Bab 2 - Struktur Bidang Dan Struktur Garis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 2 STRUKTUR BIDANG DAN STRUKTUR GARIS 2.1 TUJUAN a. Mengetahui definisi struktur bidang. b. Mengetahui definisi dan mampu menggambarkan struktur garis ke dalam proyeksi dua dimensi (secara grafis). c. Menentukan plunge dan rake/pitch suatu garis pada suatu bidang. d. Menentukan kedudukan struktur garis yang merupakan perpotongan dua bidang e. Menggambarkan geometri struktur bidang ke dalam proyeksi dua dimensi (secara grafis). f. Menentukan kedudukan bidang dari dua atau lebih kemiringan semu. g. Menentukan kedudukan bidang berdasarkan “problem tiga titik” (three point problem).



2.2 ALAT DAN BAHAN a. Alat tulis lengkap. b. Jangka c. Penggaris d. Busur derajat e. Clipboard



2.3 STRUKTUR BIDANG 2.3.1 DEFINISI Struktur bidang adalah struktur batuan yang membentuk geometri bidang. Kedudukan awal struktur bidang (bidang perlapisan) pada umumnya membentuk kedudukan horizontal. Kedudukan ini dapat berubah menjadi miring jika mengalami deformasi atau pada kondisi tertentu, misalnya pada tepi cekungan atau pada lereng gunung api, kedudukan miringnya disebut initial dip. Di samping struktur perlapisan, struktur geologi lainnya yang membentuk struktur bidang adalah: bidang kekar, bidang sesar, bidang belahan, bidang foliasi dll. Istilah-istilah struktur bidang (Gambar 2.1): - Jurus (strike)



: Arah bidang horizontal yang dibentuk oleh perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang bantu horizontal,



dimana besarnya jurus (strike) diukur dari arah utara. - Kemiringan (dip)



: Besarnya sudut kemiringan terbesar yang dibentuk oleh bidang miring yang bersangkutan dengan bidang horizontal dan diukur tegak lurus terhadap jurus (strike).



- Kemiringan semu



: Sudut kemiringan suatu bidang yang bersangkutan dengan bidang



(apparent dip)



horizontal dan pengukuran dengan arah tidak tegak lurus jurus



- Arah kemiringan



: Arah tegak lurus jurus yang sesuai dengan arah miringnya bidang



(dip direction)



yang bersangkutan dan diukur dari arah utara



2.3.2. CARA PENGUKURAN STRUKTUR BIDANG a. Pengukuran jurus dan kemiringan strike / dip (Gambar 2.1, 2.2)



1. Pengukuran strike dilakukan dengan menempelkan sisi “E” kompas geologi pada bidang yang akan diukur dalam posisi kompas horizontal, tekan pengunci saat gelembung berada pada pusat lingkaran nivo mata sapi. Angka azimuth yang ditunjuk oleh jarum “N” merupakan arah strike yang diukur. (jangan lupa memberi garis horizontal strike yang telah didapatkan pada posisi kompas untuk pengukuran dip). Misal hasil dari pembacaan N 280o E. 2. Pengukuran dip dilakukan dengan menempelkan sisi “W” kompas pada bidang yang diukur dalam posisi kompas tegak lurus garis strike (posisi nivo tabung berada di atas). Putar klinometer sampai gelembung berada pada pusat nivo tabung. Pembacaan besarnya dip yang diukur lihat gambar di bawah ini. Misal hasil dari pembacaan dip o



o



o



adalah 60 . maka notasi penulisan N 280 E / 60



Gambar 2.1 Pengukuran kedudukan struktur bidang



Gambar 2.2 Cara pembacaan derajat dip b. Cara pengukuran “kemiringan dan arah kemiringan” (dip, dip direction) (Gambar 2.3) 1. Pengukuran arah kemiringan dilakukan dengan menempelkan sisi “S” kompas pada bidang yang diukur dalam posisi kompas horizontal (gelembung berada pada pusat lingkaran nivo mata sapi). Angka azimuth yang ditunjuk oleh jarum “N” merupakan arah kemiringan yang diukur. Misal hasil dari pembacaan adalah N 180o E. 2. Pengukuran dip dilakukan dengan cara sama seperti pada gambar di atas. 3. Maka notasi kedudukan bidang yang diukur adalah 60o, N 275o E.



