Asuhan Keperawatan Kritis Pada Klien Ards [PDF]

  • Author / Uploaded
  • risa
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN DENGAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)



Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis



Dosen Pengampu: Ns. Diah Tika Anggraini S. Kep., M. Kep



Disusun Oleh : Mustika Widiyastuti



1710711026



Nadia Syaripah Hanum



1710711027



Nada Mutiara



1710711028



Risa Safitri



1710711029



Ayu Nuraini Soleha



1710711030



Isfia Aunillah Rahma S



1710711031



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN 2020



KATA PENGANTAR



Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN DENGAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS) yang ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya.



Depok, 23 September 2020



Penyusun ii



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.....................................................................................................i DAFTAR ISI....................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.....................................................................................................4 B. Tujuan Penulisan .................................................................................................4 C. Manfaat Penulisan................................................................................................4 D. Rumusan Masalah................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian............................................................................................................6 B. Klasifikasi............................................................................................................6 C. Penyebab atau Etiologi........................................................................................6 D. Manifestasi Klinis................................................................................................7 E. Pathofisiologi.......................................................................................................8 F. Pathway................................................................................................................13 G. Pengkajian............................................................................................................13 H. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................16 I. Algoritma dan Manajemen Masalah Kritis..........................................................19 J. Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas..............................................................20 K. Trend dan Isu Penatalaksanaan Pada ARDS dan Status Asmatikus....................21 L. Prinsip Pendidikan Kesehatan Pada Pasien Dan Keluarga Terkait Masalah.......25 M. Discharge Planning Pada Pasien Kritis................................................................26 BAB III ASKEP A. Kasus....................................................................................................................29 B. Asuhan Keperawatan...........................................................................................30 BAB IV PENUTUP A. Simpulan .............................................................................................................53 B. Saran ...................................................................................................................53 DAFTAR PUSTAKA iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%.1,2 Estimasi yang akurat tentang insidensi ARDS sulit karena definisi yang tidak seragam serta heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis.1,2 Estimasi insidensi ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah penduduk per tahun. Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain seperti wet lung, shock lung, leaky-capillary pulmonary edema dan adult respiratory distress syndrome. Tidak ada tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun faktor risiko sudah diidentifikasi sebelumnya. Pendekatan dalam penggunaan model ventilasi mekanis pada pasien ARDS masih kontroversial. American European Concencus Conference Committee (AECC) merekomendasikan pembatasan volume tidal, positive end expiratory pressure (PEEP) dan hiperkapnea. B. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain : 1. Untuk menambah pengetahuan tentang penyakit ARDS 2. Untuk mengetahui tentang apa saja yang ada dalam gangguan system respirasi pada penyakit ARDS 3. Untuk mengetahui tentang proses keperawatan pada ARDS C. Manfaat Penulisan Manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain : 1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang penyakit ARDS 2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang apa saja yang ada dalam gangguan system respirasi pada penyakit ARDS 3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang proses keperawatan pada ARDS



4



D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada makalah ini antara lain : 1. Apa pengertian ARDS? 2. Apa saja etilogi, manifestasi klinik, pengkajian, pemeriksaan diagnostik? 3. Bagaimana patofisiologi dan pathway ARDS? 4. Bagaimana algoritma dan manajemen masalah kritis? 5. Apa saja diagnosa keperawatannya ? 6. Bagaimana trend dan isu penatalaksaannya, prinsip pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga, dan discharge planningnya ? 7. Bagaimana proses keperawatan pada pasien dengan ARDS?



5



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Pada buku Critical Care Nursing (Patricia Gonce Morton & Fontaine, 2018) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom klinis yang kompleks daripada proses penyakit tunggal, dan membawa risiko kematian yang tinggi. Sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius (Brunner & Suddarth, 2001) Kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal dan non pulmonal. (Hudak & Gallow,1997) B. Klasifikasi Kriteria Berlin dalam jurnal Acute Respiratory Distress Syndrome (2016) mengklasifikasikan



