Bab 2 Referat Dislokasi Lutut. [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi Sendi Lutut Persendian adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam. Pada articulatio terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Sendi lutut merupakan sendi di extremitas inferior yang menghubungkan tungkai atas (paha/ femur) dengan tungkai bawah (tibia). Fungsi dari sendi ini adalah untuk melakukan gerakan flexi, extensi dan sedikit rotasi pada tugkai bawah. Untuk melakukan fungsi gerak ini diperlukan antara lain: 1. Otot : berfungsi sebagai penggerak sendi 2. Kapsul sendi : berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi supaya jangan lepas bila bergerak 3. Permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur luasnya gerakan 4. Cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi. 5. Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan penghubung kedua buah tulang (femur dan tibia) yang bersendi sehingga sendi menjadi kuat untuk melakukan gerakan. Articulatio genus (sendi lutut) adalah sendi yang terbesar dan paling rumit di seluruh tubuh. Pada dasarnya sendi lutut terdiri atas 1. Dua buah sendi condylaris antara condylus femoris medialis dan lateralis dengan condylus tibiae medialis dan lateralis/ sering disebut juga sebagai plateau tibialis medialis dan lateralis. Sendi antara femur dan ibia ini merupakan sendi sinovial tipe ginglymus/ engsel, yang memungkinkan gerakan fleksi, ekstensi dan sedikit gerak rotasi 2. Sebuah sendi sinovial tipepelana antara patella dan facies patellaris femoris, yang memungkinkan patella dan fascies patellaris femoris untuk bergeser satu sama lain.



II.1.1 Tulang dan otot pembentuk sendi lutut Tulang- tulang pembentuk articulatio genus adalah: 1. Os. Femur 2. Os. Tibia 3. Os. Patella Otot – otot yang mempunyai fungsi pada sendi lutut: 1. Flexi



-



flexor



:



M.



biceps



femoris,



m.



semitendinosus,



m.



semimembranosus, dibantu oleh m. gracilis, m sartorius, dan m.popliteus. flexi dibatasi oleh kontak bagian belakang tungkai bawah dengan tungkai atas. 2. Extensi - extensor : M. quadriceps femoris. Extensi dihambat oleh tegangnya seluruh ligamentum-ligamentum utama sendi. 3. Rotasi Medial : M. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus 4. Rotasi Lateral : M. biceps femoris Stabilitas sendi lutut tergantung pada tonus otot-otot kuat yang bekerja pada sendi dan kekuatan ligamentum-ligamentum. Dari faktor ini tonus otot adalah yang terpenting dan menjadi tugas ahli fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot ini, terutama M. quadriceps femoris setelah terjadi cedera sendi lutut. II.1.2 Kapsul sendi lutut Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint ini ditutupi oleh lapisan hyaline cartilage yang tipis yang disebut articular cartilage , yang merupakan bantalan pada persambungan tulang. Pada daerah ini terdapat rongga yang dikelilingi oleh kapsul sendi. Dalam hal ini kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya pada waktu terjadi gerakan. Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan : 1. Lapisan luar Disebut juga fibrous capsul , terdiri dari jaringan connective yang kuat yang tidak teratur dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari periosteum yang menutupi bagian tulang dan sebagian lagi akan menebal dan membentuk ligamentum.



2. Lapisan dalam Disebut juga synovial membran, bagian dalam membatasi cavum sendi dan bagian luar merupakan bagian dari articular cartilage.. Membran ini tipis dan terdiri dari kumpulan jaringan connective. Membran ini menghasilkan cairan synovial yang terdiri dari serum darah dan cairan sekresi dari sel synovial. Cairan synovial ini merupakan campuran yang kompleks dari polisakarida protein, lemak dan sel sel lainnya. Polisakarida ini mengandung hyaluronic acid yang merupakan penentu kualitas dari cairan synovial dan berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi mudah digerakkan II.1.3 Ligamen sendi lutut Menurut letaknya ligamen sendi lutut dibagi menjadi 2 yaitu 1. Ligamentum Extracapsularis a. Ligamentum Patellae Ligamentum patella (diatas) melekat pada pinggir bawah patella dan dibawah pada tuberositas tibiae. Sebenarnya ligamentum ini merupakan



lanjutan



dari



bagian



utama



tendo bersama m.



quadriceps femoris. b. Ligamentum Collaterale Laterale (Lateral Collaterale Ligament/ LCL) Berbentuk seperti tali dan melekat di atas pada condylus lateralis femoris dan dibawah pada caput fibulae tendo m. popliteus berjalan diantara ligamentum dan meniscus lateralis c. Ligamentum Collaterale Mediale (Medial Collaterale Ligament/ MCL) Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding kapsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis,



ligamentum



ini



menutupi



semimembranosus dan a. inferior medialis genus.



