Asuhan Keperawatan Komunitas Dengan Gangguan Jiwa [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS CACAT MENTAL (GANGGUAN JIWA) Diajukan Untuk Memenuhi Satu Syarat Kenaikan Pangkat Golongan Jabatan Fungsional Pegawai



Disusun oleh:



………………………………………. NIP. ……………………………



PEMERINTAH KABUPATEN CIAMIS DINAS KESEHATAN UPTD PUSKESMAS IMBANAGARA 2021



A. Gangguan Jiwa 1.



Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita (dan keluarganya) (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial-ekonomi. Gangguan jiwa bukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).



2.



Penyebab Gangguan Jiwa Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya di badan (somatogenik), lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis1994). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dariberbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.



3.



Macam-Macam Gangguan Jiwa Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994). Macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.



a. Skizofrenia. Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang penyebab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ”cacat” (Ingram et al.,1995). b. Depresi Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997).Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan.Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan seseorang



akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi (Rawlins et al., 1993). I c. Kecemasan Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993).Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat.Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat dan kecemasan panik. d. Gangguan Kepribadian Klinik menunjukkan bahwa gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan nerosa berbentuk hampir sama pada orang dengan intelegensi tinggi atau rendah. Jadi dapat dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dengan yang lain atau tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: paranoid, afektif atau siklotemik, skizoid, axplosif, anankastik atau obsesif-konpulsif, histerik, astenik, antisosial, pasif agresif, dan kepribadian inadequate. (Maslim,1998). e. Gangguan Mental Organik Merupakan gangguan jiwa psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya. Bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik



lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun. f. Gangguan Psikosomatik Merupakan komponen psikologi yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik. g. Retardasi Mental Merupakan terhenti atau tidak lengkapnya perkembangan jiwa terutama ditandai oleh terjadinya gangguan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998). h. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja. Anak dengan gangguan perilaku ini ditunjukkan dengan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan masalah dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibat-kan perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku pada anak. Maka dengan demikian gangguan perilaku dapat dicegah. 4.



Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa Pencegahan kekambuhan adalah dengan mencegah terjadinya peristiwa timbulnya kembali gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stiart, 2001). Pada gangguan jiwa kronis diperkirakan



mengalami kekambuhan 50% pada tahun I, dan 79% pada tahun ke-II (Yosep, 2006). Kekambuhan biasa terjadi karena adanya kejadian buruk sebelum mereka kambuh (Wiramis harja, 2007). Empat faktor penyebab kekambuhan dan yang memerlukan perawatan, menurut Sullinger (1988) adalah sebagai berikut : 1. Klien: ketidakteraturan mengkonsumsi obat mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25%-50% klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur. 2. Dokter (pemberi resep): pengguanaan obat yang teratur dapat mengurangi kambuh, namun penggunaan obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol. 3. Penanggung jawab klien: Setelah klien pulang, maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah. 4. Keluarga: Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika keluarga dengan ekspresi emosi tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga ekspresi emosi tinggi dan 17% dari keluarga ekspresi emosi keluarga rendah. Selain itu, klien juga mudah dipengaruhi oleh stress menyenangkan (naik pangkat, menikah) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan). Dengan terapi keluarga, klien dan keluarga dapat mengatasi dan mengurangi stress. Cara terapi bisanya: mengumpulkan



anggota



keluarga



dan



memberi



kesempatan



menyampaikan perasaan. Memberi kesempatan menambah ilmu dan wawasan kepada klien ganguan jiwa, memfasilitasi untuk menemukan situasi dan pengalaman baru. Setelah klien kembali ke keluarga, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program kesehatan jiwa. Perawat komunitas yang menangani klien dapat menganggap rumah klien sebagai “ruangan perawatan”. Perawat, klien dan keluarga bekerjasama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam



keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan dan after care di puskesmas. Keluarga merupakan unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan “perawat utama” bagi klien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah sehingga kemungkinan dapat dicegah. Pentingnya peran keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku (Clement dan Buchanan, 1982). Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat. Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota merupakan dapat mempengaruhi seluruh sistem, sebaliknya disfungsi keluarga merupakan salah satu penyebab gangguan pada anggota B. Dukungan Sosial Keluarga 1.



Pengertian Dukungan Sosial Keluarga Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungan material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.



Menurut Friedman (1998), dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memenadang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. 2.



