Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Dewasa Pria [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN KOMUNITAS II Dosen Pengampu



: Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom



“Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Dewasa Pria”



Disusun Oleh



:



Hanifah Nur Jamilah



1610711084



Putri Ayniyah Sinta



1610711086



Agatta Surya Wijaya



1610711088



Miranti Nisrina



1610711092



Lisa Septiani



1610711103



Nida Auliya Rosyad



1610711104



Nabila Yuniar Putri



1610711105



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2019



KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga akhirnya kami dapat membuat makalah Keperawatan Komunitas II. Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Komunitas Pada Dewasa Pria” ditulis untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan Komunitas II. Pada kesempatan yang baik ini, kami menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada kami dalam pembuatan makalah ini terutama kepada : 1. Ibu Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pada mata kuliah Keperawatan Komunitas II. 2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk menyelesaikan makalah ini 3. Rekan satu kelompok tutorial yang telah berperan dalam menyelesaikan makalah ini



Jakarta, 16 Februari 2019



Tim Penulis



ii



DAFTAR ISI COVER ..................................................................................................... i KATA PENGANTAR ............................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................. iii BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................ 1 I.1. Latar Belakang ...................................................................... 1 I.2. Rumusan Masalah ................................................................. 2 I.3. Tujuan ................................................................................... 2 BAB II : PEMBAHASAN ......................................................................... 3 II.1. Program Kesehatan Terkait Kasus ........................................ 3 II.2. Prevalensi Populasi .................................................................... 7 II.3. Karakteristik & Tumbang Usia Dewasa ................................... 7 II.4. Pengertian & Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia ............ 14 II.5. Pengertian, Etiologi, Tanda dan Gejala Benign Prostatic Hyperplasia ............................................... 15 II.6. Komplikasi Benign Prostatic Hyperplasia............................ 16 II.7. Cara pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia ................... 17 II.8. Penatalaksanaan ................................................................... 18 II.9. Pengkajian Kasus Dewasa Pria ............................................. 25 BAB III : PENUTUP ................................................................................. 30 III.1. Kesimpulan......................................................................... 30 III.2. Saran .................................................................................. 31 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 32 LAMPIRAN



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1.Latar Belakang Hiperplasia prostat jinak atau pembesaran prostat jinak (bahasa Inggris: Benign prostatic hyperplasia) adalah suatu kondisi ketika kelenjar prostat mengalami pembengkakan yang bukan kankerGejala-gejalanya dapat berupa sering ingin buang air kecil (khususnya pada malam hari), kesulitan untuk mulai buang air kecil, aliran urin yang tersendat, ketidakmampuan untuk buang air kecil, dan hilangnya kendali atas kandung kemih. Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran prostat, kelenjaran prostat membesar memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddart, 2013). Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan (counter part). Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus. Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. Dan tanda, gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih. Pembesaran prostat jinak



(BPH)



kadang-kadang



dapat



mengarah



pada



komplikasi



akibat



ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin.



1



1.2.Rumusan Masalah 1. Apa saja yang menjadi Program kesehatan terkait kasus ? 2. Bagaimana Prevalensi populasi ( Dunia, Indonesia, Jawa Barat) ? 3. Bagaimana Karakteristik & tumbang usia dewasa ? 4. Apa Pengertian & etiologi dari BPH ? 5. Apa saja tanda gejala aak BPH ? 6. Apa komplikasinya BPH ? 7. Bagaimana Cara pencegahan BPH ? 8. Bagaimana Penatalaksanaan BPH ? 9. Apa saja Pengkajian yang dapat dilakukan? 10. Apa saja analisa data dan diagnosa keperawatan? 11. Apa Tujuan umum khusus dan intervensi yang dilakukan?



1.3.Tujuan 1. Mengetahui dan memahami Program kesehatan terkait kasus 2. Mengetahui dan memahami Prevalensi populasi (Dunia, Indonesia, dan Jawa Barat) 3. Mengetahui dan memahami Karakteristik & tumbang usia Dewasa 4. Mengetahui dan memahami Pengertian & etiologi BPH 5. Mengetahui dan memahami Tanda gejala BPH 6. Mengetahui komplikasi BPH 7. Mengetahui dan memahami Cara pencegahan BPH 8. Mengetahui dan memahami Penatalaksanaan BPH 9. Mengetahui dan memahami Pengkajian dengan kasus Dewasa Pria 10. Mengetahui dan memahami Analisa data dan diagnosa keperawatan 11. Mengetahui dan memahami Tujuan umum khusus & intervensi



2



BAB II PEMBAHASAN



II.1. Program Kesehatan Terkait Kasus Program Kesehatan Kemenkes Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Kecurigaan akan meningkat dengan adanya gejala lain seperti: nyeri tulang, fraktur patologis ataupun penekanan sumsum tulang. Untuk itu dianjurkan pemeriksaan PSA usia 50 tahun, sedangkan yang mempunyai riwayat keluarga dianjurkan untuk pemeriksaan PSA lebih awal yaitu 40 tahun. Pemeriksaan utama dalam menegakkan Kanker prostat adalah anamnesis perjalanan penyakit, pemeriksaan colok dubur, PSA serum serta ultrasonografi transrektal/ transabdominal. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil biopsi prostat atau spesimen operasi berupa adenokarsinoma. Selain itu pemeriksaan histopatologis akan menentukan derajat dan penyebaran tumor. 1. Pemeriksaan colok dubur Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah > 0.2 ml. Jika terdapat kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-benjol, maka kecurigaan tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat. Delapan belas persen dari seluruh penderita Kanker prostat terdeteksi hanya dari colok dubur saja, dibandingkan dengan kadar PSA. Penderita dengan kecurigaan pada



colok dubur dengan



disertai kadar PSA > 2ng/ml mempunyai nilai prediksi 5-30%.19,20 .