tendo



m.



d. Ligamentum Popliteum Obliquum Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding kapsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendo m. semimembranosus. e. Ligamentum Transversum Genus Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus, terdiri dari jaringan conective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya, sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang. 2. Ligamentum Intracapsular/ Cruciata Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat, saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae a. Ligamentum Cruciatum Anterior (ACL) Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk mencegah femur bergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut berada dalam keadaan flexi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior. b. Ligamentum Cruciatum Posterior (PCL) Ligamentum



cruciatum



posterior



melekat



pada



area



intercondylaris posterior tibiae dan berjalan kearah atas, depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat-serat anterior akan mengendur



bila lutut sedang extensi, namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan flexi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang dalam keadaan extensi. Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan flexi, ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior. II.1.4 Persarafan sendi lutut Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh : 1. N. Femoralis 2. N. Obturatorius 3. N. Peroneus communis 4. N. Tibialis II.1.5 Suplai darah sendi lutut Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki vena femoralis. II.2 Definisi Dislokasi Dislokasi sendi atau luksasio adalah tergesernya permukaan tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lain. (Sjamsuhidajat,2011), suatu keadaan dimana permukaan sendi tulang yang membentuk sendi tak lagi dalam hubungan anatomis (Brunner & Suddart, 2002), deviasi hubungan normal antara rawan yang satu dengan rawan yang lainnya sudah tidak menyinggung satu dengan lainnya. (Price & Wilson, 2006). Jadi, Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya sebagian komponen tulangnya saja yang bergeser/ Subluksasi atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat



yang seharusnya (dari mangkuk sendi)/ Luksasi. Sebuah sendi yang ligamenligamennya pernah mengalami dislokasi, biasanya menjadi rengang, akibatnya sendi itu akan mudah mengalami dislokasi kembali. Dislokasi pada sendi lutut biasanya terjadi pada trauma yang berat, yang langsung mengenai sendi lutut. Subluksasio dapat terjadi secara sekunder pada penyakit degeneratif ataupun pada penyakit infeksi yang sudah berlangsung cukup lama. Tulang tibia dapat menjadi dislokasi ke ventral, dorsal ataupun ke setiap sisi. Dapat juga terjadi rotasi yang abnormal pada femur. Mekanisme terjadinya dislokasi pada sendi lutut biasanya melalui hiperextensi dan torsi pada sendi lutut. Dislokasi akut pada sendi lutut sering disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah ataupun persarafan pada popliteal space II.3 Klasifikasi Dislokasi II.3.1 Menurut Penyebab Klasifikasi dislokasi menurut penyababnya (Brunner & Suddart, 2002) 1. Dislokasi Congenital Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering terlihat pada pinggul. 2. Dislokasi Spontan atau Patologik Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang. 3. Dislokasi Traumatic Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. II.3.2 Menurut Klinisnya Dislokasi sendi berdarsarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi (Brunner & Suddart, 2002) 1. Dislokasi Akut



Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi. 2. Dislokasi Berulang Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan. II.3.3 Menurut Kennedy Kennedy membagi klasifikasi dislokasi lutut berdasarkan posisi tibia terhadap femur, dibagi mejadi : 1. Anterior dislokasi anterior adalah yang paling umum, biasa terjadi pada cedera hiperextensi. total kejadian hingga 40% dari seluruh dislokasi lutut. Kennedy menyebutkan setidaknya butuh 30 derajat hiperektensi untuk bisa menghasilkan dislokasi lutut, dengan mekanisme rupturnya kapsul sendi diikuti dengan rupturnya anterior cruciate ligament. Dislokasi anterior juga lebih memnungkinkan terjadinya ruptur arter popliteal dan menyebabkan thrombus arteri.



2. Posterior Dislokasi posterior adalah dislokasi lutut kedua tersering setelah dislokasi anterior (33%), terjadi disebabkan oleh trauma dashboard injury atau terjatuh ketika lutut



dalam posisi fleksi. Dislokasi posterior menyebabkan rupturnya posterior cruciate ligament.



3. Lateral & Medial Dislokasi lateral (18%) dan medial (4%) terjadi lebih jarang dan dikarenakan tekanan pada penderita varus/valgus. Dislokasi ini berhubugan dengan fraktur tibia plateau. Dislokasi medial lebih beresiko terjadi rupturnya posterior lateral corner (PLC) ligament, sehingga beresiko tidak dapat di reduksi.



