Referat Stunting Bab 1-2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT STUNTING & PENCEGAHANNYA



Disusun Oleh: Aprilia Puspitasari 1215099



Pembimbing: dr. Dani, M.Kes



BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG 2019



DAFTAR ISI JUDUL……………………………………………………………………………………………1 DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..2 BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………..3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………………...5 2.1 Definisi Stunting…..…………………………………………………………………………..5 2.2 Penyebab Stunting…………………………………………………………………………….5 2.3 Diagnosis Stunting…………………………………………………………………………….6 2.4 Dampak Stunting……………………………………………………………………………....7 2.5 Penanganan Stunting…………………………………………………………………………..8 2.6 Target World Health Assembly………………………………………………………………..9 BAB III KESIMPULAN…………………………………………………………………………10 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………11



2



BAB I PENDAHULUAN Proses pertumbuhan yang dialami oleh balita merupakan hasil kumulatif sejak balita tersebut dikandung sampai dilahirkan. Keadaan gizi yang baik dan sehat pada masa balita (umur bawah lima tahun) merupakan fondasi penting bagi kesehatannya di masa depan. Kondisi yang berpotensi mengganggu pemenuhan zat gizi terutama energi dan protein pada anak akan menyebabkan masalah gangguan pertumbuhan. Stunting atau balita pendek adalah balita dengan masalah gizi kronik, yang memiliki status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umur balita jika dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, memiliki nilai z-score kurang dari -2SD dan apabila nilai z-scorenya kurang dari-3SD dikategorikan sebagai balita sangat pendek. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Permasalahan stunting merupakan isu baru yang berdampak buruk terhadap permasalahan gizi di Indonesia karena mempengaruhi fisik dan fungsional dari tubuh anak serta meningkatnya angka kesakitan anak dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak, bahkan kejadian stunting tersebut telah menjadi sorotan WHO untuk segera dituntaskan. Di Indonesia, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, terdapat 37,2% balita yang mengalami stunting. Diketahui dari jumlah presentase tersebut, 19,2% anak pendek dan 18,0% sangat pendek. Prevalensi stunting ini mengalami peningkatan dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2010 yaitu sebesar 35,6%.Secara global, sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting. Stunting dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang berat bila prevalensi stunting berada pada rentang 30-39 persen. Anak merupakan aset bangsa di masa depan. Jika kondisi sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang dengan banyaknya anak Indonesia yang menderita stunting, dapat dipastikan bangsa ini tidak akan mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi tantangan global. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah mencanangkan program intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, ditetapkan 100 kabupaten di 34 provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan 3



bertambah sebanyak 60 kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia sehingga dapat tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025 yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.



4



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Definisi Stunting Stunting adalah kegagalan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, diukur berdasarkan TB/U (tinggi badan menurut umur). Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) stunting adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted). Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan pertumbuhan. Stunting adalah gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat, berupa penurunan kecepatan pertumbuhan dalam perkembangan manusia yang merupakan dampak utama dari gizi kurang. Gizi kurang merupakan hasil dari ketidak seimbangan faktor-faktor pertumbuhan (faktor internal dan eksternal). Gizi kurang dapat terjadi selama beberapa periode pertumbuhan, seperti masa kehamilan, masa perinatal, masa menyusui, bayi dan masa pertumbuhan (masa anak). Hal ini juga bisa disebabkan karena defisiensi dari berbagai zat gizi, misalnya mikronutrien, protein atau energi. Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan perubahan dalam besar, jumlah, ukuran dan fungsi tingkat sel, organ maupun individu, yang diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan motolik (retensi kalsium, dan nitrogen tubuh). Pertumbuhan adalah peningkatan secara bertahap dari tubuh, organ dan jaringan dari masa konsepsi sampai remaja.



2.2 Penyebab Stunting Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Praktek pengasuhan yang kurang baik



5



Hal ini termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman. 2. Masih terbatasnya layanan kesehatan Termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini). 3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal. Di Indonesia, komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia. 4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.



2.3 Diagnosis Stunting Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran 6



dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan protein dan energi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) yang ditanyakan dengan standar deviasi unit Z (Z-score). Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Perhitungan ini menggunakan standar Z-score dari WHO. Normal, Pendek, Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severly stunted (sangat pendek). Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator Tinggi Badan per Umur (TB/U).



