropoeitin dalam jumlah yang mencukupi. Eritropoietin adalah hormon yang merangsang pembentukan sel darah merah. 12) Respon terhadap penyuntikan poietin sangat lambat. 13) Transfusi darah hanya diberikan jika anemianya berat atau menimbulkan gejala. 14) Kecenderungan mudahnya terjadi perdarahan untuk sementara waktu bisa diatasi dengan transfusi sel darah merah atau platelet atau dengan obat-obatan (misalnya desmopresin atau estrogen). 15) Tindakan tersebut mungkin perlu dilakukan setelah penderita mengalami cedera atau sebelum menjalani prosedur pembedahan maupun pencabutan gigi. 16) Gejala gagal jantung biasanya terjadi akibat penimbunan cairan dan natrium. 17) Pada keadaan ini dilakukan pembatasan asupan natrium atau diberikan diuretik (misalnya furosemid, bumetanid dan torsemid). 18) Hipertensi sedang maupun hipertensi berat diatasi dengan obat hipertensi standar. 19) Jika pengobatan awal untuk gagal ginjal tersebut tidak lagi efektif, maka dilakukan dialisa jangka panjang atau pencangkokan ginjal. b. Replacement Therapy 1) Transplantasi ginjal Merupakan salah satu terapi pengganti utama pada pasien gagal ginjal tahap akhirdengan mentransplantasi ginjal penderita untuk diganti dengan ginjal lain yang berasal dari donor. Transplantasi ginjal dapat memanfaatkan ginjal donor yang sehat ataupun ginjal donor jenazah. Manfaat



dari



transplantasi



ginjal



sudah



jelas



terbuktidalam



meningkatkan kualitas hidup pada pasien CKD dibandingkan dengan dialisis. Karena dialisishanya mengatasi sebagian akibat dari penurunan fungsi ginjal. Selain itu transplantasi ginjal juga meningkatkan harapan hidup dari pasien CKD khususnya pada pasien usia muda dan pasien dengan diabetes mellitus.



Akan tetapi transplantasi ginjal juga memiliki beberapa kerugian seperti, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan transplantasi cukup banyak, susah untuk mendapatkan donor hidup ataupun donor yang tepat bagi resipien. Transplantasi ginjal juga memiliki komplikasi yaitu besarnya angka infeksi pada resipien, dikarenakan pasca operasi resipien harus meminum obat immunosupresan. Kemudian transplantasi ginjal tersebut dapat menjadi gagal atau tidak berhasil karena apabila membran sel ginjal transplan memiliki antigen yang tidak sesuai dengan resipien, akan terjadi destruksi sel ginjal transplan oleh sel limfosit T sehingga dapat menyebabkan thrombosis pembuluh darah.



2) Hemodialisa Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan membuang elemen tertentu dari darah dengan memanfaatkan perbedaan kecepatan difusi melalui membran semipermeabel yang dilakukan menggunakan hemodialyzer (Suwitra K, 2009). Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi, oliguria (produksi urine