Bab 1-7 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN HARGA DIRI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS ANDALAS PADANG TAHUN 2018



SKRIPSI PENELITIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH



Oleh Atika Putri NIM 141211012



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG TAHUN 2018



i



HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN HARGA DIRI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS ANDALAS PADANG



SKRIPSI PENELITIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH



Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Dalam Program Studi S-1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG



Oleh



ATIKA PUTRI 141211012



PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG



iii



2018



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG Skripsi, Juli 2018 ATIKA PUTRI Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018. viii + 84 Page + 2 Skema + 4 Tabel + 12 Lampiran ABSTRAK Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis yang ditularkan melalui udara. Di Indonesia Tuberkulosis Paru merupakan penyakit menular penyebab kematian pada seluruh kalangan usia. Tuberkulosis Paru menyebabkan dampak fisik dan psikologis, apabila tidak memiliki mekanisme koping dan dukungan keluarga yang baik dapat menyebabkan gangguan pada harga dirinya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang. Desain Penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan secara cross sectional. Sampel penelitian diambil sebanyak 42 orang dengan cara total sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pada penelitian ini analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji Chi Square dengan p value = 0,05. Hasil penelitian diketahui bahwa lebih dari separoh penderita Tuberkulosis Paru mengalami harga diri rendah (61,9%) dengan dukungan keluarga yang kurang (54,8%). Dengan menggunakan uji korelasi, terdapat ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan harga diri penderita Tuberkulosis Paru (p value = 0,037) memilliki nilai hubungan positif dengan interpretasi cukup. Berdasarkan hasil tersebut diharapkan kepada pihak tenaga kesehatan Puskesmas Andalas Padang untuk menangani penderita Tuberkulosis Paru agar tidak hanya fokus pada aspek fisik penderitanya saja tetapi pada aspek psikologisnya juga seperti harga diri. Daftar Pustaka : 31 (2008 - 2018) Kata Kunci



: Tuberkulosis Paru, Harga Diri, Dukungan keluarga



iii i



STUDY PROGRAM OF S1 NURSING AT STIKES MERCUBAKTIJAYA PADANG Scription, July 2018 ATIKA PUTRI Family Supporting Relationships with Self-Esteem in Patients with Pulmonary Tuberculosis at Puskesmas Andalas Padang Year 2018 viii + 84 Page + 2 Scheme + 4 Table+ 12 Attachment ABSTRACT Tuberculosis (TB) is an infectious disease that is caused by Mycobacterium Tuberculosis that transmitted through the air. In Indonesia Pulmonary Tuberculosis is the number one murder between infectious disease and it is also the cause of death in all groups of age. Pulmonary Tuberculosis causes physical impact and psychological sufferers, if it does not have a coping mechanism and good family supporting so it can cause the disturbance in their pride. The purpose of this research is to know about family supporting relationships with self-esteem in patients of Pulmonary Tuberculosis in Puskesmas Andalas Padang. The design of research that used is the descriptive correlations with approaching in cross sectional. The sample of research is taken as many as 42 people with using total sampling. The collecting of data uses questionnaire. In this research the analyzing of data is done by Univariat and Bivariat that uses Chi Square test with p value = 0,05. The result of research is known that more than half of patients Pulmonary Tuberculosis experience low self-esteem (61,9%) with lack of family supporting (54,8%). In using correlation test there is the relationship which is significant between family supporting with self-esteem of Pulmonary Tuberculosis patients (p value = 0,037) that have a positive relationship value with enough interpretation. Based on that result is expected to the force of health in Puskesmas Andalas Padang to take in hand of the Pulmonary Tuberculosis patient, so as not to focus only on the physical aspects of patients, but also in psychological aspects as selfesteem. Bibliography



: 31 (2008 - 2018)



Key Words : Pulmonary Tuberculosis, Self-Esteem, Family Supporting



iv i



KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018“. Dalam pembuatan Skripsi ini banyak hambatan yang penulis hadapi, namun berkat dorongan semua pihak, Skripsi ini dapat penulis selesaikan. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya kepada : 1.



Bapak Ns. Zulham Efendi, M.Kep selaku pembimbing I Skripsi yang telah mengarahkan dan memberi masukan dengan penuh ketekunan dan perhatian sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini.



2.



Ibu Ns. Ulfa Suryani, M.Kep, Sp.Kep.J selaku pembimbing II Skripsi yang telah mengarahkan dan memberikan masukan dengan penuh ketekunan dan perhatian sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.



3.



Ibu Ns.Guslinda, M.Kep, Sp.Kep.J selaku penguji I yang telah mengarahkan dan memberikan kritik dan saran dengan penuh ketekunan dan perhatian sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.



4.



Ibu Ns.Weny Amelia,M.Kep,Sp.Kep.MB selaku penguji II yang telah mengarahkan dan memberikan kritik dan saran dengan penuh ketekunan dan perhatian sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini.



5.



Semua responden yang sudah bersedia terlibat dalam penelitian ini.



6.



Ibu Nuraisah Pohan, SKM selaku Kepala Bidang Dinas kesehatan Kota Padang yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian.



7.



Ibu dr. Mela Aryati selaku Kepala Puskesmas Andalas padang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.



vi



8.



Ibu Elmiyasna K, SKp. MM selaku Ketua STIKes MERCUBAKTIJYA Padang



9.



Bapak



Jasmarizal,



Skp.



MARS



selaku



Ketua



Yayasan



STIKes



MERCUBAKTIJAYA PADANG 10. Seluruh Staf dan Dosen pengajar STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang. 11. Yang teristimewa ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan rasa hormat yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orangtua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, semangat dan do’a yang tulus kepada penulis dalam menuntut ilmu dan Skripsi ini. 12. Kepada seluruh sahabat dan semua rekan-rekan seperjuangan mahasiswa tingkat IVA, IVB, dan IVC S1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang 2018/2019 yang telah memberikan bantuan pemikiran serta semangat dalam menyelesaikan perkuliahan dan Skripsi ini semoga bantuan yang telah diberikan akan mendapat balasan yang berlimpah dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga Skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis dan bagi peneliti selanjutnya. Padang, Juli 2018 Peneliti



Atika Putri NIM 141211012



vi i



DAFTAR ISI PERNYATAAN PERSETUJUAN PERSETUJUAN PENGUJI ABSTRAK ABSTRACK KATA PENGANTAR.................................................................................................. i DAFTAR ISI..............................................................................................................iii DAFTAR SKEMA.....................................................................................................vi DAFTAR TABEL......................................................................................................vii DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................viii



BAB 1 PENDAHULUAN A.Latar Belakang..................................................................................................1 B. Rumusan Masalah............................................................................................7 C. Tujuan Penelitian..............................................................................................7 D. Manfaat Penelitian...........................................................................................8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tuberkulosis Paru.............................................................................10 1. Definisi....................................................................................................10 2. Klasifikasi...............................................................................................11 3. Etiologi....................................................................................................14 4. Patofisiologi............................................................................................15 5. Manifestasi Klinis...................................................................................17 6. Komplikasi..............................................................................................19 7. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi TB Paru.......................................20



iii



1



8. Cara Penularan.........................................................................................22 9. Penatalaksanaan.......................................................................................23 10. Masalah- masalah yang terkait dengan TB Paru....................................25 B. Harga Diri Penderita TB Paru.......................................................................26 1. Definisi....................................................................................................26 2. Proses Terbentuknya Harga Diri.............................................................27 3.Tanda dan Gejala.....................................................................................28 4. Komponen-Komponen Harga Diri.........................................................29 5. Karakteristik Harga Diri.........................................................................32 6. Pengukuran Harga diri (Self-esteem)......................................................35 7. Konsep Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri......................37 C. Dukungan Keluarga........................................................................................42 1. Defenisi...................................................................................................42 2. Fungsi Keluarga......................................................................................43 3. Bentuk Dukungan Keluarga. ..................................................................45 4. Sumber Dukungan Keluarga...................................................................47 5. Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga..................................48 BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Teori...............................................................................................51 B. Kerangka Konsep...........................................................................................54 C. Hipotesis.........................................................................................................55 BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian............................................................................56 B. Waktu dan Tempat Penelitian.........................................................................56 C. Populasi dan Sampel......................................................................................56 D. Variabel dan Definisi Operasional.................................................................58



1



2



E. Bahan Penelitian / Instrumen Penelitian.............................................................60 F. Etika Penelitian...............................................................................................61 G. Teknik Pengumpulan Data.............................................................................62 H. Alur Penelitian...............................................................................................66 I. Teknik Pengolahan Data..................................................................................67 J. Analisa Data....................................................................................................68 BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat...........................................................................................70 1. Dukungan Keluarga Penderita Tuberkulosis Paru....................................70 2. Harga Diri Penderita Tuberkulosis Paru................................................ 71 B. Analisis Bivariat.............................................................................................72 1. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru...................................................................................72 BAB VI PEMBAHASAN A. Dukungan Keluarga.......................................................................................74 B. Harga Diri Penderita Tuberkulosis Paru......................................................77 C. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita TB Paru.................................................................................80 BAB VII PENUTUP A.Kesimpulan.....................................................................................................83 B. Saran...............................................................................................................83 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



2



3



DAFTAR SKEMA Gambar 3.1 Kerangka Teori......................................................................... ...........53 Gambar 3.2 Kerangka Konsep..................................................................... ...........54



3



4



DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Definisi Operasional...................................................................... ..........58 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Presentase Dukungan Keluarga Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Andalas Padang............................70 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Presentase Harga Diri Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Andalas Padang.......................71 Tabel 5.3 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Andalas Padang............................72



4



5



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Ganchart Lampiran 2 : Format Permohonan Menjadi Responden Lampiran 3 : Format Pernyataan Menjadi Responden Lampiran 4 : Kisi-kisi Kuisioner Lampiran 5 : Kuisioner Penelitian Lampiran 6 : Master Tabel Lampiran 7 : Output Pengolahan Data Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian Dari STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang Lampiran 9 : Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kota Padang Lampiran 10 : Surat Balasan Penelitian Pusekesmas Andalas Padang Lampiran 11 : Lembaran Konsulatasi Lampiran 12 : Daftar Riwayat Hidup



5



6



BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi menular kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis (Jumaelah, 2011). Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan global menduduki urutan kedua setelah Human



Imunodeficiency



Virus



(HIV)



sebagai



penyakit



infeksi



yang



menyebabkan kematian terbanyak pada penduduk dunia (WHO, 2015). Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif yaitu 15-50 tahun. Penyakit ini sering ditemukan pada yang bertubuh lemah, kurang gizi, atau yang tinggal satu rumah dan berdesak desakkan bersama penderita TB Paru (Naga, 2012). Menurut World Health Organization (WHO), jumlah kasus Tuberkulosis paru dengan proporsi kasus yang besar pada tahun 2016 berturut-turut dari seluruh penderita di dunia yaitu, di Wilayah Asia Tenggara (45%), Wilayah Afrika (25%), Wilayah Pasifik Barat (17%), dan proporsi kasus yang lebih kecil terjadi di Kawasan Mediterania Timur (7%), Wilayah Eropa (3%), dan Wilayah Amerika (3%) (WHO, 2017). Di Indonesia pada tahun 2015 didapatkan sebanyak 330.910 kasus dimana laki-laki sebanyak 194.103 kasus dan perempuan sebanyak 136.807 kasus TB paru (Kemenkes RI, 2016). Sedangkan pada tahun 2016 terjadi peningkatkan