ARDS



menjadi



tiga



kelompok



berdasarkan



nilai



PaO2/FiO2 . Tidak ada istilah Acute Lung Injury (ALI) dalam kriteria ini.. Berikut merupakan definisi ARDS berdasarkan kriteria Berlin : 1. Ringan (mild), yaitu PaO2 /FiO2 lebih dari 200 mmHg, tetapi kurang dari dan sama dengan 300 mmHg dengan positive-end expiratory pressure (PEEP) atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O 2. Sedang, yaitu PaO2 /FiO2 lebih dari 100 mmHg, tetapi kurang dari dan sama dengan 200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O 3. Berat (Severe), yaitu jika PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O C. Penyebab / Etiologi 1. Predisposisi Genetik a. Cedera Paru Langsung 1) Aspirasi (cairan lambung, paru hampir tenggelam) 2) Pneumonia infeksi 3) Memar paru-paru dengan trauma



6



4) Inhalasi toksik 5) Obstruksi jalan nafas atas 6) Coronavirus SARS 7) Edema paru neurogenic 8) Pneumonia eosinofilik akut 9) Bronchiolitis obliterans dengan mengatur pneumonia 10) TBC milier b. Cedera Paru Tidak Langsung 1) Sepsis 2) Luka bakar 3) Trauma 4) Transfusi Darah (TRALI) 5) Transplantasi paru atau sumsum tulang 6) Overdosis obat atau alcohol 7) Reaksi obat 8) Bypass jantung paru 9) Pankreatitis akut 10) Fraktur multiple 11) Emboli udara vena 12) Emboli cairan ketuban 13) Pankreatitis D. Manifestasi klinik Dalam Artikel Acute Resporatory Distress Syndrome (2016), manifestasi ARDS bervariasi tergantung pada penyakit predisposisi, derajat injuri paru, dan ada tidaknya disfungi organ lain selain paru. Gejala yang dikeluhkan berupa sesak napas, membutuhkan usaha lebih untuk menarik napas, dan hipoksemia. Infiltrat bilateral pada foto polos toraks menggambarkan edema pulmonal. Menurut Darmanto (2007) tanda gejala ARDS yaitu: 1. Gejala ARDS muncul 24-47 jam setelah penyakit berat atau trauma. Awalnya terjadi sesak nafas, takipnea dan nafas pendek dan terlihat jelas



7



penggunaan otot pernafasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan ronkhi dan mengi. 2. Pada penderita yang tiba tiba  mengalami sesak nafas pada 24 jam setelah sepsis atau trauma, kecurigaan harus ditujukan pada ARDS. E. Pathofisiologi Menurut Patricia G. Morton et.al (2018) Para peneliti telah menggunakan pemeriksaan histologis paru-paru yang menunjukkan fibrosis paru dan bahwa proses patologis tidak terbatas pada endotelium paru-paru tetapi juga akibat dari perubahan epitel paru-paru dan jaringan pembuluh darah serta pengembangan membran hialin. Perubahan patologis pada jaringan pembuluh darah paru-paru, peningkatan edema paru-paru, dan gangguan pertukaran gas adalah tanda-tanda ARDS dan berhubungan langsung dengan kaskade kejadian yang dihasilkan dari pelepasan mediator seluler dan biokimia. 1. Perubahan patologis pada ARDS Mediator yang dilepaskan karena cedera baik langsung atau tidak langsung dapat mengendapkan ARDS. Ada hubungan antara presentasi klinis (resisten hipoksemia terhadap oksigen tambahan, takipnea, dan dispnea), pelepasan mediator (interleukin [ILs], tumor necrosis factor-α [TNF-α], dan faktor pengaktif platelet [PAF]), dan perubahan patologis (permeabilitas mikrovaskuler, hipertensi paru, dan kerusakan endotel paru). Pertukaran gas paru yang adekuat tergantung pada alveoli terbuka, berisi udara, membran alveolarcapillary yang utuh, dan aliran darah normal melalui pembuluh darah paru. Kerusakan membran alveolar-kapiler difus terjadi dan meningkatkan permeabilitas membrane cairan untuk bergerak dari ruang vaskular ke ruang interstitial dan alveolar. Ruang udara dipenuhi dengan cairan protein yang berdarah dan puing-puing dari sel yang mengalami degenerasi, menyebabkan edema interstitial dan alveolar, mengganggu oksigenasi. Mediator inflamasi menyebabkan vasokonstriksi tempat vaskular paru yang menginduksi hipertensi paru dan mengurangi aliran darah ke bagian paru-paru. Karena berkurangnya aliran darah dan penurunan hemoglobin (Hgb) di kapiler, ada penurunan oksigen yang tersedia untuk



