Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Polio [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS PROFESI NERS KEPERAWATAN ANAK ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN POLIOMYELITIS



OLEH MESAKH BESSIE S.Kep



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NUSANTARA KUPANG 2015



ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN POLIOMYELITIS I. Konsep Dasar a. Definisi Polio, kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem saraf dan menyebabkan paralysis. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 2 tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas, muntah dan sakit otot. Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut, namun sering kali sebagian tubuh menjadi lemah dan lumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini paling sering terjadi pada salah satu atau kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat anggota gerak yang lain. Poliomielitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan intimotorik batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi kelumpuhan serta autropi otot. Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralysis). b. Klasifikasi 1. Polio non-paralisis Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung. Otot terasa lembek jika disentuh. 2. Polio Paralisis Kurang dari 1% orang yang terinfeksi virus polio berkembang menjadi polio paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio paralisis dimulai dengan demam. Lima sampai tujuh hari berikutnya akan muncul gejala dan tanda- tanda lain, seperti: sakit kepala, kram otot leher dan punggung, sembelit/konstipasi, sensitif terhadap rasa raba.



Polio paralisis dikelompokkan sesuai dengan lokasi terinfeksinya, yaitu: 1) Polio Spinal Strain Polio Spinal Strain polio virus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah polio virus menyerang usus, virus ini akan diserap oleh kapiler darah pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Polio virus menyerang saraf tulang belakang dan motor neuron yang mengontrol gerak fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batangotak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan



berkembangbiaknya



virus



dalam



sistem



saraf



pusat,



virus



akan



menghancurkan motor neuron. Motor neuron tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas. Kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada dada dan perut, disebut quadriplegia. Anak-anak dibawah umur 5 tahun



biasanya akan



menderita kelumpuhan 1 tungkai, sedangkan jika terkena orang dewasa, lebih sering kelumpuhan terjadi pada kedua lengan dan tungkai. 2) Bulbar Polio Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung motorneuron yang mengatur pernapasan dan saraf otak, yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai



fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher. Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf otak yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat ‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru besi’ (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian. Tingkat kematian karena polio bulbar c.



Epidemologi Selama 3 dekade pertama di abad ke 20-,80-90% penderita polio adalah anak balita, kebanyakan dibawah umur 2 tahun. Tahun 1955, di Massachusett Amerika Serikat pernah terjadi wabah polio sebanyak 2.771 kasus dan tahun 1959 menurun menjadi 139 kasus. Hasil penelitian WHO tahun 1972-1982,di Afrika dan Asia Tenggara terdapat 4.214 dan 17.785 kasus. Dinegara musim dingin, sering terjadi epidemic dibulan Mei-Oktober,tetapi kasus sporadic tetap terjadi setiap saat. Di Indonesia, sebelum perang dunia II, penyakit polio merupakan penyakit yang sporadic-endemis, epidemi pernah terjadi di berbagai daerah seperti Bliton sampai ke banda, Balikpapan, bandung Surabaya, Semarang dan Medan Epidemi terakhir terjadi pada tahun 1976/1977 di Bali Selatan. Kebanyakan infeksi virus polio tanpa gejala atau timbul panas yang tidak spesifik. Perbandingan asimtomatik dan ringan sampai terjadi paralisis adalah 100:1 dan 1000:1.



Terjadinya wabah polio biasanya akibat: a. Sanitasi yang jelek b. Padatnya jumlah penduduk c. Tingginya pencemaran lingkungan oleh tinja d. Pengadaan air ber`sih yang kurang Penularan dapat melalui: a. Inhalasi b. Makanan dan Minuman c. Bermacam serangga seperti lipas dan lalat. Penyebaran dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan dilakukan pula tindakan bedah seperti tonsilektomi, ekstraksi gigi dan penyuntikan. Walaupun penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang harus segera dilaporkan , Namun data epidemiologi yang sukar didapat. Dalam salah satu symposium imunisasi dijakarta (1979) dilaporkan bahwa: 1. Jumlah anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative makin bertambah (10%) 2. Insiden polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk. 3. Paralytic rate pada golongan 0-14tahun dan setiap tahun bertambah dengan 9.000 kasus. Namun, 10 tahun terakhir terjadi penurunan drastic penyakit ini akibat gencarnya program imunisasi diseluruh dunia maupun Indonesia. Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik, disebabkan oleh komplikasi berupa kegagalan nafas, sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya kematian.Walaupun kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-95%);hanya 510% yang memberikan gejala poliomyelitis.