2.4 Dampak Stunting Stunting memiliki dampak pada kehidupan balita, WHO mengklasifikasikan menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang. a) Dampak jangka pendek 



Sisi kesehatan: angka kesakitan dan angka kematian meningkat







Sisi perkembangan: penurunan fungsi kognitif, motoric, dan perkembangan Bahasa







Sisi ekonomi: peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan perawatan anak yang sakit



b) Dampak jangka panjang



7







Sisi kesehatan: perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan komorbid yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi







Sisi perkembangan: penurunan prestasi belajar, penurunan potensial learning capacity







Sisi ekonomi: penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja 2.5 Penanganan Stunting Penangan stunting dilakukan melalui Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif pada



sasaran 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun. 1. Intervensi Gizi Spesifik Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan. a. Intervensi dengan sasaran Ibu Hamil: 



Memberikan makanan tambahan pada ibu hamil untuk mengatasi kekurangan energi dan protein kronis.







Mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat.







Mengatasi kekurangan iodium.







Menanggulangi kecacingan pada ibu hamil.







Melindungi ibu hamil dari Malaria. b. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan:







Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI jolong/colostrum).







Mendorong pemberian ASI Eksklusif. c. Intervensi dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan:







Mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MPASI.







Menyediakan obat cacing.







Menyediakan suplementasi zink.







Melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan.







Memberikan perlindungan terhadap malaria.







Memberikan imunisasi lengkap.







Melakukan pencegahan dan pengobatan diare. 8



2. Intervensi Gizi Sensitif Idealnya dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan diluar sector kesehatan dan berkontribusi pada 70% Intervensi Stunting. Sasaran dari intervensi gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). 



Menyediakan dan Memastikan Akses pada Air Bersih.







Menyediakan dan Memastikan Akses pada Sanitasi.







Melakukan Fortifikasi Bahan Pangan.







Menyediakan Akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).







Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).







Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).







Memberikan Pendidikan Pengasuhan pada Orang tua.







Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini Universal.







Memberikan Pendidikan Gizi Masyarakat.







Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.







Menyediakan Bantuan dan Jaminan Sosial bagi Keluarga Miskin.







Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Gizi.



2.7 Target World Health Assembly 2025 1. Menurunkan jumlah anak stunting (pendek dan sangat pendek) pada balita sebanyak 40% 2. Menurunkan anemia pada ibu usia reproduksi sebesar 50% 3. Menurunkan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) sebesar 30% 4. Tidak ada kenaikan proporsi overweight pada balita 5. Meningkatkan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan sebesar 50% 6. Menurunkan dan mempertahankan Wasting pada Balita menjadi kurang dari 5%



9



BAB III KESIMPULAN



Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang menggambarkan adanya masalah gizi kronis yang dapat dicegah. Angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi dan meningkat 3 tahun terakhir ini. Salah satu provinsi dengan tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur sedangkan angka terendah provinsi Bali. Banyak faktor-faktor penyebab terjadinya stunting. Faktor dari ibu atau calon ibu dan balita. Dengan itu pemerintah memiliki program 1000 Hari Pertama Kelahiran yang dimana terdiri dari 270 hari selama kehamilan dan 730 bayi setelah lahir. Program tersebut terbukti dapat menurunkan angka stunting. Maka dengan itu pemerintah berupaya untuk giat mempromosikan program tersebut terutama di daerah dengan angka yang tinggi untuk dapat mencapai target penurunan angka stunting pada tahun 2025 sebesar 40% sehingga membuat negara berkembang menjadi maju terutama mencegah dengan intervensi gizi secara spesifik dan sensitif.



10



DAFTAR PUSTAKA



Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. 2017. Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta. Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. 2018. Buku Saku Kader Pembangunan Manusia – Memastikan Konvergensi Penanganan Stunting Desa. Jakarta. Kementerian Kesehatan. 2014. Laporan Riskesdas 2013. Kementrian Kesehatan. 2018. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2017. Jakarta. Kementrian Kesehatan. 2018. Peran Kementrian Kesehatan Dalam Pencegahan dan Penanganan Stunting di Indonesia. Bandar Lampung. Kementrian Kesehatan. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta. Kementrian Kesehatan. 2019. Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Stunting di Indonesia. Jakarta Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Jakarta. Sekretariat Wakil Presiden RI.



11



12