A–B



: Jurus (strike) bidang ABCD diukur terhadap arah utara



α



: Kemiringan (dip) bidang ABCD diukur tegak lurus AB



β



: Kemiringan semu (apparent dip)



A– O



: Arah kemiringan (dip direction)



2.3.3. APLIKASI METODA GRAFIS UNTUK STRUKTUR BIDANG Di alam kadang-kadang kemiringan sebenarnya (true dip) sulit didapatkan, terutama pada kondisi bawah permukaan dimana data kemiringan hanya diperoleh dari data pemboran. Sehingga untuk mengetahui kedudukan sebenarnya digunakan metode grafis. 2.3.3.1 Menentukan Kemiringan Semu (Apparent Dip) Suatu bidang ABCD dengan kedudukan N X°E / α°. Untuk menentukan kemiringan bidang semunya dapat dilakukan dengan cara : 1. Membuat proyeksi horizontal bidang ABCD pada kedalaman “d” yaitu dengan membuat jurus (strike) dengan selisih tinggi “h” dan besar dip αo. 2. Menggambarkan proyeksi horizontal garis arah N Yo E sehingga memotong jurus (strike) yang lebih kecildi titik L ( garis AL) 3. Membuat garis sepanjang d melalui L dan tegak lurus terhadap garis AL (garis AK) 4. Menghubungkan A dan K , maka sudut KAL adalah kemiringan semunya



Gambar 2.5 Menentukan kemiringan semu dengan grafis 2.3.3.2 Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Sama Pada bidang ABEF di lokasi O, terukur dua kemiringan semu pada titik C dan D (ketinggian sama) masing - masing sebesar α1° pada arah N X° E dan α2° pada arah N Y° E. Untuk menentukan kemiringan bidang semu dengan ketinggian yang sama dapat dilakukan dengan cara : 1. Menggambarkan rabahan masing – masing kemiringan semu sesuai dengan arahnya dari lokasi O (pada kedalaman d ).



2. Menghubungkan titik D dengan C, maka CD merupakan proyeksi horizontal strike bidang ABEF. 3. Melalui OL tegak lurus CD. 4. Dari L diukur sepanjang d sehingga didapatkan titik K maka sudut KOL (β1) adalah true dip dari bidang ABEF 5. Kedudukan bidang ABEF adaah N Zo E / β1o.



Gambar 2.6 Menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang sama. 2.3.3.3 Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Berbeda



Pada bidang ABEF di lokasi O (ketinggian 400 m) terukur kemiringan semu αl° pada arah N Y° E, sedangkan pada lokasi P (ketinggian 300 m) terukur kemiringan semu α2° pada arah N X°E. Letak lokasi P terhadap O sudah diketahui. Untuk menentukan kemiringan bidang semu dengan ketinggian yang berbeda agar didapatkan kedudukan bidang ABEF sebenarnya (true dip) dilakukan dengan cara: 1. Menggambarkan rebahan kemiringan semu di O dan P sesuai arah dan besarnya. 2. Menggambarkan lokasi ketinggian 300m pada jalur O yaitu lokasi Q 3. Membuat garis tegak lurus OQ sepanjang d (QR) dan sepanjang 2d (ST) 4. Menggambarkan lokasi ketinggian 200mpada jalur O yaitu lokasi P 5. Membuat garis tegak lurus OP sepanjang d sehingga didapat UV



6. Menghubungkan titik Q dan P untuk menjelaskan bahwa terdapat strike bidang sebenarnya pada ketinggian 300m 7. Menghubungkan titik Q dan S yang merupakan kesejajaran garis QP yang merupakan strike bidang sebenarnya pada ketinggian 200m 8. Membuat garis sejajar QP melalui titik O. garis ini merupakan strike bidang sebenarnya pada ketinggian 400m 9. Membuat garis tegak lurus O sehingga didapatkan garis OW 10. Membuat garis sepanjang d pada garis strike 200m dan sepanjang 2d pada garis strike 300 (WX) 11. Dihubungkan titik O dan X sudut WOX merupakan nilai dip sebenarnya



Gambar 2.7 Tahapan menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian berbeda : (a) penggambaran dua kemiringan semu (b) pembukaan kontur struktur (c) penggambaran 3D