d. Etiologi Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu : 1. Brunhilde 2. Lansing 3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa inkubasi : 7-10-35 hari Klasifikasi virus Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA) Familia: Picornaviridae Genus: Enterovirus Spesies: Poliovirus Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu: -



Tipe I Brunhilde



-



Tipe II Lansing dan



-



Tipe III Leoninya Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe II kadang-



kadang menyebabkan wajah yang sporadic sedang tipe III menyebabkan epidemic ringan. Di Negara tropis dan sub tropis kebanyakkan disebabkan oleh tipe II dan III dan virus ini tidak menimbulkan imunitas silang. Penularan virus terjadi melalui 1. Secara langsung dari orang ke orang 2. Melalui tinja penderita 3. Melalui percikan ludah penderita Virus masuk melalui mulut dan hidung, berkembang biak didalam tenggorokan dan saluran pencernaan, lalu diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah dan getah bening



Resiko terjadinya Polio: a) Belum mendapatkan imunisasi b) Berpergian kedaerah yang masih sering ditemukan polio c) Usia sangat muda dan usia lanjut d) Stres atay kelelahan fisik yang luar biasa (karena stress emosi dan fisik dapat melemahkan system kekebalan tubuh). e. Patofisiologi Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah : 1. Medula spinalis terutama kornu anterior 2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital 3. Sereblum terutama inti-inti virmis 4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang-kadang nucleus rubra 5. Talamus dan hipotalamus 6. Palidum, dan 7. Korteks serebri, hanya daerah motorik f. Manifestasi Klinis Poliomyelitis terbagi menjadi empat bagian yaitu: a) Poliomyelitis asimtomatis Gejala klinis : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali. b) Poliomyelitis abortif Gejala klinisnya berupa panas dan jarang melebihi 39,5 derajat C, sakit tenggorokkan, sakit kepala, mual, muntah, malaise, dan faring terlihat hiperemi. Dan gejala ini berlangsung beberapa hari.



c) Poliomyelitis non paralitik Gejala klinis : hampir sama dengan poliomyelitis abortif, gejala ini timbul beberapa hari kadang-kadang diikuti masa penyembuhan sementara untuk kemudian masuk dalam fase kedua dengan demam, nyeri otot. Khas dari bentuk ini adalah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher, tulang tubuh dan anggota gerak. Dan gejala ini berlangsung dari 2-10 hari. Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu) 1. demam sedang 2. sakit kepala 3. kaku kuduk 4. muntah 5. diare 6. kelelahan yang luar biasa 7. rewel 8. nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut 9. kejang dan nyeri otot 10. nyeri leher 11. nyeri leher bagian depan 12. kaku kuduk 13. nyeri punggung 14. nyeri tungkai (otot betis) 15. ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri



16. kekakuan otot. d) Poliomyelitis paralitik Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik. Awalnya berupa gejala abortif diikuti dengan membaiknya keadaan selama 1-7 hari. kemudian disusun dengan timbulnya gejala lebih berat disertai dengan tanda-tanda gangguan saraf yang terjadi pada ekstremitas inferior yang terdapat pada femoris, tibialis anterior, peronius. Sedangkan pada ekstermitas atas biasanya pada biseps dan triseps. Poliomielitis paralitik 1. demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya 2. sakit kepala 3. kaku kuduk dan punggung 4. kelemahan otot asimetrik 5. onsetnya cepat 6. segera berkembang menjadi kelumpuhan 7. lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena 8. perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum) 9. peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri) 10. sulit untuk memulai proses berkemih 11. sembelit 12. perut kembung 13. gangguan menelan 14. nyeri otot



15. kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung 16. ngiler 17. gangguan pernafasan 18. rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi 19. refleks Babinski positif. g.



Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah, cairanserebrospinal dan isolasi virus polio. Pemeriksaan Lab lainnya : a. Pemeriksaan darah b. Cairan serebrospinal c. Isolasi virus polio 2. Pemeriksaan radiologi



Penatalaksanaan Medis 1. Poliomielitis aboratif a. Diberikan analgetik dan sedative b. Diet adekuat c. Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti. 2. Poliomielitis non paralitik a. Sama seperti aborif b. Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit, setiap 2 – 4 jam. 3. Poliomielitis paralitik a. Perawatan dirumah sakit b. Istirahat total



c. Selama fase akut kebersihan mulut dijaga d. Fisioterapi e. Akupuntur f. Interferon Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan. Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi. Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan. Fase akut : a. Analgetik untuk rasa nyeri otot. b. Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. c. Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan terganggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi. d. Sesudah fase akut : a. Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi dengan fisioterapy. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang. Diagnostik Medis Penyakit polio dapat didiagnosis dengan 3 cara yaitu : 1. Viral Isolation Poliovirus dapat dideteksi dari faring pada seseorang yang diduga terkena penyakit polio. Pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnostik yang jarang mendapatkan hasil yang akurat. Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan yang akut, orang tersebut harus diuji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide atau pemetaan genomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah. 2. Uji Serology Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada darah ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio



adalah benar. Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat pasien tersebut sakit. 3. Cerebrospinal Fluid ( CSF) CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml ( Paul, 2004 ).



h. Penatalaksanaan Begitu penyakit mulai timbul, kelumpuhan sering kali tidak tertangani lagi karena ketidakadaan obat yang dapat menyembuhkannya. Antibiotika yang biasanya digunakan untuk membunuh virus juga tidak mampu berbuat banyak. Rasa sakit dapat diatasi dengan memberikan aspirin atau acetaminophen, dan mengompres dengan air hangat pada otototot yang sakit. 1. Poliomielitis abortif 1) Diberikan analgesic dan sedative 2) Diet adekuat 3) Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya dicegah aktivitas yang berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksa neuroskeletal secara teliti. 2. Poliomielitis non paralitik 1) Sama seperti abortif 2) Selain diberi analgesic dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15-30 menit, setiap 2 – 4 jam. 3. Poliomielitis paralitik 1) Perawatan dirumah sakit 2) Istirahat total 3) Selama fase akut kebersihan mulut dijaga 4) Fisioterafi 5) Akupuntur 6) Interferon Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan. Poliomielitis abortif diatasi dengan istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktivitas dapat dimulai lagi. Poliomielitis paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pengawasan yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan. Fase akut : a. Analgetik untuk rasa nyeri otot. b. Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai.



c. Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan terganggu sehingga dapat timbul bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan kesalah satu sisi. Sesudah fase akut : Kontraktur, atropi, dan attoni otot dikurangi dengan fisioterapi. Tindakan ini dilakukan setelah 2 hari demam hilang. i. Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita poliomielitis antara lain : a. Melena cukup berat sehingga memerlukan transfusi, yang mungkin diakibatkan erosi usus superfisial. b. Dilatasi lambung akut dapat terjadi mendadak selama stadium akut atau konvalesen (dalam keadaan pemulihan kesehatan/ stadium menuju kesembuhan setelah serangan penyakit/ masa penyembuhan), menyebabkan gangguan respirasi lebih lanjut. c. Hipertensi ringan yang lamanya beberapa hari atau beberapa minggu , biasanya pada stdium akut, mungkin akibat lesi pusat vasoregulator dalam medula. d. Ulkus dekubitus dan emboli paru, dapat terjadi akibat berbaring yang lama di tempat tidur, sehingga terjadi pembususkan pada daerah yang tidak ada pergerakan (atrofi otot) sehingga terjadi kematian sel dan jaringan) e. Hiperkalsuria, yaitu terjadinya dekalsifikasi ( kehilangan zat kapur dari tulang/ gigi) akibat penderita tidak dapat bergerak. f. Kontraktur sendi,yang sering terkena kontraktur antara lain sendi paha, lutut, dan pergelangan kaki. g. Pemendekan anggota gerak bawah, biasanya akan tampak salah satu tungkai lebih pendek dibandingkan tungkai yang lainnya, disebabkan karena tungkai yang pendek mengalami antropi otot. h. Skoliosis, tulang belakang melengkung ke salah satu sisi, disebabkan kelumpuhan sebagian otot punggung dan juga kebiasaan duduk atau berdiri yang salah. i. Kelainan telapak kaki, dapat berupa kaki membengkok ke luar atau ke dalam.