Jenis Dukungan Sosial Keluarga Kaplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki 4 jenis dukungan, yaitu : a. Dukungan Emosional Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. b. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih buruk keadaannya. c. Dukungan Instrumental Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang memberi pinjaman uang kepada orang itu.Bentuk dukungan ini dapat mengurangi beban individu karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. d. Dukungan Informatif Dukungan informatif mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik. Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.



3.



Sumber Dukungan Sosial Keluarga Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam



kehidupan secara spontan dengan orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini bersifat formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang dalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga sumber dukungan sosial keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan sosial keluarga artifisial. 4.



Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan sosial keluarga Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial keluarga atau tidak. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : a. Faktor dari penerima dukungan (recipient) Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan. b. Faktor dari pemberi dukungan (providers) Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.



5.



Indikator Dukungan Sosial Keluarga Indikator rendahnya dukungan sosial keluarga diantaranya: a. Keluarga belum dapat memantau penderita gangguan jiwa dalam pemberian obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan. b. Keluarga belum bisa menjaga kebersihan diri penderita gangguan jiwa.



c. Keluarga belum bisa memenuhi kebutuhan KDM penderita di sebabkan adanya kegiatan lain. d. Keluarga masih melakukan pengasingan pada penderita gangguan jiwa. e. Keluarga masih merasa malu dengan adanya penderita gangguan jiwa di rumahnya karena dianggap aib keluarga. f. Keluarga juga tidak mempunyai kreativitas dalam cara pemberian obat pada penderita gangguan jiwa. g. Keluarga tidak dapat berkomunikasi baik dengan penderita gangguan jiwa. h. Keluarga belum mampu memberikan informasi dan motivasi pada penderita gangguan jiwa. i. Keluarga masih beranggapan bahwa penderita gangguan jiwa tidak dapat di sembuhkan lagi. 6.



Fungsi Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu: a. Dukungan informasional Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b. Dukungan penilaian Keluarga



sebagai



bimbingan



umpan



balik,



yaitu



dengan



membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian c. Dukungan instrumental



Keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan. d. Dukungan emosional Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. C. Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing 1.



Pengertian Keperawatan



kesehatan



jiwa



komunitas



adalah



pelayanan



keperawatan yang komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus pada masyarakat yang sehat jiwa , rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa) dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa). Pelayanan keperawatan holistik adalah pelayanan menyeluruh pada semua aspek kehidupan manusia yaitu aspek bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual. 1. Aspek (bio-fisik) Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik seperti kehilangan orang tubuh yag dialami anggota masyarakat akibat bencana yang memerlukan pelayanan dala rangka adaptasi mereka terhadap kondisi fisiknya. Demikian pula dengan penyakit fisik lain baik yang akut,kronis maupun terminal yang memberi dampak pada kesehatan jiwa. 2. Aspek psikologis Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang dialami masyarakat seperti ketakutan, trauma, kecemasan maupun kondisi lebih berat yang memerlukakan pelayanan agar mereka dapat beradaptasi dengan situasi tersebut. 3. Aspek social



Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak, keluarga dekat, pekerjaan, tempat tinggal, dan harta benda yang memerlukan pelayanan dari berbagai sektor terkait agar mampu mempertahankan kehidupan sosial yg memuaskan. 4. Aspek cultural Dikaitkan dengan tolong menolong yang dapat digunakan sebagai sistem pendukung sosial dalam mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan. 5. Aspek spiritual Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang kuat yang dapat diperdayakan sebagai potensi masyarakat dalam mengatasi berbagai konflik dan masalah kesehatan yang terjadi. 2.



Prinsip-Prinsip Keperawatan Kesehatan Jiwa Prinsip-prinsip keperawatan kesehatan jiwa adalah sebagai berikut : a. Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara perawat dengan klien). b. Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa). c. Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi dalam keperawatan jiwa). d. Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan jiwa). e. Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam keperawatan jiwa). f. Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam keperawatan jiwa). g. Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam keperawatan jiwa). h. Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam keperawatan jiwa). i. Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan: dengan standar- standar perawatan).



j. Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-standar professional). 3.



Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa Komunitas Keperawatan kesehatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya



untuk meningkatkan



dan mempertahankan



perilaku



yang



mendukung pada fungsi yang terintegrasi sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, sanggup menjelaskan



tugasnya



sehari-hari



sebagaimana



mestinya.



