BAB 123 Akar Alang-Alang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Perkembangan bioteknologi saat ini maju dengan sangat pesat, hal ini sejalan dengan berkembangnya industri-industri yang memanfaatkan produk bioteknologi. Salah satu kajian dalam bidang enzimologi yang menarik untuk pengembangan bioteknologi adalah pemanfaatan molekul enzim sebagai katalis, baik dalam industri pangan maupun industri non pangan. Penggunaan enzim dalam bidang industri di Indonesia sebagian besar diimpor dari negara luar. Hal tersebut tidak menguntungkan dari segi devisa dan pengembangan bioteknologi di Indonesia oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk produksi enzim sehingga kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi. Enzim dihasilkan oleh semua makhluk hidup untuk mengkatalisis reaksi biokimia dalam tubuh makhluk hidup tersebut sehingga reaksi-reaksi itu dapat berlangsung lebih cepat (Sianturi, 2008).



Menurut Sutiamiharja (2008)



kemampuan enzim yang unik dalam melaksanakan transformasi kimianya yang khas ketika telah meningkatkan penggunaan enzim dalam berbagai proses industri.Salah satu enzim yang sangat dibutuhkan dalam industri adalah amilase (α-amilase, β-amilase, dan γ-amilase atau glukoamilase). Enzim β-amilase terdapat pada tumbuhan dan dinamakan eksoamilase sebab memecah dua unit glukosa yang terdapat pada ujung molekul amilum secara berurutan sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa (Poedjiadi,



1



1994).Menurut Oktiarni (2008), β-amilase (E.C 3.2.1.2) merupakan enzim yang banyak ditemukan dalam tanaman dan bakteri. Enzim β-amilaseini banyak digunakan karena kemampuannya mengkatalisis reaksi pengubahan pati menjadi maltosa dari ujung gugus pereduksi rantai polisakarida, menghasilkan β-maltosa dan β-limit dekstrin. β-amilase banyak ditemukan pada tanaman tingkat tinggi seperti ubi jalar. Seperti sifat enzim pada umumnya, aktivitas amilase sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana enzim itu bekerja.Enzim amilase dihasilkan oleh berbagai jenis organisme hidup, mulai dari tumbuhan, hewan, manusia bahkan pada mikroorganisme seperti bakteri dan fungi (Sianturi, 2008). Enzim amilase memiliki aplikasi untuk skala yang sangat luas mulai dari industri tekstil, konversi pati untuk gula sirup, produksi Cyclodextrins untuk industri farmasi (Aiyer, 2005). Kebutuhan amilase di dunia industri sangat tinggi, pada tahun 2004 saja sudah mencapai penjualan sekitar US $2 milyar, sedangkan amilase yang digunakan untuk industri makanan dan minuman pada tahun 2004 bernilai sekitar US $11 juta (Sivaramakrishnan dkk., 2006). Seiring dengan meningkatnya penggunaan enzim amilase, maka perlu dicari sumber enzim amilase dari bahan baku yang mudah didapatkan. Salah satu bahan yang memiliki potensi untuk dieksplorasi sebagai sumber enzim amilase adalah tumbuhan Alang-alang (Imperata cylindrica). Hasil penelitian terkait enzim amilase dari tanaman sudah banyak dilakukan seperti: 1. Enzim amilase dari temulawak oleh Rinawati dkk., (2009) 2. Enzim β-amilase dari Akar Tunggang Alfalfa (Medicago sativa L.) oleh Gana dkk., (1998)



2



3. Oktiarni (2008) berhasil mengisolasi enzim β-amilase dari ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) LAM) 4. Suarni dan Patong (2003) telah berhasil membuat ekstrak enzim amilase dari kecambah kacang hijau 5. Bahri dkk, (2012) berhasil mengisolasi enzim amilase dari kecambah biji jagung ketan (Zea mays ceratina L.) Alang-alang dengan nama ilmiah Imperata cylindrica menarik untuk dieksplorasi karena di Indonesia Alang-alang tumbuh liar di hutan, ladang, lapangan rumput, dan tepi jalan daerah kering yang mendapat sinar matahari, juga bisa ditemukan pada ketinggian 1-2700 meter di atas permukaan laut (Dalimarta, 2006).Alang-alang merupakan gulma perennial, dengan sistem rhizoik yang meluas serta tinggi batang mencapai 60-100 cm, daun agak tegak, pelepah daun lembut, tulang daun utama keputihan, daun atas lebih pendek dari pada daun sebelah bawah, ligula pendek. Rhizoma bersifat regeneratif yang kuat, dapat berpenetrasi 15-40 cm, akar vertikal ke dalam sekitar 60-150 cm. Rhizoma berwarna putih, sukulen, terasa manis, beruas pendek dengan cabang lateral membentuk jaring-jaring yang menyatu dalam tanah (Rachmawaty, 2007).Hasil penelusuran pustaka, akar alang-alang



mengandung air (81,00714%), karbohidrat ( 6,3072%),serat (5,8580%), abu (1,1301%), monitol, senyawa K, sakarosa, glukosa, malic acid, citric acid, arundoin, cyllindrin, fernenol, simiarenol (Nana dkk., 2012). Beberapa tumbuhan telah diketahui mengandung enzim amilase pada akarnya baik itu akar rimpangnya maupun akar tunggangnya. Diantaranya adalah enzim amilase dari temulawak oleh Rinawati dkk., (2009) dan Alfalfa (Medicago sativa L.) oleh Gana dkk., (1998). Berdasarkan hal tersebut maka diduga dalam akar rimpang alang-alang juga mengandung enzim amilase. Selain itu, menurut 3



