Bab 2 Teori Hipotermi BBL [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Teori a. Pengertian Hipotermia adalah suatu kondisi suhu tubuh yang berada di bawah rentang normal tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b). Menurut Saifuddin dalam((Dwienda, Maita, Saputri, & Yulviana, 2014)) hipotermia pada bayi baru lahir merupakan kondisi bayi dengan suhu dibawah 36,5 0C. Hipotermia adalah gangguan medis yang terjadi di dalam tubuh, sehingga mengakibatkan penurunan suhu karena tubuh tidak mampu memproduksi panas untuk menggantikan panas tubuh yang hilang dengan cepat. Kehilangan panas karena pengaruh dari luar seperti air, angin, dan pengaruh dari dalam seperti kondisi fisik (Lestari, 2010, p.2). Sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi, baik yang normal sekalipun belum berfungsi secara optimal, sehingga bayi yang baru lahir akan mudah kehilangan suhu tubuh terutama pada masa 6-12 jam setelah kelahiran. Kondisi lingkungan dingin, bayi tanpa selimut dan yang paling sering adalah subkutan yang tipis mampu mempercepat proses penurunan suhu tersebut. Bayi yang mengalami hipotermi akan mengalami penurunan kekuatan menghisap ASI, wajahnya akan pucat, kulitnya akan mengeras dan memerah dan bahkan akan mengalami kesulitan bernapas, sehingga bayi baru lahir harus tetap di jaga kehangatannya. (Dwienda et al., 2014) Suhu normal pada bayi yang baru lahir berkisar 36,5 0 C- 37,50 C(suhu ketiak). Awalnya bayi akan mengalami penurunan suhu di bawah rentang nomal atau secara mudah dapat dikenal ketika kaki dan tangan bayi teraba dingin, atau jika seluruh tubuh bayi sudah teraba dingin berarti bayi sudah mengalami hipotermi sedang yaitu dengan rentang suhu 320 C - 360C. Selain hipotermi sedang ada juga hipotermi kuat yaitu bila suhu bayi sampai di bawah 320 C dan akan berakibat sampai kematian jika berlanjut karena pembuluh darah bayi akan menyempit dan terjadi peningkatan kebutuhan oksigen sehingga akan berlanjut menjadi hipoksemia dan kematian.(Anik, 2013) b. Etiologi Hipotermi merupakan hal yang bisa terjadi pada bayi baru lahir, penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu : jaringan lemak subkutan tipis, perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar, cadangan glikogen dan brown fat sedikit,



BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan, kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang berisiko tinggi mengalami hipotermi. (Rukiyah & Yulianti. 2013, hal.283). Penyebab utama terjadinya hipotermia, karena kurangnya pengetahuan tentang mekanisme kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan bayi secepat mungkin. Dan resiko untuk terjadinya hipotermia dikarenakan perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir, bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir, berat badan bayi yang kurang dan memandikan bayi segera setelah lahir. Dan faktor pencetus terhadap timbulnya hipotermia adalah faktor lingkungan, syok, infeksi, KEP (Kekurangan Energi Protein), gangguan endokrin metabolik, cuaca, dan obat-obatan (Wiwik, 2010, p.4). Banyak faktor yang menyebabkan suhu tidak stabil pada bayi. Faktor faktor tersebut diantaranya kehilangan panas karena permukaan tubuh yang relatif luas, lemak subkutan yang kurang (terutama lemak coklat), tidak adanya refleks kontrol dari pembuluh darah kapiler kulit, tidak adekuatnya aktivitas otot dan imatur pusat pengaturan suhu di otak. Risiko tinggi hipotermi berhubungan dengan imaturitas fungsi termoregulasi atau perubahan suhu lingkungan oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan (Maryunani, 2013:168- 169) Menurut Vivian, Nanny, (2011), Bayi Baru Lahir dapat mengalami Hipotermi melalui beberapa mekanisme, yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas, yaitu: 1) Penurunan produksi panas : Hal ini dapat disebabkan kegagalan dalam sistem endokrin dan terjadi penurunan basal metabolisme tubuh, sehingga timbul proses penurunan produksi panas, misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitary. 2) Kegagalan Termoregulasi: Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab Hipotermi dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tetap hangat tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilitas yaitu 6-12 jam pertama setelah lahir, yaitu seperti beberapa hal sebagai berikut: 1. Ketika bayi baru lahir tidak segera dibersihkan, terlalu cepat dimandikan, tidak segera diberi pakaian, tutup kepala dan dibungkus, diletakkan pada ruangan yang dingin, tidak segera didekapkan pada ibunya, dipisahkan dari ibunya, tidak segera disusui ibunya.