6



7



kasus sebanyak 360.565 kasus dimana laki-laki sebanyak 174.675 kasus dan perempuan sebanyak 123.453 kasus TB paru (WHO, 2017). Berdasarkan data dari Dinas Kementrian Kesehatan jumlah kasus baru TB di Sumatera Barat pada tahun 2015 sebanyak 4.561 kasus dimana laki-laki sebanyak 2.997 dan perempuan sebanyak 1.564 kasus. Sedangkan pada tahun 2016 sebanyak 3.847 kasus dimana laki-laki sebanyak 2.515 kasus dan perempuan sebanyak 1.332 kasus (Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan kota Padang bahwa dari seluruh Puskesmas yang ada di kota Padang terdapat angka kejadian seluruh kasus TB paru tertinggi di Puskesmas yaitu Puskesmas Andalas sebanyak 92 kasus, Puskesmas Lubuk Buaya sebanyak 61 kasus, dan Puskesmas Nanggalo sebanyak 30 kasus (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2017). Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang sangat cepat ditularkan melalui udara. Cara penularan penyakit ini terjadi melalui inhalasi droplet nuclei dari penderita TB paru aktif (Bahar, 2014). Saat penderita TB paru batuk atau bersin terutama pada orang di sekitar penderita seperti keluarga yang tinggal serumah akan dapat terinfeksi apabila menghirup droplet tersebut ke dalam saluran pernafasan (Kemenkes, 2010). Jika penyakit ini tidak ditangani dengan baik, maka akan menimbulkan komplikasi seperti Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah), pneumatorak, empiema, efusi pleura, hepatitis, dan penyebaran infeksi ke organ



8



lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya (Manurung, 2008). Seseorang yang menderita TB paru dapat disembuhkan yaitu dengan cara meminum obat secara lengkap dan teratur. Lama pengobatan penderita TB paru yang sebelumnya pernah diobati sebelumnya sekitar 8-9 bulan. Pada tahap awal, pasien minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) setiap hari selama 3-4 bulan. Pada tahap lanjutan, penderita TB paru minum obat 3 kali seminggu selama 5 bulan (Amiruddin, 2009). Penderita TB paru dengan pengobatan lama akan mengalami perubahan fisik dan psikologis. Perubahan dalam bentuk fisik seperti menjadi lebih kurus dan sering batuk - batuk, dan pada psikologis akan menunjukkan keraguan untuk memberikan pendapat, bersikap pasif, merasa rendah diri, menarik diri dari orang lain karena khawatir penyakitnya mudah ditularkan kepada orang lain (Sulistiyawati, 2012). Selain itu penderita Tuberkulosis paru akan merasa tidak berguna bagi keluarga dan masyarakat karena dapat menambah beban pikiran dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologisnya, sehingga penderita mengalami masalah pada harga diri nya (Direja, 2011). Harga diri adalah penilaian individu terhadap nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri (Stuart, 2013). Pada penderita TB paru mengalami perubahan harga diri salah satunya karena saat penderita batuk dan sedang berkomunikasi dengan orang lain, penderita dapat mengalami penolakan dari lawan bicaranya, sehingga lawan



9



bicaranya menjaga jarak saat berkomunikasi dan menimbulkan perubahan perilaku pada penderita TB paru tersebut. Perilaku pada penderita TB paru seperti : menghindari kontak mata, perawakan yang sangat kurus, penampilan tidak rapi, permintaan maaf yang berlebihan, berbicara yang ragu-ragu, terlalu kritis atau marah



berlebihan, sering menangis, menilai diri negatif,



ketergantungan yang berlebihan, ragu-ragu untuk menunjukkan pandangan atau pendapat, kurang berrminat pada apa yang terjadi, bersikap pasif dan kesulitan dalam membuat keputusan (Potter&Perry, 2010). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Dedeh (2016) tentang gambaran harga diri penderita Tuberkulosis paru di Wilayah Eks Kawedanan Indramayu didapatkan bahwa responden yang memiliki harga diri tinggi sebanyak 51,1% dan responden yang memiliki harga diri rendah sebanyak 48,9%.Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Yastriana (2013) tentang gambaran harga diri pada pasien Tuberkulosis di Poliklinik Paru RS Persahabatan didapatkan bahwa responden yang memiliki harga diri tinggi sebanyak 89,9% dan responden yang memiliki harga diri rendah sebanyak 10,1%. Penderita Tuberkulosis paru dapat mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh dan kelemahan fisik, sehingga mengakibatkan keterbatasan dalam melaksanakan aktivitas harian yang akan berdampak pada pendapatan nya dalam segi ekonomi. Selain itu juga memberikan dampak dalam kehidupan sosial, memunculkan stigma bahkan dapat mengakibatkan isolasi sosial. Keadaan



10



tersebut dapat mempengaruhi harga diri penderita TB paru (Depkes, 2009). Menurut Sulistiyawati (2012), mengatakan bahwa responden dengan harga diri tinggi (normal) disebabkan karena adanya mekanisme koping yang baik. Untuk meningkatkan harga diri penderita TB paru, keluarga dapat memberikan motivasi kepada penderita TB paru agar harga diri nya dapat meningkat (Nuha, 2013). Faktor-faktor yang berhubungan dengan harga diri antara lain meliputi : penolakan orang tua, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis (Dariuszky, 2009). Individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan menerima dan mengahargai dirinya sendiri sebagaimana adanya. Sedangkan individu yang memiliki harga diri rendah merasa dirinya tidak berguna, tidak berharga dan selalu menyalahkan dirinya atas ketidaksempurnaan dirinya, dan tidak yakin dengan kemampuan yang dimilikinya (Desmita, 2010). Dalam mengahadapi hal tersebut penderita Tuberkulosis sangatlah membutuhkan dukungan keluarga dalam kesembuhan yang berupa memberikan sarana prasarana, menyediakan dana pengobatan, meluangkan waktu untuk mendampingi berobat dan saat dirumah maupun bergaul dilingkungan sekitarnya (Nuha, 2013). Keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan dengan memberikan dukungan keluarga yang terdiri dari dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional (Safarino, 2006). Keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci



11



dalam penyembuhan penderita Tuberkulosis paru (Videbeck, 2008). Dukungan sosial yang memberikan dampak terbesar adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga (Makhfudli, 2009). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abdullah (2015) tentang hubungan dukungan keluarga pasien rawat inap Tuberkulosis paru di RS Paru Jember yaitu, responden yang mendapatkan dukungan keluarga baik sebanyak 56,8%, dukungan keluarga cukup sebanyak 34,1%, dan dukungan keluarga kurang sebanyak 9,1%. Sedangkan menurut penelitian Ulfah (2013) juga menunjukan hubungan dukungan keluarga dengan pasien TB paru yaitu, pada dukungan keluarga kurang sebanyak 47,1% responden dan dukungan keluarga baik sebanyak 52,9%. Dari penelitian tersebut didapatkan hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB paru yang mempunyai hubungan yang positif, yang artinya semakin baik dukungan keluarga semakin tinggi pula harga diri pada pasien Tuberkulosis paru tersebut. Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 Februari 2018 di Puskesmas Andalas Padang terhadap 10 orang responden, ditemukan 6 orang responden mengungkapkan minder, tidak nyaman ditanya tentang penyakitnya, dan jaga jarak karena khawatir penyakit ini dapat menular, mengungkapkan malu karena minum obat selama 6 (enam) bulan berturut-turut, ketika berobat hanya sendirian, dan keluarganya jarang memberikan informasi tentang penyakitnya. Sedangkan 4 orang responden ketika diajak untuk



12



berkomunikasi mengatakan bahwa penyakitnya ini bisa sembuh, tidak merasa malu dan responden juga mengungkapkan keluarganya sering mengingatkan Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Harga diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018”. B.



Rumusan Masalah Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang tidak hanya menimbulkan dampak



terhadap



perubahan



fisik,



tetapi



psikologis



dan



juga



dapat



mempengaruhi harga diri penderita TB paru. Dukungan keluarga memegang peranan penting dalam kehidupan penderita TB paru agar penderita termotivasi untuk sembuh dan menjadikan hidupnya lebih bermakna. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah ”Apakah ada Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018” ? C.



Tujuan Penelitian 1.



Tujuan Umum Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada



2.



Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018. Tujuan Khusus a. Diketahui Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018.



13



b. Diketahui Distribusi Frekuensi Harga Diri Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018. c. Diketahui Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018. D. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1.



Bagi Responden / Keluarga Diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan harga diri penderita TB paru dan keluarga penderita TB paru dapat memberikan dukungan kepada penderita TB Paru agar harga diri penderita TB Paru dapat meningkat.



2.



Bagi Puskesmas Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk kinerja pelayanan kesehatan khususnya pelayanan pada penderita Tuberkulosis paru yang dapat melibatkan keluarga dalam proses pengobatan di Puskesmas.



3.



Bagi Institusi Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi di perpustakaan dan dapat di kembangkan sebagai bahan kajian untuk kegiatan penelitian selanjutnya.



14



4. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dan informasi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan harga diri pada penderita tuberkulosis paru.



15



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.



Konsep Tuberkulosis Paru 1.



Definisi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi salah satu penyebab terbesar kematian di dunia (Smeltzer, Bare, Hinkle & Cheever, 2010). Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat juga menyerang organ lainnya (WHO, 2011). Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis. Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes, 2008). Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi



yang



menyerang



parenkim



paru-paru,



disebabkan



oleh



Myobacterium tuberculosis (Somantri, 2009). Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,



16



2012). TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Manurung, 2008). 2.



Klasifikasi a. Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh 1) Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. 2) Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. (Depkes, 2014). b.



Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis 1) Tuberkulosis Paru BTA positif. a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS).



17



b) 1 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran TB paru. c)



1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.



d)



1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesismen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya, hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (Obat Anti Tuberkulosis).



2)



Tuberkulosis Paru BTA Negatif a) Paling tidak 3 spesimen dahak Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS) hasilnya BTA negatif. b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk di beri pengobatan. (Depkes, 2011).



c. Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit 1) TB Ekstra-Paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.



18



2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. (Depkes, 2014). d.



Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya 1) Kasus baru Pasien yang belum pernah diobati dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan (4 minggu). 2) Kasus kambuh (Relaps) Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3) Kasus setelah putus berobat (Default) Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4) Kasus setelah gagal (Failure) Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.



19



5) Kasus lain Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. (Depkes, 2014). 3.



Etiologi Penyakit Tuberkulosis paru disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri atau kuman ini berbentuk batang, dengan ukuran panjang 1 - 4 / μm dan tebal 0,3 - 0,6 / μm. Sebagian besar kuman berupa lemak / lipid, sehingga kuman tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap kimia atau fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai daerah dengan banyak oksigen, dan daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi yaitu apikal / apeks paru. Daerah ini menjadi predileksi pada penyakit tuberkulosis (Somantri, 2009). Penyebab utama terjadinya masalah penyakit Tuberkulosis menurut Depkes (2009) yaitu : a.



Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat seperti pada negara yang sedang berkembang.



b.



Kegagalan TB selama ini, diakibatkan oleh tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat, penemuan kasus / diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin



20



penyediannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan



yang



standar



dan



sebagainya),



tidak



memadai



tatalaksana kasus, salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG, infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisi ekonomi atau pergolakan masyarakat. c.



Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.



d.



Dampak pendemik HIV, seperti penggunaan jarum suntik secara tidak steril dalam layanan kesehatan, dan perkembangan transportasi massal menjadi sebab utama.



4.



Patofisiologi Kuman Tuberkulosis masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan. Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalas nafas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat di pindahkan melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang lainnya. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan banyak bakteri, limposit spesifik tuberkulosis mengahancurkan bakteri dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli yang dapat menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajaman (Manurung, 2008).