3



2. Prostate-specific antigen (PSA) Pemeriksaan kadar PSA telah mengubah kriteria diagnosis dari Kanker prostat.PSA adalah serine-kalikrein protease yang hampir seluruhnya diproduksi oleh sel epitel prostat. Pada prakteknya PSA adalah organ spesifik namun bukan kanker spesifik. Maka itu peningkatan kadar PSA juga dijumpai pada BPH, prostatitis, dan keadaan non-maligna lainnya. Kadar PSA secara tunggal adalah variabel yang paling bermakna dibandingkan colok dubur atau TRUS. Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar secara internasional. Kadar PSA adalah parameter berkelanjutan semakin tinggi kadarnya, semakin tinggi pula kecurigaan adanya Kanker prostat. Nilai baku PSA di Indonesia saat ini yang dipakai adalah 4ng/ml. Skrinning Awal : Test PSA Tes PSA adalah tes darah yang sering digunakan untuk skrining kanker prostat. Tes ini mengukur jumlah Prostat Specific Antigen (PSA) dalam darah Anda. PSA itu sendiri adalah protein yang khusus diproduksi oleh kelenjar prostat. Setelah Anda ambil darah di klinik atau rumah sakit, sampel darah dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Hasil tes biasanya dilaporkan sebagai nanogram per mililiter (ng/mL). Kadar PSA tiap orang bisa berbeda-beda, tergantung pada usianya. Berikut adalah gambaran umum kadar PSA normal per kelompok usia: • Usia 40-49 kadar PSA normal 2,5 ng/mL • Usia 50-59 kadar PSA norml 4,5 ng/mL • Usia 60-69 kadar PSA normal 5,0 ng/mL • Usia 70-75 kadar PSA normal 7,2 ng/mL



4



Metode lain ini dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi tes PSA sebagai alat skrining meliputi: • Kecepatan PSA. Kecepatan PSA adalah perubahan tingkat PSA dari waktu ke waktu. Kenaikan PSA yang cepat dapat mengindikasikan adanya kanker atau bentuk kanker yang agresif. Namun, penelitian terbaru meragukan nilai kecepatan PSA dalam memprediksi temuan kanker prostat dari biopsi. • Persentase PSA terikat. PSA bersirkulasi dalam darah dengan dua bentuk, yaitu menempel pada protein darah tertentu atau tidak terikat (bebas). Nah, jika Anda memiliki tingkat PSA tinggi namun persentase PSA terikat yang rendah, kemungkinan besar Anda terkena kanker prostat. • Kepadatan PSA. Pengukuran kepadatan PSA menyesuaikan nilai PSA untuk volume prostat. Mengukur kepadatan PSA umumnya membutuhkan MRI atau USG transrectal. 3. Transrectal ultrasonography (TRUS) dan biopi prostat Gambaran klasik hipoekhoik adanya zona peripheral prostat tidak akan selalu terlihat. Gray-scale dari TRUS tidak dapat mendeteksi area Kanker prostat secara adekuat. Maka itu biopsi sistematis tidak perlu digantikan dengan biopsi area yang dicurigai. Namun biopsi daerah yang dicurigai sebagai tambahan dapat menjadi informasi yang berguna. a. Indikasi biopsi



Tindakan biopsi prostat sebaiknya ditentukan



berdasarkan kadar PSA, kecurigaan pada pemeriksaan colok dubur atau temuan metastasis yang diduga dari kanker prostat. Sangat dianjurkan bila biopsi prostat dengan guided TRUS, bila tidak mempunyai TRUS dapat dilakukan biopsi transrektal menggunakan jarum trucut dengan bimbingan jari. Untuk melakukan biopsi, lokasi untuk mengambil sampel harus diarahkan ke lateral. Jumlah Core dianjurkan sebanyak 10-12. Core tambahan dapat diambil dari daerah yang dicurigai pada colok dubur atau TRUS.



5



Tingkat komplikasi biopsi prostat rendah. Komplikasi minor termasuk makrohematuria dan hematospermia. Infeksi berat setelah prosedur dilaporkan 60 tahun pada tahun 2003 penyakit sistem perkemihan terutama Benigna Prostat Hiperplasia menempati urutan ke 19 yaitu sebesar 1,37% (sebanyak 530 orang). (Profil Kesehatan Jawa Barat, 2003).