2. Bayi berat lahir rendah yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram atau bayi dengan lingkar lengan kurang dari 9,5 cm atau bayi dengan tanda-tanda otak lembek, kulit keriput. 3. Bayi lahir sakit seperti asfiksia, infeksi sepsis dan sakit berat. 4. Jaringan lemak subkutan tipis. 4. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar. 5. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit. 6. BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan (Yulianti, 2010) Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016b) penyebab hipotermia yaitu: a. Kerusakan Hipotalamus Suhu tubuh dikendalikan oleh hipotalamus. Hipotalmus berusaha agar suhu tetap hangat (36,5-37,50C) meskipun lingkungan luar tubuh berubah-ubah. Hipotalamus mengatur suhu dengan



menyeimbangkan produksi panas pada otot dan hati,



kemudian menyalurkan panas pada kulit dan paru-paru. Sistem kekebalan tubuh akan merespon apabila terjadi infeksi dengan melepaskan zat kimia dalam aliran darah, dan merangsang hipotalamus untuk menaikan suhu tubuh dan menambah jumlah sel darah putih yang berguna dalam melawan kuman (Lestari, 2010, p.2). b. BBLR Bayi dengan BBLR cenderung memiliki suhu yang abnormal disebabkan oleh produksi panas yang buruk dan peningkatan kehilangan panas. Kegagalan untuk menghasilkan panas yang adekuat disebabkan tidak adanya jaringan adiposa coklat (yang mempunyai aktivitas metabolik yang tinggi), pernafasan yang lemah dengan pembakaran oksigen yang buruk, dan masukan makanan yang rendah. Kehilangan panas yang meningkat karena adanya permukaan tubuh yang relatif besar dan tidak adanya lemak subkutan, tidak adanya pengaturan panas bayi sebagian disebabkan oleh panas immature dari pusat pengatur panas dan sebagian akibat kegagalan untuk memberikan respon terhadap stimulus dari luar. Pada minggu pertama dari kehidupan, bayi prematur memperlihatkan fluktuasi (naik turunnya) nyata dalam suhu tubuh dan hal ini berhubungan dengan fluktuasi suhu lingkungan (Maryunani, 2013:49) c. Kekurangan lemak subkutan d. Transfer panas ( mis. Konduksi, konveksi, evavorasi, radiasi) Bayi baru lahir tidak dapat mengatur suhu tubuhnya, dan dapat dengan cepat



kehilangan panas apabila tidak segera dicegah. Bayi yang mengalami hipotermia beresiko mengalami kematian. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir terjadi melalui : 3) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi pada saat bayi ditempatkan dekat benda yang mempunyai temperatur tubuh lebih rendah dari temperatur tubuh bayi, contohnya bayi ditempatkan dekat jendela yang terbuka 4) Konduksi adalah kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, contohnya bayi diletakkan di atas timbangan atau tempat tidur bayi tanpa alas 5) Konveksi adalah kehilangan panas yang terjadi pada bayi saat bayi terpapar dengan udara sekitar yang lebih dingin, contohnya angin dari kipas angin, penyejuk ruangan tempat bersalin 6) Evaporasi adalah Evaporasi adalah kehilangan panas tubuh melalui penguapan dari kulit tubuh yang basah ke udara, karena air/cairan ketuban missal tubuh tidak segera dikeringkan c. Klasifikasi Hipotermia terbagi ke dalam tiga jenis hipotermi, yaitu Hipotermi ringan atau Cold Stress dengan rentangan suhu antara 36-36,50C , selanjutnya hipotermi sedang, yaitu suhu bayi antara 32-36,50C dan terakhir yaitu hipotermi berat dengan suhu 60 kali / menit e. Denyut jantung > 160 kali / menit f. Latergi.