21



Masa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag dan membentuk dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan fibrosa bagian sentral dari fibrosa ini disebut “Tuberkel” bakteri dan makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit taktif karena penyakit tidak adekuatnya sistem imun tubuh. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi tulang dan aktivasi bakteri. Tuberkel memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronchi. Tuberkel yang pecah menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya bronkhopeneumonia lebih lanjut. (Manurung, 2008). Selain itu infeksi diawali juga karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi (Somantri, 2008). Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10



22



minggu



setelah



terpapar



bakteri.



Interaksi



antara



Mycobacterium



tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebutdisebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif (Somantri, 2008). 5.



Manifestasi Klinis Menurut Manurung (2008) tanda dan gejala TB Paru dapat dibagi atas dua golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik : a.



Gejala Sistemik 1) Demam ( 40° - 41°C) 2) Malaise, seperti pegal - pegal, nafsu makan berkurang, sakit kepala, badan makin kurus, mudah lelah.



b.



Gejala Respiratorik 1) Batuk, biasanya terjadi karena iritasi bronkhus, apabila terjadi peradangan pada bronkhus, batuk akan menjadi produktif yang berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan.



23



2) Batuk Darah, terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk darah yang timbul, tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. 3) Sesak Nafas, gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan keruskan paru yang cukup luas. 4) Nyeri dada, akibat sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena. Menurut Smeltzer ( 2008 ) pasien menunjukkan gejala : 1)



Demam tingkat rendah, paling sering ditemukan dan sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya hangat atau muka terasa panas.



2)



Keletihan, bisa disebabkan karena kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan.



3)



Anoreksia dan penurunan berat badan, yaitu tidak selera makan karena



rendahnya



asupan



makanan



yang



menyebabkan



peningkatan metabolisme energi dan protein dan utilisasi dalam tubuh. Asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan



24



fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh. 4)



Berkeringat malam, dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih erat.



5)



Nyeri dada, pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhakan di daerah aksila, di ujung skapula atau tempat-tempat lain).



6.



Komplikasi Menurut Manurung (2008), komplikasi yang mungkin timbul pada penderita TB Paru sebagai berikut : 1)



Malnutrisi, yaitu kondisi medis serius pada seseorang akibat tidak mendapatkan semua nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh atau dengan kata lain mengalami gizi buruk.



2)



Empiema, merupakan kondisi ketika kumpulan nanah terbentuk diruang pleura yaitu area paru-paru dan permukaan bagian dalam dinding dada.



3)



Efusi Pleura, adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara dua lapisan pleura.



25



4)



Hepatitis, ketulian dan gangguan gastrointestinal (sebagai efek samping obat - obatan).



7.



Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Tuberkulosis Paru Menurut Famy (2009) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tuberculosis yaitu : a) Faktor Ekonomi Keadaan sosial yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi masalah kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemapuan



masyarakat



untuk



memenuhi



kebutuhan gizi, pemukiman dan lingkungan sehat. Jelas semua ini akan menumbuhkan penyakit tuberculosis. b) Status Gizi Merupakan faktor yang penting dalam timbulnya penyakit tuberculosis, penyakit tuberculosis menunjukkan bahwa penyakit yang bergizi normal ditemukan lebih kecil daripada status gizi kurang dan buruk.



c) Status Pendidikan



26



Latar belakang pendidikan mempengaruhi penyebaran penyakit menular khususnya tuberculosis. Semakin rendah latar belakang pendidikan maka cenderung terjadi kasus TB. Hiswani (2009) mengatakan bahwa keterpaparan penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sebagai berikut: a) Faktor Sosial Ekonomi Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syaratsyarat kesehatan. b) Status Gizi Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan Iain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.



27



c) Umur Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif 15-50 tahun. Dengan terjadinya transisi demografi saat ini menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun system imunolosis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-paru. d) Jenis kelamin Penderita TB-paru cenderung lebih, tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut Hiswani yang dikutip (WHO), sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal aicibat TB paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-paru. 8.



Cara Penularan Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien



28



TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi kerena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.0000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB (Kemenkes, 2014). Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Kemenkes, 2014). 9.



Penatalaksanaan a.



Pemeriksaan Penunjang 1)



Pemeriksaan Radiologis, foto rontgen toraks (chest x-ray), memberikan gambaran yang bermacam-macam pada foto rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang karakteristik untuk tuberkulosis paru seperti apabila lesi terdapat diatas paru.



29



2)



Kultur



sputum,



menunjukkan



hasil



positif



untuk



Myobacterium tuberculosis pada stadium aktif. 3)



Skin test, mengidentifikasi infeksi lama dan adanya antibodi tetapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif.



4)



Ziehl Neeslen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid), digunakan untuk mengidentifikasi bakteri tahan asam.



5)



Bronkografi, pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB.



6)



Histologi atau kultur jaringan. Menunjukan hasil positf untuk Myobacterium tuberculosis. (Somantri, 2009).



b.



Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah (leukositosis, laju endap darah/ LED meningkat) 2) Spututm BTA, untuk menemukan kuman tuberkulosis (Manurung, 2013).



c.



Penatalaksanaan Medis Menurut Somantri (2009), diberikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang meliputi cara-cara seperti berikut : 1) Penyuluhan 2) Pencegahan



30



3)



Pemberian obat-obatan seperti : OAT (Obat Anti Tuberkulosis)



4) Fisioterapi dan rehabilitasi 5) Konsultasi secara teraratur. 10. Masalah- Masalah Yang Terkait Dengan Tuberkulosis Paru a.



Fisik Perubahan yang tampak pada fisik seseorang yang menderita Tuberkulosis paru antara lain, menjadi sangat lemah, pucat, nyeri dada, berat badan menurun, deman dan berkeringat.



b.



Psikologis Pada dampak psikologisnya penderita Tuberkulosis paru akan mengalami perubahan pada : 1) Depresi Berat Seseorang



yang



mengalami



depresi



berat



akan



mempengaruhi mental dan fisik individu sehari-harinya. 2) Menarik Diri Penderita menjadi sadar akan kenyataan ingin lari dari kenyataan, tetapi karena tidak mungkin maka penderita lari atau menghindar secara emosional. Penderita yang tampak menjadi tergantung dengan orang lain, pasif, tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam kesembuhannya.



31



3) Ketidakberdayaan Dampak mengalami ketidakberdayaan membuat persepsi individu bahwa tindakannya sendiri tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna, kurangnya kontrol terhadap situasi tertentu dan kejadian baru yang dirasakan. 4) Harga Diri Penilaian individu tetang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. (Capernito, 2009) B.



Harga Diri Penderita Tuberkulosis Paru 1.



Defenisi Menurut Baron dan Byrne (2003) dalam Suhron (2017), harga diri sebagai penilaian terhadap diri sendiri yang dibuat individu dan dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh orang lain dalam menjadi pembanding. Menurut Coopersmith (2002) dalam Suhron (2017), pengertian tentang harga diri adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap, interaksi, penghargaan, dan penerimaan orang lain terhadap individu. Rosenberg (2007) dalam Suhron (2017) mendefinisikan harga diri adalah sebagai evaluasi positif yang menyeluruh tentang dirinya. Menurut Dalami (2009), Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.



32



Pencapaian ideal diri atau cita-cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan berharga. Harga diri (self-esteem) adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart, 2013). Harga diri adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri secara positif dan negatif yang dipengaruhi oleh hasil interaksinya dengan orangorang yang penting dilingkungannya serta dari sikap, penerimaan, penghargaan, dan perlakuan orang lain terhadap dirinya (Suhron, 2017). 2.



Proses Terbentuknya Harga Diri Proses terbentuknya harga diri diawali dengan penilaian individu



terhadap dirinya sendiri yang merupakan hasil interpretasi subjektif individu terhadap umpan balik yang berarti dalam kehidupannya (teman sebaya atau orang tua) dan perbandingan dengan standar atau nilai kelompok atau budaya. Harga diri mengandung pengertian “apa dan siapa diri saya” segala sesuatu yang berhubungan dengan seseorang, selalu mendapat penilaian berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Atribut-atribut yang melekat dalam



33



diri individu akan mendapat feedback dari orang lain dalam proses interaksi yang merupakan proses dimana individu menguji performance, kapasitas, dan atribut-atribut dirinya yang memperlihatkan standar dan nilai diri yang terinternalisasi dari masyarakat, sehingga terbentuk gambaran diri (Sudrajat, 2012). 3.



Tanda Dan Gejala Menurut Coopersmith (1967) dalam Suhron (2017), membagi tanda dan gejala harga diri individu menjadi dua golongan yaitu : a.



Individu dengan harga diri yang tinggi : 1) Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik 2) Berhasil dalam bidang akademik dan menjalin hubungan sosial 3) Dapat menerima kritik dengan baik 4) Percaya pada persepsi dan reaksinya sendiri 5)



Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau hanya memikirkan kesulitan sendiri



6)



Memiliki keyakinan diri, tidak didasarkan atas fantasi, karena mempunyai kemampuan, kecakapan dan kualitas diri yang tinggi



7)



Tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain tentang kepribadian



8)



Lebih



mudah



menyesuaikan



diri



dengan



suasana



yang



menyenangkan sehingga tingkat kecemasannya rendah dan memiliki ketahanan diri yang seimbang.



34



b.



Individu dengan harga diri yang rendah : 1) Takut gagal dalam membina hubungan sosial 2) Terlibat sebagai orang yang putus asa dan depresi 3) Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan 4) Kurang dapat mengeskresikan diri 5) Sangat tergantung pada lingkungan 6) Tidak konsisten 7) Secara pasif mengikuti lingkungan 8) Menggunakan banyak taktik memperhatikan diri 9) Mudah mengakui kesalahan



4. Komponen-Komponen Harga Diri Sudrajat (2012) mengemukakan aspek-aspek yang terkandung dalam harga diri meliputi 4 komponen yaitu : a.



Power (kekuasaan) Kekuasan dalam arti kemampuan untuk bisa mengatur dan mengontrol tingkah laku diri sendiri dan orang lain. Kemapuan ini ditandai dengan adanya pengakuan dan rasa hormat yang diterima individu dari orang lain dan besarnya sumbangan dari pikiran atau pendapat.



35



b.



Significance (Keberartian) Keberartian yaitu adanya kepedulian dan perhatian yang diterima individu dari orang lain, hal ini merupakan penghargaan, menarik minat dari orang lain, penerimaan dan popularitasnya. Keadaan tersebut ditandai dengan kehangatan, keikut sertaan, perhatian, kesukaan orang lain terhadapnya.



c.



Virtue (Kebajiban) Kebajikan yaitu kemapuan mentataati standar moral dan etika, ditandai dengan ketaatan untuk menjauhi tingkah laku yang harus dihindari dan melakukan tingkah laku yang diperbolehkan atau diharuskan oleh moral, etika, dan agama.



d.



Competence (Kemampuan) Kemampuan dalam arti sukses menuruti tuntutan prestasi ditandai dengan keberhasilan individu dalam mengerjakan bermacam-macam tugas dengan baik dari level yang tinggi dan usia yang berbeda. Menurut Coopersmith (1967) dalam Suhron (2017), aspek-aspek yang



terkandung dalam Self-esteem ada tiga yaitu: a.



Perasaan Berharga Perasaan berharga merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika individu tersebut merasa dirinya berharga dan dapat menghargai orang lain. Individu yang merasa dirinya berharga cenderung dapat



36



mengontrol tindakan-tindakannya terhadap dunia di luar dirinya. Selain itu individu tersebut juga dapat mengekspresikan dirinya dengan baik dan dapat menerima kritik dengan baik. b.