II.3. Karakteristik & Tumbang Usia Dewasa 1. Perkembangan fungsi aspek-aspek fisik orang dewasa terus berjalan sesuai dengan jenis pekerjaan, pendidikan dan latihan serta hobi-hobi aktivitas fisik. Usia dewasa merupakan usia yang secara fisik sangat sehat, kuat, dan cekatan dengan tenaga yang cukup besar. Kekuatan dan kesehatan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi, kebiasaan hidup, kebiasaan makan, dan pemeliharaan kesehatan. 2. Kualitas kemampuan berpikir kelompok dewasa muda terus berkembang lebih meluas atau komprehensif dan mendalam. Perkembangan ini



7



tergantung pada pengetahuan dan informasi yang dikuasai. Semakin tinggi dan luas ilmu pengetahuan, dan informasi yang dimiliki, semakin tinggi kualitas kemampuan berpikir. 3. Pada masa dewasa, berlangsung pengalaman moral. Melalui pengalaman moral, orang dewasa mengubah pemikiran-pemikiran moral menjadi perbuatan moral. 4. Bekerja untuk pengembangan karier merupakan tuntutan dan karakteristik utama dari masa dewasa.



Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang 1. Faktor genetic -



Faktor keturunan — masa konsepsi,



-



Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan,



-



Menentukan beberapa karakteristik seperti jenis kelamin, ras, rambut, warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan psikologis seperti temperamen,dan



-



Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.



2. Faktor eksternal / lingkungan -



Mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi bawaan,



-



Faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya.



a. Keluarga -



Nilai, kepercayaan, adat istiadat, dan pola interaksi dan komunikasi.



-



Fungsi : bertahan hidup, rasa aman, perkembangan emosi dan sosial, penjelasan mengenai masyarakat dan dunia, dan membantu mempelajari peran dan perilaku.



8



b. Kelompok teman sebaya 1. Lingkungan yang baru dan berbeda, memberi pola dan struktur yang berbeda dalam interaksi dan komunikasi, dan memerlukan gaya perilaku yang berbeda. 2. Fungsi: belajar kesuksesan dan kegagalan, memvalidasi dan menantang pemikiran dan perasaan, mendapatkan penerimaan, dukungan dan penolakan sebagai manusia unik yang merupakan bagian dari keluarga; dan untuk mencapai tujuan kelompok dengan memenuhi kebutuhan dan harapan.



c. Pengalaman hidup Pengalaman hidup dan proses pembelajaran membiarkan individu berkembang dengan mengaplikasikan apa yang telah dipelajari. Tahapan proses pembelajaran : 1) Mengenali kebutuhan 2) Penguasaan ketrampilan 3) Menjalankan tugas 4) Integrasi ke dalam seluruh fungsi 5) Mengembangkan penampilan perilaku yang efektif.



d. Kesehatan 1) Tingkat kesehatan respon individu terhadap lingkungan dan respon oranglain pada individu, 2) Kesehatan



prenatal



(sebelum



bayi



lahir)



mempengaruhi



pertumbuhan dan perkembangan dari fetal (janin),Nutrisi adekuat 3) Keseimbangan antara istirahat, tidur dan olahraga, 4) Kondisi sakit -



Ketidakmampuan



untuk



melaksanakan



tugas-tugas



perkembangan -



Tumbuh kembang terganggu,



9



e. Lingkungan tempat tinggal : Musim, iklim, kehidupan sehari-hari dan status sosial ekonomi



Perbedaan Individual Orang Dewasa 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan individual orang dewasa adalah faktor lingkungan, pembawaan dan pengalaman. 2. Unsur-unsur perbedaan individu yang disebabkan oleh perbedaan lingkungan dan pembawaan adalah perbedaan dalam minat, kepribadian, dan kecakapan (kecerdasan). 3. Penerimaan orang dewasa terhadap pengaruh lingkungan (pengalaman) ditentukan oleh: -



Kekuatan daya pendukung The IQ dan daya kendali dari super ego serta



-



Besarnya dorongan kompleks terdesak (Freud);



-



Cita-cita dan hasrat (Alfred Adler);



-



Kadar rasa harga diri (Kunkel);



-



Kesadaran pribadi dalam mempertahankan dan mengembangkan dirinya (Stern);



-



Pandangan subjektif terhadap partisipasinya dengan lingkungan (Rullo May);



-



Kemampuan membaca situasi atau kerangka berpikir (Lewin), serta



-



Hubungan sosial di masa lalu (Rotter & Sullivan).



-



Hubungan sosial di masa lalu (Rotter & Sullivan).



Prinsip-Prinsip Perkembangan -



proses yang teratur, berurutan, rapi dan kontinyu, maturbasi, lingkungan dan faktor genetik,



-



pola yang sama, konsisten dan kronologis, dapat diprediksi,



-



variasi waktu muncul (onset), lama, dan efek dari tiap tahapan tumbuh kembang,



-



mempunyai ciri khas,



10



-



seumur hidup dan meliputi seluruh aspek,



-



hal yang unik, setiap individu cenderung mencapai potensi maksimum perkembangannya,



-



Tugas perkembangan,



-



perkembangan suatu aspek dapat dipercepat atau diperlambatn



-



perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan aspek lainnya,



-



perkembangan terjadi dalam tempo yang berlainan.



Tahap-Tahap Perkembangan Pada Orang Dewasa Muda,Menengah Dan Tua Dewasa muda (20-40 tahun) -



Gaya hidup personal berkembang.



-



Membina hubungan dengan orang lain



-



Ada komitmen dan kompetensi



-



Membuat keputusan tentang karir, pernikahan dan peran sebagai orang tua



-



Individu berusaha mencapai dan menguasai dunia, kebiasaan berpikir rasional meningkat



-



Pengalaman pendidikan, pengalaman hidup dan kesempatan dalam pekerjaan meningkat.



