BAB 11 Kontrak Kompensasi PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 11 Kontrak Kompensasi Mata Kuliah



: Akuntansi Keperilakuan



Kelas



:C



Dosen Pengampu



: Elok Heniwati, SE, M.Si. Ak, Ph.D



Nama: 1. Sella Okta Viani



B1031171067



2. Monica Agatha



B1031171077



3. Eunike Milleneia



B1031171091



4. Desy Natalia



B1031171095



Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura Pontianak Tahun 2020



A. Kontrak Kompensasi Kompensasi merupakan imbalan dari pemilik perusahaan (prinsipal) kepada manajer (agen) dengan harapan manajer dapat memenuhi tujuan perusahaan. Kompensasi juga dapat dipandang sebagai strategi manajemen sumber daya manusia untuk menciptakan keselarasan kerja antara staf dengan pimpinan perusahaan dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Kontrak kompensasi didasarkan pada satu atau lebih ukuran kinerja atau usaha-usaha manajer dalam menjalankan perusahaan. Misalnya, laba atau harga saham. Berikut contoh kontrak kompensasi Pertamina. Sistem Remunerasi Pertamina Pada prinsipnya sistem remunerasi yang diterapkan dalam Restrukturisasi Pengelolaan Sumber Daya Manusia (RPSDM) bertujuan untuk menciptakan high performance organization melalui pembayaran kompensasi dan benefit sesuai dengan beban jabatan/jenjang jabatan dan pencapaian kinerja dalam mendesain kompensasi yang bersifat tetap (fixed pay) dan kompensasi yang bersifat tidak tetap (variabel pay). Kompensasi yang bersifat tidak tetap berupa insentif dan bonus mempertimbangkan pencapaian kinerja (performance based) yang terepresentasikan dalam pencapaian Kontrak Manajemen, Laba, Key Performance Indicator (KPI), dan Nilai Kinerja Individu.



(Annual Report Pertamina, 2015) Terdapat kesenjangan dalam berpendapat mengenai penting atau tidaknya pada kontrak kompensasi. Ada beberapa penelitian yang menyatakan penting atau tidaknya mengenai kontrak kompensasi, yaitu sebagai berikut. A. Kontrak Kompensasi Tidak Diperlukan Salah satu peneliti yang menyatakan bahwa kontrak kompensasi tidak diperlukan yaitu Fama (1980) yang menyatakan bahwa kontrak tersebut tidak diperlukan karena pasar tenaga kerja majerial dapat mengontrol moral hazard. Jika manajer dapat membangun reputasinya dengan cara meningkatkan nilai perusahaan dan pemilik perusahaan, maka nilai manajer tersebut di pasar tenaga kerja akan meningkat. Sebaliknya bila manajer melakukan tugasnya, sehingga menurunkan nilai perusahaan dan kesejahteraan pemilik, maka manajer tersebut akan mengalami penurunan nilai di pasar tenaga kerja.



Fama juga beragumen bahwa pada manajer level bawah, kelalaian akan dideteksi dan dilaporkan pada manajer atas karena mereka yang ingin naik jabatan. Hal tersebut adalah internal monitoring yang beroperasi untuk mendisiplinkan manajer. B. Kontrak Kompensasi Diperlukan Adapula peneliti yang menyatakan bahwa kontrak kompensasi penting karena pasar tenaga kerja tidak efisien. Reputasi mananjer dinilai pada kinerja masa lalu, bukan jaminan untuk menilai kinerja manajer di masa yang akan datang. Alasan utamanya, yaitu: adanya asimetri informasi atau perbedaan informasi yang dimiliki oleh manajer dan calon pengguna jasa manajer. Masalah asimetri informasi tersebut akan menimbulkan adverse selection atau salah pilih dikarenakan manajer dapat menyembunyikan, menunda, membiaskan, atau memanipulasi penerbitan informasi yang relevan. Arya, Fellingham, dan Glover (1997) yang disingkat AFG, melakukan penelitian dengan desain model dua periode dengan satu pemilikan dan dua manajer risk adverse (menghindari risiko). Pemilik tidak dapat mengobservasi usaha manajer, tetapi masing-masing manajer dapat mengawasi tindakan satu sama lain. AFG menunjukkan bahwa pemilik dapat menawarkan kontrak kompensasi yang efisien dengan mengeksploitasi kemampuan masing-masing manajer untuk mengawasi usaha manajer lainnya karena kompensasi yang akan diperoleh oleh manajer adalah joint effort atau kerja bersama dari kedua manajer, maka kelalaian oleh salah satu manajer akan menurunkan kompensasi keduanya kemudian mendorong manajer untuk memonitor tindakan masing-masing dapat mengurangi biaya keagenan dari moral hazard. Sehingga, model AFG menyarankan bahwa kontrak insentif untuk manajer tingkat bawah masih diperlukan. Wolfson (1985) mendukung bahwa pasar tenaga kerja tidak mampu mengontrol kelalaian manajer dengan berpendapat meskipun tekanan pasar dapat mengurangi permasalahan moral hazard, tetapi tidak bisa menghilangkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa meskipun kekuatan pasar membantu untuk mengontrol tendensi manajer untuk lalai, tetapi tidak dapat menghilangkannya, sehingga kontrak kompensasi diperlukan.



