Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Sirosis Hati [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN SIROSIS HATI



Makalah disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II



Dosen Pengampu: Ns. Ani Widiastuti, S.Kep, SKM, M.Kep, Sp.Kep.MB



Disusun oleh: Siti Juhariyah



1810711011



Angel Sri Yuliningtias



1810711062



Zahra Amanda Nurhaliza



1810711092



Hilmi Yoda



1810711099



UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA FAKULTAS ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 2020



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati. Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul dan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur. (Smeltzer, Bare, 2001). Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketika pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju. Maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secarakebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 449 tahun.(Mariyani, 2003). Angka kejadian sirosis hati yang paling sering muncul adalah akibat alkoholisme. Namun tidak menutup kemungkinan penyebab lainnya seperti kekurangan gizi, protein deficiency, hepatitis dan jenis lain dari proses infeksi, penyakit saluran empedu, dan racun kimia. Gejala yang ditimbulkan sirosis hepatis akibat perubahan morfologi dapat menggambarkan kerusakan yang terjadi. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti hematemesis melena, koma hepatikum.  Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar masyarakat dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis, merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien, membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan pengobatanya. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis dengan penanganan tepat dan asuhan keperawatan yang komprehensif.



B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana konsep penyakit Sirosis Hati ? 2. Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien Sirosis Hati ? C. Tujuan 1. Menjelaskan tentang konsep penyakit Sirosis Hati  mulai dari pengertian, tanda gejala, etiologi, serta patofisiologinya. 2. Menjelaskan tentang asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien dengan Sirosis Hati , mulai dari pengkajian hingga evaluasi



BAB II PEMBAHASAN



A. Pengertian Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi selsel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, FKUI, 2001). Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare, 2001). Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002). Berdasarkan bebbrapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. B. Klasifikasi 1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. 2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. 3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). C. Etiologi 1. Alkohol Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol merupakan zat hepatotoksis yang merupakan penyebab utama pada perlemakan hati sehingga menyebabkan infiltrasi lemak sehingga menghalangi pembentukan lipoprotein. 2. Faktor keturunan dan malnutrisi



WATERLOO (1997) berpendapat bahwa factor kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein hewani menjadi penyebab timbulnya Sirosis Hepatis. Menurut CAMPARA (1973) untuk terjadinya Sirosis Hepatis ternyata ada bahan dalam makanan, yaitu kekurangan alfa 1-antitripsin. 3. Hepatitis virus Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukkan perjalanan yang kronis bila dibandingkan dengan hepatitis virus A. penderita dengan hepatitis aktif kronik banyak yang menjadi sirosis karena banyak terjadi kerusakan hati yang kronis. Terbentuknya jaringan parut dan nodul yang semakin meluas.Sebagaimana kita ketahui bahwa sekitar 10 % penderita hepatitis virus B akut akan menjadi kronis. 4. Obat-obatan hepatotoksik Beberapa obat-obatan (pain killer) dan zat kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fungsi sel hati secara akut dan kronik. Pemberian bermacam obat-obatan hepatotoksik secara berulang kali dan terus menerus. Mula-mula akan terjadi kerusakan setempat, kemudian terjadi kerusakan hati yang merata, dan akhirnya dapat terjadi Sirosis Hepatis. Obat obat TB yang juga mengandung hepatotoksik juga harus diperhatikan indikasi dan pemberian alternative pengganti obat yang tidak menimbulkan efek yang progesive bagi kerusakan hati (Hadi,2005). 5. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan Berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). 6. Kolestasis, Atresia bilier Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia.



D. Patofisiologi Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis, konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga



pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi (Smeltzer & Bare, 2001). Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia 40-60 tahun (Smeltzer & Bare, 2001). Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel- sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang- kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001). Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif. Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.