Perasaan Mampu Perasaan mampu merupakan perasaan yang dimiliki oleh individu pada saat dia merasa mampu mencapai suatu hasil yang diharapkan. Individu yang memiliki perasaan mampu umumnya memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis. Individu ini menyukai tugas baru yang menantang, aktif dan tidak cepat bingung bila segala sesuatu berjalan di luar rencana. Mereka tidak menganggap dirinya sempurna tetapi sadar akan keterbatasan diri dan berusaha agar ada perubahan dalam dirinya. Bila individu merasa telah mencapai tujuannya secara efisien maka individu akan menilai dirinya secara tinggi.



c.



Perasaan Diterima Perasaan diterima merupakan perasaan yang dimiliki individu ketika ia dapat diterima sebagai dirinya sendiri oleh suatu kelompok. Ketika seseorang berada pada suatu kelompok dan diperlakukan sebagai bagian dari kelompok tersebut, maka ia akan merasa dirinya diterima serta dihargai oleh anggota kelompok itu.



37



5.



Karakteristik Harga Diri a.



Harga diri tinggi Individu dengan harga diri yang tinggi merasa bahwa dirinya adalah seseorang yang penting dan berharga, serta memiliki pemahaman yang baik tentang dirinya, merasa dirinya sama baiknya dengan orang-orang seusianya yang merasa mampu untuk mempengaruhi orang lain karena pendapat dan pemikirannya dihargai orang lain.



b.



Harga diri rendah Individu dengan harga diri yang rendah tidak menganggap dirinya sebagai seseorang yang berharga dan disukai orang lain karena dia tidak bisa melihat alasan orang lain bisa menyukainya, merasa bahwa kemampuan orang lain jauh bagus dari pada kemampuan dirinya sendiri dan tidak punya kendali terhadap dirinya sendiri serta sering kali menyerah melakukan sesuatu dirasa sedikit sulit. (Minarsih, 2012).



38



Menurut Branden (1994) dalam Suhron (2017), mengenai karakteristik individu berdasarkan self-esteemnya : a.



Karakteristik Individu Dengan Self-Esteem Tinggi. 1)



Memiliki kapasitas untuk menghadapi tantangan dan terbuka kesempatan.



2)



Memperoleh kebahagiaan hidup. Hal ini berkorelasi dengan pikiran yang rasional dan realistis dari individu tersebut. Individu dengan self-esteem tinggi juga tidak mudah cemas, kreatif, mandiri,



fleksibel,



mampu



menghadapi



perubahan,



dapat



menghadapi atau mengoreksi kesalahan, dan kooperatif . 3)



Memiliki tujuan dalam hidupnya sehingga mampu mempersiapkan diri bila terpaksa harus menghadapi kemalangan dalam hidupnya baik dalam kehidupan pribadi maupun kariernya dan semakin siap untuk bangkit kembali bila mengalami kegagalan.



4)



Mampu memacu diri sendiri, optimis, cenderung berambisi tinggi dalam mencapai aspek kehidupan baik secara emosional maupun intelektual, bersemangat memulai segala sesuatu dari



awal



dan



tidak mundur menghadapi kegagalan. Bila menghadapi kritik mereka tidak sensitif namun menerima masukan verbal maupun nonverbal dari orang lain untuk dirinya.



39



5)



Mampu mengekspresikan dirinya serta merefleksikan berbagai kemampuan positif yang memiliki dan puas dengan dirinya sendiri.



6)



Dalam berhubungan dengan orang lain, mampu membina hubungan saling menguntungkan, kejujuran, keterbukaan, dan kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dengan orang lain, menghargai orang lain, bersifat bijaksana, memiliki niat baik serta bersikap wajar dalam memperlakukan orang lain.



b.



Karakteristik Individu Dengan Self-Esteem Rendah 1)



Memiliki pikiran yang tidak rasional, gagal melihat realitas, kaku, ketakutan dengan hal baru dan tidak familiar, depresi, tidak tepat dalam menyesuaikan diri, banyak menggunakan mekanisme pertahanan diri, terlalu mengontrol perilaku, takut menghadapi permusuhan dengan orang lain. Schaefer dan Millman (1981) menambahkan seseorang dengan self-esteem rendah dalam hidupnya tidak optimis, inferior, dan mudah kecil hati dengan usahanya.



2)



Tidak berani mencari tantangan baru dan menghadapi hal-hal yang penuh tuntutan. Dengan penetapan tujuan hidup rendah, individu cenderung tidak ingin berprestasi tinggi.



3)



Kurang memiliki aspirasi dan sedikit usaha untuk mencapai keinginannya. Peristiwa kegagalan membuat dirinya menghadapi



40



kemalangan dan tidak berdaya, serta menganggap peristiwa atau orang lain yang salah atas kegagalannya. 4)



Memiliki perasaan tak berguna dan kurang berharga sehingga merasa tidak puas dengan dirinya. Sering mengalami emosi negatif dan



cenderung



merasa



hidupnya



tidak



bahagia



sehingga



berdampak pada motivasi, perilaku dan sikapnya. 5)



Dalam berhubungan dengan orang lain mereka membatasi diri ataupun banyak memberi tuntutan pada lingkungan, mengelak, cenderung tidak sesuai membangun komunikasi orang lain karenaketidakpastiannyan mengenai pikiran dan perasaannya atau cemas dengan tanggapan orang lain.



6.



Pengukuran Harga diri (Self-esteem) Berbagai macam pengukuran harga diri menurut Robinson, Shaver & Wrightsman (1991) dalam Suhron (2017), antara lain : a.



The Self-esteem Scale oleh Rosenberg pada tahun 1965. Alat ukur ini mengukur keberhargaan diri dan penerimaan diri individu secara global. Alat ukur ini terdiri dari 10 item, menggunakan skala likert. Instrumen pengukuran self-esteem ini memiliki nilai koefesien reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,8054.



41



b.



The Feeling of Inadequacy Scale oleh Janis & field pada tahun 1959. Alat ukur ini mengukur kesadaran diri, ketakutan sosial dan perasaan kekurangan yang ada pada diri individu. Alat ukur ini terdiri dari 32 item dengan menggunakan skala likert.



c.



Self-esteem inventory oleh Coopersmith pada tahun 1967. Alat ukur ini mengukur harga diri secara global dari empat domain yang ada, yaitu : 1) Domain harga diri akademis Mengukur rasa percaya diri, kemampuan dalam belajar dan kepatuhan individu pada setiap kegiatan di sekolah. 2) Domain harga diri keluarga Mengukur seberapa besar kedekatan anak dengan orang tua, dukungan orang tua kepada anak dan penerimaan orang tua terhadap anak. 3) Domain harga diri sosial Mengukur kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. 4) Domain harga diri teman sebaya Mengukur penilaian individu terhadap teman sebaya yang berada dilingkungannya. Alat ukur ini terdiri dari 58 butir dengan pilihan jawaban ya dan tidak. Kebanyakan butir dapat disesuaikan dan digunakan untuk segala usia. Dalam penelitian ini peneliti



42



menggunakan Instrumen CSEI karena memiliki kelebihan pada skala ini adalah sering digunakan untuk remaja. d.



Social self-esteem oleh Ziller, Hagey, Smith & Long (1969). Alat ukur ini mengukur kondisi harga diri ketika berada di bawah tekanan dan berhubungan dengan hubungan sosial individu.



7.



Konsep Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri Menurut Lubis dan Hasnida (2009), Harga diri dipengaruhi beberapa faktor baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar individu yang bersangkutan. Faktor-faktor tersebut yaitu : a.



Lingkungan keluarga Keluarga sangat mempengaruhi harga diri. Keluarga sangat penting, pihak keluarga yang penuh pengertian dan kooperatif dengan pihak perawatan dan memberikan dorongan moril penuh pada penderita. Dalam banyak hal ternyata respon penderita terhadap pengobatan banyak sedikitnya ditentukan oleh faktor keluarga dan lainnya dalam memberikan reaksi terhadap penyakit yang dideritanya. Sistem anggota keluarga yang tidak berfungsi, keluarga yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anggota keluarganya



b.



dengan baik. Kondisi fisik Orang cacat cendrung mempunyai harga diri yang rendah karena berkurangnya penghargaan sosial terhadap dirinya. Seorang individu yang memiliki ukuran bentuk dan kekuatan tubuh yang kurang



43



dibandingkan dengan orang lain akan cendrung mempunyai harga diri c.



yang rendah. Faktor psikologi individu Ada beberapa keadaan psikologis yang turut menentukan pembentukan harga diri seseorang yaitu hal-hal yang berkaitan dengan



d.



konsep kesuksesan dan kegagalan. Lingkungan sosial Harga diri diperoleh dari interaksi individu dengan lingkungannya, penerimaan, penghargaan serta perlakuan orang lain terhadap individu yang bersangkutan. Pengalaman bergaul dan berinteraksi akan memberikan gambaran baik dari segi fisik maupun mental melalui sikap dan respon orang lain terhadap dirinya. Pengalaman keberhasilan persahabatan, dan kematangan akan meningkatkan harga diri. Sebaliknya, kehilangan kasih sayang, dijauhi oleh teman-teman dan



e.



penghinaan akan menurunkan harga diri. Situasional Harga diri negatif akan terbentuk karena adanya trauma yang tibatiba misalnya kecelakaan, perasaan malu, putus sekolah, putus hubungan kerja, dan perceraian, dan lain-lain.



f.



Penyakit kronis Harga diri sangat dipengaruhi oleh lama suatu penyakit atau semakin kronisnya suatu penyakit. Makin kronis suatu penyakit akan mengganggu kemampuan dalam aktivitas yang menunjang perasaan berharga, maka makin besar pengaruhnya pada harga diri. Menurut Crocker dan Wolfe (2000), mengemukakan bahwa harga diri dapat berpengaruh dari berbagai sumber, yaitu :



44



a. b. c. d. e. f. g.



Family support / dukungan keluarga Competition / kompetisi Appearance / penampilan God’s Lovel / anugrah tuhan Academic competence / kompetensi akademik Virtue / nilai moral Approval from others / penghargaan dari orang lain Individu dapat memiliki berbagai persepsi yang berbeda mengenai



dirinya dalam berbagai aspek, seperti hubungan sosial, kemampuan akademik, atau penampilan fisik yang akan membawa pada penerimaan yang luas terhadap diri sebagai objek yang multidimensional.



Menurut McLoed & Owens, Powell (2004) dalam Suhron (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri adalah : a.



Usia, perkembangan self-esteem ketika seseorang memasuki masa anak-anak dan remaja seseorang akan memperoleh harga diri mereka dari teman, orang tua dan guru pada saat mereka bersekolah.



b.



Ras, keanekaragaman budaya dan ras tertentu dapat mempengaruhi self-esteemnya untuk menjunjung tinggi rasnya



c.



Etnis, dalam kehidupan sosial dan bermasyarakat terdapat etnis tertentu yang menilai bahwa sukunya lebih tinggi derajatnya sehingga dapat mempangaruhi self-esteemnya



d.



Pubertas, merupakan periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa ditandai munculnya karakteristik seks sekunder dan



45



kemampuan reproduksi seksual yang dapat menimbulkan perasaan menarik sehingga mempengaruhi self-esteemnya. e.



Berat badan, rangkaian perubahan berat badan yang paling jelas yang tampak pada masa remaja adalah perubahan fisik. Hormon-hormon baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan membawa perubahan dalam ciri-ciri seks primer dan memunculkan ciri-ciri seks sekunder. Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda dan sebagai konsekuensi dari hormon yang baru dalam penambahan atau penurunan berat badan, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan.



f.



Jenis kelamin, menunjukan bahwa remaja pria akan menjaga harga dirinya untuk bersaing dan berkeinginan untuk menjadi lebih baik dari remaja putri khususnya dalam mencapai prestasi belajar dikelas sehingga sehingga dapat mempengaruhi harga diri remaja tersebut. Menurut Kozier (2008), ada empat elemen yang dapat mempengaruhi



harga diri, yaitu : a.



