Bab 4 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RELIABILITAS PERENCANAAN TENAGA KERJA DAN STUDI PENELUSURAN PERENCANAAN TENAGA DAN PERENCANAAN PENDIDIKAN Gagasan mengenai pilihan investasi mengandung makna bahwa investasi merupakan sebuah alternatif, bukan sebuah mandat yang harus diterima apa adanya. Ketika dilakukan pilihan atas alternatif, ada variabel dominan yang dapat diprediksi atau diasumsikan akan memengaruhi sesuatu yang diproyeksikan itu, misalnya proyeksi kebutuhan tenaga kerja menurut struktur dan jenisnya. Pilihan jenis dan jenjang pendidikan yang akan direncanakan untuk dikembangkan di suatu negara atau daerah didasari atas asumsi bahwa struktur dan jenis tenaga kerja masa depan itu dapat diprakirakan. Sebutan jenis merujuk pada pendidikan umum (general education), pendidikan kejuruan (ocational education), pendidikan akademik (academic education), pendidikan profesional (professional education), pendidikan persekolahan (schooling), dan pendidikan luar sekolah (PLS, nonformal education). Istilah jenjang merujuk pada pendidikan dasar (primary education), pendidikan menengah (high education), dan pendidikan tinggi (higher or tertiary education). Prakiraan "mungkin untuk meyakinkan jumlah optimal jenis dan jenjang pendidikan untuk mencapai target pertumbuhan khusus", menurut Pranes (1962), hal itu laksana sebuah A. novel. Terlepas dari akurat atau tidaknya prakiraan itu, proyeksi struktur dan jenis tenaga kerja masa depan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perencanaan ekonomi dan perencanaan pendidikan di negara-negara berkembang. Pada tahun 1968, berdasarkan survei Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa bidang Sosial, Pendidikan, dan Kebudayaan (United Nations of Education, Social and Culture Organization, UNESCO) terdapat 60 dari 73 negara telah menyusun perencanaan pendidikan



Perencanaan pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah ve sistematis untuk mendesain program menurut jenis dan jenjang pendidikan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada



masa datana Termasuk dalam skema ini adalah perencanaan jenis pelatihan tenaga kerja, yang umumnya dilakukan untuk memenuhi target-target jangka pendek. Perencanaan pendidikan dan pelatihan dapat dirumuskan untuk perspektif jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Lembaga-lembaga yang langsung atau tidak langsung terlibat dalam kerangka perencanaan pendidikan, dalam kaitannya dengan usaha memenuhi kebutuhan tenaga kerja ini, antara lain adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Perencanaan Tembangunan Daerah (Bappeda), Biro Perencanaan Departemen Pendidikan Nasional, perguruan tinggi, Departemen/Dinas Tenaga Kerja, iam lain-lain Jika perencanaan pendidikan ingin dikaitkan langsung dengan Usaha memenuhi kebutuhan tenaga kerjaan masa depan dan penyusunan harus dikerjakan dilembaga MENGGUGAT RELIABILITAS PERENCANAAN TENAGA KERJA Memprakirakan permintaan tenaga kerja pada masa depan dilakukan proyeksi atau formula persamaan matematik. Dengan mengikuti logika berpikir Honister (1964), Ahmad dan Blaug (1973) dapat dirumuskan paramedis), industri tekstil, teknisi otomotif, perencana pendidikan, oleh para perencana atau praktisi dengan menggunakan rumus-rumus



unit terkait benar-benar tercurah pada upaya memenulu kebutuhan tenaga kerja yang diproyeksikan itu Menurut Psacharopouluos (1984). permasalahannya bukan hanya terletak pada apakah perencanaan pendidikan harus mengikuti kecenderungan perencanaan ekonomi atau sebaliknya perencanaan ekonomi yang harus mengikuti kecenderungan perencanaan pendidikan, sehingga keduanya harus mengikuti kecenderungan permintaan dan penawaran tenaga kerja yang ahli, melainkan apakah mungkin atau perlu untuk mengusahakan prakiraan jangka panjang dan apakah prakiraan kebutuhan tenaga kerja dapat dibuat secara valid. Memprakirakan permintaan tenaga kerja dilakukan dengan meng- gunakan rumus-rumus proveksi. Ketika proyeksi disusun, persoalan yang dihadapi bukan hanya masalah bagaimana tingkat reliabilitas proveksi itu, melainkan apakah seluruh pemikiran perencana pendidikan dan unit-unit terkait tercurah pada upaya memenuhi kebutuhan tenaga kerja vang telah diproveksikan itu Penyediaan tenaga kerja yang bermutu merupakan tugas institusi pendidikan persekolahan dan kelembagaan pelatihan (diklat = pendidikan dan pelatihan), seperti tampak pada Gambar 4.1. Lembaga pendidikan persekolahan harus memahami jenis kebutuhan tenaga kerja yang dibutuhkan masyarakat dan dunia kerja, dan jumlah yang dibutuhkan. Oleh karena itu, perencanaan pendidikan yang dikaitkan dengan perencanaan ketenagakerjaan harus dilihat dalam perspektif pendidikan persekolahan dan pelatihan keterampilan teknis, pelatihan keterampilan manajerial, dan pelatihan dalam jabatan. Berbeda dengan pendidikan persekolahan yang cenderung memiliki perspektif yang bersifat jangka panjang, pelatihan keterampilan dan pelatihan dalam jabatan memiliki perspektif jangka pendek. Para panasihat prakiraan kebutuhan tenaga kerja memperdebatkan bahwa dibutuhkan