(Sumber 1 Buku Ajar : Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita 2012) d. Tanda Gejala Tanda dan



Subjektif



Objektif



Gejala a. Kulit teraba dingin Mayor



(tidak tersedia)



b. Menggigil c. Suhu tubuh di bawah nilai normal



a. Akrosianosis b. Bradikardi c. Dasar kuku sianotik d. Hipoglikemia e. Hipoksia f. Pengisian kapiler > 3 detik Minor



(tidak tersedia)



g. Konsumsi oksigen meningkat h. Ventilasi menurun i. Pileoereksi j. Takikardia k. Vasokonstriksi perifer l. Kutis memorata (pada neonatus)



e. Patofisiologi Luas permukaan neonatus relatif lebih luas dari orang dewasa sehingga metabolisme basal per kg BB lebih besar. Oleh karena itu, bayi baru lahir harus menyesuaikan diri dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru sehingga energi dapat diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak. Pada jam-jam pertama kehidupan, energi didapatkan dari karbohidrat. Dari hari kedua, energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah mendapat susu, sekitar dihari keenam energi diperoleh dari lemak dan karbohidrat yang masing-masing sebesar 60 % dan 40 % (Dewi, 2013:14). Pada saat lahir, suhu tubuh bayi kira-kira sama dengan suhu tubuh ibunya. Namun demikian sedikit insulasi lemak. Faktor yang meningkatkan kehilangan panas pada bayi baru lahir yaitu 1. Rasio permukaan tubuh dengan berat badan lebih besar. 2. Kehilangan cairan transdermal. 3. Insulasi buruk akibat kulit tipis dan pembuluh darah yang dipermukaan. 4. Keterbatasan merubah posisi tubuh. Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferent menyampaikan pada sentral pengatur panas di hypothalamus. Saraf dari hypothalamus sewaktu mencapai brown fat



memacu pelepasan noradrenalin lokal sehingga trigliserida dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat, tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk menghasilkan panas. Daerah brown fat atau lemak coklat menjadi panas, kemudian di distribusikan ke beberapa bagian tubuh melalui aliran darah. Ini menunjukkan bahwa bayi memerlukan oksigen tambahan dan glukosa untuk metabolism yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat. Methabolicthermogenesis yang efektif memerlukan integritas dari system saraf sentral, kecukupan dari brown fat dan tersedianya glukosa serta oksigen f. Komplikasi Hipotermia memberikan berbagai akibat pada seluruh sistem dalam tubuh seperti diantaranya peningkatan kebutuhan akan oksigen, meningkatnya produksi asam laktat, kondisi apneu, terjadinya penurunan kemampuan pembekuan darah dan kondisi yang paling sering adalah hipoglikemia. Pada bayi yang lahir dengan prematur, kondisi dingin dapat menyebabkan terjadinya penurunan sekresi dan sintesis surfaktan, bahkan membiarkan bayi dingin dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas (Anik, 2013). Mekanisme pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi beresiko mengalami hipotermi. Bayi dengan hipotermi sangat rentan terhadap kesakitan dan kematian. Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun di dalam ruangan yang realtif hangat (Indrayani & Moudy Emma, 2013:316) Dampak dari hipotermi yang akan terjadi pada bayi baru lahir apabila tidak segera ditangani yaitu: 1. Hipoglikemi asidosis metabolik karena vasokonstriksi perifer dengan metabolisme anaerob. Hipoglikemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada bayi hipotermi. Pada kasus hipotermi biasanya dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia adalah masalah serius pada bayi baru lahir karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai kematian. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stres yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa misalnya pada asfiksia, hipotermi,