E. Manifestasi Klinik Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain: 1. Pembesaran Hati Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler). 2. Obstruksi Portal dan Asites Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organorgan ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk dirongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi wajah dan keseluruhan tubuh. 3. Varises Gastrointestinal Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan



distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus. 4. Edema Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. 5. Defisiensi Vitamin dan Anemia Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersamasama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. 6. Kemunduran Mental Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara. F. Penatalaksanaan Penanganan umum



      



Memberikan diet yang benar dengan kalori yang cukup sebanyak 2000-3000 kkal/hari dan protein (75-100 g/hari) Bilamana tidak ada koma hepatik dapat diberikan diet yang mengandung protein 1g/kg BB Jika terdapat encephalopathy hepatic (koma hepatik), konsumsi protein diturunkan sampai 0,5 g/hari. Disarankan mengkonsumsi suplemen vitamin. Multivitamin yang mengandung thiamine 100 mg dan  asam folat 1 mg. Diet ini harus cukup mineral dan vitamin; rendah garam bila ada retensi garam/air Bila ada asites, komsumsi cairan dibatasi < 1000 cc / hari.. Bahan makanan yang tidak boleh diberikan adalah sumber lemak, yaitu semua makanan dan daging yang banyak mengandung lemak Diet pada sirosis hepatis bertujuan memberikan makanan secukupnya guna mempercepat perbaikan faal hati tanpa memberatkan pekerjaannya. Syarat diet ini adalah kalori tinggi, dan protein disesuaikan dengan tingkat keadaan klinik pasien. Diet diberikan secara berangsur-angsur disesuaikan dengan nafsu makan dan toleransi pasien terhadap pasien terhadap protein.



Terapi berdasarkan Etiologi 



 











Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine. Hemokromatis : Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun. Hepatitis autoimun : Hepatitis autoimun adalah sistem kekebalan tubuh yang tidak terkendali sehingga membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat menyebabkan kerusakan dan sirosis.Bisa diberikan steroid (kortokosteroid) atau imunosupresif dengan dosis 40-60 mg per hari. Penyakit hati non alkoholik adalah kondisi  di mana lemak menumpuk di hati sehingga menciptakan jaringan parut dan sirosis. Kelebihan berat badan (obesitas) meningkatkan risiko terjadinya sirosis hepatis.Menurunkan berat badan dapat mencegah terjadinya sirosis hepatik. Hepatitis virus B : Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupaka terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi pada DNA polimerase virus sehingga dapat mengakibatkan resistensi terhadap lamivudin







Hepatitis virus C kronik: Kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.



Terapi berdasarkan Komplikasi yang Timbul 1. Asites Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. 2. Perdarahan Varises Esofagus - Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung. - Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya. - Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali. 3. Ensefalopati Hepatik - Ensefalopati hepatik merupakan keadaan gangguan fungsi sistem saraf pusat disebabkan hati gagal untuk mendetoksikasi bahan-bahan toksik dari usus karena disfungsi hepatoselular dan portosystemic shunting. - Laktulosa membantu pasien untuk mengurangi amonia. - Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia. Diberikan dengan dosis 2-4 gram - Diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB per hari. terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. G. Pemeriksaan Penunjang 1. Radiologi Pemeriksan radiologi yang sering dimanfaatkan adalah pemeriksaan foto thorax.



2. Ultrasonografi (USG) USG banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan hati, termasuk sirosis hati. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permukaan irregular. 3. Peritoneoskopi (laparoskopi) Pada sirosis hati akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodel besar atau kecil. Seringkali dapat terlihat pembesaran limpa. 4. Pemeriksaan Laboratorium a. Darah Pada sirosis hepatis bisa di jumpai Hb rendah, anemia normokrom  normositer, hipokom mikositer. Anemia bisa akibat dari hiperplenisme  (lien membesar) dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah trombosit dan leukosit kurang dari nilai normal).  b. Kenaikan kadar enzim transminase/ SGOT, SGPT, tidak merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT sama dengan transaminase ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik.  c. Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel hati yang berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda, kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi. d. Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada perbaikan sel hepar, terjadi kenaikan CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan di bawah nilai normal, mempunyai prognosis yang buruk.  e. Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretik dan pembatasan garam dalam diet. Pada ensefalopati, kadar natrium (Na) kurang dari 4 meq/ menunjukan kemungkinan terjadi syndrome Hepatorenal.  f. Pemanjangan masa prothrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vitamin K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi maupun epistaksis g. Peninggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi prognosis jelek. h. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/HbcAb, HBV DNA, HCV RNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan



pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan. 5. Esofagoskopi Dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan varises esophagus, tanda – tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda difus redness. Selain tanda tersebut, dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan terjadi perdarahan yang lebih besar. 6. Pemeriksaaan penunjang lainnya Pemeriksaan cairan asites dengan melakukan fungsi asites. Bisa dijumpai tanda – tanda infeksi (peritonitis bacterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat, dilakukan pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan dan pemeriksaan kadar protein, amilase, dan lipase. H. Komplikasi Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis, prognosis, dan pengobatan tergantung pada dua kelompok besar komplikasi : a. Kegagalan hati (hepatoseluler) : timbul spider navy, eritema palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, dan ensefalopati b. Hipertensi portal : timbul splenomegali, pemekaran pembuluh venaa esophagus, caput medusa, hemoroid, dan vena kolateral dinding perut



a. b. c. d. e.



Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi, berupa : Asites Ensefalopati Peritonitis bacterial spontan Sindrom hepatorenal Transformasi ke arah kanker hati primer (hepatoma)



Asuhan Keperawatan Kasus Seorang pasien dirawat di RS dengan keluhan bengkak pada sebagian tubuhnya, berwarna kuning. Hasil pengkajian didapatkan abdomen asites, tubuh jaundice, nafas sesak dengan RR: 28x/m. Terjadi perdarahan saluran cerna atas. Pasien memiliki riwayat peminum alkohol semenjak 5 tahun yang lalu. Data laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang didapat: HbsAg (+); SGOT 140; SGPT 207; Alkali posfatase: 112 U/;Albumin 2,5 d/dL; Hb: 8 g/dL: Hasil USG Abdomen : Chirosis Hepatis; Endoskopi: Varices Oesophagus. Klien mendapat tranfusi darah FFP sebanyak 2 bag @200 cc; Albumin 1 flash 100 cc; diberikan propanolol 1x1 tablet, impepsa syrup 3x1 cth, transamin injeksi 3x1 ampul. Rencana jika Hb sudah normal akan dilakukan Ligasi pada daerah varises esovagus ; Clisma dengan Gliceryn setiap pagi dan sore sampai melena tidak ada. Pasien bertanya bagaimana bisa terkena penyakit ini. Pasien didiagnosa Sirosis Hepatis. a. Pengkajian



DATA SUBJEKTIF • • •



Pasien mengeluh bengkak pada sebagian tubuhnya. Pasien mengeluh tubuh berwarna kuning. Pasien memiliki riwayat peminum alkohol semenjak 5 tahun yang lalu.



Data tambahan: • Pasien mengatakan sering mual dan muntah • Pasien mengatakan agak nyeri dibagian tengah atas perut



DATA OBJEKTIF a. • • • • b.



Hasil pengkajian didapatkan : abdomen asites, tubuh jaundice, nafas sesak dengan RR: 28x/m. Terjadi pendarahan saluran cerna atas Hasil dari data penunjang dan laboratorium : - HbsAg (+); - SGOT 140; - SGPT 207; - Alkali posfatase: 112 U/; - Albumin 2,5 d/dL; - Hb: 8 g/dL: - Hasil USG Abdomen : Chirosis Hepatis; Endoskopi: Varices Oesophagus. c. Klien mendapat : tranfusi darah FFP sebanyak 2 bag @200 cc; Albumin 1 flash 100 cc; diberikan propanolol 1x1 tablet, impepsa syrup 3x1 cth, transamin injeksi 3x1 ampul.



Data tambahan: • BB pasien turun : dari 75kg ke 65kg • Nyeri tekan di daerah epigastrium b. Analisa Data NO 11



DATA DS: •







DO: •











2



MASALAH KEPERAWATAN



ETIOLOGI



Pasien mengeluh bengkak pada sebagian tubuhnya, Pasien mengeluh tubuh berwarna kuning.