II.3.4 Menurut Schneck dan Wascher Schneck membagi klasifikasi dislokasi lutut berdasarkan rusaknya ligamen lutut, klasifikasi ini dibuat dikarenakan klasifikasi kennedy tidak dapat membedakan dislokasi yang telah mengalami reduksi spontan. Oleh wascher ditambahkan



subgrup “C” dan “N” untuk menandai cedera pada arteri dan persarafan lutut. Klasifikasi ini dibagi menjadi 1. KD I : Dislokasi dengan kerusakan pada satu ligamen cruciata saja, antara ACL atau PCL 2. KD II : Dislokasi dengan kerusakan pada kedua ligamen cruciata ACL dan PCL 3. KD III : Dislokasi dengan kerusakan pada kedua ligamen cruciata + ligamen collateral, antara MCL dan/atau LCL a. KD III M Kerusakan pada ACL dan PCL + MCL b. KD III L Kerusakan pada ACL dan PCL + LCL 4. KD IV : Dislokasi dengan kerusakan pada keempat ligamen (ACL PCL MCL LCL) 5. KD V : Dislokasi dengan fraktur periarticular 6. Bila terdapat cedera pada arteri (mis a. femoralis) maka ditambahkan “A” 7. Bila terdapat cedera pada saraf (mis N. Femoralis) maka ditambahkan “N”



II.3 Epidemiologi Banyaknya kejadian dislokasi lutut tidak diketahui secara pasti. Secara epidemiologi dislokasi sendi dibagi menjadi dislokasi sendi akibat trauma kecapatan tinggi (HVKD) sepert trauma akibat kecelakaan bermotor dan trauma



kecepatan rendah (LVKD) seperti trauma pada olahraga. Dislokasi sendi cenderung terjadi pada usia muda dan pada laki-laki ketimbang perempuan dengan rasio 4:1. Akhir-akhir ini dislokasi lutut juga meningkat pada orang obesitas dengan trauma low velocity dari 17% pada tahun 1995-2000 menjadi 53% pada tahun 2007 – 2012. II.4 Etiologi Dislokasi lutut menurut etiologi traumanya dapat dikategorikan menjadi 1. High Velocity Knee Dislocation Trauma kecepatan tinggi disebabkan oleh gaya/ tekanan mendadak dengan kekuatan sangat tinggi, seperti contoh pada kecelakaan mobil. Gaya ini dapat menyebabkan kerusakan luas pada struktur sendi, meliputi rusaknya jaringan lunak sendi seperti kapsul sendi, ligamen popliteal, meniscus dan kartilago. Trauma ini juga lebih beresiko menyebabkan kerusakan neurovaskular. 2. Low Velocity Knee Dislocation Trauma kecepatan rendah biasanya terjadi pada olahraga dan paa olahragawan. Trauma ini memiliki resiko lebih rendah untuk mengalami kerusakan neurovaskular dan jaringan lunak sendi. Karena kerusakan yang lebih ringan maka prognosisnya lebih baik ketimbang dislokasi akibat trauma kecepatan tinggi. II.5 Mekanisme trauma 1. Hiperekstensi paksa Hiperekstensi paksa merupakan mekanisme trauma tersering pada dislokasi anterior. Hiperekstensi sering kali terjadi pada kecelakaan bermotor namun juga dapat terjadi pada olahraga seperti sepakbola, rugby, atau saat tergelincir. Kennedy melakukan eksperimen terhadap kadaver dan menemukan bahwa hiperekstensi lutut hingga melebihi 30 derajat, akan menyebabkan rupturnya Posterior Cruciaat Ligament (PCL) dan menyebabkan telepasnya tibia. 2. Dashboard Injury Merupakan mekanisme trauma tersering pada dislokasi posterior. Cedera akibat gaya besar yang tertuju pada tibia ketika fleksi menyebabkan terlepasnya tibia ke belakang femur. Mekanisme ini sering terjadi pada saat



kecelakaan mobil dimana tibia membentur dashboard mobil atau pada saat terjatuh dengan lutut dalam posisi fleksi 3. Tekanan varus atau valgus Merupakan mekanisme trauma tersering pada dislokasi medial dan lateral. Gerakan



valgus



adalah



gerakan



ke



sisi



luar/samping (lateral),



sedangkan gerakan varus adalah gerakan ke sisi dalam/tengah (medial) dari sendi yang terjadi secara mendadak. Selain itu varus dan valgus juga merupakan deformitas pada sendi lutut dimana sendi lutut membentuk huruf “O” pada varus dan membentuk huruf “V” pada valgum, yang menampakan kelemahan pada ligamen colateral medial dan lateral. II.6 Manifestasi Klinis Lutut biasanya mengalami kolaps dan pasien dapat jatuh. Bisa terdapat deformitas yang nyata. Dislokasi dapat menimbulkan instabilitas dan sindrom nyeri patelofemoral. Pasien merasakan nyeri hebat pada lutut yang mengalami pergeseran. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya pembengkakan dan penurunan aktivitas gerak. Selain itu dapat ditemukan gejala sebagai berikut: 



Seringkali, lutut yang terkena mengalami deformitas dengan lutut terlihat bengkak dan kaki tidak dapat digerakkan dan terasa kebas







Banyk kasus dislokasi lutut disertai dengan fraktur, maka perlu dilakukan pemeriksan radiografi sebelum melakuka tes tekanan pada ligamen untuk mencegah fraktur mengalami displacement.