j. Prognosis Pasien dengan penyakit minor dan jenis nonparalitik dapat sembuh total, dan kebanyakan orang dengan penyakit mayor yang lumpuh juga dapat kembali sembuh total. Kurang dari 25 % dari orang-orang dengan polio yang hidup cacat.Meskipun Anda dapat sembuh sepenuhnya dari gejala polio, polio meninggalkan beberapa kerusakan. Seiring pertambahan usia, sistem saraf Anda mungkin menjadi kurang mampu mengkompensasi kerusakan yang disebabkan polio, sehingga gejala secara bertahap dapat muncul kembali. Hal ini dapat terjadi 15 atau 30 tahun setelah infeksi polio aktif. Gejala berulang dari polio yang disebut post-polio syndrome. k. Penularan Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus. Selanjutnya, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara, yaitu: * fekal-oral (dari tinja ke mulut) Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita lalu masuk ke mulut orang yang sehat. * oral-oral (dari mulut ke mulut) Yaitu melalui percikan ludah atau air liur penderita yang masuk ke mulut orang sehat lainnya. Sebenarnya, kondisi suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus. Sebaliknya, pada keadaan beku atau suhu yang rendah justru virus dapat bertahan hidup bertahuntahun. Ketahanan virus ini di dalam tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan adanya mikroba lain. Virus ini dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan,



bahkan



dapat



sampai



berkilo-kilometer



dari



sumber



penularan.



Meskipun cara penularan utama adalah akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari penderita yang terinfeksi, namun virus ini sebenarnya hidup di lingkungan yang terbatas. secara ringkas, Cara penularannya dapat melalui : a. Inhalasi b. Makanan dan minuman c. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain. Penularan melalui oral berkembang biak diusus→verimia virus+DC faecese beberapa minggu. l. Pencegahan Cara pencegahan dapat dilalui melalui : 1. Imunisasi 2. jangan masuk daerah endemis 3. jangan melakukan tindakan endemis Tempatkan anak yang sakit di kamar terpisah, jauh dari anak-anak lainnya. Ibu harus mencuci tangan setiap kali menyentuhnya. Perlindungan terbaik terhadap polio ialah dengan memberikan vaksin polio/pemberian kekebalan. Seorang anak yang cacat akibat polio harus makan makanan bergizi dan melakukan gerak badan untuk memperkuat otot-ototnya. Selama tahun pertama, sebagian kekuatan dapat pulih kembali. Bantulah anak agar belajar berjalan sebaik-baiknya, pasanglah 2 buah tiang, sebagai penyangga dan kemudian buatkan tongkat penopang. Cegah Virus Polio dengan Vaksinasi. Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi. Kasus penyakit polio di Sukabumi, Jawa Barat, sangat mengejutkan pemerintah dan masyarakat. Penyakit yang diakibatkan infeksi virus ini jelas mencemaskan para orang tua yang punya anak balita karena begitu mengerikan dampak buruk yang bisa ditimbulkan. Sayangnya lagi, hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatannya. Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi. Virus polio (poliomyelitis) sangat menular dan tak bisa disembuhkan. Virus ini menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan sistem saraf) dan



bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen dan kelumpuhan total dalam hitungan jam saja. Bahkan sekitar 10-15 persen mereka yang terkena polio akhirnya meninggal karena yang diserang adalah otot pernapasannya. Virus polio terdiri atas 3 tipe (strain), yaitu tipe 1 (brunhilde), tipe 2 (lanzig) dan tipe 3 (Leon). Tipe 1 seperti yang ditemukan di Sukabumi adalah yang paling ganas (paralitogenik) dan sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Sedangkan tipe 2 paling jinak m. Pengobatan Tidak ada pengobatan yang spesifik. Diberikan obat simtomatis dan suportif. Istirahat total jangan dilakukan terlalu lama, apabila keadaan berat sudah reda. Istirahat sangat penting di fase akut, karena terdapat hubungan antara banyaknya keaktifan tubuh dengan berat nya penyakit. Poliomielitis Abortif a. Cukup diberikan analgetika dan sedatifa, untuk mengurangi mialgia atau nyeri kepala, b. Diet yang adekuat dan c. Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya aktivitas yang berlebihan dicegah selama 2 bulan, dan 2 bulan kemudian diperiksa sistem neuroskeletal secara teliti untuk mengetahui adanya kelainan. Poliomielitis nonparalitik a. Sama seperti tipe abortif, Pemberian analgetik sangat efektif b. Selain diberi analgetika dan sedatif sangat efektif. Bila diberikan bersamaan dengan kompres hangat selama 15 – 30 menit, setiap 2 – 4 jam, dan kadang – kadang mandi air panas juga membantu Poliomielitis Paralitik a. Membutuhkan perawatan di rumah sakit. b. Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut dilampaui c. Selama fase akut kebersihan mulut dijaga d. Perubahan posisi penderita dilakukan dengan penyangga persendian tanpa menyentuh otot dan hindari gerakan menekuk punggung.



e. Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan maksud untuk mencegah terjadinya deformitas. f. Akupunktur dilakukan sedini mungkin g. Interferon diberikan sedini mungkin, untuk mencegah terjadinya paralitik progresif. Poliomielitis bentuk bulbar a. Perawatan khusus terhadap paralisis palatum, seperti pemberian makanan dalam bentuk padat atau semisolid b. Selama fase akut dan berat, dilakukan drainase postural dengan posisi kaki lebih tinggi (20°- 25°), Muka pada satu posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi, pengisapan lendir dilakukan secara teratur dan hati – hati, kalau perlu trakeostomi.



II.



TEORI ASUHAN KEPERAWATAN



a. Pengkajian Identitas Pasien Nama Pasien



:



No. RM



:



Tempat Tanggal Lahir : Umur



:



Agama



:



Status Perkawinan



:



Pendidikan



:



Alamat



:



Pekerjaan



:



Jenis Kelamin



:



Suku



:



Diagnosa Medis



:



Tanggal Masuk RS



:



Tanggal Pengkajian



:



Sumber Informasi



:



Penanggung Jawab Nama



:



Tempat Tanggal Lahir : Umur



:



Agama



:



Alamat



:



Pekerjaan



:



Jenis Kelamin



:



Hubungan dengan Pasien No. Telepon



:



:



Pengkajian 1. Riwayat kesehatan Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas 2. pemeriksaan fisik a. Nyeri kepala b. Paralisis c. Refleks tendon berkurang d. Kaku kuduk e. Brudzinky MENDETEKSI LUMPUH LAYUH 



Bayi -



Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut dan pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat tidur.



-



Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada telapak kaki bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.



-



Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki menekuk, pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.







Anak besar -



Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak.



-



Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami kelumpuhan tidak bisa melakukannya.



-



Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa melakukannya.



-



Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali. Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan merambat pada tungkainya.



-



Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.



Pemeriksaan Fisik a. B1 (breath)



: RR normal, Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan Suhu (38,9 °C)



b. B2 (blood)



: normal



c. B3(brain)



: gelisah (rewel) dan pusing



d. B4 (bladder) : normal e. B5 (bowel)



: mual muntah, anoreksia, konstipasi f. B6 (bone) : letargi atau kelemahan, tungkai kanan mengalami kelumpuhan, pasien tidak



mampu berdiri dan berjalan



Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Viral Isolation Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan yang di peroleh pada tenggorokan satu minggu sebelum dan sesudah paralisis dan tinja pada minggu ke 2-6 bahkan 12 minggu setelah gejala klinis. b. Uji Serologi Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita, jika pada darah ditemukan zat antibodi polio maka diagnosis orang tersebut terkena polio benar. Pemeriksaan pada fase akut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) apabila terkena polio akan didapatkan hasil yang positif. c. Cerebrospinal Fluid (CSF) Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama sel limfosit, dan terjadi kenaikan kadar protein sebanyak 40-50 mg/100 ml (Paul,2004). 2. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut. Pada anak yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis dengan korteks yang tipis dan rongga medulla yang relative lebar, selain itu terdapat penipisan epifise, subluksasio dan dislokasi dari sendi. Diagnosa



1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah 2. Hipertermi b/d proses infeksi 3. Resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot 4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf 5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis 6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.



Intervensi Dx 1 : 1. Kaji pola makan anak Mengetahui intake dan output anak 2. Berikan makanan secara adekuat Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang 3. Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral. 4. Timbang berat badan Mengetahui perkembangan anak 5. Berikan makanan kesukaan anak Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak 6. Berikan makanan tapi sering Mempermudah proses pencernaan Dx 2 : 1. Pantau suhu tubuh Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih 2. jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres Dapat menyebabkan efek neurotoksi 3. hindari mengigil 4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit Dapat membantu mengurangi demam



Dx 3 : 1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi. 2. Auskultasi bunyi nafas Mengetahui adanya bunyi tambahan 3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru 4. Berikan tambahan oksigen Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru Dx 4 : 1. Lakukan



strategi



non



farmakologis



untuk



membantu



anak



mengatasi



nyeri



Theknik-theknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan dapat lebih di toleransi 2. Libatkan orang tua dalam memilih strategi Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak 3. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri. Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan 4. Minta



orang



tua



membantu



anak



dengan



menggunakan



srtategi



selama



nyeri



Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan 5. Berikan analgesic sesuai indikasi. Dx 5 : 1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi. 2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada) Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak 3. Indetifikasi



factor-faktor



yang



mempengaruhi



pemasukan makanan yang tidak adekuat.



kemampuan



untuk



aktif



seperti



Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas 4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.