Dalam



mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa. Center



for



Mental



Health



Services secara



resmi



mengakui



keperawatan kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan. a. Pengkajian yg mempertimbangkan budaya b. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan c. Berperan serta dalam pengelolaan kasus d. Meningkatkan dan memelihara kesehatan mental, mengatasi pengaruh penyakit mental - penyuluhan dan konseling e. Mengelola



dan



mengkoordinasikan



sistem



pelayanan



yang



mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat kebijakan f. Memberikan pedoman pelayanan kesehatan 4.



Kompetensi perawat kesehatan jiwa komunitas (competent of caring) a. Pengkajian biopsikososial yang peka terhadap budaya. b. Merancang dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga. c. Peran serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi, koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.



d. Memberikan pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk menggunakan sumber yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait, teknologi dan sistem sosial yang paling tepat. e. Meningkatkan dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui penyuluhan dan konseling. f. Memberikan askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan penyakit jiwa dengan masalah fisik. g. Mengelola dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan klien, keluarga, staf, dan pembuat kebijakan. 5.



Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas Pelayanan



keperawatan



jiwa



komprehensif



adalah



pelayanan



keperawatan jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yang memerlukan pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier. 1. Pencegahan Primer Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan jiwa , manajemen stress, persiapan menjadi orang tua. 2. Pencegahan Sekunder Fokus pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target



pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidak-mampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan.



ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS JIWA MASYARAKAT A. Pengkajian Keperawatan a)



Data Inti (Core)



1. Riwayat : a. Usia penderita: Anak



: 15 – 20 tahun



Orang tua



: 32 tahun



b. Jenis ganguan jiwa yang pernah diderita: gangguan konsep diri: harga diri rendah, memandang dirinya tidak sebaik teman-temannya di sekolah. c. Riwayat trauma



: takut yang berlebihan



d. Konflik



: penganiayaan



2. Demografi a. Vital statistik: Desa Imbanagara terletak di Kecamatan Ciamis, Kabupaten Ciamis. Desa Imbanagara berbatasan langsung dengan 4 Desa: Sebelah utara



: Desa Cisadap



Sebelah Selatan : Desa Panyingkiran dan sungai Cireong Sebelah Timur : Desa Sindangrasa dan Desa Panyingkiran Sebelah Barat



: Desa Imbanagara Raya.



Desa Imbanagara terdapat 5 Dusun: 1. Dusun Warung Wetan, terdiri dari : 4 RW dan 8 RT 2. Dusun Sukamanah, terdiri dari



: 4 RW dan 8 RT



3. Dusun Ciwahangan, terdiri dari



: 6 RW dan 12 RT



4. Dusun Lebaklipung, terdiri dari



: 4 RW dan 9 RT



5. Dusun Karangtengah, terdiri dari : 2 RW dan 5 RT b. Agama         : Islam c. Budaya        : Sunda 3. Data Delapan subsistem a. Lingkungan fisik Kualitas udara di Desa Imbanagara cukup bersih tidak ada polusi udara, karena Desa tersebut masih banyak terdapat pohon-pohon rindang.  Di Desa



Imbanagara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari memakai air sumur jadi selama pohon-pohon itu masih mampu menampung air, ketersediaan air bersih akan terpenuhi. b. Keamanan & transportasi Petugas keamanan di Desa Imbanagara sistemnya digilir. Jadi setiap malam ronda yang terpusat di pos kamling kemudian keliling Desa, untuk pembagian jadwalnya diatur oleh penanggung jawab keamanan di Desa tersebut. Setiap malam ada 2 orang yang bertugas. Sarana tranportasi yang biasa digunakan adalah menggunakan motor sebagai alat transportasinya. Tidak jarang orang bepergian ke kota harus jalan kaki dahulu keluar Desa, setelah itu naik angkot atau kendaraan umum lainnya. Untuk keamanan transportasi sendiri masih terjaga, selain karena ada jadwal pos kamling setiap malam, warga Desa Imbanagara orangnya lebih bangga dengan barang-barangnya sendiri. Jadi untuk situasi keamanan lingkungan masih terjaga. Tidak ada pencurian, perampokan, perkosaan apalagi perkelahian antar warga. Desa Imbanagara walaupun sebagian besar tingkat penghasilan warganya tergolong menengah kebawah, namun mereka bangga dengan hasil yang halal, untuk pencurian atau perampokan jarang terjadi. Keamanan di jalan bisa dipastikan kurang terpenuhi, selain karena jalannya apabila hujan licin, dan apabila musim kemarau berdebu. Jadi untuk keamanan di jalan kurang terjaga, masih ada yang terjatuh gara-gara selip ataupun senggolan karena sempitnya gang masuk di Desa tersebut.  c. Petugas di jalan raya Petugas dijalan raya di dekat Desa Imbanagara sudah bekerja seoptimal mungkin. Kecelakaan juga jarang terjadi, karena polisi yang bertugas di lalu lintas mewajibkan setiap pengendara sepeda motor memakai helm, dan untuk pengendara mobil wajib memakai sabuk pengaman. Jadi walaupun di jalan raya ramai dengan kendaraan, kecelakaan bisa di minimalisir. Antara Desa Imbanagara dengan Desa sebelah dihubungkan dengan jembatan penyeberangan. Jembatan tersebut terbuat dari bahan bangunan.