Bila terdapat tanda kerusakan arteri yang jelas, seperti hilangnya pulsasi. melebarnya hematom, maka perlu dilakukan operasi revaskularisassi segera







Bila tidak terdapat tanda kerusakan arteri yang jelas, lakukan pemeriksaan ankle brachial indeks, bila hasil ABI < 0.90 maka perlu konsultasi bedah vaskular, pengawasan perfusi darah, dan pencitraan vaskuler dengan usg duplex atau ct angiografi.



II.7 Diagnosis II 7.1 Anamnesis 1. Didapatkan riwayat trauma dan deformitas pada sendi lutut 2. Didaatkan gejala pembengkakan, nyeri lutut, kesulitan dalam fleksi lutut, dan ketidak seimbangan saat berjalan



II.7.1 Pemeriksaan Fisik 1. Inspeksi a. Tidak terdapat deformitas sendi i. dikarenakan 50 % dislokasi sendi lutut mengalami reduksi spontan ii. namun masih dapat terilihat tanda trauma (bengkak, abrasi, ekimosis) b. Terdapat deformitas sendi yang terlihat jelas i. Segera lakukan reduksi, terutama jika tidak teraba pulsasi arteri ii. Dimple sign – menonjolnya condylus femoral media melewati capsul sendi 1. Menandakan dislokasi posterolateral – tidak dapat direduksi 2. kontraindikasi



untuk



dilaksanakannya



reduksi



tertutup -> resiko nekrosis kulit 2. Pemeriksaan veskular a. Prioritas untuk menyingkirkan adanya cedera caskular sebelum atau setelah reduki i. Pemeriksaan palpasi pulsasi arteri dorsalis pedis dan posterio tibial pada sisi yang luka dan kontra lateral b. Bila Pulsasi teraba dan normal i. Ukur Ankle brachial index (ABI) pada pasien dengan suspek dislokasi 1. Bila ABI >0.9 -> dilakukan pemeriksaan ABI berkala -> 100% prediksi tidak terjadi cedera vaskular 2. Bila ABI < 0.9 -> dilakukan usg duplx arteri atau ct angiografi, bila terkonfirmasi adaya cedera pada arteri maka konsultasi untuk pembedahan vaskular c. Bila pulsasi tidak teraba atau menghilang i. Pastikan lutut tereduksi atau segera lakukan reduksi



ii. Lakukan operasi exsplorasi pada sendi apabila pulsasi tetap tidak teraba setelah reduksi 1. Iskemia > 8 jam memiliki reiko amputasi sebanyak 86% iii. Bila pulsasi teraba setelah di reduksi, maka lakukan observasi 3. Pemeriksaan neurologis a. Lakukan pemeriksaaan fungsi sensoris dan mototris saraf peronea dan tibia II.7.3 Pemeriksan Penunujang 1. Radiografi a. Foto rontgen lutut AP dan lateral sebelum di reduksi i. Lihat apakah ada ruang sendi yang asimetris atau ireguler ii. Lihat apakah ada fraktur avulsi iii. Lihat apakah ada defek osteochondral b. Foto rontgen lutut AP dan lateral setelah di reduksi 2. CT Scan a. Indikasi i. bila terlihat fraktur pada foto rontgen post reduksi ii. fraktur pada tibial eminence, tibial tubercle, dan tibial plateau dapat terlihat melalui ct scan II.8 Penatalaksanaan 1. Non operatf a. Reduksi tertutup diikuti penilaian vaskular i. Indikasi : dilakukan bila reduksi tertutup dapat dilakukan tanpa membahayakan pembuluh darah 2. Operatif a. Open reduction (Reduksi terbuka), dengan indikasi: i. Lutut tidak bisa direduksi secara tertutup ii. Dislokasi posterolateral iii. Fraktur – dislokasi terbuka iv. Terdapat cedera vaskular



b. External fixation (Fiksasi eksternal), dengan indikasi i. Fraktur – dislokasi terbuka ii. terdapat sindrom kompartemen iii. pasien dengan trauma multiple 3. II.9 Penatalaksanaan