Keluarga/orang-orang yang berarti Seseorang yang berarti adalah seorang individu atau kelompok yang memiliki peran penting dalam perkembangan harga diri selama tahap kehidupan tertentu. Orang berarti adalah orang tua, saudara kandung, teman sebaya, guru dan sebagainya. Pada berbagai tahap perkembangan terdapat suatu atau beberapa orang yang berarti. Melalui



46



interaksi sosial dengan orang yang berarti dan umpan balik tentang bagaimana perasaan, individu akan mengembangkan dan pandangannya mengenai dirinya. b.



Harapan akan peran sosial Pada berbagai tahap, individu sangat dipengaruhi oleh harapan masyarakat umum yang berkenan dengan peran spesifiknya. Masyarakat yang lebih luas dan kelompok masyarakat yang lebih kecil memiliki peran yang berbeda dan hal lain tampak dalam derajat yang berbeda mengenai keharusan dalam memenuhi peran sosial. Harapan-harapan peran sosial berbeda menurut usia, jenis kelamin, status ekonomi, etnik dan identifikasi karir.



c.



Krisis setiap perkembangan psikososial Dalam mengahadapi tugas-tugas perkembangan tertentu individu akan memiliki krisis disetiap tahap perkembangannya. Hal ini dikemukakan oleh Erikson dalam Monks (2006), dimana jika individu tersebut gagal menyelesaikan krisis tersebut dapat menyebabkan masalah dalam diri.



d.



Gaya penanggulangan masalah Strategi yang dipilih individu untuk menanggulangi situasi yang mengakibatkan stres merupakan hal yang penting dalam menentukan



47



keberhasilan individu untuk beradaptasi pada situasi tersebut dan menentukan apakah harga diri dipertahankan, meningkat atau menurun. C.



Dukungan Keluarga 1.



Defenisi Menurut Duval (1972), Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungan oleh ikatan perkawinan, adaptasi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, dan emosional serta individu yang ada di dalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum (Ali, 2009). Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Padila, 2012). Dukungan keluarga adalah sikap tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Hal ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara dukungan keluarga dan status kesehatan anggotanya dimana peran keluarga sangat penting bagi setiap aspek kesehatan anggota keluarga mulai dari strategi-strategi fase rehabilitasi (Friedman, 2010).



2.



Fungsi Keluarga Menurut Friedman (1999) dalam Sudiharto (2012), lima fungsi dasar keluarga adalah sebagai berikut :



48



a.



Fungsi afektif. Adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.



b.



Fungsi Sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan belajar berperan di lingkungan sosial.



c.



Fungsi Reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan, dan menambah sumber daya manusia.



d.



Fungsi Ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi



kebutuhan



keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan. e.



Fungsi Perawatan Kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Keluarga berfungsi dalam melaksanakan asuhan keperawatan yaitu



untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan. Menurut Friedman (2010), tugas kesehatan keluarga sebagai berikut : a. b. c. d. e.



Mengenal masalah keluarga. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat. Melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat. Mempertahankan hubungan dengan menggunakan fasilitas kesehatan.



Menurut Padila (2012) fungsi-fungsi keluarga meliputi :



49



a.



Fungsi afektif (fungsi pemeliharahaan kepribadian, saling memberi kasih sayang) untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa, memenuhi



b.



kebutuhan anggota keluarga. Fungsi sosialisasi penempatan social yaitu untuk sosialisasi primer anak-anak yang bertujuan untuk membuat mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif dan juga sebagai penganugerahan status



c.



anggota keluarga. Fungsi biologis yaitu menjaga berlangsungnya generasi dan juga untuk



d.



kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsi ekonomis yaitu mengadakan sumber-sumber ekonomi yang



e.



memadai dan pengalokasian sumber-sumber tersebut secara afektif. Fungsi perawatan kesehatan merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, spiritual dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta



f.



mengenali kondisi sakit setiap anggota keluarga. Fungsi psikologis yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberi perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan



g.



kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga. Fungsi pendidikan yaitu memberikan pengetahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.



3.



Bentuk Dukungan Keluarga Menurut Friedman (2010) bahwa keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan sebagai berikut:



50



a. Dukungan Informational Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator (penyebab) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan masalah. Manfaat dari dukungan ini dapat menekan munculnya sesuatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyambung aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek yang termasuk dalam dukungan ini adalah : nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. b.



Dukungan Penilaian Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik membimbing dan menengahi masalah, sebagai sumber dan validator identitas



anggota



keluarga



diantaranya



memberikan



support,



penghargaan dan perhatian. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi coping individu dengan strategi alternative berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang positif. c.



Dukungan Instrumental Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan financial dan material berupa bantuan nyata (instrumental support, material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membatu memecahkan masalah praktis. Keluarga



51



merupakan sumber sebuah pertolongan praktis dan konkret, diantaranya kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makanan, minuman, istirahat dan terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata. d.



Dukungan Emosional Dukungan emosional merupakan bentuk dari dukungan yang diberikan keluarga dalam memberikan dukungan perhatian,kasih sayang dan empati. Dukungan emosional adalah dukungan yang dapat membuat seseorang merasa nyaman, tenang, rasa memiliki dan dicintai saat stress. Dukungan ini mencakup empati, kepedulian dan perhatian, orang-orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, misalnya umpan balik dan penegasan dari anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk beristirahat serta pemulihan emosi.



4.



Sumber Dukungan Keluarga Dukungan keluarga mengacu pada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga. Dukungan sosial keluarga biasa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu



52



siap memberikan pertolongan dan bantuan yang diperlukan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dari dukungan dari suami atau istri, atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga), sebuah jaringan sosial keluarga secara sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga itu sendiri ( Friedman, dkk 2010). 5.



Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Menurut Purnawan (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga adalah : a.



Faktor Internal 1) Tahap Perkembangan Dukungan keluarga dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda. 2) Pendidikan atau Tingkat pengetahuan Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memahami faktor-faktor yang berhubungan



53



dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan dirinya.



3) Faktor Emosi Faktor emosi juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara mengkahwatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin mempunyai respons emosional yang kecil selama sakit. Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. 4) Spiritual Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti hidup.



54



b.



Faktor Eksternal 1) Keluarga Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan keluarga biasanya



mempengaruhi



penderita



dalam



melaksanakan



kesehatannya. 2) Faktor Sosioekonomi Faktor sosio dan psikososial dapat meningkatkan risiko terjadinya



penyakit



dan



mempengaruhi



cara



seseorang



mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Seseorang biasanya akan menacari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan. 3) Latar Belakang Budaya Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk cara pelaksanaan kesehatan pribadi.



55



56



BAB III KERANGKA PENELITIAN A. Kerangka Teori Kerangka teori adalah struktur abstrak dan logis tentang pengertian yang menuntun



pengembangan



studi



dan



memungkinkan



peneliti



untuk



menghubungkan penemuan dengan kumpulan/tubuh pengetahuan keperawatan (Achir Yani, 2008). Menurut Kozier (2008), harga diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam diri individu maupun dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor - faktor tersebut meliputi keluarga (orang - orang terdekat), harapan akan peran sosial, krisis setiap perkembangan psikososial, dan gaya penganggulangan masalah. Selain itu Wolfe (2000), mengemukakan bahwa harga diri dapat berpengaruh dari berbagai sumber yaitu : Family support (dukungan keluarga), Competition (kompetisi), Appearance (penampilan), God’s Lovel (anugrah tuhan), Academic competence (kompetensi akademik), Virtue (nilai moral), Approval from others (penghargaan dari orang lain). Menurut Lubis (2009), harga diri dipengaruhi beberapa faktor baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar individu yang bersangkutan. Faktorfaktor tersebut yaitu : lingkungan keluarga, kondisi fisik, faktor psikologi individu, lingkungan sosial, situasi dan penyakit kronis. Nuha (2013) yang menyatakan bahwa penderita Tuberkulosis sangatlah membutuhkan dukungan keluarga dalam kesembuhan yang berupa memberikan sarana prasarana,



56



57



prasarana,



menyediakan



dana



pengobatan,



meluangkan



waktu



untuk



mendampingi berobat dan saat dirumah maupun bergaul dilingkungan sekitarnya yang akan berpengaruh pada harga dirinya Videbeck (2008) mengatakan bahwa keluarga sebagai sumber dukungan sosial dapat menjadi faktor kunci dalam penyembuhan penderita Tuberkulosis Paru. Makhfudli (2009) mengatakan dukungan sosial yang memberikan dampak terbesar adalah dukungan yang diberikan oleh keluarga. Teori ini juga didukung oleh Chandra (2009) bahwa keluarga sebagai jembatan bagi klien untuk sembuh harus dapat memberikan terapi secara holistik seperti kebutuhan fisiknya (makan, istirahat, latihan fisik), mental emosinya (konseling psikoterapi), dan bimbingan sosial (cara bergaul, latihan keterampilan sosial), serta lingkungan keluarga dan sosial yang mendukung.



53



Skema 3.1 Kerangka Teori Penderita Tuberkulosis Paru Masalah-masalah yang terkait dengan harga diri: 1) Fisik : - sangat lemah, pucat, - nyeri dada, - berat badan menurun, demam. 2) Psikologis : - Harga Diri



1) Tinggi 2) Rendah



- Ketidakberdayaan - Menarik diri, dan Depresi berat.



Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri : a. b. b. c. d. f.



Dukungan Keluarga Orang-orang yang terdekat Appearance / penampilan Virtue / nilai moral Approval from others / penghargaan dari orang lain Penyakit kronis



( Sumber : Kozier, 2008 ; Wolfe, 2000 ; Lubis, 2009 ; Nuha, 2013 ; Friedman, 2010 ; Minarsih, 2012 ).



54



B. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati dengan konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui penelitian yang di maksud (Notoadmojo, 2012). Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018. Skema 3.2 Kerangka Konsep Variabel Independen (Bebas)



Dukungan Keluarga



Variabel Dependen (Terikat) Harga Diri Penderita Tuberkulosis Paru



55



C. Hipotesis Hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian. Hipotesis dari penelitian ini adalah : H0 : Tidak ada hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita TB Paru. Ha : Ada hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita TB Paru.



56



BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan secara cross sectional, merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010). Alasan peneliti menggunakan metode ini karena pada penelitian ini menggunakan variabel independen dan dependen yang akan diamati pada periode (waktu) yang sama. Tujuan menggunakan rancangan ini untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap harga diri pada penderita TB paru. B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 - bulan Juli 2018. Pengumpulan data telah dilakukan pada tanggal 21-28 Mei 2018 di Puskesmas Andalas Padang. C. Populasi dan Sampel 1.



Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya penderita



56



57



peneliti



untuk



mempelajari



dan



kemudian



ditarik



kesimpulannya



(Notoadmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB paru yang berkunjung di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018. Populasi penderita TB Paru di Puskesmas Andalas sebanyak 42 orang. 2.



Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Notoadmojo, 2010). Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling yaitu, penentuan sampel dengan cara mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel (Sugiyono, 2013). Berdasarkan dengan pendapat Sugiyono yaitu apabila populasi kurang dari 100, maka sampel di ambil dari keseluruhan populasi yang ada.



3.



Kriteria Sampel a.



Kriteria Inklusi : 1) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani persetujuan. 2) Semua penderita TB paru aktif (+) yang berobat di Puskesmas Andalas Padang. 3)



b.



Mampu berkomunikasi dengan baik, membaca dan menulis.