8



difusi dan transportasi, yang selanjutnya mengganggu oksigenasi Pertukaran gas paru yang memadai tergantung pada alveoli yang terbuka, berisi udara, selaput alveolarapilar yang utuh, dan darah normal. mengalir melalui pembuluh darah paru. Perubahan patologis mempengaruhi pembuluh darah paru, pertukaran gas, dan mekanisme paru-paru dan bronkial. Ventilasi terganggu karena penurunan kepatuhan paru-paru dan peningkatan resistensi jalan napas. Kepatuhan paru-paru berkurang sebagai akibat dari kekakuan paru-paru yang terisi cairan, yang tidak beradiasi, sehingga memberikan foto rontgen dada klasik yang “tidak merata” atau “kaca tanah”. Surfaktan hilang, menghasilkan keruntuhan alveolar. Bronkokonstriksi yang diinduksi mediator membatasi aliran udara.



2. Systemyc Inflammatory Response Syndrome (SIRS) Systemyc Inflammatory Response Syndrome



atau Sindrom Respons



Inflamasi Sistemik (SIRS) menggambarkan respons inflamasi yang terjadi di



9



seluruh tubuh dan gejala ini sering kali bermanifestasi pada pasien dengan ARDS. Sistem pernapasan mungkin merupakan sistem organ yang paling awal dan paling umum untuk terlibat dalam respons sistemik. Dengan demikian, pemahaman tentang patofisiologi SIRS dan pengetahuan intervensi yang digunakan untuk SIRS penting dalam kaitannya dengan ARDS. Seringkali, pasien dengan SIRS mengembangkan disfungsi organ multisistem (MODS). Ketika kerusakan endotel berlangsung dan hipoksia jaringan terjadi, respon inflamasi terus berlanjut, dan kaskade meningkat (meningkat) dengan pelepasan lebih banyak mediator. Oleh karena itu ARDS dan MODS adalah bagian dari lingkaran setan dalam rangkaian SIRS. Penentuan pemicu SIRS dan ARDS yang ada pada beberapa individu tetapi tidak pada orang lain dan investigasi tentang cara menghentikan jalur kaskade adalah subjek penelitian yang sedang berlangsung. Untuk diskusi yang lebih rinci tentang SIR dan MODS.



10



3. Tahapan ARDS Perubahan patologis yang terkait dengan ARDS dimulai dengan peningkatan edema paru dan berlanjut ke peradangan, fibrosis, dan gangguan penyembuhan pada tahap selanjutnya. Mengenali sifat dinamis ARDS memungkinkan perawat memahami perubahan dalam penilaian fisik, strategi ventilasi mekanis, pengobatan, dan manajemen yang terjadi selama perawatan kritis pasien (Patricia Gonce Morton & Fontaine, 2018). a)



Tahap 1 Diagnosis sulit dilakukan karena tanda-tanda ARDS yang akan datang tidak terlihat tajam. Secara klinis, pasien menunjukkan peningkatan dispnea dan takipnea, tetapi ada beberapa perubahan radiografi. Pada titik ini, neutrofil terasing. Namun, tidak ada bukti kerusakan seluler. Dalam 24 jam (waktu kritis untuk perawatan dini), gejala-gejala kesulitan pernapasan meningkat dalam keparahan, dengan sianosis, ronki bilateral kasar pada auskultasi, dan perubahan radiografi yang konsisten dengan infiltrat yang tidak merata. Batuk kering atau nyeri dada mungkin ada.



b)



Tahap 2 Terjadi gangguan mediator-induced dari vaskular menghasilkan peningkatan edema interstitial dan alveolar. Lapisan endotel dan epitel semakin permeabel terhadap protein. Ini disebut sebagai tahap "eksudatif". Hipoksemia resisten terhadap pemberian oksigen tambahan, dan ventilasi mekanis diperlukan untuk memperburuk rasio oksigen arteri terhadap fraksi oksigen terinspirasikan (rasio PaO2: FiO2).



c)



Tahap 3 Disebut sebagai tahap "proliferasi", berkembang dari hari ke-2 hingga ke-10 setelah cedera. Bukti SIRS sekarang hadir, dengan ketidakstabilan



hemodinamik,



edema



menyeluruh,



kemungkinan



timbulnya infeksi nosokomial, peningkatan hipoksemia, dan keterlibatan paru-paru. Bronkogram udara mungkin terbukti pada radiografi dada serta penurunan volume paru-paru dan tanda interstitial yang difus.