Hanafiah dkk., (2005), enzim amilase juga berasal dari eksudat akar tanaman atau dari aktivitas mikrobia di dalam tanah, hal ini juga menguatkan dugaan adanya enzim amilase dalam akar rimpang alang-alang. Mengingat adanya enzim amilase dalam kandungan akar rimpang alangalang serta penggunaan enzim sangat dibutuhkan dalam industri, maka perlu dikaji lebih lanjut tentang eksplorasi enzim amilase dari tumbuhan alang-alang sehingga menjadi bahan baku alternatif penghasil enzim amilase. Eksplorasi enzim amilase dari akar rimpang tumbuhan alang-alang dirancang dalam tiga tahap penelitian yang saling terkait. Setiap tahap merupakan tindak lanjut dari tahap sebelumnya. Tahap pertama, isolasi dan pengujian aktivitas ekstrak enzim amilase dan penentuan kadar protein. Tahap kedua,pemurnian ekstrak enzim emilase berupa fraksionasi dengan amonium sulfat dan dialisis dengan membran selofan.Tahap ketiga, karakterisasi enzim amilase hasil dialisis. Menurut Rahayu (1988) dan Richana, dkk (1999) dalam Suarni dan Patong (2007), keberhasilan isolasi dan pengujian aktivitas enzim sangat tergantung pada berbagai kondisi: sumber enzim, letak enzim, kecermatan kerja, bahan dan cara ekstraksi yang dipergunakan serta pengertian sifat-sifat enzim tersebut, enzim amilase termasuk ekstraseluler, sehingga mengekstraknya relatif mudah.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas maka dapatdiambil suatu rumusan masalah sebagai berikut: a. Berapa persentase kandungan enzim amilase dalam akar rimpang alangalang?



4



b. Berapa potensi aktivitas enzim amilase dari akar rimpang alang-alang? c. Bagaimana karakteristik sifat biokimia enzim amilase yang dihasilkan oleh akar rimpang alang-alang?



1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi enzim amilase yang dihasilkan oleh akar rimpang tumbuhan alang-alang.



1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: a. Mengisolasi enzim amilase dari akar rimpang tumbuhan alang-alang b. Mengetahui potensi aktivitas enzim amilase dari akar rimpang tumbuhan alang-alang c. Mengkarakterisasi sifat biokimia enzim amilase dari akar rimpang alangalang



1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang akar rimpang tumbuhan alang-alang berpotensi sebagai penghasil enzim amilase dan sebagai aset penting dalam upaya pengelolaan sumber daya hayati di Indonesia.



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Tumbuhan Alang-alang Alang-alang adalah rumput tahunan (Mac Donald dkk., 2002dalam Pudjiharta dkk., 2008) berakar rimpang yang tumbuh menyebar mendatar di bawah permukaan tanah, bagian yang ada di atas permukaan tanah mudah terbakar. Walaupun berulang kali terbakar, alang-alang tidak musnah, karena dari akar rimpangnya akan tumbuh tunas baru. Menurut Rachmawaty (2007), Alang-alang merupakan gulma perennial, dengan sistem rhizoik yang meluas serta tinggi batang mencapai 60-100 cm, daun agak tegak, pelepah daun lembut, tulang daun utama keputihan, daun atas lebih pendek dari pada daun sebelah bawah, ligula pendek. Rhizome bersifat regeneratif yang kuat, dapat berpenetrasi 15-40 cm, akar vertikal ke dalam sekitar 60-150 cm. Rhizome berwarna putih, sukulen, terasa manis, beruas pendek dengan cabang lateral membentuk jaring-jaring yang menyatu dalam tanah. Alang-alang dapat tersebar luas dan dapat tumbuh pada tanah terbuka yang belum maupun yang sudah diolah, hal ini karena adanya sifat yang dimiliki, antara lain : a.



Mudah beradaptasi pada keadaan cuaca yang beragam terutama pada tanah terbuka. Pada tempat terlindung dan suhu pada kisaran -8°C alang-alang sulit untuk hidup.



b. Mudah beradaptasi pada berbagai jenis tanah mulai dari ringan kering sampai berat basah, tanah asam sampai basa.



6



c.



Tahan terhadap api, karena masih mempunyai rhizome dalam tanah, meskipun bagian atas tanah habis terbakar (Rachmawaty, 2007).



Di seluruh kawasan Asia Tenggara, hutan merupakan vegetasi klimaks yang asli dan alami, tetapi alang-alang pada saat ini sudah menyebar di manamana. Ketika hutan dirusak karena adanya penebangan kayu, perladangan berpindah, atau kebakaran, seringkali alang-alang menggantikannya. Biji alangalang mudah tersebar pada wilayah yang sangat luas karena ditiup angin, dan mampu tumbuh pada tempat yang basah maupun kering, pada tanah yang subur atau tandus sekalipun (Irwanto, 2006). Adapun bentuk tumbuhan alang-alang dapat dilihat pada gambar 1.



Gambar 1. Tumbuhan alang-alang (Anonim, 2012)



Berdasarkan laju pertumbuhannya, alang-alang mempunyai fungsisebagai penutup



tanah,



penyangga



terhadap



hujan,



sehingga



dapat



dinyatakansebagaipelindung tanah terhadap erosi (Rachmawaty, 2007).



7



Klasifikasi ilmiah dari tumbuhan alang-alang menurut Anonim, 2012 sebagai berikut: Kingdom



: Plantae (Tumbuhan)



Subkingdom



: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)



Super Divisi



: Spermatophyta (Menghasilkan biji)



Divisi



: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)



Kelas



: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)



Sub Kelas



: Commelinidae



Ordo



: Poales



Famili



: Poaceae (suku rumput-rumputan)



Genus



: Imperata



Spesies



: Imperata cylindrica



2.2 Pati (Amilum) Pati merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh. Pati merupakan sumber utama karbohidrat dalam pangan. Pati adalah bentuk penting polisakarida yang tersimpan dalam jaringan tanaman, berupa granula dalam kloroplas daun serta dalam amiloplas pada biji dan umbi (Sajilata dkk., 2006 dalam Budiyati dkk., 2009). Polisakarida terdapat banyak di alam, yaitu pada sebagian besar tumbuhan. Amilum atau dalam bahasa sehari-hari disebut pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Batang pohon sagu mengandung pati yang setelah dikeluarkan dapat dijadikan bahan makanan rakyat di daerah Maluku. Umbi yang terdapat pada ubi jalar atau akar pada ketela pohon atau singkong mengandung pati yang cukup banyak, sebab ketela pohon tersebut selain dapat digunakan



8



sebagai bahan makanan sumber karbohidrat, juga digunakan sebagai bahan baku dalam pabrik tapioka (Poedjiadi, 1994). Daya cerna pati adalah tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih sederhana. Daya cerna pati dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (soluble starch). Pati murni diasumsikan dapat dicerna dengan sempurna dalam saluran pencernaan (Budiyati dkk., 2009). Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan sisanya amilopektin. Amilosa terdiri atas 250-300 unit D-glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4glikosidik, jadi molekulnya merupakan rantai terbuka (Poedjiadi, 1994).