Jadi untuk keamanan sudah terpenuhi. Tidak ikut hanyut terbawa sungai, kalaupun itu hujan deras. d. Politik & pemerintahan Pemerintah daerah (Pemda) setempat kurang tanggap dengan kejadian gangguan jiwa di masyarakat. Pemda masih fokus dengan masalah-masalah yang sifatnya medis, misalnya demam berdarah, diare, kusta, terkait program imunisasi lengkap. Gangguan jiwa masyarakat belum mendapatkan perhatian khusus. Skrining warga dengan gangguan jiwa juga belum pernah dilakukan. Aturan pemda tentang jiwa di masyarakat sudah ada, tetapi dalam prakteknya keluarga pasien yang berinisiatif membawanya berobat ke pelayanan pengobatan terkait. Perlindungan warga dari pasien jiwa juga kurang optimal. Stigma negatif untuk orang dengan gangguan jiwa masih melekat dalam kehidupan warga Desa Imbanagara. Situasi politik di Desa Imbanagara juga kurang terlihat. Pemerintah setempat lebih tertarik membiayai pemenuhan sarana dan prasarana di Desa Imbanagara, bukan tertarik di kesehatannya, lebih-lebih tertarik dengan kesehatan jiwa masyarakat. Jadi pengaruhnya dengan jiwa masyarakat tidak terdeteksi lebih dini. Banyak orang stress dengan semakin meningkatnya kebutuhan, tetapi tingkat penghasilan minimal. Yang seperti itu kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah setempat. e. Pelayanan umum dan kesehatan Akses pelayanan kesehatan jiwa terhadap masyarakat kurang terjangkau. Ada puskesmas pembantu di Desa Imbanagara itupun melayani penyakit yang umum dimasyarakat seperti flu, batuk, dan panas. Puskesmas di Kecamatan harus menempuh jarak 10 km untuk mengakses pelayanan kesehatan tersebut. Kalau mau ke RS harus menempuh jarak ±20 km. Jenis pelayanan kesehatan jiwa yang diberikan adalah belum begitu berpengaruh dengan masih tingginya tingkat stress warga di Desa Imbanagara. Pelayanan yang biasanya dilakukan adalah memberikan penyuluhan sederhana terkait stress dan dampaknya jangka panjang. Dampak pelayanan kesehatan bagi kesehatan jiwa masyarakat bisa diminimalisir untuk kejadian gannguan jiwa, apalagi yang sampai