11



d)



Tahap 4 Disebut sebagai tahap "fibrotik", berkembang setelah 10 hari dan ditandai dengan beberapa perubahan radiografi tambahan. Ada peningkatan keterlibatan multiorgan, SIRS, dan peningkatan tekanan karbon dioksida arteri (PaCO2) karena fibrosis paru progresif dan perubahan



emfisematosa



menghasilkan



peningkatan



ruang



mati.



Perubahan paru fibrosis menyebabkan kesulitan manajemen ventilasi, dengan



peningkatan



tekanan



pneumotoraks.



12



jalan



nafas



dan



pengembangan



F. Pathway



G. Pengkajian 1. Riwayat Memperoleh riwayat yang akurat dan menyeluruh dapat memberikan informasi yang memungkinkan untuk menghilangkan penyebab pencetus dan menyela respons mediator berikutnya. Anamnesis mungkin sulit diperoleh karena presentasi kritis pasien dan masalah yang menghubungkan kejadian jauh dengan ALI. Karena hasilnya tidak pasti dan seringkali melibatkan penerimaan perawatan kritis yang lama, tim perawatan kesehatan memainkan peran besar dalam memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga. Mengembangkan hubungan lebih awal (misalnya, dengan meluangkan waktu untuk memperoleh riwayat yang menyeluruh) dapat membantu dengan hati-hati selama masa penerimaan.



13



Semua anggota tim perawatan kesehatan menyumbangkan informasi untuk sejarah. Informasi tentang insiden yang relevan di masa lalu (obatobatan, transfusi darah, agen kontras radiografi), penggunaan terapi medis dan komplementer, dan faktor sosial dapat membantu perawatan orang tersebut. Item-item penting termasuk penilaian faktor risiko untuk pengembangan ARDS. Riwayat sosial untuk menilai perilaku berisiko (misalnya, status virus human immunodeficiency, merokok, penyalahgunaan zat), obat-obatan (termasuk obat-obatan terlarang dan obat bebas), paparan lingkungan (bahan kimia atau biologis), dan terapi komplementer (semua zat eksogen, termasuk inhalasi). Informasi ini diperoleh sebagai tambahan dari riwayat penyakit saat ini dan tanda dan gejala yang muncul 2. Pemeriksaan fisik Kegagalan pernafasan akut awalnya dapat terjadi dalam beberapa jam hingga beberapa hari, tergantung pada penilaian awal, dan tidak selalu berkembang menjadi ARDS. Pemantauan pasien yang memenuhi kriteria SIRS dapat membantu identifikasi mereka yang berisiko mengembangkan ARDS. Ada beberapa indikator awal yang dapat diandalkan tentang ARDS yang akan datang dan perubahan sedikit mungkin tidak diperhatikan. Tandatanda vital sepanjang perkembangan ARDS bervariasi, tetapi tren umumnya adalah hipotensi, takikardia, dan hipertermia atau hipotermia Respirasi, awalnya cepat dan bekerja, bervariasi setelah ventilasi mekanik dilembagakan. Tanda-tanda dan gejala awal dari gagal napas termasuk takipnea, dispnea, dan takikardia. Suara napas sering jernih pada fase ini. Pasien dengan gagal napas akut dapat menunjukkan perubahan neurologis, seperti gelisah dan agitasi terkait dengan gangguan oksigenasi dan penurunan perfusi ke otak. Penggunaan otot-otot pernafasan aksesori terlihat jelas. Respons kardiovaskular adalah takikardia untuk meningkatkan curah jantung sebagai kompensasi untuk oksigenasi jaringan yang buruk. Upaya untuk mengurangi hipoksia ini merupakan respons sistem saraf simpatis adaptif. Upaya untuk mengurangi hipoksia ini cenderung tidak efektif karena mediator sudah beredar dan memicu kaskade tanggapan sistemik. Saat ARDS berlanjut, auskultasi paru dapat mengungkapkan