-



Implikasi keperawatan: menerima gaya hidup yang mereka pilih, membantu dalam penyesuaian diri, menerima komitmen dan kompetensi mereka, dukung perubahan yang penting untuk kesehatan.



Dewasa menengah (40-65 tahun) -



Gaya hidup mulai berubah karena perubahan-perubahan yang lain, seperti anak meninggalkan rumah anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan mulai meninggalkan rumah



-



Dapat terjadi perubahan fisik seperti muncul rambut uban, garis lipatan pada muka, dan lain-lain



-



Waktu untuk bersama lebih banyak



11



-



Istri menopause, pria ingin merasakan kehidupan seks dengan cara menikah lagi (dangerous age).



-



Implikasi keperawatan: bantu individu membuat perencanaan sebagai antisipasi terhadap perubahan hidup, untuk menerima faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kesehatan dan fokuskan perhatian individu pada kekuatan, bukan pada kelemahan.



Dewasa Tua a. Young-old (tua-muda), 65-74 tahun : beradaptasi dengan masa pension (penurunan penghasilan), beradaptasi dengan perubahan fisik, dapat berkembang penyakit kronik.Implikasi keperawatan: bantu individu untuk menjaga aktivitas fisik dan sosialnya, mempertahankan interaksi dengan kelompok sebayanya. b. Middle-old (tua-menengah), 75-84 tahun : diperlukan adaptasi terhadap penurunan kecepatan dalam pergerakan, kemampuan sensori dan peningkatan ketergantungan terhadap orang lain. Implikasi keperawatan: bantu individu untuk menghadapi kehilangan (pendengaran,penglihatan, kematian orang tercinta). c. Old-old (tua-tua), 85 tahun keatas : terjadi peningkatan gangguan kesehatan fisik.



Implikasi



keperawatan



:



bantu



individu



dalam



perawatan



diri



dan



mempertahankan kemampuan mandirinya jika memungkinkan. Teori-teori Tumbuh Kembang Development task theory (Robert Havighurst) 1. Early Adulthood (dewasa muda) - Memilih pasangan - Belajar hidup bersama orang lain sebagai pasangan - Mulai berkeluarga



12



- Membesarkan anak - Mengatur rumah tangga - Mulai bekerja - Mendapat tanggungjawab sebagai warga Negara - Menemukan kelompok sosial yang cocok



2. Middle-age (dewasa lanjut) - Mendapat tanggungjawab sosial dan sebagai warga Negara - Membangun dan mempertahankan standard ekonomi keluarga - Membimbing anak dan remaja untuk menjadi dewasa yang bertanggung jawab dan Menyenangkan - Mengembangkan kegiatan-kegiatan di waktu luang - Membina hubungan dengan pasangannya sebagai individu - Mengalami dan menyesuaikan diri dengan beberapa perubahan fisik - Menyesuaikan diri dengan kehidupan sebagai orang tua yang bertambah tua Teori perkembangan Psikososial (Erik H Erickson ) 1. Intimasi vs isolasi (intimacy vs isolation) Dewasa muda (18-25 sampai 45 tahun) -



Indikator positif : berhubungan intim dengan orang lain. Mempunyai komitmen dalam bekerja dan berhubungan dengan orang lain.



-



Indikator negatif : menghindari suatu hubungan, komitmen gaya hidup atau karir



-



Individu mengembangkan kedekatan dan berbagi hubungan dengan orang lain, yang mungkin termasuk pasangan seksual.



-



Ketidakpastian individu mengenai diri sendiri akan mempunyai kesulitan mengembangkan keintiman.



-



Seseorang tidak bersedia atau tidak mampu berbagi mengenai diri sendiri, akan merasa sendiri.



13



2. Generativitas vs stagnasi atau absorpsi diri Dewasa tengah (45 – 65 tahun) -



Indikator positif : kreatifitas, produktivitas dan perhatian dengan orang lain



-



Indikator negatif : perhatian terhadap diri sendiri, kurang merasa nyaman



-



Orang dewasa bimbingan untuk generasi selanjutnya, mengekspresikan kepedulian pada dunia di masa yang akan dating



-



Absorpsi diri orang dewasa akan direnungkan dengan kesejahteraan pribadi dan peningkatan materi



-



Perenungan diri sendiri mengarah pada stagnasi kehidupan.



II.4. Pengertian & Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia Pengertian Benign Prostatic Hyperplasia Hiperplasia prostat jinak atau pembesaran prostat jinak (bahasa Inggris: Benign prostatic hyperplasia) adalah suatu kondisi ketika kelenjar prostat mengalami pembengkakan yang bukan kankerGejala-gejalanya dapat berupa sering ingin buang air kecil (khususnya pada malam hari), kesulitan untuk mulai buang air kecil, aliran urin yang tersendat, ketidakmampuan untuk buang air kecil, dan hilangnya kendali atas kandung kemih. Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran prostat, kelenjaran prostat membesar memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddart, 2013). Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran dari beberapa kelenjar ini yang mengakibatkan obstruksi urine (Mary Buradero dkk, 2010).