Kriteria Eksklusi : 1) Tidak bersedia menjadi responden 2) Tidak dapat berkomunikasi dengan baik



58



D. Variabel dan Definisi Operasional Variabel adalah karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini yaitu harga diri penderita TB paru dan variabel bebas (indpenden) yaitu dukungan keluarga. Defenisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Tabel 4.1 Definisi Operasional



N



Variabel



O 1 .



Varibel



Definisi



Alat



Operasional



Ukur



Bantuan yang Kuesioner diberikan independen keluarga : penderita berupa Dukungan nasehat,usulan, saran keluarga ,bimbingan umpan balik pemecahan masalah, perhatian, mendengarkan dan didengarkan, kebutuhan nutrisi dari keluarga



Cara Ukur



Dukungan keluarga terdiri dari pernyataan postitif dan negatif sebanyak 10 pernyataan dengan pilihan jawaban : a) Pernyataa n positif, selalu (4), sering (3), kadangkadang (2),



Hasil



Skala



Ukur



Ukur



Skor jawaban



Ordinal



responden yaitu: Dukungan keluarga baik : ≥50% Dukungan keluarga kurang : 0,05 maka tidak terdapat korelasi antara variabel yang dihubungkan (Suharto, 2011).



69



BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian yang berjudul “Hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Andalas Padang”, telah dilakukan pada penderita tuberkulosis paru dengan pengumpulan data pada tanggal 21 - 28 Mei 2018 dengan jumlah sampel sebanyak 42 orang dan analisis yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat yang dapat digunakan untuk melihat gambaran dari masing-masing variabel. A. Analisis Univariat 1.



Dukungan Keluarga Pada penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Andalas Padang Distribusi frekuensi berdasarkan dukungan keluarga pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Presentase Dukungan Keluarga Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018 Dukungan Keluarga



f



%



Kurang



23



54,8



Baik



19



45,2



Jumlah



42



100



69



70



Berdasarkan tabel 5.1 di atas terlihat bahwa lebih dari separoh (54,8%) responden mengalami dukungan keluarga kurang di Puskesmas Andalas padang tahun 2018. 2.



Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Andalas Padang Distribusi frekuensi berdasarkan harga diri pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.2 dibawah ini. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Presentase Harga Diri Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018 Harga Diri



f



%



Rendah



26



61,9



Tinggi



16



38,1



Jumlah



42



100



Berdasarkan tabel 5.2 di atas terlihat bahwa lebih dari separoh (61,9%) responden mengalami harga diri rendah di Puskesmas Andalas Padang tahun 2018.



71



72



B. Analisis Bivariat 1.



Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru Distribusi frekuensi berdasarkan hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini. Tabel 5.3 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018 Harga Diri Dukungan



Tinggi



Rendah



Total



Keluarga f



%



f



%



n



%



Kurang



5



11,9



18



42,9



23



54,8



Baik



11



26,2



8



19,0



19



45,2



Jumlah



16



38,1



26



61,9



42



100



P value



0.037



Berdasarkan tabel 5.3 di atas terlihat bahwa dari proporsi harga diri rendah lebih banyak ditemukan pada dukungan keluarga kurang (42,9%) dari pada dukungan keluarga baik (19,0%), begitu sebaliknya responden dengan harga diri tinggi lebih banyak ditemukan pada dukungan keluarga baik (26,2%) dibandingkan dukungan keluarga kurang (11,9%). Berdasarkan uji statistik menggunakan uji chi Square terlihat nilai p = 0,037 ( p < 0,05 ) artinya dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara



73



dukungan keluarga dengan harga diri pada penderita TB Paru di Puskesmas Andalas Padang. Maka hipotesa alternatif (Ha) diterima 0,037 < 0,05 dan hipotesa nol (Ho) ditolak.



74



BAB VI PEMBAHASAN A. Dukungan Keluarga Berdasarkan analisa hasil penelitian tentang dukungan keluarga terhadap 42 reponden penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Andalas Padang, didapatkan bahwa lebih dari separoh (54,8 %) responden mendapatkan dukungan keluarga yang kurang. Hasil penelitian di atas sesuai dengan penelitian Safrida (2011) tentang dukungan keluarga terhadap penderita TB Paru di RSUD Sidikalang, ditemukan bahwa 36 orang (40,7%) responden mempunyai dukungan keluarga yang kurang. Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian Muhardiani (2015) di Wilayah kerja Puskesmas Gang Sehat yang mengalami dukungan keluarga kurang sebanyak 41 orang (52,6%). Sedangkan hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lilis (2008), dimana hasil penelitiannya menunjukan bahwa sebagian besar responden 47 orang (87%) mendapat dukungan keluarga yang baik. Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional (Friedman, 2010). 74



75



Dukungan keluarga berupa infromasial yaitu, pada dukungan ini keluarga sebagai pemberi informasi, seperti menanyakan ke dokter mengenai terapi yang baik dan tindakan spesifik untuk penderita TB paru serta hal-hal yang harus dihindari agar tidak memperburuk kondisinya (Nursalam, 2013). Dukungan keluarga berupa dukungan penilaian ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami penderita TB paru dengan baik dan memberikan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi penyakit nya. Keluarga bertindak sebagai penengah dalam pemecahan masalah dan juga sebagai fasilitator dalam pemecehan masalah yang sedang dihadapi (Friedman, 2010). Dukungan keluarga berupa instrumental merupakan sebuah sumber pertolongan dalam hal pengawasan, kebutuhan individu, misalnya saat seseorang memberikan bantuan berupa meminjamkan uang, membantu pekerjaan seharihari, menyampaikan pesan, menjaga dan merawat saat sakit. Dukungan Emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami perubahan harga diri dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu dapat menerimanya dengan merasa berharga saat menghadapi persoalan atau masalah yang sedang dihadapi (Friedman, 2010). Menurut analisa peneliti kurangnya dukungan keluarga pada penderita TB Paru di Puskesmas Andalas Padang dikarenakan kesibukan pada keluarga yang menyebabkan kurangnya pemberian dukungan berupa emosional dan penilaian, dukungan berupa instrumental/nyata, dan dukungan berupa informasi. Hal ini didukung sesuai dari pengisian kuesioner pada saat pengumpulan data, dukungan



76



keluarga kurang disebabkan karena pada dukungan emosional dan penilaian (59,5%) keluarga sering acuh tak acuh terhadap penderita TB Paru, (50%) keluarga tidak pernah memberikan nasehat dan motivasi untuk berusaha melawan penyakit TB paru, (38,1%) keluarga selalu memberikan respon yang negatif terhadap keluhan penyakit tersebut. Selain itu dukungan keluarga kurang disebabkan karena pada pernyataan dukungan instrumental/nyata, (52,4%) keluarga tidak pernah menyediakan waktu serta fasilitas yang dibutuhkan penderita tuberkulosis paru, (42,9%) keluarga tidak pernah menyediakan makanan bergizi seperti sayur, daging, dan telur untuk membantu penyembuhan penderita TB paru. Pada pernyataan dukungan informasi dukungan keluarga kurang disebabkan oleh (50%) keluarga sering tidak membantu untuk mencarikan informasi mengenai pengobatan TB paru, (59,5%) keluarga tidak pernah mengingatkan informasi tentang pentingnya minum obat dengan teratur. Penderita tuberkulosis paru perlu mendapatkan dukungan keluarga baik, karena dukungan dari orang-orang secara langsung dapat menurunkan beban psikologis sehubungan dengan penyakit yang dideritanya. Disamping itu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk menenangkan pikiran, dan setiap orang pasti membutuhkan bantuan dari keluarga. Dukungan dan perhatian dari keluarga merupakan bentuk penghargaan positif yang diberikan kepada individu. Disamping itu, dukungan keluarga juga memegang peran penting



77



dalam kehidupan penderita tuberkulosis paru berjuang untuk mencapai kesembuhan, berfikir kedepan dan menjadikan hidupnya lebih berkualitas. B. Harga Diri Penderita TB Paru Berdasarkan hasil analisa penelitian tentang harga diri terhadap 42 responden penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Andalas Padang, didapatkan bahwa lebih dari separoh (61,9%) responden mengalami harga diri yang rendah . Hasil penelitian di atas sesuai dengan penelitian Ayu (2014) terhadap harga diri penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas bendosari harga diri rendah sebanyak 18 orang (52,9%), dan dengan penelitian Yuliana (2014) pada penderita TB paru di RSUD Arifin Achmad pekanbaru bahwa rata-rata responden memiliki harga diri rendah sebanyak 26 orang (63,7%), dan sesuai dengan penelitian Safrida (2011) tentang harga diri pasien TB Paru yang dirawat di RSUD Sidikalang sebanyak 54 orang (61,4%) yang mengalami harga diri rendah. Menurut Dalami (2009), harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Notoatmodjo (2010) mendeskripsikan bahwa harga diri terlaksana melalui suatu proses dimana seorang mampu mengasumsikan dan melaksanakan tugas yang merupakan bagian dari pengobatan terapeutik Beberapa



pandangan



ahli



menjelaskan



bahwa



keberhasilan



dalam



penyembuhan dari pasien sangat tergantung dari harga diri yang tidak terganggu.



78



Seseorang yang menderita penyakit kronis seperti TB paru akan mempengaruhi harga diri penderita baik secara langsung maupun tidak langsung. Semakin banyak penyakit kronis yang mengganggu kemampuan beraktivitas dan mempengaruhi keberhasilan seseorang, maka akan semakin mempengaruhi harga diri rendah (Potter&Perry. 2010). Harga diri rendah yaitu perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan, mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, perasaan tidak mampu, dan menarik diri secara sosial (Stuart, 2009). Neill (2011) menambahkan haga diri rendah merupakan gejala awal yang mendahului penyakit, reaksi ansietas, ketidaknyamanan dan banyak keadaan lainnya. Pendapat tersebut sesuai dengan laporan hasil penelitian ini. Hal ini ditunjukkan dari kondisi pasien dengan penyakit kronis yakni TB paru yang sudah mengetahui tentang penyakitnya. Menurut analisa peneliti harga diri rendah penderita tuberkulosis paru disebabkan oleh penolakan dari lingkungannya, dimana penderita tuberkulosis batuk terus menerus mengakibatkan penderita sulit bergaul di lingkungan masyarakat, merasa minder karena kurang percaya diri dengan penyakit tuberkulosis serta merasa tidak dihargai dan disisihkan oleh orang lain. Hal ini didukung sesuai dari pengisian kuesioner pada saat pengumpulan data, dimana penderita TB Paru (42,9%) sangat setuju merasa bahwa dirinya tidak baik setelah



79



mengalami penyakit TB paru, (61,9%) tidak setuju mampu memecahakan masalah tanpa ketergantungan dengan orang lain, (54,8%) setuju merasa tidak banyak yang dapat ia banggakan pada dirinya sejak menderita penyakit TB paru, (54,8%) setuju merasa tidak berguna dan sering melamun memikirkan penyakitnya, (40,5%) setuju tidak dihargai saat memcehakan masalah, (40,5%) setuju merasa disisihkan oleh orang lain sejak menderita Tb paru. Penderita TB paru mengalami harga diri rendah disebabkan karena pasrah dalam segala hal yang menyatakan bahwa penyakit yang dideritanya tersebut adalah cobaan yang diberikan Tuhan, dan penderita TB Paru tersebut mengekpresikan



rasa



malu



terhadap



penyakit



yang



dideritanya



serta



menimbulkan rasa tidak yakin bisa sembuh. Disamping itu penderita TB Paru dengan harga diri rendah sering merasa tidak berdaya, menolak, merasa bersalah, merasa rendah diri, dan menarik diri dari orang lain karena khawatir penyakit yang diderita menular kepada orang lain.



C. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita TB Paru di Puskesmas Andalas Padang



80



Hasil analisa hubungan kedua variabel tersebut memiliki nilai signifikan yang dapat diterima dimana nilai p value sebesar 0,037 maka ketentuannya adalah bila p < 0,05 maka hipotesa alternatif (Ha) diterima dan hipotesa nol (Ho) ditolak, artinya bahwa adanya hubungan dukungan keluarga dengan harga diri penderita TB Paru di Puskesmas Andalas Padang. Didapatkan nilai correlation coeffisient = 0,347 yang berarti kekuatan korelasi antara dukungan keluarga dengan harga diri adalah berkekutan cukup. Arah dari korelasi kedua variabel tersebut adalah positif yang menunjukkan bahwa semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin tinggi harga diri penderita TB paru dan sebaliknya. Kuntjoro (2011) juga mengatakan bahwa dukungan keluarga sebagai suatu komponen penting yang diberikan ketika penderita menghadapi masalah kesehatan yang membutuhkan suatu penanganan yang serius. Melalui dukungan keluarga tersebut penderita merasa diperhatikan dan dihargai sehingga dapat memotivasi penderita untuk mengikuti pengobatannya. Dukungan keluarga juga dihubungkan dengan harga diri penderita TB Paru, dimana penderita TB Paru perlu mendapat dukungan yang lebih. Beberapa kajian ilmiah lain menjelaskan bahwa keluarga memainkan suatu peran yang bersifat mendukung selama dalam proses peningkatan harga diri pada penderita sehingga dapat tercapai tingkat kesehatan yang optimal. dukungan keluarga yang natural dan alami diterima oleh seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya



81



secara spontan dengan orang-orang terdekat yang ada disekitarnya. Hal ini terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk, dan gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri (Christeen, 2009). Menurut analisa peneliti penderita tuberkulosis paru yang mengalami harga diri rendah pada dukungan keluarga baik (19,0%), disebabkan karena harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis terhadap dirinya sendiri meskipun dukungan keluarga baik telah diberikan. Sebagian besar harga diri rendah disebabkan karena penderita TB Paru merasa tidak bisa memiliki kesempatan lagi untuk bergabung ataupun berinteraksi dengan orang lain lagi dan selalu merasa disisihkan dari orang lain. Sehingga pencapaian kesembuhan dari penyakit yang dideritanya selalu gagal dan berulang-ulang kembali untuk berobat tetapi tidak mencapai hasil yang maksimal sehingga cenderung harga diri penderita TB Paru tersebut rendah. Coleman dalam Djiwatampu (2009), yang menjelaskan bahwa harga diri rendah adalah sebab dari dasar dari beberapa penyakit, tetapi sebenarnya bukan harga diri rendah yang membunuh atau melukai orang tetapi cara seseorang menghadapi harga dirinya tersebut Menurut analisa peneliti penderita tuberkulosis paru yang mengalami harga diri tinggi pada dukungan keluarga kurang (11,9%), disebabkan karena penderita tuberkulosis yang memiliki mekanisme koping yang baik yang dapat mengatasi



82



efek negatif dan stres dari masalah kesehatan yang dihadapinya. Dalam hal ini seharusnya anggota keluarga dapat memberikan motivasi yang tinggi untuk memperkuat mekanisme koping penderita tuberkulosis paru. Dukungan yang seperti itulah yang seharusnya didapatkan oleh penderita TB Paru. Dukungan keluarga yang baik dapat melindungi penderita TB Paru dari efek negatif harga diri rendah dan memberi dampak positif terhadap penderita TB Paru yang berusaha semaksimal mungkin untuk sembuh dari sakit yang dideritanya sehingga mereka termotivasi untuk hidup sehat secara optimal. .



83



BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan 1. Lebih dari separoh (54,8%) penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Andalas Padang mendapatkan dukungan keluarga kurang. 2. Lebih dari separoh (61,9%) penderita tuberkulosis paru di Puskesmas Andalas Padang mengalami harga diri rendah. 3. Ada hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada penderita TB paru di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018 dengan p value = 0,037 < 0,05. B. Saran 1. Bagi Responden / Keluarga Diharapkan penelitian ini sebagai masukkan untuk memperhatikan jika dukungan dan motivasi keluarga adalah hal yang penting untuk menunjang



agar harga diri penderita TB Paru dapat meningkat. 2. Bagi Puskesmas Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi tenaga kesehatan untuk menangani penderita TB paru agar tidak hanya fokus pada aspek fisik penderitanya saja tetapi pada aspek psikologisnya juga seperti harga diri.



83



84



3.



Bagi Institusi Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan referensi di perpustakaan dan dapat di kembangkan sebagai bahan kajian untuk kegiatan penelitian selanjutnya.



4. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dan informasi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih banyak atau dengan metode penelitian yang berbeda yang berhubungan dengan harga diri pada penderita Tuberkulosis paru.



viii



DAFTAR PUSTAKA Akhmadi. 2010. Dukungan Keluarga. Diambil dari: http://www:rajawana.com Diakses tanggal 10 Januari 2018 Ali, Z. 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Edisi 2. Jakarta : EGC Crocker, J. Wolfe, C. Lun, J. 2000. Contingencies Of Worth : Theoretical Overview ; Emerging Evidence And Fature Directions, (Online), Diambil dari : http://pschclb.hanover.edu/research/wolfe/spsp00 Diakses 20 Januari 2018 Dalami, Ermawati. dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : Trans Info Media Depkes RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta Dinas Kesehatan Kota Padang. 2017. Bidang Pengendalian Masalah kesehatan Dinas Kesehatan Kota Padang Friedman, M. 2010. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktek, Edisi 3. Jakarta : EGC Ghufron, M. Nur, dkk. 2012. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Girsang, Yastriana. L. 2013. Gambaran Harga Diri Pasien Tuberkulosis Di Poliklinik Paru Persahabatan. Sumatera Selatan : Universitas Indonesia Hafidz, Abdullah. dkk. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pasien Rawat Inap Tuberkulosis Paru Di RS Jember. Jember : Universitas Muhammadiyah Jember. Diambil dari: http://www.umj-1x-abdullahha-3266-1-artik.pdf Diakses 20 Desember 2017 Husnaniyah, D. 2016. Gambaran harga Diri (Self Esteem) Penderita Tuberkulosis Paru Di Wilayah Eks Kawedanan Indramayu. Stikes Indramayu. Diambil dari : http://www.48-52-Dedeh-Husaniyah.pdf Diakses 20 Desember 2017 Keliat, B. A., & Akemat. 2009. Model praktik keperawatan profesional jiwa. Jakarta: EGC. Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal. 2016. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Kozier, Erb, Berman, Synder. 2008. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, & Praktik, Volume : 1, Edisi : 7. Jakarta : EGC.



ix Manurung, Santa, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta : Trans Info Media Maria Ulfah. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis (TBC) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pamulang Kota Tangerang Selatan Tahun 2011. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Diambil dari : http://www.mariaulfah.FKIK.pdf Diakses 28 Desember 2017 Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. 2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Potter, P. A. & Perry, A. G. 2010. Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Volume 1. Edisi 4. Jakarta : EGC. Riwidikdo, Handoko. 2013. Statistik Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendikia Press. Saragih, Safrida. W. 2011. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pasien TB Paru Yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang. Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara. Diambil dari : http://www.123dok.HubunganDukunganKeluarga.pdf Diakes 20 Desember 2017 Smeltzer, S.C, Bare, B.G, J.L, & Cheever, K.H. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth's. Jakarta : EGC. Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta : EGC Somantri, Irman. 2013. Askep PadSa Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, CV. Bandung : Alfabeta. Suhron, M. 2017. Terapi Dan Askep Konsep Diri. Jakarta : Mitra Wacana Media Sulistiyawati, & Kurniawati. 2012. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Stressor Pada Pasien Tuberculosis Usia Produktip di RSU Muhammadiyah Yogyakarta. Diambil dari : http://jurnal.dikti.go.id/. Diakses tanggal 10 Januari 2018 Stuart & Sundeen. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC. Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC. World Health Organization. 2017. Global Tuberkulosis Report. Diambil dari :



x http://www.who.int/tb/data. Diakses tanggal 9 Januari 2018



LAMPIRAN 2



xi



SURAT PERMOHONAN PADA CALON RESPONDEN Kepada Yth. Calon responden Di tempat Dengan hormat Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG Prodi S1 Keperawatan bermaksud akan mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018”. Nama : Atika Putri Nim



: 141211012



Penelitian ini tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi responden, karena kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan akan digunakan untuk kepentingan penelitian saja. Informasi yang didapatkan hanya akan digunakan peneliti untuk kepentingan penelitian. Peneliti berharap agar Bapak/Ibu berpartisipasi dalam penelitian ini dan tanpa ada unsur paksaan. Jika terdapat hal yang kurang jelas mengenai penjelasan penelitian ini, maka Bapak/Ibu dapat menanyakan langsung ke peneliti atau melalui nomor HP 081277797412. Apabila Bapak/Ibu memutuskan kesediannya untuk ikut dalam penelitian ini, maka Bapak/Ibu silahkan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden yang terdapat dibelakang lembaran ini. Jika Bapak/Ibu tidak bersedia, itu adalah hak Bapak/Ibu untuk menolak berpartisipasi dan tidak akan ada paksaan dari peneliti. Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih. Padang,



Mei 2018



Peneliti



ATIKA PUTRI



xii LAMPIRAN 3



SURAT PERNYATAAN BERSEDIA MENJADI CALON RESPONDEN



Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama



:



Umur



: Setelah membaca dan mendengar penjelasan maksud peneliti oleh Atika



Putri Mahasiswa S1 Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Penderita Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Andalas Padang Tahun 2018”. Maka saya bersedia membantu menjadi responden serta akan memberikan informasi yang sesungguhnya yang saya ketahui tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Demikian surat ini saya buat dengan sebenarnya. Semoga bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya.



Padang, Mei 2018 Responden



(...........................................)



13 LAMPIRAN 4 KISI - KISI KUESIONER PENELITIAN



Variabel Dukungan Keluarga



Tujuan



Nomor Pernyataan



Mengetahui



a) Pernyataan Positif 10



bagaimana



: 3, 4,6,9, 10



dukungan keluarga pada penderita TB Paru. Harga Diri



b) Pernyataan Negatif : 1, 2, 5, 7, 8



Mengetahui harga diri pasien



a) Pernyataan Positif 10 : 1, 3, 4, 7, 10



Tuberkulosis Paru



b) Pernyataan Negatif : 2, 5, 6, 8, 9



LAMPIRAN 5 KUESIONER I.



DEMOGRAFI



Jumlah pernyataan



14 Inisial



:



Usia



:



Jenis Kelamin



:L/P



Pendidikan



: 1. SD 3. SMA



Pekerjaan



: 1. PNS 2. Swasta



2. SMP 4. D3/S1 4. IRT 5. Lainnya



3. Pelajar Lama sakit



: 1. < 6 bulan 2. 6 bulan - 1 tahun 3. > 1 tahun



II. KUESIONER Petunjuk : Baca dan jawablah setiap pernyataan dibawah ini dan kemudian nyatakan secara isinya sesuai dengan keadaan diri anda sekarang. Pilihlah jawaban yang ini, dengan ketentuan: A. DUKUNGAN KELUARGA Keterangan : Selalu Sering Kadang-kadang Tidak pernah Dengan memberi tanda check list (√)



jujur apakah



sesuai pertanyaan dibawah



15



NO



PERNYATAAN



Dukungan Emosional Dan Penilaian 1



Keluarga saya acuh tak acuh terhadap penyakit yang saya derita saat ini



2



Keluarga memberikan respon negatif ketika saya mengeluh penyakit saya



3



Keluarga memberikan nasehat dan selalu memotivasi saya untuk berusaha melawan penyakit yang saya derita



Dukungan Instrumental / Nyata 4



Keluarga menyediakan waktu dan fasilitas yang saya butuhkan untuk pengobatan



5



Keluarga membuat saya semakin pesimis terhadap kesembuhan saya



6



Keluarga memperhatikan asupan gizi untuk kesehatan saya



7



Keluarga tidak ada yang membantu menyedikan dana untuk pengobatan saya



Dukungan Informasi 8



Keluarga saya tidak ada yang membantu mencarikan informasi mengenai pengobatan



9



Keluarga mengingatkan saya tentang hal - hal yang memperburuk penyakit saya



10



Keluarga mengingatkan saya untuk selalu meminum obat TB paru dengan teratur dan tidak putus obat selama 6 (enam) bulan.