14



radang sekunder akibat peningkatan sekresi dan saluran udara menyempit; Namun, radang gelembung edema kardiogenik paru mungkin minimal. Penilaian harus dipertimbangkan dalam konteks penyakit yang muncul atau mulai. Misalnya, pneumonia, salah satu faktor risiko ARDS, dapat mengacaukan kemampuan untuk mendiagnosis perubahan suara paru tahap awal. Pasien mungkin semakin gelisah dan bingung akibat hipoksia. Penurunan saturasi oksigen arteri (SaO2) adalah tanda awal dekompensasi yang akan datang. Kemampuan untuk mengkompensasi berkurang dengan meningkatnya perubahan patologis. Medan paru-paru yang tergantung telah menurunkan bunyi napas saat cairan menumpuk dan alveoli runtuh. Agitasi dapat memberi jalan bagi tidak responsif, tanda yang tidak menyenangkan di mana intervensi untuk mendukung ventilasi dan oksigenasi diperlukan dengan cepat. Tahap perkembangan selanjutnya merupakan hasil dari hipoksia jaringan dan termasuk disritmia, nyeri dada, penurunan fungsi ginjal, dan penurunan bising usus. Ini adalah indikasi keterlibatan multisistem karena sistem organ yang sangat perfusi merespons penurunan pengiriman oksigen dengan fungsi yang berkurang. Pada tahap selanjutnya dari ARDS, dukungan ventilasi mekanis diperlukan. Konsolidasi paru-paru dengan cairan mengurangi bunyi napas. Kepatuhan paru menurun, dan semakin sulit mempertahankan ventilasi dalam menghadapi peningkatan resistensi yang terjadi. Perubahan ventilasi (seperti penurunan PaO2 atau peningkatan tekanan inspirasi puncak) tidak dapat diminimalkan karena perkembangan pneumotoraks spontan merupakan komplikasi ARDS yang sering terjadi pada tahap selanjutnya. Suara yang ditransmisikan, masuknya udara buruk ke seluruh bidang paru-paru, dan ronki difus ditambah dengan ventilasi membuat suara napas sulit dinilai. Output jantung menurun meskipun takikardia persisten, karena mediator inflamasi, mengakibatkan hipotensi.



15



H. Pemeriksaan diagnostik



Sepanjang tahapan ARDS, ketergantungan pada tes diagnostik adalah penting (lihat Tabel 27-3). Pada tahap awal, kebutuhan untuk menetapkan penyebab mungkin memerlukan tes khusus, seperti kultur darah, kultur bronchoalveolar lavage, dan computed tomography (CT). Ketika hipoksemia memburuk, ketidakstabilan dapat menghalangi transportasi untuk studi diagnostik. Pada tahap selanjutnya, kewaspadaan lebih lanjut diperlukan untuk mengintervensi penatalaksanaan dini setiap infeksi nosokomial. Pemantauan yang berkelanjutan dari nilai gas darah rutin, kimia, dan hematologi dilakukan untuk memastikan stabilitas dalam parameter metabolik dan optimalisasi fungsi yang ada. Studi laboratorium lain pada umumnya tidak spesifik dan mungkin



16



termasuk leukositosis dan asidosis laktat (Patricia Gonce Morton & Fontaine, 2018). 1. Analisis Gas Darah Penurunan nilai gas darah arteri (ABG), meskipun ada intervensi, adalah ciri khas ARDS. Awalnya, hipoksemia (tekanan oksigen arteri, atau PaO2, kurang dari 60 mm Hg) dapat membaik dengan oksigen tambahan; Namun, hipoksemia menjadi refraktori dengan SaO2 yang terus-menerus rendah. Pada awal kegagalan pernapasan akut, dispnea dan takipnea berhubungan dengan penurunan PaCO2 yang menginduksi alkalosis pernapasan (pH lebih besar dari 7,45). Karena pertukaran gas dan ventilasi semakin terganggu, tingkat karbon dioksida meningkat. Hipercarbia dan laktat yang meningkat dari hipoksia jaringan dan metabolisme anaerob yang disebabkan oleh hipoksemia menghasilkan pernapasan campuran dan asidosis metabolik. Pengukuran laktat arteri umumnya dipesan sebagai indikasi hipoksia jaringan dan metabolisme anaerob. Setiap konsentrasi laktat darah yang meningkat adalah umum pada ARDS dini dan membaik seiring dengan meningkatnya oksigenasi. Pemantauan kadar laktat dapat membantu memastikan perfusi yang adekuat untuk jaringan walaupun mengalami hipoksemia melalui manipulasi pengiriman oksigen, curah jantung, dan Hgb. Kelebihan dan kekurangan basis mengikuti tren yang sama, tergantung pada derajat jaringan dan hipoksia organ. 2. Radiografi Pada fase awal ARDS, perubahan radiografi dada biasanya diabaikan. Dalam beberapa hari, temuan radiografi dada menunjukkan infiltrat alveolar bilateral yang merata, biasanya di bidang paru-paru yang tergantung. Ini mungkin keliru untuk edema paru kardiogenik. Lebih waktu, infiltrat yang tidak merata ini berkembang menjadi infiltrat difus, konsolidasi, dan bronkogram udara. CT dada juga menunjukkan area infiltrat dan konsolidasi jaringan paru-paru. Radiografi dada harian penting dalam evaluasi berkelanjutan dari perkembangan dan resolusi ARDS dan untuk penilaian berkelanjutan dari komplikasi potensial, terutama pneumotoraks.