waktu bertahun-tahun untuk menghasilkan tenaga kerja yang cakap atau terlatih, dan hal itu berdampak pada kekurangan tenaga kerja yang di kemudian hari menimbulkan frustrasi Kalangan kritikus perencanaan tenaga kerja cenderung menentang inisiatif ini, tetapi bukan berarti mereka meragukan apakah perencanaan atau proyeksi itu bisa reliabel atau tidak. Yang dibutuhkan sesungguhnya adalah analisis kecenderungan kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja, termasuk pola penggunaan dan penerapan alternatif target ekonomi, bukan prakiraan yang hasilnya sangat mungkin masih jauh dari akurat.



Pada sisi lan, negara mana pun yang mutu SDM-nya rendah, pembangunan ekonomi, politik, hukum, dan pembangunan di bidang lainnya cenderung terbelakang Di sinilah, diperlukan kemampuan untuk menggabungkan perencanaan pendidikan dengan pembangunan ekonomi pada satu sisi, dan analisis untung-rugi atas investasi modal dalam bentuk SDM pada sisi lain Menggabungkan dua pendekatan ini tidaklah sederhana karena nilai- nilainya harus memberi warna ketika perencanaan itu disusun. Misalnya, jika menurut kalkulasi, investasi pendidikan persekolahan (sekolah dasar sampai perguruan tinggi) terlalu mahal dan lama, investasi jangka pendek, seperti pendidikan dan pelatihan tampaknya layak menjadi pilihan. Meskipun investasi jangka pendek ini cenderung instan dan biayanya relatif murah, tidak berarti investasi modal dalam bentuk SDM dalam jangka penjang melalui pendidikan persekolahan dapat diabaikan. Dengan demikian, yang diperlukan bukanlah teknik atau model mekanisme formal semata, melainkan pendekatan terhadap analisis tenaga kerja yang memberikan umpan balik tetap dan memonitor informasi, termasuk prákiraan jumlah keuntungan yang akan diperoleh, analisis data upah dan gaji, dan analisis kecenderungan pasar tenaga kerja. Analisis semacam ini menggiring kita pada kesimpulan bahwa para penasihat pendekatan kebutuhan tenaga kerja tidak percaya apabila biaya relatif dapat menjadi acuan bagi keputusan investasi masa depan melalui proyeksi jumlah kebutuhan tenaga kerja, kecuali menggunakan upah relatif untuk memberi sinyal terhadap permintaan dan penawaran. Hollister (1983) membantah bahwa kedua dimensi itu dapat diandalkan untuk memahami berkembangnya kebutuhan pasar tenaga kerja pada masa datang. Dasar proyeksi kebutuhan tenaga kerja: Prakiraan penawaran Prakiraan permintaan Nilai keuntungan yang didapat Kesimpulan ini berbeda dengan saran yang diberikan oleh Blaug (1967). Dia mengemukakan bahwa proyeksi kebutuhan tenaga kerja harus