Gambar 2. Struktur amilosa (Anonim, 2009)



Amilopektin juga terdiri atas molekul D-glukosa yang sebagian besar mempunyai ikatan α 1,4-glikosidik dan sebagian lagi ikatan α 1,6-glikosidik. Adanya ikatan α 1,6-glikosidik ini menyebabkan terjadinya cabang, sehingga molekul amilopektin berbentuk rantai terbuka dan bercabang. Molekul amilopektin lebihbesar daripada molekul amilosa karena terdiri atas lebih dari 1000 unit glukosa (Poedjiadi, 1994).



9



Gambar 3. Struktur amilopektin (Anonim, 2009)



2.3 Enzim Enzim adalah suatu katalisator protein yang dapat mempercepat reaksi kimia yang terjadi pada makhluk hidup dalam sistem biologi.



Dalam



mengkatalisis reaksi tersebut enzim bersifat sangat spesifik, sehingga meskipun jumlah enzim ribuan dalam sel dan substratpun sangat banyak tidak akan terjadi kekeliruan (Sutiamiharja, 2008). Menurut Poedjiadi (1994), enzim dibagi dalam enam golongan besar. Enam golongan tersebut ialah oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase. Fungsisuatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi dalam sel maupun luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi sebagai katalis yang sangat efisien, di samping itu mempunyai derajat kekhasan yang tinggi. Seperti juga katalis lainnya, maka enzim dapat menurunkan energi aktivitas suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang membutuhkan energi (reaksi endorgonik) dan ada pula yang menghasilkan energi atau mengeluarkan energi (eksergonik). Misalkan pembentukan ikatan



10



antara senyawa A dengan senyawa B menjadi senyawa AB akan mengeluarkan energi. Terjadinya senyawa AB dari A dan B membutuhkan energi sebesar p, yaitu selisih energi antara A dan B dengan AB. Sebaliknya, penguraian senyawa AB menjadi A dan B mengeluarkan energi sebesar p pula. Terurainya senyawa AB tidak dapat berjalan dengan sendirinya, tetapi harus terbentuk lebih dahulu senyawa AB aktif. Untuk pembentukan AB aktif ini dibutuhkan energi sebesar a, yang disebut energi aktivasi. Makin besar harga a, makin sukar terjadinya suatu reaksi. Dengan adanya katalis atau enzim, harga energi aktivasi diperkecil atau diturunkan, dengan demikian akan dapat memudahkan atau mempercepat terjadinya suatu reaksi (Poedjiadi, 1994). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja enzim adalah suhu, pH dari lingkungan tempat enzim bekerja, aktivator dan inhibitor enzim, serta konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim.



2.4 Enzim Amilase Amilase adalah kelompok enzim yang memiliki kemampuan untuk memutuskan ikatanglikosida yang terdapat pada molekulpati untuk memberikan produk yang beragam termasuk dekstrin,dan glukosasebagai unit terkecil (Reddy dkk., 2003).Amilase (alfa, beta dan glukoamilase) merupakan enzim yang penting dalam bidang pangan dan bioteknologi. Amilase dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tanaman, binatang dan mikroorganisme. saat ini sejumlah enzim amilase telah diproduksi secara komersial. Penelitian enzim amilase dari tanaman telah banyak dilakukan seperti enzim amilase dari temulawak oleh Rinawati dkk., (2009) diperoleh aktivitas enzim optimum pada suhu 35 oC, pH 6,1 dan aktivitas spesifik 14,844 unit/mg protein



dengan



tingkat



kemurnian



14,



017.



Oktiarni



(2008)



berhasil



11



mengisolasienzim β-amilase dari ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) LAM) dengan aktivitas enzim optimum pada suhu 70 oC, pH 5,52 - 6,01, aktivitas spesifik 12,18 unit/mg protein, BM 26 kDa. Suarni dan Patong (2003) telah berhasil membuat ekstrak enzim amilase dari kecambah kacang hijau, dengan aktivitas optimum pada suhu 30 oC, pH 5,45, aktivitas enzim 4,09 Unit/mL dan aktivitas spesifik 1,73 Unit/mg protein. Bahri dkk, (2012) berhasil mengisolasi enzim amilase dari kecambah biji jagung ketan (Zea mays ceratina L.) dengan waktu perkecambahan 36 jam adalah waktu yang terbaik dengan aktivitas 0,0557 detik -1, serta aktivitas



enzim optimum pada suhu 70 oC, pH 9. Enzim amilase memiliki aplikasi untuk skala yang sangat luas mulai dari industri tekstil, konversi pati untuk gula sirup, produksi Cyclodextrins untuk industri farmasi (Aiyer, 2005). Selain penggunaannya dalamsaccaharification pati, enzim ini juga berpotensi dalam aplikasi sejumlah proses industri seperti makanan, kue, pembuatan bir, tekstil, detergen, dan industri kertas. Munculnya batas baru dalam bioteknology, spektrum dari aplikasi amilase telah diperluas ke bidang-bidang lainnya, seperti uji klinis dan medis (Pandey dkk., 2000 dalam Heryanto, 2012). Namun berdasarkan kemampuannya dalam menghidrolisis pati dan berbagai keuntungan dari aplikasi yang dapat diberikannya maka enzim amilase tersebut harus diketahui aktivitasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim diantaranya adalah suhu dan pH. Suhu memiliki hubungan yang kuat antara aktivitas dan stabilitas enzim, karena enzim sangat sensitif terhadap perubahan suhu (Illaneus, 2008 dalam Heryanto, 2010). Enzim amilase dapat memecah ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Ada tiga macam enzim amilase menurut Poedjiadi (1994), yaitu:



12



a. α amilase (EC 3.2.1.1) Enzim α amilase terdapat dalam saliva (ludah) dan pankreas adalah α amilase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amilase sebab enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum. Menurut Suarni dan Patong (2003) enzim α-amilase (α-1,4-glukanglukanohidrolase; (EC3.2.1.1), enzim ini sangat berperan dalam industri pembuatan roti dan sirup. Enzim α-amilase banyak terdapat pada kecambah kacang-kacangan. Enzim α-amilase dalam biji dibentuk pada waktu awal perkecambahan oleh asam giberilik. Asam giberilik adalah suatu senyawa organik yang sangat penting dalam proses perkecambahan suatu biji karena bersifat sebagai pengontrolperkecambahan tersebut. Cara kerja α-amilase pada molekulamilosa terjadi 2 tahap pertama, degradasiamilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yangterjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangatcepat dan diikuti dengan menurunnyaviskositas degan cepat pul. Yang kedua, relatifsangat lambat yaitu pembentukan glukosa danmaltosa sebagai hasil akhir yang terjadi secaratidak acak. Sedangkan cara kerja α-amilasepada molekul amilopektin akan menghasilkanglukosa, maltosa, dan α-limit dextrin. Jenis α-limit dextrin yaitu oligosakarida yang terdiridari 4 atau lebih residu gula yang mengandungikatan α-1,6. Aktivitas α-amilase ditentukan denganmengukur hasil degradasi pati, biasanya daripenurunan kadar pati yang larut atau dari kadaramilosa bereaksi dengan iodium akan berwarnacoklat. Selain itu keaktivan α-amilase dapatdinyatakan dengan cara pengukuran viskositasdan jumlah pereduksi yang terbentuk.Sedangkan hidrolisis amilosa akan lebihcepat dari pada hidrolisis rantai yangbercabang seperti



13



amilopektin atau glikogen.Laju hidrolisis akan meningkat bila tingkatpolimerisasi menurun, dan laju hidrolisis akan lebih cepat pada rantai lurus (Risnoyatiningsih, 2011). Pemanfaatan enzim amilase pada skala industri lebih dititikberatkan pada peningkatan produksi dan efisiensi prosesnya. α-amilase termostabil dipandang lebih penting dalam aplikasinya dibidang industri dibandingkan jenis α-amilase yang tidak tahan suhu tinggi. Termostabilitas α-amilase biasanya disesuaikan dengan pemanfaatannya, sebagai contoh α-amilase termolabil dapat digunakan pada proses sakarifikasi pati, sedangkan α-amilase termostabil lebih sesuai digunakan dalam likuifikasi pati (Purwandani, 2012). b. β amilase (EC 3.2.1.2) Enzim β amilase terdapat pada tumbuhan dan dinamakan eksoamilase sebab memecah dua unit glukosa yang terdapat pada ujung molekul amilum secara berurutan sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa. Menurut Oktiarni (2008), enzim ini banyak digunakan karena kemampuannya mengkatalisis reaksi pengubahan pati menjadi maltosa dari ujung gugus pereduksi rantai polisakarida, menghasilkan β-maltosa dan β-limit dekstrin. Enzim β-amilase banyak ditemukan pada tanaman tingkat tinggi seperti ubi jalar. Seperti sifat enzim pada umumnya, aktivitas amilase sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana enzim itu bekerja. Menurut



Risnoyatiningsih



(2011),



enzim



β-amilase



(β-1,4



glukanmaltohidrolase) dapat diisolasi dari kecambahbarley, ubi jalar, dan kacang kedelai. Enzim β-amilase memecah ikatan glukosidaβ-1,4 padapati dan glikogen dengan membalikkankonfigurasi karbon anomeri (C1) glukosa dari αmenjadi β,



14



maka di sebut β-amilase.Cara hidrolisis ikatan α-1,4 oleh β-amilase terjadi dengan memotong 2 unitglukosa dan secara bertahap pemotongan dariujung rantai gula yang bukan pereduksi,disebut Eksiamilase. Enzim β-amilase aktif pada pH 5-6. Sejumlah mikroorganisme juga menghasilkan amilase untuk mendegradasi pati ekstraseluler. Pada jaringan hewan tidak memiliki β-amilase, kecuali apabila mikroorganisme terdapat dalam saluran pencernaannya (Purwandani, 2012). c. γ amilase (EC 3.2.1.3) Enzim γ amilase terdapat dalam hati. Enzim ini dapat memecah ikatan 1-4 dan 1-6 pada glikogen dan menghasilkan glukosa.Menurut Risnoyatiningsih (2011), enzim Glukoamilase diproduksi dariAspergillus dan Rhizopus, dapat memecahikatan α-1,3 dan α-1,4. Enzim glukoamilasememecah pati dari luar dengan mengeluarkanunit-unit glukosa dari ujung bukan pereduksipolimer pati. Hasil reaksinya hanya glukosa,sehingga dapat di bedakan dengan α-amilasedan βamilase. Dengan pengaruh enzim glukoamilaseposisi glukosa α dapat diubah menjadi βdengan pH optimalnya 4-5 dan suhuoptimalnya 50°C-60°C.



2.5Isolasi Enzim Isolasi enzim bertujuan untuk memisahkan enzim yang diinginkan dari senyawa lain yang tidak dikehendaki. Untuk keperluan penelitian dan analisis, hasil isolasi enzim tidak diperlukan dalam jumlah banyak, tetapi mempunyai tingkat kemurnian yang tinggi.Isolasinya memerlukan teknologi isolasi enzim yang mempunyai sifat dan aktivitas maksimum (Suhartono, 1989).