Ukuran Kinerja Ukuran kinerja digunakan untuk menemukan prestasi manajer dan kompensasi yang akan diterimanya. Beberapa ukuran kinerja yang digunakan antara lain:



1.



Laba Dari perspektif akuntansi, laba digunakan sebagai dasar kontrak kompensasi. Tingginya korelasi laba dan usaha manajer mengindentifikasikan semakin efesiennya kontrak kompensasi, sehingga biaya keagenan menurun. Laba



yang berkualitas tinggi akan meningkatkan efesiensi kontrak



kompensasi. Alasan memasukkan laba bersih dalam kontrak kompensasi: a.



Laba bersih dapat mendorong manajer melakukan aktivitas-aktivitas



yang diharapkan. Hal ini tidak mungkin dilakukan jika kompensasi hanya berdasarkan harga saham. Misalnya, ketika perusahaan ingin mendorong manajer untuk lebih banyak melakukan aktivitas Research & Development (R&D), maka pemilik perusahaan atau perusahaan akan mengurangi proporsi kompensasi manajer atas basis laba bersih dan meningkatkan proporsi pada basis laba bersih dan meningkatkan proporsi pada basis harga saham. Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan biaya R&D akan direspons positif oleh investor, sehingga manajer akan lebih tertarik untuk meningkatlan R&D karena kompensasi mereka akan meningkat. b.



Laba bersih merefleksikan kinerja manajer dibanding harga saham,



namun kompensasi berbasis laba juga terdapat kelemahan karena laba dapat dimanipulasi. Manajer yang diberi kompensasi berdasarkan laba saja akan mempunyai kecenderungan memanipulasi laba yang dilaporkan untuk meningkatkan utilitasnya. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, kontrak kompensasi dapat menggunakan lebih dari satu ukuran kinerja. Selain laba, harga saham dapat digunakan untuk mengukur kinerja manajer. 2.



Harga Saham Harga Saham dapat digunakan sebagai ukuran kinerja misalnya stock option.



Dalam skema stock option, manajer akan memperoleh reward jika harga saham naik. Hal ini mendorong manajer agar tidak hanya fokus pada laba dan berorientasi jangka pendek. Pertanyaannya, mengapa tidak mendasarkan kompensasi manajer hanya pada harga saham? Alasannya:



a.



Harga saham tidak hanya mencerminkan kinerja manajaer, tetapi juga



dipengaruhi kondisi ekonomi seperti tingkat bunga, perubahan nillai tukar, atau persetujuan perdagangan. Kondisi tersebut merupakan risiko di luar risiko yang melekat pada proses produksi. b.



Adanya noise traders, yaitu investor yang membuat keputusan mengenai jual



beli sahan tanpa mengeluarkan data fundamental. Investor ini umumnya memiliki keterbatasan pengetahuan dan informasi, hanya mengikuti trend an bereaksi berlebihan terhadap berita baik dan buruk. Hal ini membuat harga saham tidak secara tepat menggambarkan informasi di publik. Sehingga pemakaian harga saham sebagai ukuran kinerja membebani risiko yang berlebihan pada manajer. c.



Laba bersih relative tidak sensitive dengan faktor perekonomian dan noise



trading, maka memasukkan harga saham dan laba bersih dalam kontrak kompensasi lebih efesien dibanding hanya harga saham. 3.



Balanced Score Card (BSC) Konsep



BSC



mendasarkan pada



pengukuran kinerja



finansial dan



nonfinansial, sehingga memberikan penilaian yang lebih komprehensif (Kaplan dan Norton,1996). Pengukuran BSC meliputi empat perspektif, yaitu: perspektif keuangan,internal business process, learning and growth, dan kepuasan konsumen. Pengukuran masing-masing perspektif adalah sebagai berikut: a.