2.3.3.4 Menentukan Kedudukan Bidang Berdasarkan Problem Tiga Titik (Three Point Problems) Maksudnya menentukan kedudukan bidang dari tiga titik yang diketahui posisi dan ketinggiannya. Diketahui tiga titik, masing-masing : A ketinggian 200 m, B ketinggian 150 m, dan C ketinggian 100 m. Ketiga titik tersebut terletak pada bidang PQRS, menentukan bidang PQRS. 1. Menggambarkan



kedudukan



ketiga



titik



tersebut



sesuai



data



kemudian



menghubungkan antara lokasi tertinggi (A) dengan lokasi terendah (C) 2. Diantara A dan C, dibagi menjadi 2 bagian dengan 1 garis bantu sehingga CE = EA 3. Diketahui ketinggian E adalah 150 m, maka garis BE merupakan jurus ketinggian 150 m dari bidang PQRS 4. Dengan melalui A dan C dapat dibuat jurus 200 m dan 100 m yang sejajar dengan garis BE 5. Menentukan kemiringannya dengan menggunakan selisih ketinggian jurus. 6. Kedudukan bidang PQRS adalah N Xo E / αo



Gambar 2.8 menentukan kedudukan berdasarkan tiga titik 2..3.4 CARA PENULISAN SIMBOL STRUKTUR BIDANG 2.3.4.1. Struktur Bidang A. Jurus (strike) / Kemiringan (dip) Penulisan struktur bidang dengan cara ini dapat dilakukan berdasarkan sistem azimuth dan sistem kuadran.



Sistem azimuth : (gambar 2.9) N Xo E / Yo X : jurus / strike, besarnya 0° - 360° Y : kemiringan / dip, besarnya 0° - 90° Contoh : N 0o E / 30o (notasi tersebut menunjukkan bahwa struktur bidang yang diukur miring kearah timur)



Gambar 2.9 Penggambaran simbol struktur nidang (A) dengan kemiringan kearah Barat Daya/ SW dan simbol (B) dengan bearing kea rah Timur Laut /NE dan penujaman 30o Sistem kuadran : (gambar 2.9) (N/S) Ao (W/E) / BoC A : jurus / strike, besarnya 0° - 360° B : kemiringan / dip, besarnya 0° - 90° C : dip direction, menunjukkan arah kemiringan (dip) Contoh : N 35o W / 30o SW atau S 35o E / 30o SW ( Dalam sistem azimuth : N 145o E / 30o SW )



2.4 STRUKTUR GARIS 2.4.1



DEFINISI



Struktur garis adalah struktur batuan yang membentuk geometri garis, antara lain gores garis, sumbu lipatan, dan perpotongan dua bidang. Struktur garis dapat berupa bentukan garis yang nampak di alam atau pada batuan yang mencerminkan suatu proses deformasi (penekanan). Dalam geologi struktur, struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur garis riil, struktur garis semu, struktur garis vertikal dan struktur garis horizontal. Pengertian : 



Struktur Garis Riil Struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat diamati dan diukur langsung di lapangan, contoh: gores garis yang terdapat pada bidang sesar.







Struktur Garis Semu Semua struktur garis yang arah atau kedudukannya ditafsirkan dari orientasi unsurunsur struktur yang membentuk kelurusan atau liniasi, contoh: liniasi fragmen breksi sesar, liniasi mineral-mineral dalam batuan beku, arah liniasi struktur sedimen (groove cast, flu te cast) dan sebagainya.







Struktur Garis Vertikal Struktur garis yang arah dan kedudukannya vertikal.







Struktur Garis Horizontal Struktur garis yang arah dan kedudukannya horizontal.



Berdasarkan saat pembentukannya, struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur garis primer yang meliputi: liniasi atau penjajaran mineral-mineral pada batuan beku tertentu, dan arah liniasi struktur sediment. Struktur garis sekunder yang meliputi: gores garis, liniasi memanjang fragmen breksi sesar, garis poros lipatan dan kelurusan-kelurusan dari topografi, sungai dan sebagainya. Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilahistilah : arah penunjaman (trend), penunjaman (plunge, baca : planj), arah kelurusan (bearing, baca : biring) dan rake atau pitch.