15



2.5.1 Sentrifugasi Sentrifugasi merupakan suatu cara pemisahan yang berdasarkan kepada perbedaan kecepatan sedimentasi dari partikel-partikel molekul yang disebabkan oleh adanya gaya sentrifrugal. Cara ini terutama digunakan untuk memisahkan endapan yang sukar disaring dengan saringan biasa (filter), dimana zat terlarut dapat dipisahkan dengan cepat menuju pusat medan sentrifugal. Dalam hal ini partikel-partikel mula-mula yang terdistribusi secara merata di dalam larutan, pada suatu kecepatan perputaran tertentu akan bergerak meninggalkan larutan induknya dan bila partikel-partikel terlarut tersebut lebih besar dari partikel pelarut, maka akan memisah dan terjadi pengendapan. Sebaliknya partikelpartikel yang memiliki berat jenis lebih kecil dari pelarutnya, akan terapung di permukaan. Pada saat kesetimbangan tercapai, dimana konsentrasi zat terlarut di bagian atas lebih kecil dari pada konsentrasi bagian bawahnya, maka pada saat itulah terjadi pengendapan(Suhartono, 1989).



2.5.2 Fraksinasi dengan ammonium sulfat Menurut Dali dkk., (2012) hasil sentrifugasi diperoleh suatu larutan enzim kasar, selanjutnya dilakukan metode pemurnian. Pemurnian enzim pada dasarnya bergantung pada beberapa variabel diantaranya: pH, suhu, komposisi pelarut dan sifat dari protein itu sendiri (ukuran, kelarutan, muatan dan bentuknya).Fraksinasi protein dengan menggunakan garam, berdasarkan atas kelarutan protein yang merupakan interaksi antara gugus polar dengan air, interaksi ionik dengan garam dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama. Dalam hal ini fenomena kelarutan protein ada dua macam yaitu salting in dan salting out. Salting in adalah peristiwa dimana dengan penambahan garam konsentrasi rendah pada larutan



16



protein dalam air, akan menurunkan koefisien aktivitas sehingga kelarutan protein akan bertambah. Bila konsentrasi garam dinaikkan sehingga kekuatan ion bertambah besar, maka interaksi ion dari garam dengan air akan bertambah, hal ini akan menyebabkan interaksi antara protein dengan air menurun. Proses ini disebut salting out. Bila dalam suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa pemisahan protein ini disebut salting out. Efek salting out disebabkan garam dengan konsentrasi tinggi dapat menghidrasi air dari permukaan molekul protein sehingga protein terendapkan. Proses fraksinasi bertujuan untuk memekatkan atau menjenuhkan larutan sehingga



diperoleh larutan pekat yang mengandung



endapan protein. Penambahan amonium sulfat dalam proses fraksinasi dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk di atas magnetic stirrer dengan kecepatan konstan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein (Sari, 2012). Amonium sulfat adalah salah satu jenis garam yang paling banyak digunakan untuk mengendapkan protein enzim. Keuntungannya adalah (1) dalam keadaan jenuh molaritasnya cukup tinggi sehingga dapat mengendapkan sebagian besar protein; (2) panas pelarutannya rendah, sehingga panas yang dihasilkannya mudah hilang; (3) bahkan pada larutan



jenuhnya (4,04 M pada 20 0C) memiliki



kerapatan sekitar 1,235 gram per cm3, yang tidak cukup besar mengganggu sedimentasi sebagian besar protein yang mengendap karena sentrifugasi; (4) larutan amonium sulfat yang pekat mencegah atau membatasi pertumbuhan bakteri, dan (5) dalam larutan amonium sulfat sebagian besar protein terlindungi



17



dari denaturasi. Berdasarkan keuntungan terakhir ini, seringkali protein murni disimpan sebagai suspensi dalam larutan amonium sulfat pekat (Englard dan Seiffer, 1990).



2.5.3 Dialisis dengan membran selofan Proses dialisis berguna untuk membebaskan protein dalam larutan dari partikel-partikel penggangu lainnya. Dalam proses ini digunakan membran semipermeabel untuk menahan molekul-molekul protein, sedangkan molekul yang lebih kecil seperti garam dan air dapat melewati membran tersebut. Pada penelitian, membran semipermeabel yang digunakan adalah selofan (Sari, 2012). Menurut Dali dkk., (2012) Permeabilitas suatu kantong selofan tergantung pada ukuran dan juga pada praperlakuan yang dilakukan. Permeabilitas suatu kantong membran tidak tergantung pada lamanya dialisis. Jika suatu molekul tidak dapat melalui selaput maka selamanya ia tidak akan lewat walaupun waktu dialisisnya diperpanjang. Kondisi lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan dialisis adalah pelarut. Secara umum dikatakan bahwa kecepatan dialisis maksimal jika menggunakan akuades. Pada hal suatu larutan ditentukan oleh pH dan kekuatan ionisasi zat terlarut yang diperlukan untuk menstabilisasikan kondisi biomolekul dalam larutan tersebut. Proses dialisis yang menyebabkan masuknya air ke kantong membran adalah tekanan osmotik, oleh karena itu selalu diusahakan supaya volume kantong selofan setelah tercapai kesetimbangan masih normal, tidak mengalami kerusakan akibat tekanan osmotik. Sebaliknya dapat terjadi, misalnya jika biomolekul yang keluar meninggalkan kantong selofan lebih cepat, sehingga kantong selofan menjadi kempes.



18



BAB III METODE PENELITIAN



3.1 Bahan Penelitian Bahan utama yang akandigunakan pada penelitian ini adalah akar rimpang alang-alang dari bagian barat kota Makassar, amilum (soluble starch), BSA (Bovin serum Albumin), NaH2PO4, Na2HPO4, NaOH, (NH4)2SO4, glukosa anhidrat,



pereaksi



Nelson-somogyi,



pereaksi



arsenomolibdat,



pereaksi



folinclocalteau, EDTA, NaHCO3, Na2CO3, CuSO4.5H2O, Natium kalium tartrat, dan I2.