mengamuk ataupun merusak prasarana Desa. Jadi deteksi dini jiwa msyarakat perlu dioptimalkan lagi oleh petugas pelayanan kesehatan terutama kita sebagai perawat. Tidak menungga ada kasus, tetapi kita harus peka dengan kejadian walaupun itu baru stress masyarakat. Jenis pelayanan umum untuk masyarakat adalah kesehatan ibu dan anak, KB, imunisasi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat yang sakit umum, seperti flu, batuk, panas. Untuk penyakit serius akan di rujuk di RS terdekat. f. Komunikasi Komunikasi yang digunakan diwilayah tersebut adalah musyawarah yang dilakukan antar warga dan pejabat Desa, serta setiap informasi yang ada sering dilakukan melalui masjid yang ada. Media komunikasi yang ada di masyarakat Patimuan cukup di mengerti oleh warga, namun terhadap kesehatan jiwa belum begitu berdampak karena masih sedikit media yang menjelaskan mengenai kesehatan jiwa. g. Ekonomi Kondisi ekonomi yang sedang sulit disebagian keluarga di Desa Imbanagara, maka kesejahteraan masyarakatnya terbilang masih rendah. Karena kesejahteraaan ekonomi yang rendah, maka ada sebagian keluarga yang mengalami sedikit gangguan jiwa seperti seringnya marah-marah pada anak sehingga anak mengalami gangguan konsep diri. Peluang penghasilan tambahan masyarakat di Desa Imbanagara ke banyakan warganya adalah petani, namun karena musim yang sedang mendukung ada juga sebagian warga menggunakan kendaraan sepeda motornya untuk mengojeg, dan ada ibu-ibu yang berdagang di depan rumahnya. Kepadatan kerja masyarakat dan dampak terhadap kesehatan jiwa masyarakat. Karena kebanyakan warga hanya petani, pada saat musim tidak mendukung untuk bertani maka sebagian warga beralih ke pekerjaan yang sama seperti mengojeg, sehingga menyebabkan saingan dan juga pendapatan yang kurang maka para orang tua sering marah pada anaknya sebagai pelampiasan kekesalannya terhaap kondisi ekonomi.



h. Rekreasi Sarana rekreasi yang sering digunakan oleh warga yang ada di Desa Imbanagara adalah bermain bersama di lapangan bola setiap sore, dan sering berkumpul mengobrol di lingkungan rumah. Warga yang ada di Desa Imbanagara biasanya melakukan rekreasi di lapangan pada sore hari dan berkumpul di lingkungan rumah pada saat malam sehabis magrib. Dampak rekreasi terhdap kesehatan jiwa masyarakat rekreasi yang ada cukup memberikan dampak positif pada warga, karena semakin terjalinnya kebersamaan dan rasa peduli antar warga dan sering berdiskusi untuk mengatasi masalah ekonomi yang sulit sehinga kondisi emosional sebagian warga yang sering marah dapat di kurangi dengan saling berdiskusi pada saat berkumpul di lingkungan rumah. B. Diagnosis Keperawatan 1. Harga diri rendah situasional pada remaja di Desa Imbanagara berhubungan dengan Gangguan gambaran diri yang dimanifestasikan  dengan Akibat dimarahi dan diperlakukan kasar oleh orang tua. 2. Koping komunitas tidak efektif berhubungan dengan ketidakcukupan sumber daya masyarakat(rekreasi,dukungan sosial) C. Intervensi Diagnosis Intervensi 1. Harga diri rendah situasional 1. Promosi Harga Diri pada remaja di Desa Observasi Imbanagara berhubungan i. Identifikasi budaya, agama, dengan Gangguan gambaran ras, jenis kelamin, dan usia diri yang dimanifestasikan  terhadap harga diri dengan Akibat dimarahi dan ii. Monitor verbalisasi yang diperlakukan kasar oleh orang merendahkan diri tua ditandai dengan: Terapeutik a. Gejala dan tanda mayor i. Memotivasi trlibat dalam Subektif verbalisassi positif untuk diri i. Menilai diri negatif sendiri ii. Merasa malu/bersalah ii. Diskusikan persepsi negatif iii. Melebih-lebihkan diri penilaian negatif tentang iii. Diskusikan bersama keluarga diri sendiri untuk menetapkan harapan iv. Menolak penlaian datasan yang jelas ppositif tentang diri iv. Berikan umoan balik poitif sendiri atas peningkatan mencapai Objektif tujuan



i. Berbicara pelan dan lirih ii. Menolak berinteraksi dengan orang lain iii. Berjalan menunduk iv. Postur tubuh menunduk b. Gejala dan tanda minor Subjektif i. Sulit berkonsentrasi Objektif i. Kontak mata kurang ii. Lesu dan tidak bergairah iii. Pasif iv. Tidak mampu membuat keputusan 2.



v.



Fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang meningkatkan harga diri Edukasi i. Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam perkembangan konsep positif diri pasien ii. Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki iii. Latih meningkatkan keercayaan pada kemampuan dalam menangani situasi Promosi koping Observasi i. Identifikasi kegiatan jangka panjang dan jangka pendek ii. Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memahami tujuan iii. Identifikasi metode penyelesaian masalah iv. Identifiasi kebutuhan dan keingnan terhadapa dukungan sosial Terapeutik i. Motivasi untuk menentukan harapan yang realistis ii. Motivasi dalam kegiatan sosial iii. Motivasi mengidentifikasi sistem pendukung yang tersedia iv. Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam v. Fasilitasi dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan Edukasi i. Anjurkan keluarga terlibat ii. Anjurkan membuat ujuan yang lebih spesifik iii. Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan iv. Latih mengembangkan penilaian yang objektif v. Anjurkan tekhnik relaksasi



2. Koping komunitas tidak 1. Edukasi kesehatan efektif berhubungan dengan Observasi ketidakcukupan sumber daya i. Identifikasi kesiapan dan masyarakat(rekreasi, kemampuan menerima dukungan sosial) informasi a. Gejala dan tanda mayor Terapeutik Subektif i. Sediakan materi dan i. Mengungkapkan pendidikan kesehatan ketidakberdayaan ii. Jadwalkan pendidikan komunitas keehatan sesuai kesepakatan Objektif iii. Berikan kesempatan bertanya i. Komunitas tidak Edukasi memenuhi harapan i. Jelaskan faktor resiko yang anggotanya dapat mempengaruhi kesehatan ii. Konflik masyarakkat 2. Manajemen lingkungan komunitas meningkat Observasi iii. Insiden masalah i. Identifikasi faktor resiko masyarakat kesehatan yang diketahui tinggi(pengangguran, Terapeutik kemiskinan, penyakit i. Libatkan partiipasi masyarakat mental) dalam memelihara keamanan b. Gejala dan tanda minor lingkungan Subjektif Edukasi i. Mengungkapkan i. Promosikan kebjakan kerentanan komunitas pemerintah untuk mengurangi Objektif resiko penyakit i. Partisipasi masyarakat ii. Berikan pendidikan kesehatan kurang untuk mengurangi resiko ii. Tingkat penyakit penyakit masyarakat meningkat iii. Informasikan layanan iii. Stres meningkat kesehatan ke individu, keluarga, kelompok beresiko dan masyarakat Kolaborasi i. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam program kesehatan komunitas D. Jurnal Terkait 1.



Judul: Pendidikan Kesehatan Jiwa Bagi Kader Kesehatan Hasil: Pendidikan kesehatan jiwa merupakan upaya langsung untuk meningkatkan pengetahuan kader. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kader tentang pendidikan kesehatan jiwa di Kecamatan Cikatomas Tasikmalaya. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental pre-post test. Populasinya adalah seluruh kader



kesehatan yang berada di Kecamatan Cikatomas Tasikmalaya sebanyak 32 kader. Pemilihan sampel menggunakan sampling jenuh, yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Lokasi penelitian di Kecamatan Cikatomas Tasikmalaya. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tertutup dan



telah



dilakukan



uji



validitas-reliabilitas.



Data



dianalisis



menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan kader meningkat, sebelum diberi pendidikan kesehatan jiwa menunjukan rerata nilai sebesar 29,34 dan setelahnya menjadi 35,20 dengan selisih 5,86. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan jiwa efektif dalam meningkatkan pengetahuan kader kesehatan Kecamatan Cikatomas Tasikmalaya. Peningkatan tersebut berkaitan dengan latar belakang pendidikan responden dan lamanya responden menjadi kader kesehatan.(Hernawaty, Arifin, & Rafiyah, 2018) 2.



Judul: Pengaruh Terapi Psikoedukasi Keluarga Terhadap Harga Diri Rendah dan Beban Keluarga Dengan Anak Retradasi Mental Hasil: Terdapat perbedaan beban keluarga dengan anak retardasi mental antara sebelum dan sesudah terapi psikoedukasi keluarga. Terdapat perbedaan harga diri rendah keluarga dengan anak retardasi mental antara sebelum dan sesudah terapi psikoedukasi keluarga. Terapi psikoedukasi keluarga berpengaruh terhadap harga diri rendah dan beban keluarga dengan anak retardasi mental. Dari hasil penelitian dapat disarankan adanya pengemabangan kurikulum dan kegiatan di sekolah yang lebih melibatkan keluarga serta adanya program khusus yang lebih sering menangani keluarga dengan anak retardasi mental. Mengembangkan penelitian tentang pengaruh terapi psikoedukasi keluarga terhadap beban dan harga diri rendah keluarga dengan menganalisa lebih jauh pengaruh dari faktor budaya dan agama.(Wulandari et al., 2016)



3.