2.4.2. Definisi Istilah - Istilah Dalam Struktur Garis. 



Arah penunjaman (trend) Azimuth dari bidang vertikal yang melalui garis dan menunjukkan arah penunjaman garis tersebut, dan hanya menunjukkan satu arah tertentu (Gambar 3.1).







Arah kelurusan (bearing) Jurus dari bidang vertical yang melalui garis tetapi tidak menunjukkan arah penunjaman



garis



tersebut



melainkan



azimuth



yang



menunjukkan



arah



kelurusangaris tersebut. Kelurusan ini memiliki dua pembacaan dimana salah satu arahnya merupakan sudut pelurusnya (Gambar 3.1). 



Plunge Dip penunjaman (Gambar 3.1).







Rake/pitch Besar sudut antara struktur garis dan garis horisontal yang diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat dan membentuk sudut terkecil (sudut lancip) (Gambar 3.1).



2.4.3. Struktur Garis A. Sistem Azimuth: Y°, N X°E dimana : Y = penunjaman / plunge, besarnya,0° - 90° X = arah bearing, besarnya 0° -360° contoh : 78°, N 042° E B. Sistem Kuadran: tergantung pada posisi kuadran Contoh : 45° SE, S 065° E (dalam sistem azimuth sama dengan 45°, N 115°) 45° NW, S 065° E (dalam sistem azimuth sama dengan 45°, N 295°)



Gambar 3.2 Kenampakan struktur garis dilapangan



3.4. CARA PENGUKURAN STRUKTUR GARIS A. Cara pengukuran struktur garis yang mempunyai arah penunjaman (trend ) Cara pengukuran arah penunjaman (trend ) : (Gambar 3.3) 1. Menempelkan alat bantu (buku lapangan atau clipboard) pada posisi tegak dan sejajar dengan arah yakni struktur garis yang diukur. 2. Menempelkan sisi “W” atau “E” kompas pada posisi kanan atau kiri alat bantu dengan visir kompas (sigt hing arm) mengarah pada penunjaman struktur garis. 3. Menghorizontalkan



kompas



(nivo



mata



sapi



dalam



keadaan



horizontal/gelembung berada di tengah nivo), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah penunjamannya (trend).



Cara pengukuran sudut penunjaman (plunge) : (Gambar 3.3.a dan 3.3.e) 1. Menempelkan sisi “W” kompas pada sisi atas alat bantu yang masih dalam keaadan vertikal. 2. Memutar klinometer hingga gelembung pada nivo tabung berada di tengah nivo dan besar sudut penunjaman (plunge) merupakan besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh penunjuk pada skala klinometer.



Cara pengukuran Rake/ Pitch : (Gambar 3.3.b) 1. Membuat garis horizontal pada bidang dimana struktur garis tesebut terdapat (garis horizontal sama dengan jurus dari bidang tersebut) yang memotong struktur garis. 2. Mengukur besar dari sudut lancip yang dibentuk oleh garis horizontal (dengan menggunakan busur derajat). Cara pengukuran arah kelurusan (bearing) : (Gambar 3.3.c) 1. Arah fisir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis yang akan diukur, misalnya sumbu terpanjang pada fragmen breksi sesar. 2. Menghorizontalkan kompas (gelembung nivo mata sapi berada di tengah nivo), dengan catatan, posisi kompas masih seperti no.1 tersebut di atas, maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah bearing-nya. B. Cara pengukuran struktur garis yang tidak mempunyai arah penunjaman (trend) / horizontal (pengukuran kelurusan / linement) Adapun yang termasuk struktur garis yang tidak mempunyai arah penunjaman (trend) umumnya berupa arah-arah kelurusan, misalnya : arah liniasi fragmen breksi sesar, arah kelurusan sungai, dan arah kelurusan gawir sesar



Gambar 3.3 Cara pengukuran struktur garis (a) Pengukuran plunge, (b) pengukuran rake, (c),(d) & (e) pengukuran arah kelurusan.