3.2 Alat Penelitian Peralatan utama yang akandigunakan adalah pH meter (Hanna Instrument), timbangan analitik (Ohaus), freeze dryer, membran selofan (Sigma D 0655), magnetic stirer, sentrifuge, autoklaf (Yamato), inkubator (Memmert), oven (Gallenkamp), spektronik 20 D+, dan alat gelas umum yang digunakan di laboratorium.



3.3 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dimulai Mei 2013. Pengambilan sampel di bagian barat kota Makassar. Selanjutnya dilakukan isolasi dan karakterisasi di Laboratorium BiokimiaJurusan Kimia FMIPA-UNHAS.



19



3.4 Cara Kerja 3.4.1 Isolasi enzim amilase dari akar rimpang alang-alang Sebanyak 250 g akar rimpang alang-alang yang sudah yang sudah dipotong-potong kecil ditambahkan buffer fosfat 0,2 M pH 6,0 secukupnya kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender pada kondisi dingin, setelah hancur dibiarkan selama ± 30 menit sambil kadang kala diaduk, kemudian disaring dengan penyaring nilon. Residu dibuang dan filtrat diambil kemudian diukur volumenya selanjutnya disentrifugasi dengan keceptan 6000 rpm selama 30 menit pada suhu 4 oC, supernatan yang dihasilkan merupakan enzim amilase kasar (ekstrak enzim amilase), diukur volumenya dan ditempatkan ke dalam wadah untuk uji aktivitas, fraksinasi danpenentuan kadar protein.



3.4.2 Uji aktivitas enzim amilase secara kualitatif menggunakan larutan I2 a.



Substrat yang akan digunakan larutan pati 2%. Melarutkan 2 g soluble



starch (Merck) ke dalam 100 mL akuades, diaduk dan dipanaskan hingga larutan kelihatan jernih dan bercampur. b.



Sebanyak 6 tabung reaksi masing-masing diisi 1 mL substrat ditambahkan



0,5 mL larutan enzim lalu diinkubasi pada suhu 35 oC (Rinawati dkk., 2009), masing- masing diinkubasi selama 10; 20; 30; 40; 50; dan 60 menit, setelah itu didinginkan dan ditambahkan 2 tetes larutan iodin 1%. Pengamatan aktivitas amilase didasarkan terjadinya perubahan warna biru menjadi bening setelah ditambahkan iodin 1%.



20



3.4.3 Uji aktivitas amilase secara kuantitatif Prinsip uji aktivitas enzim amilase didasarkan pada perhitungan gula pereduksi dari hasil hidrolisis pati dengan metode Nelson-Somogyi. Sebanyak 1 mL larutan pati 2% dan 1 mL buffer fosfat 0,2 M pH 6,0 ditambahkan 1 mL larutan ekstrak amilase, diinkubasi pada suhu 35oC selama waktu optimum, setelah itu dinonaktifkan pada suhu 100 oC selama 5-10 menit. Dinginkan, lakukan pengenceran apabila diperlukan (catat faktor pengenceran). Selanjutnya ditentukan kadar glukosanya dengan metode Nelson-Somogyi yakni ke dalam tabung reaksi dimasukkan 1 mL campuran enzim tersebut kemudian ditambahkan 1 mL reagen Nelson-Somogyi. Kemudian dididihkan selama 5 menit. Selanjutnya didinginkan dalam air es hingga suhu larutan sama dengan suhu kamar. Setelah dingin ditambahkan 1 mL reagen arsenomolibdat dan 7 mL air suling lalu dikocok hingga bercampur rata. Absorbansi larutan diukur dengan spektronik 20 D+ pada λmax. Untuk mengetahui kadar glukosa hasil hidrolisis pati oleh enzim dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi larutan standar glukosa pada berbagai konsentrasi 0,002; 0,004; 0,006; 0,008; 0,010 mg/mL. Perhitungan aktivitas enzim dilakukan dengan mensubtitusikan absorbansi larutan yang diperoleh pada pengujian aktivitas enzim ke dalam persamaan regresi kurva kalibrasi larutan standar glukosa. Aktivitas enzim amilase = C x 1/T x 1 unit/1µmol dimana: C = Konsentrasi glukosa per mL ekstrak enzim (µmol/mL) T = Waktu inkubasi (menit) 1 unit enzim amilase = besarnya aktivitas enzim yang dibutuhkan untuk membebaskan 1 µmol glukosa per menit per mL enzim.



21



3.4.4 Penentuan kadar protein enzim amilase dari akar rimpang alang-alang Penentuan kadar protein ditentukan berdasarkan metode Lowry dalam Sudarmaji dkk, (1984). Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 1 mL larutan ekstrak enzim, ditambahkan 5 mL pereaksi Lowry B dan dihomogenkan, kemudian dibiarkan selama 10 menit selanjutnya ditambahkan 1 mL pereaksi Lowry A dan dikocok sampai bercampur dengan baik, lalu dibiarkan selama 30 menit agar reaksi berjalan sempurna, kemudian ditambahkan 3 mL akuades. Absorbansi diukur pada λmax. Jumlah protein dalam enzim ditentukan dengan cara mensubtitusi absorban larutan contoh ke dalam persamaan regresi dari kurva standar protein. Lowry A : Folin cioucalteu : H2O = 1: 1 Lowry B : 100 mL Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 N ditambahkan dengan 1 mL CuSO4.5H2O 1% dan 1 mL natrium kalium tartrat 2%



3.4.5 Perhitungan kadar protein enzim Kadar protein enzim dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi larutan standar protein dengan berbagai konsentrasi. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan 1 mL larutan standar protein dengan konsentrasi 0,02; 0,04; 0,06; 0,08; 0,10 mg/mL (1 gram Bovin Serum Albumin dilarutkan ke dalam akuades tepat 100 mL, kemudian diencerkan hingga konsentrasi diinginkan), lalu ditambahkan 5 mL pereaksi Lowry B dan dikocok segera agar bercampur rata, kemudian dibiarkan selama 10 menit selanjutnya ditambahkan 1 mL pereaksi Lowry A dan dikocok sampai bercampur dengan baik, lalu dibiarkan selama 30 menit agar reaksi berjalan sempurna kemudian ditambahkan 3 mL akuades. Absorbansi diukur pada panjang gelombang maksimum. Perhitungan kadar protein enzim dilakukan