Judul: Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik Terhadap Depresi Pada Lanjut Usia Di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung



Hasil: Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap depresi pada lansia di Balai Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay Bandung dengan nilai p Value 0,0001 (α 0,05). Dari hasil penelitian ini juga didapatkan bahwa setelah menyelesaikan seluruh proses terapi, para responden mengatakan merasa lebih nyaman dengan diri mereka sendiri dan lingkungan mereka. Sementara responden lainnya mengatakan bahwa mereka mulai ikut berperan dan turut serta dalam aktivitas di panti. Disarankan untuk perawat yang bekerja di panti jompo untuk mengembangkan dan menerapkan terapi nonfarmakologi untuk mengurangi dan mencegah depresi pada lansia.(Bandung & Kunci, 2015) 4.



Judul: Efektifitas Latihan Kepercayaan diri dalam meningkatkan Harga Diri Remaja Putus Sekolah Hasil:



Penelitian



ini



bertujuan



mengetahui



efektivitas



latihan



kepercayaan diri dalam meningkatkan harga diri remaja putus sekolah. Penelitian menggunakan desain quasi experimental with control group yang melibatkan 34 responden kelompok intervensi dan 29 responden kelompok kontrol berusia 12-18 tahun yang putus sekolah di jenjang pendidikan SD dan SMP. Kelompok intervensi diberikan latihan kepercayaan diri sementara kelompok kontrol diberikan stimulasi perkembangan psikososial remaja. Untuk mengetahui keefektifan terapi, dilakukan penilaian terhadap harga diri sebelum dan setelah intervensi menggunakan self-esteem questionnaire dengan nilai reliabilitas 0,76. Data hasil penelitian diolah menggunakan analisis bivariat uji beda dua mean dependen guna mengetahui perbedaan mean harga diri remaja sebelum dan setelah intervensi. Analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan signifikan harga diri remaja setelah latihan kepercayaan diri (p value= 0,000) dibandingkan remaja setelah pemberian stimulasi perkembangan psikososial. Penelitian ini membuktikan bahwa latihan kepercayaan diri efektif dalam meningkatkan harga diri remaja. Terapi ini dapat dijadikan salah satu intervensi untuk mengatasi masalah harga diri rendah pada(Ilmu et al., 2019)



5.



Judul: Pengaruh Pendidikan Kesehatan Jiwa Keluarga Terhadap Pengetahuan dan Sikap Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa di Desa Makamhaji Kcamatan Kartasura kabupaten Sukoharjo Hasil: Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimental dengan one group pre test and post test design. Sampel penelitian adalah 30 keluarga pasien gangguan jiwa di Desa Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dengan teknik proporsional random sampling. Pengumpulan



data



menggunakan



kuesioner



yang



dianalisis



menggunakan uji wilcoxon rank test dan paired sample t-test. Kesimpulan penelitian adalah (1) terdapat perbedaan yang signifikan pre test dan post test pengetahuan dan sikap tentang pencegahan kekambuhan gangguan jiwa setelah mendapatkan pendidikan kesehatan pada keluarga pasien gangguan jiwa di Desa Makamhaji Kecamatan Kartasura Sukoharjo, dimana pengetahuan dan sikap keluarga meningkat dan (2) terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap tentang pencegahan kekambuhan gangguan jiwa di Desa Makamhaji



Kecamatan



Kartasura



Kesehatan, & Surakarta, 2017)



Sukoharjo.(Kusumaningtyas,



DAFTAR PUSTAKA Bandung, C., & Kunci, K. (2015). Pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap depresi pada lanjut usia di balai perlindungan sosial tresna werdha ciparay bandung. 10(2), 56–68. Hernawaty, T., Arifin, H. S., & Rafiyah, I. (2018). Pendidikan Kesehatan Jiwa Bagi Kader Kesehatan. 5(1), 49–54. Ilmu, T., Kesehatan, I., Wardani, I. Y., Utami, T. W., Sopha, R. F., Keperawatan, F. I., … Barat, J. (2019). THE EFFECTIVENESS OF SELF-CONFIDENCE PRACTICE TO INCREASE SELF- ESTEEM IN SCHOOL DROPOUT ADOLESCENCES. 11(1). Kusumaningtyas, R., Kesehatan, F. I., & Surakarta, U. M. (2017). Disusun Oleh : Wulandari, R. A., Soeharto, S., Program, M., Magister, S., Fakultas, K., Universitas, K., … Brawijaya, U. (2016).