3.5. APLIKASI STRUKTUR GARIS Aplikasi yang akan dibahas meliputi pemecahan dua masalah utama struktur garis: A. Menentukan plunge dan rake sebuah garis pada sebuah bidang Pada bidang ABCD dengan kedudukan N 000° E/45°, terletak garis AQ dengan arah penunjaman N 135° E. Berapa besarnya plunge dan ra ke garis AQ



Penyelesaian secara grafis: (Gambar 3.4) 1. Membuat proyeksi hor isont al bidang A B C D dengan kedalaman 'd'. 2. Dari titik ' A' membuat garis dengan arah N 135° E, sehingga memotong jurus pada kedalaman 'd' di titik 'P'. 3. Melalui 'P' membuat garis P Q ( panjang = d ) tegak lurus AP, maka sudut P A Q adalah besar nya "plunge" = 35°



4. Memutar bidang A B C D sampai posisinya horisontal dengan "folding line" garis A B , yakni dengan memanjangkan garis A D, ke ' D r' dengan pusat putar tiik A . 5. Dari ' D r' membuat garis sejajar lurus (A B), maka garis ini merupakan jurus pada kedalaman 'd' setelah bidang A B C D diputar ke posisi horisontal. 6. Membuat melalui 'P' garis tegak lurus pada garis butir (5), serta memotongnya dit it ik ' L r'. 7. Menghubungk an ' L r' dengan ' A', m a ka sudut ' B A L r' adala h besa rnya rake 54°.



Gambar 3.3 Penentuan plunge dan rake: (a) penggambaran dalam blok diagram (b) analisis secara grafis



B. Menentukan Kedudukan Garis Perpotongan dari Dua Buah Bidang Dua buah bidang yang masing-masing kedudukannya diketahui, yaitu bidang ABEK dan CDFK saling berpotongan tegak lurus. Perpotongan antara keduanya merupakan suatu garis lurus dan dapat ditentukan kedudukannya yaitu dinyatakan dengan : plunge, rake, bearing (Gambar 3.7). Keterangan : KL adalah trace (garis potong), sudut OKL adalah plunge ( β ), sudut δ1 adalah rake KL pada bidang ABEK, sudut δ2 adalah ra ke KL pada bidang CDFK, arah KO adalah bearing, diukur terhadap arah utara. Contoh soal . : Batu gamping dengan kedudukan N 312°E / 300 terpotong intrusi dyke dengan kedudukan N 201 °E / 50°, sehingga pada jalur perpotongannya terdapat mineralisasi. Tentukan kedudukan jalur perpotongannya! Penyelesaian secara grafis: 1. Menggambar strike batu gamping dan intrusi dyke yang berpotongan di O, kemudian membuat kontur struktur dari masing-masing strikenya (Gambar 3.4). 2. Setelah itu menghubungkan garis dengan titik pertemuan O1, O2 dan O3 yang merupakan bearingnya kemudian mengukur sudut bearing tersebut dari garis hijau yang merupakan garis bearing terhadap arah utara, garis putus-putus hijau menunjukkan besaran dari bearingnya (Gambar 3.5). 3. Langkah selanjutnya membuat garis tegak lurus dari titik O2 sepanjang 1 cm dan dar i titik O3 sepanjang 2 cm, kemudian dari tersebut dihubungkan denga membuat garis dari O1 ke bagia n ujung dari ga ris-garis tersebut, garis berwarna pink merupakan garis plunge. Besaran sudut dari plunge diukur dari garis bearing terhadap garis plunge. Garis putus-putus pin k merupak an besaran sudut dari plungenya (Gambar 3.5).



4. Langkah selanjutnya membuat garis tegak lurus dari titik O2 sepanjang 1 cm dan dari titik O3 sepanjang 2 cm, kemudian dari tersebut dihubungkan dengan membuat garis dari O1 ke bagian ujung dari garis-garis tersebut, garis berwarna pink me upakan garis plunge. Besaran sudut dari plunge diukur dari garis bearing terhadap garis plunge. Garis putus-putus pink merupakan besaran sudut dari plungenya (Gambar 3.6).



Gambar 3.7 Kedudukan struktur garis perpotongan dari dua buah bidang dalam kenampakan tiga dimensi



Keterangan K–L



: Struktur garis dari perpotongan bidang ABEK dan bidang CDEK



K–O



: Arah penunjaman (trend)



K–O/O–K



: Arah kelurusan (bear ing) = azimuth NKO



Β



: Penunjaman (plunge)



α1



: Rake (pitch) terhadap bidang ABEK



α2



: Rake (pitch) terhadap bidang CDFK