Selalu



Sering



Kadang-



Tidak



kadang



Pernah



16 (Nursalam, 2013)



B. HARGA DIRI Keterangan : SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju



S



: Setuju



STS : Sangat Tidak Setuju



Dengan memberi tanda check list (√) NO 1



PERNYATAAN Secara keseluruhan, saya merasa puas dengan diri saya sendiri



2



Kadang-kadang saya merasa bahwa diri saya tidak baik setelah mengalami penyakit TB paru



3



Saya merasa percaya diri bahwa saya memiliki kemampuan baik dalam diri saya.



4



Saya mampu memecahkan masalah tanpa ketergantungan dengan orang lain



5



Saya merasa tidak banyak yang dapat saya banggakan pada diri saya sejak menderita penyakit ini



6



Saya merasa tidak berguna dan sering melamun memikirkan penyakit yang saya derita sekarang



7



Saya merasa bahwa diri saya cukup berharga, setidak-tidaknya sama dengan orang lain



8



Saya berharap saya lebih dihargai saat memecahkan masalah



9



Saya merasa disisihkan oleh orang lain sejak menderita penyakit ini



SS



S



TS



STS



17 10



Saya menerima keadaan diri saya menderita TB paru adalah kehendak-Nya sebagai cobaan di dunia



(Ronseberg, 2013)



LAMPIRAN 7 BATASAN KARAKTERISTIK Frequencies Statistics



Jenis Kelamin N



Valid Missing



Usia



Pendidikan



Pekerjaan



Lama Sakit



42



42



42



42



42



0



0



0



0



0



Frequency Table Jenis Kelamin



18



Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Laki - Laki



29



69.0



69.0



69.0



Perempuan



13



31.0



31.0



100.0



Total



42



100.0



100.0



Usia Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



15-35 tahun



14



33.3



33.3



33.3



36-55 tahun



20



47.6



47.6



81.0



> 55 tahun



8



19.0



19.0



100.0



42



100.0



100.0



Total



19



Pendidikan Percent



Frequency Valid



SD



Cumulative Percent



Valid Percent



2



4.8



4.8



4.8



SMP



13



31.0



31.0



35.7



SMA



23



54.8



54.8



90.5



4



9.5



9.5



100.0



42



100.0



100.0



D3/S1 Total



Pekerjaan Percent



Frequency Valid



PNS



Valid Percent



Cumulative Percent



3



7.1



7.1



7.1



Swasta



24



57.1



57.1



64.3



Pelajar



2



4.8



4.8



69.0



IRT



6



14.3



14.3



83.3



Lainnya



7



16.7



16.7



100.0



42



100.0



100.0



Total



Lama Sakit Frequency Valid



< 6 bulan



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



14



33.3



33.3



33.3



6 - 1 tahun



8



19.0



19.0



52.4



> 1 tahun



20



47.6



47.6



100.0



Total



42



100.0



100.0



20



A. Analisis Univariat 1. DUKUNGAN KELUARGA



Frequencies Statistics



Harga Diri N



Valid



Dukungan Keluarga



42



42



0



0



Missing



Frequency Table



Dukungan Keluarga Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Kurang



23



54.8



54.8



54.8



Baik



19



45.2



45.2



100.0



Total



42



100.0



100.0



DATA 1 Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Selalu



8



19.0



19.0



19.0



Sering



25



59.5



59.5



78.6



9



21.4



21.4



100.0



42



100.0



100.0



Kadang-kadang Total



21



DATA 2 Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Selalu



16



38.1



38.1



38.1



Sering



14



33.3



33.3



71.4



Kadang-kadang



12



28.6



28.6



100.0



Total



42



100.0



100.0



DATA 3 Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Tidak Pernah



21



50,0



50,0



73,8



Kadang-kadang



10



23,8



23,8



23,8



Sering



6



14.3



14.3



88.1



Selalu



5



11.9



11.9



100.0



42



100.0



100.0



Total



DATA 4 Frequency Valid



Tidak Pernah



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



22



52,4



52,4



71,4



Kadang-kadang



8



19,0



19,0



19,0



Sering



8



19.0



19.0



90.5



Selalu



4



9.5



9.5



100.0



42



100.0



100.0



Total



22



DATA 5 Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Selalu



11



26.2



26.2



26.2



Sering



20



47.6



47.6



73.8



Kadang-kadang



11



26.2



26.2



100.0



Total



42



100.0



100.0



DATA 6 Frequency Valid



Tidak pernah



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



18



42,9



42,9



59,5



7



16,7



16,7



16,7



Sering



14



33.3



33.3



92.9



Selalu



3



7.1



7.1



100.0



42



100.0



100.0



Kadang-kadang



Total



DATA 7 Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Selalu



9



21.4



21.4



21.4



Sering



21



50.0



50.0



71.4



Kadang-kadang



11



26.2



26.2



97.6



1



2.4



2.4



100.0



42



100.0



100.0



Tidak Pernah Total



23



DATA 8 Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Selalu



16



38.1



38.1



38.1



Sering



21



50.0



50.0



88.1



Kadang-kadang



4



9.5



9.5



97.6



Tidak pernah



1



2.4



2.4



100.0



42



100.0



100.0



Total



DATA 9 Frequency Valid



Tidak pernah



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



8



19.0



19.0



19.0



Kadang-kadang



14



33.3



33.3



52.4



Sering



16



38.1



38.1



90.5



Selalu



4



9.5



9.5



100.0



42



100.0



100.0



Total



DATA 10 Frequency Valid



Tidak Pernah



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



8



59.5



59.5



78,6



25



19,0



19,0



19,0



Sering



8



19.0



19.0



97.6



Selalu



1



2.4



2.4



100.0



42



100.0



100.0



Kadang-kadang



Total



24



2. HARGA DIRI



Statistics Harga Diri Percent



Frequency Valid



Cumulative Percent



Valid Percent



Rendah



26



61.9



61.9



61.9



Tinggi



16



38.1



38.1



100.0



Total



42



100.0



100.0



Frequency Table DATA 1 Frequency Valid



Sangat Tidak Setuju



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



4



9.5



9.5



9.5



Tidak Setuju



18



42.9



42.9



52.4



Setuju



18



42.9



42.9



95.2



2



4.8



4.8



100.0



42



100.0



100.0



Sangat Setuju Total



DATA 2 Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Sangat Setuju



18



42.9



42.9



42.9



Setuju



18



42.9



42.9



85.7



Tidak Setuju



4



9.5



9.5



95.2



Sangat Tidak Setuju



2



4.8



4.8



100.0



42



100.0



100.0



Total



25



DATA 3



Percent



Frequency Valid



Sangat Tidak Setuju



Valid Percent



Cumulative Percent



3



7.1



7.1



7.1



Tidak Setuju



19



45.2



45.2



52.4



Setuju



20



47.6



47.6



100.0



Total



42



100.0



100.0



DATA 4 Frequency Valid



Sangat Tidak Setuju



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



4



9.5



9.5



9.5



Tidak Setuju



26



61.9



61.9



71.4



Setuju



12



28.6



28.6



100.0



Total



42



100.0



100.0



DATA 5



Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Sangat Setuju



11



26.2



26.2



26.2



Setuju



23



54.8



54.8



81.0



Tidak Setuju



7



16.7



16.7



97.6



Sangat Tidak Setuju



1



2.4



2.4



100.0



42



100.0



100.0



Total



26



DATA 6 Frequency Valid



Sangat Setuju



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



9



21.4



21.4



21.4



23



54.8



54.8



76.2



Tidak Setuju



9



21.4



21.4



97.6



Sangat Tidak Setuju



1



2.4



2.4



100.0



42



100.0



100.0



Setuju



Total



DATA 7 Frequency Valid



Sangat Tidak Setuju



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



8



19.0



19.0



19.0



Tidak Setuju



22



52.4



52.4



71.4



Setuju



11



26.2



26.2



97.6



1



2.4



2.4



100.0



42



100.0



100.0



Sangat Setuju Total



DATA 8



Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Sangat Setuju



16



38.1



38.1



38.1



Setuju



17



40.5



40.5



78.6



9



21.4



21.4



100.0



42



100.0



100.0



Tidak Setuju Total



27



DATA 9



Frequency Valid



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



Sangat Setuju



16



38.1



38.1



38.1



Setuju



17



40.5



40.5



78.6



9



21.4



21.4



100.0



42



100.0



100.0



Tidak Setuju Total



DATA 10 Frequency Valid



Sangat Tidak Setuju



Percent



Valid Percent



Cumulative Percent



3



7.1



7.1



7.1



Tidak Setuju



19



45.2



45.2



52.4



Setuju



19



45.2



45.2



97.6



1



2.4



2.4



100.0



42



100.0



100.0



Sangat Setuju Total



28



B. Analisa Bivariat



Nonparametric Correlations Case Processing Summary Cases Valid N Dukungan Keluarga * Harga Diri



Missing Percent



42



N



Total



Percent



100.0%



0



N



Percent



.0%



42



Crosstabs Dukungan Keluarga * Harga Diri Crosstabulation Harga Diri Rendah Dukungan Keluarga



Kurang



Count Expected Count % within Dukungan Keluarga



Baik



Count Expected Count % within Dukungan Keluarga



Total



Count Expected Count % within Dukungan Keluarga



Total



Tinggi



Rendah



18



5



23



14.2



8.8



23.0



78.3%



21.7%



100.0%



8



11



19



11.8



7.2



19.0



42.1%



57.9%



100.0%



26



16



42



26.0



16.0



42.0



61.9%



38.1%



100.0%



100.0%



29 Chi-Square Tes



Value Pearson Chi-Square



Asymp. Sig. (2-sided)



df



5.768(b)



1



.016



Continuity Correction(a)



4.336



1



.037



Likelihood Ratio



5.871



1



.015



Exact Sig. (2-sided)



Exact Sig. (1-sided)



.026



.018



Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association



5.630



N of Valid Cases



42



1



.018



Symmetric Measures Value Nominal by Nominal N of Valid Cases



Contingency Coefficient



Approx. Sig.



.347 42



.016



30



31



LAMPIRAN 12



DAFTAR RIWAYAT HIDUP



Nama



: Atika Putri



Tempat/ Tgl Lahir



: Durian Kapas, 20 Oktober 1996



Jenis Kelamin



: Perempuan



Agama



: Islam



Nama Orang Tua a.



Ibu



: Renowati



b.



Ayah



: Asril



Anak Ke Alamat



: 3 (ketiga) dari 3 (Tiga) bersaudara : Durian Kapas, Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam



Data Pendidikan 1.



SD



: SDN 08 Durian Kapas Tahun 2002-2008



2.



SMP



: MTsN Tiku Tahun 2008-2011



3.



SMA



: SMAN 2 Lubuk Basung Tahun 2011-2014



Perguruan Tinggi 1. STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang (S1 Keperawatan) Tahun 2014-2018