Dx 6 : 1. Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas(mis.renda,sedang, parah). Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari. 2. Nyatakan realita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa yang dipercaya. Pasien mugkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya. 3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga. Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat dibatasi setelah periode yang diperpanjang.



LAPORAN KASUS Contoh Kasus Poliomielitis : Anak W berumur 3 tahun dibawa oleh kakaknya ke RS. Kakak pasien menyatakan bahwa adiknya tiba-tiba merasa lemas di sekujur tubuhnya, dan tungkai kanan susah digerakkan. Gejala awal demam, kemudian mual-mual dan muntah disertai pusing, hingga sekarang tidak mampu berdiri dan berjalan. Kakak pasien merasa cemas karena adiknya belum pernah mendapatkan vaksin polio sejak kecil. Asuhan Keperawatan pada Pasien Poliomyelitis Berdasarkan Pola Fungsional Gordon :  PENGKAJIAN 1.Identitas a.Id en titas Pasien Nama



: An. W



Usia



: 3 tahun



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Suku / bangsa



: Jawa/ Indonesia



Alamat



: Setro BaruUtara Gg.7 No.50, Surabaya



Agama



: Islam



Tgl MRS



: 7/6/2012



Jam MRS



: 16.00 WIB



Diagnosa



: Poliomyelitis



b. Identitas Penanggung Jawab : Nama



: Tn. P



Umur



: 40 tahun



Jenis kelamin



: Laki-laki



Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta Hubungan dg klien



: ayah klien



2.Riw ayat Kes eh atan Kep eraw atan 1. Keluhan Utama : pasien merasa lemas di sekujur tubuhnya. 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Kakak pasien menyatakan bahwa adiknya tiba-tiba merasa lemas di sekujur tubuhnya, dengan gejala awal demam (Suhu 38,9 C), kemudian disertai pusing, hingga sekarang tidak mampu berdiri dan berjalan. Imunisasi polio (-). 3. Riwayat Penyakit sebelumnya : Riwayat Tumbuh Kembang anak :  Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat lahir, Polio oral belum pernah diberikan  Status Gizi : Baik Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial : Klien An. W mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta kenyamanan dari orang tua sendiri. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga :  Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. W dalam merawat klien.  Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area pemukiman kumuh.  Kultur dan kepercayaan :  Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan :  Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan Pengkajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Gordon (11 Pola) 1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan Kakak pasien tampak merasa cemas karena adiknya belum pernah mendapatkan vaksin poliosejak kecil, Persepsi keluarga tentang penyakit anaknya itu karena cobaan Tuhan. 2) Pola Nutrisi Sebelum sakit



: normal.



Selama sakit



:nafsu makan berkurang.



3) Pola Eliminasi Sebelum sakit



:



BAB : normal 1X sehari, warna kulit kecoklatan, tekstur lunak, aroma terapik. BAK : normal, warna kunimg, aromatik. Selama sakit



:



BAB : konstipasi BAK : normal, warna kuning, aromatik. 4) Aktivitas dan Latihan Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4 Kemampuan melakukan ROM √ Kemampuan Mobilitas di tempat tidur √ Kemampuan makan/minum √ Kemampuan toileting √ Kemampuan Mandi √ Kemampuan berpindah √ Kemampuan berpakaian √ Ket. : 0 = Mandiri 1= Menggunakan alat bantu 2 = dibantu orang lain 3 = Dibantu orang lain dan alat



4 = Tergantung Total



5) Tidur dan Istirahat Sebelum sakit



: 10 jam sehari, 2 jam tidur siang dan 8 jam tidur



malam. Selama sakit



: sering terbangun.