Hasil pengkajian didapatkan abdomen Kelebihan volume cairan asites Hasil pengkajian didapatkan : abdomen asites, dan tubuh jaundice. Hasil USG Abdomen : Chirosis Hepatis; Endoskopi: Varices Oesophagus.



Gangguan mekanisme regulasi



Ds : Klien mengatakan napas nya sesak Ketidakefektifan Pola Napas



Hiperventilasi



DO : RR = 28x/menit 3



DS: Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kurang asupan makanan Klien mengatakan sering mual dan muntah DO:



-



4



Klien terlihat tidak nafsu makan BB pasien turun : dari 75kg ke 65kg Terjadi pendarahan saluran cerna atas



DS: Klien mengatakan agak nyeri dibagian tengah atas perut Nyeri akut DO: Nyeri tekan epigastrium



di



Agen cedera biologis



daerah



c. Diagnosa Keperawatan 1) Kelebihan volume cairan b/d kelebihan asupan cairan 2) Ketidakefektifan pola napas b/d hiperventilasi 3) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang asupan makanan 4) Nyeri Akut b/d agen cedera biologis d. Tindakan Keperawatan



NO. DX 1



TUJUAN & KRITERIA HASIL



INTERVENSI



Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor cairan (NIC.229) keperawatan selama 3x 24 jam a. Monitor tanda gejala asites diharapkan masalah keperawatan b. Monitor tanda dan gejala asites Kelebihan volume cairan c. Berikan agen farmakologi untuk berhubungan dengan kelebihan meningkatkan pengeluaran urine asupan cairan. Teratasi dengan (obat diuretik) kriteria hasil : d. Berikan cairan dengan tepat  Keseimbangan Cairan 2. Manajemen cairan (NIC.167) (NOC : 192) a. Monitor tanda-tanda vital 1. Tekanan Darah skala 5 : b. Timbang BB setiap hari dan (110-130mmHg) monitor status pasien 2. Abdomen tidak c. Jaga intake atau asupan yang menunjukkan asites akurat dan catat output 3. Tidak terdapat edema



4.



5. 6.



7.



2



3



disekitar tubuhnya Keseimbangan intake & output dalam 24 jam (skala 4) sedikit terganggu Turgor kulit skala 4 (sedikit terganggu) Kelembapan membran mukosa skala 4 (sedikit terganggu) Berat jenis urine skala 4 (sedikit terganggu)



d. Monitor status hidrasi (misalnya membran mukosa lembab, denyut nadi adekuat dan tekanan darah normal) e. Batasi cairan yang sesuai f. Lakukan tindakan tindakan untuk mengistirahatkan saluran cerna g. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan menetap atau memburuk h. Jaga infus intravena yang tepat



Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor pernapasan (NIC hal. 236): keperawatan selama 3 x 24 jam a. Monitor kecepatan, irama, diharapkan masalah keperawatan kedalaman dan kesulitan bernapas Ketidakefektifan pola napas b/d b. Monitor suara napas tambahan hiperventilasi teratasi dengan (seperti ngorok atau mengi) kriteria hasil : c. Monitor pola napas d. Monitor keluhan sesak napas • Status Pernapasan (NOC Hal.556) pasien, termauk kegiatan yang meningkatkan atau memperburuk 1. Frekuensi pernapasan dikisaran normal 16-24 sesak napas tsb. e. Auskultasi suara napas (catat, x/menit 2. Irama pernapasan vesikuler area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi 3. Tidak ada suara napas tambahan keberadaan suara napas tambahan) 4. Tidak ada sianosis 5. Tidak ada dispnea saat f. Terapi Oksigen sesuai indikasi medis aktivitas 6. Tidak ada dispnea saat 2. Pengaturan posisi (NIC hal. 306) : istirahat a. Posisikan klien senyaman mungkin (semi fowler) b. Ubah posisi beberapa saat kemudian Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nutrisi (NIC.hal.197) keperawatan selama 4x 24 jam a. Tentukan status gizi pasien diharapkan masalah keperawatan b. Tentukan jenis nutrisi yang Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dibutuhkan untuk memenuhi dari kebutuhan tubuh berhubungan persyaratan gizi