hipertermi dan gangguan pernafasan. Menganjurkan ibu untuk mengonsumsi makanan yang bisa meningkatkan produksi ASI dan menyusui dalam posisi yang benar, bertujuan untuk menjamin tersedianya nutrisi ASI bagi bayi baru lahir dan agar komplikasi hipoglikemia tidak terjadi. 2. Gangguan pembekuan darah sehingga meningkatkan pulmonal yang menyertai hipotermia berat. Peningkatan hematocrit sekitar 2% untuk setiap penurunan 1 0C suhu. Keadaan hipotermia secara langsung menghambat reaksi enzimatik baik jalur intrinsik maupun ekstrinsik dari kas kade pembekuan, sehingga keadaan koagulopati dapat terjadi. Dampak dari hipotermi yang akan terjadi pada bayi baru lahir apabila tidak segera ditangani yaitu, hipoglikemiasidosis metabolik karena vasokonstiksi perifer dengan metabolisme anaerob, kebutuhan oksigen yang meningkat, metabolisme meningkat sehingga metabolisme terganggu, gangguan pembekuan darah sehingga meningkatkan pulmonal yang menyertai hipotermi berat, apnea, perdarahan intra ventrikular, hipoksemia dan berlanjut dengan kematian. (Ekawati, 2015) g. Penatalaksanaan Mengatasi bayi yang mengalami hipotermia adalah dengan membersihkan cairan yang menempel pada bayi seperti darah dan air ketuban, membungkus bayi dengan selimut yang sudah dihangatkan dan meletakkanya di dalam inkubator, kemudian pindahkan bayi menempel pada dada ibu, atau sering disebut sebagai metode kanguru (Ladewig, 2013). Apabila kondisi ibu tidak memungkinkan, karena ibu masih lemas pasca bersalin, segera keringkan bayi dan bungkus bayi dengan kain yang hangat, meletakkan bayi didekat ibunya, dan memastikan ruangan bayi cukup hangat (Wiwik, 2010). a. Hipotermia sedang 1. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi dan selimut dengan selimut hangat. 2. Lakukan metode kangguru bila ada ibu atau pengganti ibu, kalua tidak gunakan inkubator dan ruangan hangat, periksa suhu dan hindari paparan panas yang berlebihan. 3. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. 4. Periksa kadar glukosa, nilai tanda bahaya dan tanda-tanda sepsis. Lakukan perawatan lanjutan dan pantau bayi selama 12 jam periksa suhu setiap 3 jam.



b. Hipotermia Berat 1. Segera hangatkan bayi dibwah pancaran panas yang telah dinyalakan sebelumnya, bila mungkin gunakan inkubator dan ruangan hangat. 2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu, beri pakaian hangat, pakai topi dan selimuti dengan selimut hangat. 3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering berubah. 4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi lebih dari 60 kali permenit atau kurang dari 40 kali permenit, ada tarikan dinding dada, dan merintih saat ekspirasi) lakukan terapi pada distres pernafasan. 5. Pasang jalur intra vena dan beri cairan intra vena sesuai dengan dosis rumatan. Perikasa kadar glukosa darah kalua hipoglikemia atau tangani hipolglikemia. 6. Nilai tanda bahanya setiap jam. 7. Ambil sampel darah dan beri antibiotic sesuai indikasi 8. Anjurkan ibu menyusui segera setalh bayi siap atau pasang naso gastric tube (NGT) 9. Periksa suhu tubuh bayi, alat yang digunakjan untuk menghangatkan atau suhu ruangan setiap jam. 10.



Monitor bayi selama 24 jam.



c. Hipotermia Ringan 1. Mengeringkan tubuh bayi dengan cepat mulai dari kepala dan seluruh tubuh. 2. Tubuh bayi segera dibungkus dengan selimut, topi atau tutup kepala, kaos tangan dan kaki. 3. Bayi diletakkan telungkup di dada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk menjaga bayi agar tetap hangat dan bayi harus berada di dalam suatu pakaian atau yang disebut sebagai metode kanguru. 4. Bila tubuh bayi masih dingin, segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. 5. Periksa suhu bayi setiap jam. 6. Pemberian ASI sedini dan sesering mungkin. 7. Jika bayi tidak dapat menyusui, berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian alternatif (dipompa) Cara mempertahankan kehangatan pada bayi Berikut adalah cara mempertahankan kehangatan tubuh bayi (Yaniedu, 2011, p.2):



1) Mengeringkan bayi dengan seksama, selimuti tubuh bayi, dan tutup kepala bayi 2) Menganjurkan ibu untuk memeluk bayi dan menyusui bayi 3) Sebaiknya menimbang bayi, apabila sudah mengenakan baju, dan menunda memandikan bayi 6 jam pasca lahir 4) Menempatkan bayi di ruangan yang bersih dan hangat



h. Pencegahan a. Keringkan bayi dengan seksama. Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera lahir untuk mencegah kehilangan panas disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi. Keringkan bayi dengan handuk atau kain yang telah disiapkan di atas perut ibu. b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat, serta segera mengganti handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban. c. Selimuti bagian kepala Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup. d. Tempatkan bayi pada ruangan yang panas Suhu ruangan atau kamar hendaknya dengan suhu 280 C – 300 C untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. e. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya. Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya segera setelah lahir. Pemberian ASI lebih baik ketimbang glukosa karena ASI dapat mempertahankan kadar gula darah. f. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir. Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak berpakaian) sebelum melakukan penimbangan terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering B. Konsep Dasar Manajemen



11