Etilogi Benign Prostatic Hyperplasia Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan (counter part). Oleh karena itu dianggap etiologi adalah



14



karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut syamsum Hidayat dan Wim De Jong tahun 2011 etiologi dari Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah : -



Adanya hyperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan keseimbangan testosterone dan estrogen. Dengan meningkatknya usia pada pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan penurunan testosterone sedangkan estradiol tetap yang menyebabkan terjadinya hyperplasia stroma.



-



Ketidak seimbangan endokrin



-



Factor umur/ usia lanjut biasanya terjadi pada usia 50 tahun



-



Tidak diketahui secara pasti penyebab BPH tidak diketahui secara pasti (idiopatik), tetapi biasanya disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut.



II.5. Pengertian, Etiologi, Tanda dan Gejala Benign Prostatic Hyperplasia Manifestasi Klinis Bph (Benigna Prostatic Hyperplasia) Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. Dan tanda, gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih. 1. Keluhan pada saluran kemih bawah -



Gejala obstruksi meliputi : restensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), pancaran miksi lemah, intemiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)



-



Gejala iritasi meliputi : frekuensi, nokturia, urgensi, dan dysuria



2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas atau berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan



15



pinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau europsis 3. Gejala di saluran kemih Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinas atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat di dapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidaknyaman pada epigastrik dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar. II.6. Komplikasi Benign Prostatic Hyperplasia Pembesaran prostat jinak (BPH) kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi akibat ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin. Beberapa komplikasi yang mungkin dapat timbul antara lain : 1. Infeksi saluran kemih 2. Penyakit batu kandung kemih 3. Retensi urin akut atau ketidakmampuan berkemih 4. Kerusakan kandung kemih dan ginjal 5. Refluks kandung kemih 6. involusi kontraksi kandung kemih 7. Hidroureter 8. Hidronefrosis 9. Gross hematuria (terlihat darah dalam urin) Komplikasi-komplikasi tersebut dapat muncul apabila pembesaran prostat jinak yang terjadi tidak diobati secara efektif.



16



II.7. Cara pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia a. Perawat sebagai pendidik memberikan penyuluhan terhadap masyarakat tentang gaya



hidup,



gejala,



pencegahan,



dan pegobatan yang



mempengaruhi Benign Prostate Hyperplasia (BPHyang dapat dilakukan secara langsung melalui pihak rumah sakit maupun melalui puskesmas yang ada di kota dan desa. b. Memberikan



penyuluhan



kepada



masyarakat



seperti



melakukan



kebiasaan olahraga seperti jalan pagi, senam, bersepeda dan lainnya > 30 menit, 3-4 kali dalam seminggu, agar meningkatkan stamina dan menjaga tubuh agar tetap sehat sehingga dapat mencegah berbagai resiko penyakit salah satunya terjadinya penyakit pembesaran kelenjar prostat. c. Peran



pemerintah



diperlukan



dengan



memberikan



kebijakan



menghentikan kebiasaan merokok yang dapat meningkatkan resiko kejadian pembesaran kelenjar prostat. d. Meningkatkan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian pembesaran kelenjar prostat melalui “Peyuluhan Kesehatan Melalui Rumah Sakit” (PKMRS) kepada pasien tentang faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian pembesaran kelenjar prostat yang dapat dilakukan secara langsung seperti melakukan pola hidup sehat. e. Perawat memberikan informasi tentang BPH kepada pengunjung rumah sakit atau di lingkungan masyarakat dan berkolaborasi dengan petugas rs atau puskesmas melalui media informasi seperti televisi yang ada di ruang tunggu pasien dengan menyiarkan iklan tentang faktor, tanda, gejala, pencegahan, dan pengobatan BPH. f. Perawat sebagai pelaksana pelayanan kesehatanberupaya meningkatkan pelayanan kesehatan dengan melakukan pemeriksanaan rutin/ deteksi dini melalui tanda awal BPH yaitu 1. sulit buang air kecil, yang meliputi tidak bisa kencing sama sekali, sulit saat memulai kencing dan sulit untuk berhenti kencing,



17



terutama pada malam hari dan merasakan sakit atau rasa panas pada kemaluan saat kencing 2. ada kandungan darah dalam air kencing atau cairan sperma 3. sulit untuk ereksi dan mempertahankan ereksi 4. sering merasa sakit terutama di bagian perut, punggung bawah, pinggul, atau panggul. g. Perawat sebagai peneiliti memonitoring prevalensi pembesaran kelenjar prostat secara berkesinambungan melalui kegiatan skrining atau survei prevalensi pembesaran kelenjar prostat. II.8. Penatalaksanaan Terapi Tujuan terapi pada pasien BPH adalah memperbaiki kualitas hidup pasien.Terapi yang didiskusikan dengan pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, serta ketersediaan fasilitas setempat. Pilihannya adalah: (1) konservatif (watchful waiting), (2) medikamentosa, (3) pembedahan, dan (4) lain¬‐lain (kondisi khusus). a. Konservatif Terapi konservatif pada BPH dapat berupa watchful waiting yaitu pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnya tetap diawasi oleh dokter.Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-¬‐hari. Pada watchful waiting ini, pasien diberi penjelasan mengenai segala sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya: 1. jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, 2. kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada kandung kemih (kopi atau cokelat),