dengan kurang asupan makanan c. Monitor kecendrungan terjadinya teratasi dengan kriteria hasil : penurunan dan kenaikan berat badan. • Status Nutrisi (NOC hal. 551) 2. Monitor nutrisi (NIC hal.235) 1. Asupan gizi terpenuhi 2. Asupan makanan terjaga a. Timbang BB pasien b. Monitor pertumbuhan dan 3. Rasio antar tinggi dan berat badan seimbang perkembangan c. Monitor adanya mual dan muntah d. Monitor diet dan asupan kalori e. Tentukan pola makan 4



Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Nyeri (NIC hal.198) keperawatan selama 3x24 jam a. Kaji lokasi, frekuensi dan tingkat diharapkan masalah keperawatan nyeri dengan metode PQRST Nyeri Akut berhubungan dengan b. Pastikan perawatan analgesik agen cedera biologis teratasi dilakukan dengan tepat dengan kriteria hasil : c. Kaji bersama pasien faktor-faktor • Kontrol nyeri (NOC yang dapat meningkatkan atau menghilangkan nyeri hal.247) 1. Mengenali kapan nyeri d. Dukung istirahat / tidur yang adekuat terjadi 2. Menggambarkan faktor e. Monitor tingkat nyeri secara berkala penyebab 3. Menggunakan tindakan 2. Terapi Relaksasi (NIC hal.446) pencegahan 4. Menggunakan analgesik a. Bantu klien untuk bernapas dalam b. Pastikan lingkungan tenang dan yang direkomendasikan 5. Mengenali apa yang terkait posisi nyaman c. Minta klien untuk rileks gejala nyeri 6. Ekspresi wajah tidak d. Dorong klien untuk mengulangi teknik relaksasi menunjukkan nyeri 7. Bisa beristirahat dengan 3. Pemberian Analgesik (NIC hal.247) nyaman a. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik b. Cek perintah pengobatan melipoti obat, dosis dan frekuensi analgesik.



BAB III PENUTUP



A. Kesimpulan Sirosis hati merupakan penyebab kematian (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun. Sirosis Hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel – sel hati sehingga susunan parenkim hati terganggu (rusak). Etiologi penyakit Sirosis hepatis belum diketahui secara jelas, namun terdapat factor predisposisi yakni diantaranya pasien dengan riwayat penyakit hepatitis, alkoholik, malnutrisi, dll. Untuk menegakkan diagnosa sirosis hepatis dapat diperoleh dari gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan darah maupun pemeriksaan radiologis, pemeriksaan USG, dan pemeriksaan CT scan. Pnatalaksanaan Sirosis hepatis tergantung kondisi, komplikasi, dan prognosisnya. B. Saran 1. Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat membantu kita semua dalam berbagai ilmu pada proses pembelajaran. 2. Diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya 3. Bagi pembaca semua, diharapkan mampu memberikan  asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan sirosis hepatis dan komplikasinya



DAFTAR PUSTAKA



Aru Sudoyo.2016.“Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV.Pustaka.” Jakarta : Penerbitan IPD FKUI. Baradero, 2008. “Klien Gangguan Hati Seri Asuhan Keperawatan.” Jakarta : EGC Barbara Engram. 2009. “Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah” .Jakarta:EGC Doenges, Marilynn E, Mary. (2001).  “Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien” Jakarta: (EGC).    Gendo, Udayana. (2006). “Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran Cina”. Yogyakarta : Kanisius. Kuncara, H.Y, dkk, 2012, “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth” EGC, Jakarta Mansjoer,Arif,dkk.2009. “Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi III.” Jakarta : FKUI Mariyani, Sri (2005). Jurnal Sirosis Hepatis, FK UNSUMSEL Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (2005). “Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit”. Jakarta: Penerbit EGC.          Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2002). “Keperawatan Medikal Bedah 2.(Ed 8)”. Jakarta: Penerbit Buku    Kedokteran (EGC).  Soeparman. (2014). “Ilmu Penyakit Dalam” Balai Penerbit FKUI, Jakarta