22



mensubtitusikan absorbansi larutan yang diperoleh pada penentuan kadar protein enzim ke dalam persamaan regresi kurva kalibrasi larutan standar protein. Kadar protein enzim yang diperoleh dari kurva tersebut, selanjutnya digunakan untuk menentukan aktivitas spesifik enzim dengan menggunakan rumus sebagai berikut: x unit/mg protein Keterangan: As = Aktivitas spesifik dalam mg protein [P] = Kadar enzim total dalam mg/mL [Ti] = Waktu inkubasi dinyatakan dalam jam



3.4.6 Fraksinasi dengan amonium sulfat Ekstrak enzim kasar hasil isolasi dari akar alang-alang difraksinasi dengan amonium sulfat pada beberapa tingkat kejenuhan (0% - 80%) yaitu : 0-20%, 2040%, 40-60%, 60-80%, berdasarkan metode Bollag and Edelstein (1991) dalam Natsir, 2010, dengan menggunakan tabel pada lampiran 2.Dalam perlakuan ini ekstrak enzim kasar ditambahkan amonium sulfat pada beberapa tingkat kejenuhan sambil diaduk dengan magnetic stirer sampai larut sempurna dan dibiarkan semalam pada suhu dingin. Filtrat enzim dipisahkan dengan sentrifugasi 10.000 rpm, 20 menit suhu 4 oC, endapan yang diperoleh setiap fraksi dilarutkan dalam buffer fosfat 0,1 M pH 6,0 kemudian diuji aktivitasnya seperti pada uji aktivitas enzim kasar.



3.4.7 Dialisis dalam membran selofan Dialisis dilakukan menggunakan membran selofan (Sigma D 0655) dengan diameter 21 mm. Sebelum dilakukan dialisis, membran selofan



23



dipreparasi dengan cara sebagai berikut: 10 cm membran selofan direbus dalam larutan 2,0% b/v Na-bikarbonat dan EDTA 1.0 mM selama 10 menit. Larutan diganti dengan akuades dan kembali direbus selama 10 menit (diulang 2-3 kali). Menurut Plummer (1979), membran disimpan dalam akuades atau larutan buffer yang akan digunakan pada suhu 4 oC. Sebelum digunakan bagian dalam dan luar dicuci kembali dengan akuades atau buffernya. Hasil fraksinasi dengan aktivitas tertinggi selanjutnya dilarutkan ke dalam larutan buffer fosfat 0,2 M pH 6,0 (secukupnya). Larutan



dimasukkan



ke dalam kantong selofan kemudian



didialisis dengan buffer fosfat, konsentrasi 0,05 M, diaduk dengan pengaduk magnetik stirer pada suhu 5 oC. Setiap 3 jam buffernya diganti dan setelah dialisis dilakukan pengujian aktivitas amilase dan penentuan kadar protein.



3.4.8 Karakterisasi enzim amilase hasil dialisis Enzim amilase hasil dialisis dikarakterisasi pada kondisi: suhu dan pH optimum, dan konsentrasi substrat optimum enzim amilase. Cara pengujian aktivitas enzim amilase yakni mencampurkan enzim, substrat, dan buffer kemudian diinkubasi pada beberapa variasi perlakuan seperti diuraikan dalam tahapan kerja karakterisasi berikut:



3.4.8.1 Konsentrasi substrat Penentuan konsentrasi substrat dari enzim amilase dilakukan sesuai dengan prosedur aktivitas enzim amilase pada suhu inkubasi optimum 35 oC danpH optimum 6,1(Rinawati dkk.,2003), dengan menvariasikan konsentrasi substrat berturut-turut yaitu: 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5 dan 4,0 mg/mL.



24



3.4.8.2 Suhu optimum Penentuan suhu optimum kerja enzim amilase dilakukan sesuai dengan prosedur penentuan aktivitas enzim amilase, dengan menvariasikan suhu yaitu: 25, 30, 35, 40, dan 45 oC. Dengan menggunakan konsentrasi substrat optimum dan pH optimum 6,1.



3.4.8.3 pH optimum Penentuan pH optimum kerja enzim amilase dilakukan sesuai dengan prosedur penentuan aktivitas enzim amilase, dengan menvariasikan pH menggunakan buffer fosfat 0,2 M yaitu: pH 5,2; 5,4; 5,6; 5,8; 6,0; 6,2; 6,4; 6,6; 6,8 dan7,0. Denganmenggunakan suhu optimum yang didapatkan pada penentuan suhu optimum dan konsentrasi substrat optimum yang didapatkan pada penentuan substrat optimum. Setelah didapatkan data-data tersebut, mulai dari penentuan konsentrasi substrat, pH, dan suhu optimum enzim maka dilakukan pengujian aktivitas menggunakan kondisi tersebut.