18



3. batasi



penggunaan



obat-¬obat



influenza



yang



mengandung



fenilpropanolamin, 4. jangan menahan kencing terlalu lama. 5. penanganan konstipasi Pasien diminta untuk datang kontrol berkala (3-¬‐6 bulan) untuk menilai perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, uroflowmetry, maupun volume residu urine.Jika keluhan berkemih bertambah buruk, perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain. b. Medikamentosa Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7. Jenis obat yang digunakan adalah: 1. α1-¬‐blocker Pengobatan dengan α1-¬‐blocker bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher kandung kemih dan uretra.Beberapa obat α1-¬‐blocker yang tersedia, yaitu terazosin, doksazosin, alfuzosin, dan tamsulosin yang cukupdiberikan sekali sehari. Obat golongan ini dapat mengurangi keluhan storage symptom dan voiding symptom dan mampu memperbaiki skor gejala berkemih hingga 30-¬‐45% atau penurunan 4-¬‐6 skorIPSS dan Qmax hingga 15-¬‐30%.Tetapi obat α1-¬‐blocker tidak mengurangi volume prostat maupun risiko retensi urine dalam jangka panjang. Masing-¬‐masing α1-¬‐blocker mempunyai tolerabilitas dan efek terhadap sistem kardiovaskuler yang berbeda (hipotensi postural, dizzines, dan asthenia) yang seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobatan. Penyulit lain yang dapat terjadi adalah ejakulasi retrograd. Salah satu komplikasi yang harus diperhatikan adalah intraoperativefloppy iris syndrome (IFIS) pada operasi katarak dan hal ini harus diinformasikan kepadapasien.



19



2. 5α-¬‐reductase inhibitor 5α-¬‐reductase inhibitor bekerja dengan menginduksi proses apoptosis sel epitelprostat yang kemudian mengecilkan volume prostat hingga 20 – 30%. 5a¬‐reductase inhibitor juga dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari nilai yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat. Saat ini, terdapat 2 jenis obat 5α--‐reductaseinhibitor yang dipakai untuk mengobati BPH, yaitu finasteride dan dutasteride.Efek klinisfinasteride atau dutasteride baru dapat terlihat setelah 6 bulan. Finasteride digunakan bila volume prostat >40 ml dan dutasteride digunakan bila volume prostat >30 ml. Efek samping yang terjadi pada pemberian finasteride atau dutasteride ini minimal, di antaranya dapat terjadi disfungsi ereksi, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercak-¬‐bercak kemerahan di kulit. 3. Antagonis Reseptor Muskarinik Pengobatan dengan menggunakan obat-¬‐obatan antagonis reseptor muskarinik bertujuan untuk menghambat atau mengurangi stimulasi reseptor muskarinik sehingga akan mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih. Beberapa obat antagonis reseptor muskarinik yang terdapat di Indonesia adalah fesoterodine fumarate, propiverine HCL, solifenacin succinate, dan tolterodine l-¬‐tartrate. Penggunaan antimuskarinik terutama untuk memperbaiki gejala storage LUTS. Analisis pada kelompok pasien dengan nilai PSA 1,3 ng/dL), dan usia lanjut). Kombinasi ini hanya direkomendasikan apabila direncanakan pengobatan jangka panjang (>1 tahun). b) α1-¬‐blocker + antagonis reseptor muskarinik Terapi



kombinasi



α1-¬‐blocker



dengan



antagonis



reseptor



muskarinik bertujuan untuk memblok α1-¬‐adrenoceptor dan cholinoreceptors muskarinik (M2 dan M3) pada saluran kemih bawah.Terapi kombinasi ini dapat mengurangi frekuensi berkemih, nokturia, urgensi, episode inkontinensia, skor IPSS dan memperbaiki kualitas hidup dibandingkan dengan α1-¬‐blocker atau plasebo saja.Pada



pasien



pemberianmonoterapi



yang



tetap



mengalami



α1--‐blockerakan



LUTS



mengalami



setelah



penurunan



keluhan LUTS secara bermakna dengan pemberian anti muskarinik, terutama bila ditemui overaktivitas detrusor (detrusoroveractivity). Efek samping dari kedua golongan obat kombinasi, yaitu α1¬‐blocker dan antagonis reseptor muskarinik telah dilaporkan lebih tinggi dibandingkan monoterapi.Pemeriksaan residu urine harus dilakukan selama pemberian terapi ini. c) Fitofarmaka Beberapa ekstrak tumbuh-¬‐tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala, tetapi data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Di antara fitoterapi yang banyak



22



dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radixurtica, dan masih banyak lainnya Pembedahan Indikasi tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, seperti: 1. retensi urine akut; 2. gagal Trial Without Catheter (TwoC); 3. infeksi saluran kemih berulang; 4. hematuria makroskopik berulang; 5. batu kandung kemih; 6. penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat BPH; 7. dan perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih bagian atas. Indikasi relatif lain untuk terapi pembedahan adalah keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa. 1. Invasif Minimal a) Transurethral Resection of the Prostate (TURP) TURP merupakan tindakan baku emas pembedahan pada pasien BPH dengan volume prostat 30‐80 ml. Akan tetapi, tidak ada batas maksimal volume prostat untuk tindakan ini di kepustakaan, hal ini tergantung dari pengalaman spesialis urologi, kecepatan reseksi, dan alat yang digunakan. Secara umum, TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90% dan meningkatkan laju pancaran urine hingga 100%. Penyulit dini yang dapat



terjadi pada saat



TURP



bisa



berupa perdarahan



yangmemerlukan transfusi ( 0-¬‐9%), sindrom TUR (0-¬‐5%), AUR (0¬‐13,3%), retensi bekuan darah (0-¬‐ 39%), dan infeksi saluran kemih (0-¬‐22%).. Sementara itu, angka mortalitas perioperatif (30 hari