17



3. Pengukuran Shunt Intrapulmoner Pirau intrapulmoner adalah jenis ketidaksesuaian ventilasi-perfusi yang didefinisikan sebagai persentase keluaran jantung yang tidak teroksigenasi karena darah paru yang mengalir melewati alveolus yang terisi penuh cairan atau cairan (pirau fisiologis), tidak adanya aliran darah ke alveoli berventilasi (alveolar) ruang mati), atau kombinasi dari kedua kondisi ini (unit diam [alveoli tanpa ventilasi dan tanpa perfusi]. Pirau intrapulmoner 3% hingga 5% terdapat pada semua orang; namun, gagal napas lanjut dan ARDS dikaitkan dengan pirau 15% atau lebih karena perubahan aliran darah, gangguan endotel, dan kolapsnya alveolar. Karena pirau intrapulmoner meningkat menjadi 15% dan lebih besar, diperlukan intervensi yang lebih agresif, termasuk ventilasi mekanis, karena level pirau ini terkait dengan hipoksemia berat Pengukuran pirau intrapulmoner membutuhkan penggunaan kateter arteri pulmonalis, yang dapat digunakan pada kasus yang lebih parah. Fraksi shunt intrapulmoner (Qs / Qt) dihitung menggunakan kandungan oksigen arteri (CaO2), kandungan oksigen vena campuran (CvO2), dan kandungan oksigen kapiler (CcO2). Kandungan oksigen ditentukan oleh Hgb, saturasi oksigen (SO2), dan tekanan parsial oksigen, diukur dengan menghitung kadar oksigen di dasar kapiler paru-paru, dalam sistem arteri sistemik, dan dalam darah vena campuran dari arteri pulmonalis. Fraksi shunt intrapulmoner juga dapat diperkirakan menggunakan rasio oksigen arteri terhadap oksigen inspirasi (yaitu, rasio PaO2: FiO2). Secara umum, rasio PaO2: FiO2 lebih besar dari 300 adalah normal. Nilai yang kurang dari 200 dikaitkan dengan pirau intrapulmoner 15% hingga 20%, dan nilai 100 atau kurang dikaitkan dengan pirau intrapulmoner lebih dari 20%. 4. Kepatuhan Paru-Paru, Resistensi Jalan nafas, dan Tekanan Kepatuhan paru, atau distensibilitas, berkurang saat alveoli terisi cairan atau kolaps. Lebih banyak usaha dan tekanan yang lebih besar diperlukan untuk memindahkan udara ke paru-paru karena mereka menjadi semakin "kaku." Selain itu, resistensi terhadap aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru meningkat dengan akumulasi sekresi dan bronkokonstriksi yang



18



diinduksi oleh mediator. Karena pasien dengan ARDS memerlukan ventilasi mekanis, kepatuhan paru-paru dan resistensi jalan nafas dapat dievaluasi dengan menilai tekanan ventilator dan perubahan volume tidal. Peningkatan tekanan ini karena volume tidal dipertahankan untuk mencapai PaCO2 normal menunjukkan penurunan kepatuhan dan peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketika tekanan jalan nafas meningkat, epitel paru-paru mengalami trauma, yang mengakibatkan kerusakan jaringan paru-paru lebih lanjut. Volutrauma (kerusakan epitel paru-paru) dari tekanan jalan nafas yang terus meningkat sehingga memiliki efek merusak tambahan pada ventilasi dan oksigenasi I. Algoritma dan manajemen masalah kritis