25



DAFTAR PUSTAKA



Anonim, 2012a, Alang-Alang, (Online), (http://flora-faunaindonesia.blogspot.com diakses 16 januari 2013). Anonim, 2012b, Klasifikasi ilmiah tumbuhan alang-alang, (Online), (http://www. plantamor.com/index.php?plant=705, diakses 16 januari 2013). Anonim, 2009, Karbohidrat, (Online), (http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/ kuliah_web/2009/0606811/polisakarida.html, diakses 16 januari 2013).Sianturi, D.C., 2008, Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase Termofilik Kasar dari Sumber Air Panas Penen Sibirubiru Sumatera Utara, Tesis diterbitkan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Aiyer, P.V., 2005, Amylases and their applications, African Journal of Biotechnology,4 (13) 1525-1529. Bahri, S., Mirzan, M. dan Hasan, M., 2012, Karakterisasi Enzim Amilase Dari Kecambah Biji Jagung Ketan (Zea mays ceratina L.), Jurnal Natural Science, 1 (1) 132-143. Budiyati, R., Santana, P., Afiandi, N. dan Mariska, S., 2009, Pengukuran Daya Cerna Pati secara In Vitro, Pengukuran Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik-Gravimetrik, dan Pengukuran Kadar Pati Resisten, (Online), (https://docs.google.com/Lap.Prakt.4,5,6.DayaPati,SeratPangan,PatiResist en.docx+Pati+merupakan+zat+makanan+yang+sangat+penting+bagi+tubu h.+Budiyati+2009, diakses 16 januari 2013). Dali, S., Patong, A.R., Jalaluddin, M.N. dan Pirman, A.P., 2012, Optimasi Produksi Enzim Lipase dari Isolat Aspergillus Oryzae pada Kopra Berjamur, Disertasi diterbitkan, Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar. Dalimarta, S., 2006, Atlas Tumbuhan Obat IndonesiaJilid 4, Puspaswara, Jakarta. Englard, S. and Seiffer, S. 1990. Precipitation TechniquesIn Guide to Protein Purification. (Deutscher., M.P. eds), Academic Press, Inc., San Diego. Gana, J.A., Kalengamaliro, N.E., Cunningham, S.M. dan Volenec, J.J., 1998,Expression of β-Amylase from Alfalfa Taproots,Plant Physiology,118(4) 1495-1506. Hanafiah, K.A., Napoleon, A. dan Ghofar, N., 2005, Biologi Tanah, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. 26



Heryanto, T.E., 2012, Penentuan Aktivitas Amilase Kasar Termofil Bacillus subtilis Isolat Gunung Darajat Garut, Skripsi diterbitkan, Universitas Pendidikan Indonesia, Jawa Barat. Irwanto, 2006, Penggunaan Tanaman Actinorhizal Casuarina Equisetifolia L Pada Rehabilitasi Lahan Alang-Alang dengan Sistem Agroforestri, (Online), (http:// naturehealthy.webs.com/actinorhizal_casuarina.pdf, diakses 16 januari 2013). Nana, A., Afwandi, D. dan Juliana, S., 2011,Pelatihan Pemanfaatan Akar Alang Alang menjadi Produk Olahan Sirup dan Bahan Campuran Pembuatan Kertas Daur Ulang di Desa Bandar Khalifah, PKM diterbitkan,Jurusan Biologi Universitas Negeri Medan, Medan. Natsir, H., 2010, Kajian Enzim Kitinase Termostabil dari Bakteri Termofil: Pemurnian,Karakterisasi dan Aplikasi dalam Hidrolisi Kitin, Disertasi tidak diterbitkan, Program Pascasarjana FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar. Oktiarni, D., 2008, Isolasi, Pemurnian dan Karakterisasi β-amilase Ubi Jalar (Ipomoea batatas (L.) LAM), (Online), (http://digilib.itb.ac.id/gdl.php? Mod=browse&op =read&id=jbptitbpp-gdl-dwitaoktia-29965, diakses 16 januari 2013). Plummer, D.T., 1979, An Introduction to Practical Biochemistry, Second Edition, Tata Mc. Graw Hill Publishing Company Ltd, New Delhi. Poedjiadi, A., 1994. Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia, Jakarta. Pudjiharta, A., Widyati, E., Adalina, Y. danSyafruddin H.K., 2008, Kajian Teknik Rehabilitasi Lahan Alang-Alang (Imperata cylindrica L. Beauv), (Online), (http:// www.forda-mof.org/index.php/content/download/ info/957, diakses 16 januari 2013). Purwandani, L.F., 2012, Isolasi dan Uji Aktivitas Enzim Amilase dari Isolat Bakteri Termofilik Amilolitik Pasca Erupsi Merapi pada berbagai Variasi Suhu dan pH, Skripsi diterbitkan, Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta. Rachmawaty, W.S., 2007, Pengaruh Ekstrak Beberapa Jenis Gulma terhadap Perkecambahan Biji Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Varietas Wilis, Skripsi diterbitkan, Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas islam negeri, Malang. Reddy, N.S., Nimmagadda, A. and Rao, K.R.R.S., 2003, An Overview of The Microbial α-amylase Family, African Journal of Biotechnology, 2 (12) 645-648.



27



Rinawati, M., Pipit, Wuryanti, Rahmanto, Wasino, 2009, Isolasi, Karakterisasi dan Amobilisasi Enzim Amilase dari Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), (Online), (http://eprints.undip.ac.id/2923/, diakses 16 januari 2013). Risnoyatiningsih, S., 2011, Hidrolisis Pati Ubi Jalar Kuning menjadi Glukosa secara Enzimatis, Jurnal Teknik Kimia,5 (2) 417-424. Sari, D.K., 2012, Lipase Isolat Lokal pada Sintesis Biodiesel, (Online), (http://eprints.unsri.ac.id/195/3/makalah_DiahkartikaUnsri.pdf, diakses 16 januari 2013). Sianturi, D.C., Isolasi Bakteri danUji Aktivitas Amilase Termofil Kasar dari Sumber Air Panas Penen Sibirubiru Sumatera Utara, Tesis diterbitkan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Sivaramakrishnan, S., Gangadharan, D., Nampoothiri, K.M., Soccol, C.R., and Pandey, A., 2006, α-Amylases from Microbial Sources, Food Technol. Biotechnol, 44(2) 173–184. Suarni dan Patong, R., 2007, Potensi Kecambah Kacang Hijau sebagai Sumber Enzim α-Amilase, Indo. J. Chem., 2007, 7 (3), 332-336. Sudarmadji, S., Bambang, H. dan Suhardji, 1984, Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian, Penerbit Liberty, Yogyakarta. Suhartono, M.T. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Sutiamiharja, N., 2008, Isolasi Bakteri dan Uji Aktivitas Amilase Kasar dari Sumber Air Panas Gurukinayan Karo Sumatera Utara, Tesis diterbitkan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.



28