Referat Stunting Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar belakang



Pendek di identifikasikan dengan membandingkan tinggi seseorang anak dengan standar tinggi anak pada populasi yang normal sesuai dengan usia dan jenis kelamin yang sama. Anak dikatakan pendek (stunting) jika tingginya berada dibawah -2 SD dari standar WHO.1 Studi studi saat ini menunjukan bahwa anak pendek sangat berhubungan dengan prestasi pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai orang dewasa. Anak anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi dewasa yang kurang pendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu anak pendek merupakan predictor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di massa yang akan datang.1 Pendek (stunting) merupakan tragedi yang tersembunyi. Pendek terjadi karena dampak kekurangan gizi kronis selama 1.000 hari pertama kehidupan anak. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan perkembangan anak yang irreversible (tidak bisa diubah), anak tersebut tidak akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak yang dia bisa.1 Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit menular dan penyakit tidak menular. Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015-2019. Target penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28% (RPJMN. 2015-2019). Intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan di sector kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan 70%nya merupakan kontribusi intervensi gizi sensitive yang melibatkan berbagai sector seperti



ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan, Pendidikan, social dan sebagainya.2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Definisi



Perawakan pendek atau short stature adalah tinggi badan yang berada dibawah persentil ke 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan yang berlaku pada populasi tersebut atau kurva baku NCHS. Perawakan pendek dapat disebabkan karena berbagai kelainan endokrin maupun non-endokrin. Penyebab terbanyak adalah kelaianan non-endokrin seperti penyakit infeksi kronik, gangguan nutrisi, kelainan gastrointestinal, penyakit jantung bawaan dan lain lain. Pemantauan tinggi badan dibutuhkan untuk menilai normal tidaknya pertumbuhan anak. Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan diperlukan untuk pemberian hasil yang lebih baik.3 Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru Nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan Panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umumnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (multicentre growth reference study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementrian Kesehatan (kemenkes) adalah balita dengan nilai z score nya kurang dari -2 SD / Standar deviasi (stunted) – 3 SD (severely stunted).4 Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek menurut umur hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median standar panjang atau tinggi badan menurut umur. Telah diketahui bahwa semua masalah anak pendek, bermula pada proses tumbuh kembang janin dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila dihitung dari sejak hari pertama kehamilan, kelahiran bayi sampai anak usia 2 tahun merupakan periode 1000 hari pertama kehidupan manusia, disebut sebagai window opportunity.5



B. Epidemiology Pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan melaksanakan Pemantauan Status Gizi (PSG) yang merupakan studi potong lintang dengan sampel dari rumah tangga yang mempunyai balita di Indonesia. Hasil mengenai persentase balita pendek adalah sebagai berikut.2



Menurut hasi PSG 2015, sebesar 29% balita Indonesia termasuk kategori pendek, dengan persentase tertinggi juga di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat. Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya presentase balita pendek di Indonesia juga tinggi dab merupakan masalah kesehatan yang harus ditanggulangi. Dibandingkan beberapa negara tetangga , prevalensi balita pendek di Indonesia tertinggi dibandingkan Myanmar (35%) Vietnam (23%) Malaysia (17%) Thailand (16%) dan singapura (4%). Global Nutritiom Report (GNR) tahun 2014 melaporkan bahwa Indonesia termasuk dalam 17 negara, di antara 117 negara, yang mempunyai 3 masalah gizi yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita.2



C. Etiology Stunting disebabkan oleh factor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh factor gizi buruk yang di alami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh karenanya perlu diberlakukan pada 1.000 hari



pertama kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detil, beberapa factor yang menjadin penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut:4 1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MP- ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.4



2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).4



3. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.Menurut beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS), komoditas makanan di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang mengalami anemia.4



4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.4



Namun diliteratur lain disebutkan juga penyebab stunting adalah:5 1. Salah satu faktor risiko kejadian Stunting kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat terjadi perlambatan pertumbuhan dan berpengaruh terhadap status gizi. Penyakit infeksi ( diare dan ISPA ) dapat mengakibatkan berat badan turun secara akut dan berpengaruh pada status gizi balita bila terjadi dalam jangka waktu yang lama. Balita dengan status gizi yang kurang mempunyai sistem imun yang rendah yang dapat membuat balita mudah terkena penyakit infeksi.5



2. Anak dengan defisiensi vitamin A memiliki kecenderungan stunting karena pada masa anak-anak vitamin A mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel, apabila terjadi defisiensi dapat merusak sistem kekebalan tubuh dan dapat meningkatkan risiko infeksi seperti penyakit campak dan diare.5



3. Paparan pestisida yang diterima oleh ibu hamil dapat juga menjadikan bayinya stunting. Beberapa jenis pestisida dikenal sebagai thyroid disrupting chemicals (TDCs), dapat mengganggu struktur dan fungsi kelenjar tiroid, mengganggu sintesis, sekresi, transpor, pengikatan dan eliminasi hormon tiroid, yang berdampak terjadinya hipotiroidisme. Hipotiroidisme pada ibu hamil menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh-kembang janin/anak yang dilahirkannya.5 4. Defisiensi seng akan menyebabkan perubahan pada beberapa sistem organ seperti sistem saraf pusat, saluran pencernaan, sistem reproduksi dan fungsi pertahanan tubuh baik. Faktor predisposisi terjadinya defisiensi seng adalah karena: a. Konsumsi dan absorbsi kurang, b. Meningkatnya pengeluaran, c. Utilisasi kurang, d. Kebutuhan meningkat. Manifestasi defisiensi Zn yang khas pada anak adalah keterlambatan pertumbuhan.5



D. Patogenesis. Meskipun prevalensi stunting pada tingkat global yang tinggi, untuk penjelasan ini, jalur yang paling mudah dikerjakan untuk intervensi yang efektif adalahmendorong pertumbuhan yang sehat di negara berkembang. Dari studi epidemiologi jelas bahwa pemberian ASI yang kurang optimal dan pemberian makanan pelengkap tidak adekuat, infeksi berulang dan defisiensi mikronutrien merupakan faktor terjadinya stunting. Kegagalan pertumbuhan juga terjadi dalam interaksi faktor-faktor sosial, seperti akses ke perawatan kesehatan dan pendidikan, stabilitas politik, urbanisasi, kepadatan penduduk dan jaringan dukungan sosial,meninjau pemahaman saat ini tentang kegagalan pertumbuhan di seluruh perjalanan hidup dan mencoba untuk intervensi.6



Gambar: Pathogenesis terjadinya stunting.6



a) Antenatal period Pertumbuhan janin diatur oleh interaksi kompleks antara status gizi ibu, endokrin ,sinyal metabolik dan perkembangan plasenta. Ukuran bayi yang baru lahir merupakan cerminan dari lingkungan intrauterine; prevalensi bayi berat lahir rendah (