19



J. Diagnosa keperawatan sesuai prioritas Berdasarkan Kriteria Berlin dalam jurnal Acute Respiratory Distress Syndrome (2016), ARDS ditegakkan berdasarkan hal-hal berikut ini : 1. Akut, yang berarti onset berlangsung satu minggu atau kurang dari itu. 2. Opasitas bilateral yang konsisten dengan edema paru yang dideteksi dengan CT scan atau foto polos toraks. 3. PF ratio kurang dari 300 mmHg dengan minimal nilai PEEP atau CPAP sebesar5 cmH2O. 4. Tidak dapat dijelaskan sebagai gagal jantung atau overload cairan. Pemeriksaan objektif dapat dilakukan (misalnya ekokardiografi), pada beberapa kasus jika tidak ada penyebab yang jelas seperti trauma atau sepsis. Diagnosis banding ARDS menurut jurnal Acute Respiratory Distress Syndrome (2016) adalah gagal napas akut, hipoksemik, gagal jantung kiri, penyakit akut parenkim paru seperti pneumonia akut eosinofilik, bronchitis obliterans organizing pneumonia (BOOP), pneumonia akut intersisial, karsinoma sel bronkoalveolar, proteinosis alveolar pulmonal, perdarahan alveolar pada penyakit Goodpasture’s, granulomatosis Wegener’s, dan Lupus eritematosus sistemik.



20



K. Trend dan isu pentalaksanaan pada ARDS dan status asmatikus Tatalaksana utama dari ARDS adalah mengatasi hipoksemia diikuti dengan identifikasi dan terapi penyebab ARDS. Sebagai contoh, pada pasien dengan sepsis-associated ARDS, hasil yang baik didapatkan dengan sesegera mungkin melakukan resusitasi, source control dan memberikan antibiotik yang sesuai. Terapi lain adalah terapi suportif dan farmakologi. Manajemen hipoksemia tentunya tidak lepas dari manajemen jalan napas (airway) dan pernapasan (breathing). Manajemen jalan napas dapat dilakukan secara invasif maupun non invasif. Untuk pernapasan, diberikan dengan bantuan ventilasi mekanik. Ventilasi non invasif (Non Invasif Ventilation / NIV) dapat menjadi pilihan untuk diberikan pada pasien dengan ARDS ringan untuk menurunkan angka intubasi dan mengurangi risiko terjadinya



pneumonia akibat ventilasi mekanik



(Ventilator Associated



Pneumonia / VAP). Lung protective strategy harus dijalankan dalam memberikan ventilasi mekanik. Standar terapi ventilasi mekanik konvensional (sejak dikenalnya positive pressure ventilation) adalah dengan menggunakan volume tidal besar (12–15 mL/kg) untuk mencegah terjadinya atelektasis, dua kali lipat volum tidal saat bernapas biasa (6–7 mL/kg). Pada pasien dengan ARDS, lesi/infiltrasi terbatas pada area posterior yang merupakan area dependen pada posisi supine dan daerah anterior merepresentasikan area fungsional paru yang akan menerima volume inflasi. Pemberian volum inflasi yang tinggi akan terakumulasi di area anterior (bukan di area dependen) menyebabkan overdistensi. Overdistensi akan melukai epitel dan memperberat peradangan (volutrauma). Pembukaan dan penutupan berulang unit paru memperkuat ketegangan paru regional dan mengurangi jumlah surfaktan (atelektrauma). Cedera epitel dan endotel menyebabkan translokasi mediator proinflamasi dan produk bakteri, yang menyebabkan perburukan sistemik (biotrauma). Volum tidal dan PEEP harus disesuaikan untuk meminimalkan driving pressure (perbedaan antara Plateau



21



Airway Pressure dan PEEP) < 15cmH 2O, guna mencegah volutrauma, atelektrauma dan biotrauma. Lung protective ventilation merupakan perawatan standar untuk pasien ARDS dengan menggunakan volume tidal rendah 6 mL/kg dan membatasi Pplat inspirasi