23



pertama) adalah 0,1. Selain itu, komplikasi jangka panjang yang dapat terjadi meliputi inkontinensia urin (2,2%), stenosis leher kandung kemih (4,7%), striktur urethra (3,8%), ejakulasi retrograde (65,4%), disfungsi ereksi (6,5-¬‐14%), dan retensi urin dan UTI. b) Lain-¬‐lain Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) atau insisi leher kandung kemih (bladder neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 ml) dantidak terdapat pembesaran lobus medius prostat.TUIP mampu memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP. Thermoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan >45oC sehingga menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang panas dihasilkan dari berbagai cara, antara lain adalah Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT), Transurethral Needle Ablation (TUNA), dan High Intensity Focused Ultrasound (HIFU). Semakin tinggi suhu di dalam jaringan prostat, semakin baik hasil klinik yang didapatkan,



tetapi



semakin



banyak



juga



efek



samping



yang



ditimbulkan.Teknik thermoterapi ini seringkali tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, tetapi masih harus memakai kateter dalam jangka waktu lama. Angka terapi ulang TUMT (84,4% dalam 5 tahun) dan TUNA (20-¬‐50% dalam 20 bulan). Stent dipasang intraluminal di antara leher kandung kemih dan di proksimal verumontanum, sehingga urine dapat melewati lumen uretra prostatika.Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen.Stent yang telah terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi, menyebabkan nyeri perineal, dan disuria.



24



2. Operasi Terbuka Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal (Hryntschack atau Freyer) dan retropubik (Millin).Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat yang volumenya lebih dari 80 ml. Prostatektomi terbuka adalah cara operasi yang paling invasif dengan morbiditas yang lebih besar. Penyulit dini yang terjadi pada saat operasi dilaporkan sebanyak 7-¬‐14% berupa perdarahan yang memerlukan transfusi. Sementara itu, angka mortalitas perioperatif (30 hari pertama) adalah di bawah 0,25%. Komplikasi jangka panjang dapat berupa kontraktur leher kandung kemih dan striktur uretra (6%) dan inkontinensia urine (10%). II.9. Pengkajian Kasus Dewasa Pria Kasus Dewasa Pria



Pengkajian pada Desa X di Bekasi didapatkan warga dewasa laki-laki sekitar 35 orang dari 100 orang menderita Benign Prostate Hyperplasia/ BPH. Penderita BPH sebanyak 5 orang menyatakan malu karena bertambahnya ukuran prostat, sebanyak 15 orang mengeluhkan harus mengedan ketika buang air kecil, dan sebanyak 10 orang mengatakan pancaran buang air kecilnya melemah. Hampir 57% dari penderita BPH mengeluhkan nyeri ketika buang air kecil dan sebanyak 33% sering berulang gejala infeksi pada kandung kemih.



Format Penulisan Hasil Pengkajian Komunitas



Variabel



Sub Variabel



Hasil Pengkajian



Core



Sejarah



Pada desa Xdi Bekasi di dapatkan data bahwa warga dewasa laki-aki sekitar 35 orang dari jumlah populasi 100 orang menderita Benign Prostate



Hyperplasia/BPH.



5



orang



25



menyatakan malu karena memiliki ukuran prostat yang terus berta,bah besar, kemudian sebanyak 15 orang mengatakan bahwa ketika pipis



harus



mengedan



dan



10



orang



mengatakan pancaran buang air kecilnya melemah.kemudian



sekitar



57%



dari



penderita BPH mengeluhkan nyeri ketika buang air kecil dan 33% sering berulang gejala infeksi pada kantug kemih. Demografi



Pada kasus kali ini yang menjadi variable pengkajian adalah laki-laki pada desa X di Bekasi yang menderita Benign Prostate Hyperplasia/BPH,



data



didapatkan



dari



laporan kader didesa X. Etnis



Terdapat berbagai penduduk yang terdiri dari beragam budaya seperti sunda, jawa, batak, dan Betawi namun penduduk disini lebih didominasi oleh 60% orang jawa



Nilai Keyankinan



dan Nilai keyaninan yang dianut adalah agama islam, katolik, hindu dan Kristen namun sebagian didominasi oleh agama islam yaitu sekitar 85% dari jumlah penduduk.