Financial Ukuran finansial menunjukkan apakah implementasi strategi perusahaan



berkontribusi pada laba perusahaan berkontribusi pada laba perusahaan. Ukuran financial dapat menggunakan ketercapaian rasio keuangan misalnya menggunakan Return on Investment (ROI) dan Return on Equity (ROE) untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan.



Rasio



ROI



mengukur



kinerja keuangan perusahaan



memanfaatkan sumber ekonomi yang ada (asset yang dimiliki) untuk menciptakan laba bersih. Semakin besar rasio ini, semakin efektif laba perusahaan. Rasio ROE mengukur seberapa efektif modal sendiri perusahaan untuk menciptakan laba. Secara spesifik, rassio ini mengukur kemampuan modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen dan biasa. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin besar kontribusi modal sendiri terhadap laba perusahaan.



b. Internal Business Process Ukuran internal business process berfokus pada proses internal yang mempunyai pengaruh besar pada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan organisasi. Proses internal yang baik memudahkan perusahaan dalam menjaga konsumen dalam target pasar dan memuaskan harapan pemegang saham (Kaplan dan Atkinson, 1998). Bastian (2002) menggunakan rasio asset productivity dan employee productivity untuk mengukur daya saing perusahaan. Semakin tinggi produktivitas tenaga kerja dan asset, maka semakin tinggi pula daya saing perusahaan. Perusahaan dengan daya saing kuat akan meningkatkan kepuasan pelanggan dan memuaskan harapan pemilik perusahaan. c. Learning and Growth Learning and Growth mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan untuk menciptakan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Perusahaan tidak dapat mencapai tujuan jangka panjang menggunaakan teknologi dan kemampuan saat ini. Kompetisi global mendorong perusahaan untuk meningkatkan capability sehingga harus melakukan investasi dalam reskilling employees, meningkatkan teknologi informasi dan sistem, serta memperbaiki prosedur dalam organisasi. d. Customer Satisfaction Dalam customer perspective, manajer mengidentifikasi segmen pasar dan konsumen dan mengukur kinerja bisnis pada target pasar dan konsumen tersebut. Kinerja dari customer perspective diukur dengan jumlah konsumen baru, ketepatan waktu layanan konsumen, customer satisfaction, customer retention dan customer profitability. Jenis Kontrak Kompensasi Kontrak kompensasi sangat penting untuk diperhatikan karena kompensasi dapat meningkatkan maupun menurunkan prestasi kerja dan motivasi kerja. Ada beberapa program kompensasi.



1. Bonus Bonus merupakan pemberian pendapatan tambahan bagi seseorang yang telah memenuhi persyaratan kinerja tertentu. Misalnya Pertamina Tbk akan memberikan insentif kinerja bagi manajer jika memenuhi Key Performance Indicator dan Pertamina memiliki tingkat kesehatan diatas 70% (sumber: annual report Pertamina 2015). Joan Luft (1994) dalam penelitiannya yang berjudul Bonus and Penalty Incentives Contract Choice by Employees menyebutkan bahwa individu lebih menyukai skema kompensasi bonus dibandingkan dengan denda karena: a. Faktor nonmoneter dapat meningkatkan daya tarik suatu pekerjaan maupun kontrak kompensasi. Seseorang mempertimbangkan beberapa aspek, baik aspek moneter maupun nonmoneter dalam memilih pekerjaan atau kontrak. Individu akan mempertimbangkan aspek nonmoneter seperti lingkungan geografi, tingkat otonomi, lingkungan kerja dan sebagainya. Bonus dan denda dipandang sebagai aspek nonmoneter yang digunakan perusahaan untuk mengekspresikan dukungan atau menghukum kinerja karyawan. Kube et al (2012) menemukan bahwa pekerja yang diberi skema kompensasi nonmoneter kinerjanya meningkat 20%, sedangkan kompensasi moneter tidak berpengaruh pada kinerja. b. Individu lebih menyukai bonus karena berdasarkan Prospect theory (Kahneman dan Tversky 1979), individu akan merasakan kerugian/kehilangan lebih menyakitkan dibanding kesenangan menerima bonus pada sejumlah uang yang sama. Sehingga individu tidak menyukai denda karena lebih menyakitkan. c. Framing berpengaruh pada pengambilan keputusan individu. Kata “bonus” dipandang sebagai framing positif, sedangkan denda dipandang sebagai framing negatif. Sehingga apabila mendengar kata “bonus”, seseorang cenderung akan memilihnya sebagai kompensasi yang tidak merugikan bagi karyawan. Berikut ini contoh bagaimana framing memengaruhi referensi individu pada kontrak kompensasi. Kontrak A