6) Sensori, Persepsi dan Kognitif 7) Konsep diri klien belum mampu memaparkan konsep dirinya karena klien masih berusia 3tahun. 8) Sexual dan Reproduksi Klien belum berkeluarga 9) Pola Peran Hubungan Sebelum sakit : Interaksi dengan keluarga, teman, dan lingkungan baik. Selama sakit : pasien mengalami perubahan pada interaksi keluarga, teman, dan lingkungan. Aktivitas meningkat, tetapi terganggu. 10) Manajemen Koping Stress



Sebelum Sakit : Baik. Selama sakit : klien belum mampu memaparkan secara tepat keadaan jiwanya karena klien masih balita, klien dibantu dengan orang tua (ibu) untuk menyelesaikan masalahnya. 11) Sistem Nilai dan Keyakinan Sebelum sakit : pasien beragama Islam. Selama sakit : pasien tidak pernah melaksanakan sholat karena keterbatasan aktivitas akibat nyeri sendi. Pemeriksaan Fisik a. B1 (breath) : RR normal, Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan Suhu 38,9°C b. B2 (blood)



: normal



c. B3(brain



: gelisah (rewel) dan pusing



d. B4 (bladder) : normal e. B5 (bowel)



: mual muntah, anoreksia, konstipasi



f. B6 (bone)



: letargi atau kelemahan, tungkai kanan mengalamikelumpuhan, pasien



tidak



mampu berdiri dan berjalan Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium : pada



pemeriksaan



sampel



fesesditemukan



serumditemukan adanya peningkatan antibody. 2. Pemeriksaan radiologi



b. Analisa Data Nama kilen



: An. W



Ruang Rawat



: Rumah Sakit



adanya



Poliovirus.



Pada



pemeriksaan



Diagnosa medik



: Poliomyelitis



DATA DS : pasien mengatakan lemas, mual muntah. DO : konstipasi



DS : - kakak pasien



ETIOLOGI



MASALAH



- anoreksia -mual muntah



- Perubahan nutrisi kurang



-proses infeksi



- hipertermi



Paralysis



-gangguan mobilitas fisik



dari kebutuhan.



mengatakan belum pernah diimunisasi polio DO : demam, S: 38,9°c, adanya peningkatan antibody DS : kakak pasien mengatakan badan pasien lemas disekujur tubuhnya, tungkai kanan sulit digerakkan DO : tidak mampu berdiri dan berjalan, letargi



Diagnosa keperawatan sesuai perioritas 1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah DS : pasien mengatakan lemas, mual muntah. DO : konstipasi



2. Hipertermi b/d proses infeksi DS : - kakak pasien mengatakan belum pernah diimunisasi polio DO : demam, S: 38,9°c, adanya peningkatan antibody 3. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis DS : kakak pasien mengatakan badan pasien lemas disekujur tubuhnya, tungkai kanan sulit digerakkan DO : tidak mampu berdiri dan berjalan, letargi



RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN NO. 1.



DIAGNOSA



TUJUAN DAN



INTERVENSI



RASIONAL



KEPERAWATAN KRITERIA HASIL Perubahan nutrisi kurang kebutuhan nutrisi anak 1. Kaji pola makan anak  2. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam  dari kebutuhan tubuh b/d terpenuhi. pemberian nutrisi anoreksia, mual dan Kriteria Hasil : 3. Berikan makanan secara adekuat muntah - Pasien memperlihatkan 4. Berikan nutrisi kalori,  DS : pasien mengatakan peningkatan berat badan protein,vitamin dan mineral 5. Timbang berat badan lemas, mual muntah. yang progresif  6. Berikan makanan kesukaan anak DO : konstipasi - Nilai laboratorium pasien7. Berikan makanan porsi sedikit tapi  (albumin, protein,



sering



sehingga output dan intake seimbang Mencukupi kebutuhan nutrisi dengan seimbang Mengetahui perkembangan anak Menambah masukan dan merangsanganak untuk makan lebih



elektrolit)menunjukkan nilai normal



Mengetahui intake dan output anak Untuk mencakupi masukan







banyak Mempermudah proses pencernaan.







Untuk mencegah kedinginan



- Mual muntah berkurang dan nafsu makan bertambah.



2.



Hipertermi b/d proses



Tujuan suhu akan kembali 



Pantau suhu tubuh



3.



infeksi d/d



normal dalam waktu 1x 24



DS : - kakak pasien



jam.



mengatakan belum



Kriteria hasil :- Suhu



pernah diimunisasi polio



normal 36,5°C- 37,5°C



DO : demam, S: 38,9°c,



- Nadi dan pernapasan



 



adanya peningkatan



 dalam rentan normal (N=