Subsystem



Lingkungan Fisik



a. Perumahan dan lingkungan: (data tambahan) Antar rumah berdekaatan, tipe rumah semi permanen dan permanen, jalanan di desa X rapi tetapi masih ada sampah yang berserakan. b. Kebiasaaan: perilaku warga (dewasa pria) Desa X jarang berolahraga secara



26



rutin



yang



berakibat



kurangnya



aktivitas fisik. c. Transportasi: warga bertransportasi menggunakan kendaraan umun dan kendaraan pribadi yaitu sepeda motor dan mobil. d. Pusat belanja: di pasar tradisional dan pasar modern e. Tempat ibadah: satu masjid dan satu gereja



Layanan Kesehatan



Pelayanan kesehatan terdapat satu puskesmas, dan satu posyandu dan satu posbindu (data



Sosial



tambahan)



Ekonomi



Penghasilan rata – rata warga Desa X perkeluarga antara 2.000.000 – 7.000.000 perbulan (data tambahan)



Transportasi dan Warga menggunakan kendaraan umum dan Keamanan



beberapa warga ada yang menggunakan sepeda motor untuk aktivitas sehari – hari, warga Desa X biasanya



ke puskesmas



menggunaakan



umum



kendaraan



atau



menggunakan sepeda motor. Politik



dan Struktur organisasi pemimpin Desa X di



Pemerintahan



Bekasi terdapat bapak lurah dan bawahannya. Kelompok



layanan



kepada



masyarakat



terdapat kader, pkk, karang taruna) Komunikasi



Warga desa X berkomunikasi menggunakan telepon/handphone,



TV,



Radio



dan



27



majalah/koran. Jika ada rapat desa biasanya diberitahu melalui surat. Fasilitas komunikasi yang menunjang untuk kelompok BPH belum ada. Pendidikan



Tingkat pendidikan warga yang kategori dewasa pria di Desa X yaitu 5 orang luluan SD, 40 orang lulusan SMP,30 orang lulusan SMA, dan 25 orang sarjana.



Rekreasi



Dari



hasil



wawancara,



warga



desa



X



mengadakan rekreasi setahun sekali. Tetapi yang



banyak



ikut



adalah



perempuan



sementara laki – laki (dewasa pria) jarang untuk rekreasi. Persepsi



Persepsi masyarakat tentang Benign Prostate Hyperplasia/BPH masih kurang baik karena mereka menganggap bahwa penyakit ini adalah penyakit kutukan, kemudian dilihat dari cara masyarakat penyakit



menindak lanjuti



ini mereka memilih pergi ke



pengobatan tradisional dibandingkan pergi ke rumah sakit atau dokter setempat.



Analisa data



NO



DATA



1.



MASALAH Gangguan Eliminasi Urin



DATA SUBJEKTIF : 



Klien



mengatakan



bertambahnya pada warga dewasa laki-



ukuran prostat 



laki desa X di Bekasi



Klien mnegatakan jika ingin buang air kecil harus mengedan



28







Klien mengatakan bahwa pancaran buang air kecilnya melemah.



DATA OBJEKTIF 



57% dari penderita Benign Prostate Hyperplasia/BPH



mengalami



nyeriketika buang air kecil 



37%



penderita



Benign



Prostate



Hyperplasia/BPH, mengalami infeksi berulang pada kantung kemih



29



BAB III PENUTUP



III.1. Kesimpulan Hiperplasia prostat jinak atau pembesaran prostat jinak (bahasa Inggris: Benign prostatic hyperplasia) adalah suatu kondisi ketika kelenjar prostat mengalami pembengkakan yang bukan kankerGejala-gejalanya dapat berupa sering ingin buang air kecil (khususnya pada malam hari), kesulitan untuk mulai buang air kecil, aliran urin yang tersendat, ketidakmampuan untuk buang air kecil, dan hilangnya kendali atas kandung kemih. Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran prostat, kelenjaran prostat membesar memanjang kearah depan kedalam kandung kemih dan menyumbat urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter (Brunner & Suddart, 2013). Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan dapat pula dianggap undangan (counter part). Menurut data WHO (2013), diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif, salah satunya ialah BPH, dengan insidensi di negara maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus. Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. Dan tanda, gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih. Pembesaran prostat jinak



(BPH)



kadang-kadang



dapat



mengarah



pada



komplikasi



akibat



ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin.



30



III.2. Saran Dengan hasil yang didapat dari penelitian ini, maka disarankan kepada: A. Bagi Dinas Kesehatan Berdasarkan hasil penelitian bahwa adanya gambaran faktor-faktor yang mendukung terhadap kejadian BPH (Benign prostatic hyperplasia), maka diharapkan dinas kesehatan setempat dapat mengadakan program penanggulangan kejadian BPH. B. Bagi Perawat Komunitas Diharapkan dengan hasil tersebut perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara untuk mencegah terjadinya BPH dan memberikan contoh perilaku menjaga hidup sehat. C. Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan adanya gambaran dari hasil penelitian ini, maka diharapkan akan ada penelitian mengenai metode penyuluhan yang baik dan efektif untuk mengatasi kejadian BPH pada dewasa muda.



31



DAFTAR PUSTAKA Elizabhet B. Hurlock,1993,Psikologi Perkembangan,Jakarta,Erlangga. Mulya



Sumantri,



Nana



Syodih,2006,Perkembangan



Peserta



Didik,Jakarta,Universitas Terbuka. Source: Materi



kuliah



Perkembangan



Peserta



Didik



,Pengampu: Sri



Hartini.Publish By Heins.14 Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction. PPNI. (2017). STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA. JAKARTA SELATAN: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika. Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Nuha Medika. Wilkinson, J. M. (2016). DiagnosaKeperawatan :DIAGNOSIS NANDA1,INTERVENSI NIC,HASIL NOC,Ed.10. jakarta: EGC MEDUCAL PUBLISHER.



32