Kontrak B



Gaji dasar Rp.10.000.000



Gaji dasar Rp.15.000.000



Bonus Rp.5.000.000 jika mencapai target



Denda Rp.5.000.000 jika target tidak tercapai



Mayoritas individu akan menyukai kontrak A disbanding B meskipun kedua kontrak memberikan manfaat ekonomi yang sama. Jika target terpenuhi, individu akan menerima Rp.15.000.000 sedangkan jika target tidak tercapai maka akan menerima Rp.10.000.000 baik pada kontrak A maupun B. Alisa dan Frederick (2013) menyebutkan bahwa ada pengaruh skema kompensasi bonus terhadap kinerja. Kompensasi dalam bentuk bonus membuat kinerja karyawan meningkat. 2. Clawback Clawback merupakan tindakan pengambilan kembali uang bonus atau insentif lainnya yang diterima oleh manajer jika dikemudian hari ditemukan bahwa laba yang digunakan untuk menetapkan kompensasi/insentifnya adalah hasil manipulasi laporan keuangan atau kecurangan. Kontrak C: Bonus



Kontrak D: Clawback



 Manajer mendapat gaji pokok Rp10 Juta.



Rp10 Juta.



 Jika memenuhi target kinerja, akan



mendapatkan



Rp5 Juta.



 Manajer mendapat gaji pokok



tanbahan



 Jika memenuhi target kinerja, akan mendapat tambahan Rp5 Juta.  Target



kinerja



ditetapkan



berdasarkan capaian laba.  Jika dikemudian hari ternyata laba



yang



digunakan untuk



pengukuran kinerja adalah hasil manipulasi laporan keuangan atau kecurangan, maka manajer harus mengembalikan bonusnya atau kehilangan Rp5 Juta.



Penelitian Kompensasi di Akuntansi THE EFFECT OF EQUITY COMPENSATION ON VOLUNTARY EXECUTIVE TURNOVER Steven Balsam dan Setiyono Miharj Journal of Accounting and Economics, 2007, 43(1): 95-119



TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kompensasi berbasis saham dan voluntary executive turnover (pengunduran diri secara sukarela manajer eksekutif). LANDASAN TEORI Kompensasi saham diharapkan dapat mengurangi turnover eksekutif karena menimbulkan biaya bagi eksekutif jika meninggalkan perusahaan. Tingginya biaya yang harus dibayarkan pada perusahaan yang ditinggal diharapkan menyebabkan eksekutif enggan meninggalkan perusahaan dan perusahaan baru tidak mau untuk mengganti biaya kompensasi pada perusahaan lama yang ditinggalkan oleh eksekutif. Ketika manajer akan keluar dari perusahaan, dia harus mempertimbangkan unexercisable in the money stock opinion, manajer sebagai pemegang saham tidak dapat melakukan exercise sampai memenuhi persyaratan tertentu dan akan mengalami kerugian jika meninggalkan perusahaan. Perusahaan baru yang akan menerima manajer tersebut harus membayar tebusan kepada perusahaan lama. Jika nilai tebusan bagi eksekutif terlalu besar maka perusahaan baru akan enggan untuk menebus eksekutif tersebut sehingga tingkat turnover turun. HIPOTESIS H1: Kompensasi saham untuk eksekutif berhubungan negative dengan voluntary executive turnover atau semakin tinggi nilai instrinsik kompensasi saham maka semakin rendah keinginan manajer untuk keluar dari perusahaan. MODEL PENELITIAN



Equity Compensation



Voluntary Executive Turnover



Peneliti menggunakan proksi nilai instrinsik kompensasi ekuitas menggunakan unexercisable in the money stock option yang mana pemegang saham tidak dapat melakukan menggunakan opsi/exercise sampai memenuhi persyaratan tertendu dan akan mengalami kerugian jika



meninggalkan perusahaan. Proxy ini digunakan karena kaitannya dengan tebusan oleh perusahaan baru yang mana eksekutif tersebut akan bekerja. Jika nilai tebusan bagi eksekutif tersebut sehingga turnover turun. Penelitian ini menggunakan sampel pada perusahaan yang terdapat voluntary turnover dan tidak mengeluarkan involuntary turnover (death, fired, forced from her/his position). HASIL DAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi eksekutif berbasis saham merupakan mekanisme yang efektif untuk menahan eksekutif untuk tetap bekerja di perusahaan.