C. MANFAAT STUDI PENELUSURAN ALUMNI oleh pasar kerja, khususnya bagi lulusan yang menganggap pendidu sebagai produksi untuk mendapatkan pekerjaan dan memperoleh n ekonomi atas pendidikan yang diperolehnya Di sinilah, letaknya ese studi penelusuran alumni (tracer study of alumni), dan hal ini setidak sesekali pernah dilakukan. Studi penelusuran sesungguhnya lebih Juas lingkupnya daripada sekadar mengetahui tempat lulusan berada dan bidan pekerjaannya Tujuan menyeluruh studi penelusuran atau studi pelacakan alumni antara lain adalah meneliti perkembangan karir dan pekerjaan lulusan yang umumnya ditetapkan secara sampel. Lingkup studi penelusuran sangat bergantung pada tujuannya. Namun demikian, tampaknya studi penelusuran akan mencakup semua atau setidaknya sebagian dari hal di bawah ini. 1. Jumlah lulusan sekolah atau univeritas menurut kurun waktu tertentu atau sejak berdiri. 2. Jumlah lulusan yang terserap di pasar kerja atạu yang melakuka kegiatan usahawan 3. Komposisi lulusan menurut prestasi akademik, jenis kelamin, asal daerah dan sebagainya 4.Tempat lulusan itu bekerja (provinsi, kabupaten, kota) dan bidang pekerjaannya 5. Jumlah lulusan yang melanjutkan studi, tempat studi dan program yang dipilih 6. Relevan atau tidaknya pekerjaan lulusan dengan bidang keilmuannya 7. Ulitilitas kompetensi lulusan 8 Kepuasan kerja lulusan 9 Respons "majikan" terhadap kemampuan, keahlian, dan keterampilannya 10.Masa tunggu sejak lulus hingga mendapatkan pekerjaan pertama 11 Besar gaji yang dia terima untuk jenis pekerjaan yang dimasuki 12. Harapan lulusan mengenai karirnya di masa depan. 13. Kapabilitas lulusan membangun jaringan alumni. Lingkup permasalahan yang ditelusuri, sekali lagi, sangat bergantung pada tujuan yang ingin dicapai melalui studi penelusuran itu. Menurut Psacharopoulos (1987), meskipun tujuan penelitian atau studi penelusuran dalam makna khusus mungkin berbeda, umumnya studi ini dimaksudkan untuk mancan informasi dengan bentuk pertanyaan sebagai berikut. 1.Bagaimana orang belajar tentang program yang mereka masuki dan mengapa mereka memasukinya? 2 Pada tingkat apa sekolah membantu siswanya menemukan pekerjaan atau membimbingnya tentang pendidikan tambahan?



3.Bagaimana persiapan para lulusan mencari pekerjaan? 4. Bagaimana mereka mempelajari kesempatan kerja? 5. Apakah ada perbedaan pendapatan lulusan yang bekerja atas dasar perbedaan masa tunggu dan jenis kelamin? 6. Bagaimana mereka beriahan hidup ketika sedang mencari pekerjaan? 7 Apakah lebih susah atau lebih mudah mendapatkan perkerjaan menurut jenis keahlian tertentu? 8. Berapa cepat para lulusan mendapatkan pekerjaan pertama dan bagaimana mobilitas mereka setelah itu? 9. Pilihan jenis pekerjaan dan harapan apa yang dikehendaki oleh para lulusan dan bagaimana hubungannya dengan apa yang mereka dapat? 10. Pekerjaan apa yang para lulusan masuki atau apa tugas-tugas yang mereka lakukan? 11. Apa yang mereka dapatkan dari pekerjaannya itu? 12. Bagaimana mereka membandingkan hal ini dengan kelompok tenaga buruh lainnya



Banyak studi penelusuran alumni yang didanai oleh Bank tidak dilaksanakan secara baik, bahkan tidak selesai, Masalahnya sangat mungkin karena tujuan, metodologi, dan kegunaan studi penelusuran alumni tidak dimengerti oleh banyak orang, termasuk oleh pelaksana sendiri D. Pengangguran Tenaga Terdidik di Indonesia



Mengapa terjadi peningkatan angka pengangguran itu? Elwin mengidentifikasi bahwa meningkatnya pengangguran tenaga terdidik merupakan gabungan beberapa penyebab. Pertama, ketidakcocokan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga teas Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, arientasi status, atau masalah keahlian khusus. Memang, tidak setuap lulusan langsung mencari kerja, melainkan melanjutkan ke jenjang nendidikan yang lebih tinggi. Tabel 4.3 memuat data mengenai angka ulusan yang melanjutkan studi pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia.



Tesis Huntington mengenai dimensi politik pengungguran terdidik: - Semakin tinggi tingkat pendidikan para penganggur, semakin gawat kadar tindakan destabilitas yang tercipta -. Lulusan perguruan tinggi yang tidak terlibar dalam kegiatan ekonomi dapat mendorong pada perubahan sosial vang cepai dan memancing kendakdamaian politik. - Banyak kerusuhan dan aksi-aksi politik vang eksplosif didukung oleh para lulusan dunia pendidikan menengah yang tidak bekerja. Kedua, semakin terdidik seseorang, semakin besar harapannya pada jenis pekerjaan yang aman. Golongan ini menilai tinggi pekerjaan yang stabil daripada pekerjaan yang berisiko tinggi sehingga lebih suka bekerja pada perusahaan besar daripada membuka usaha sendiri Hal ini diperkuat hasil studi Clignet (1980) yang menemukan gejala meningkatnya pengangguran terdidik di Indonesia, antara lain disebabkan adanya keinginan memilih pekerjaan yang aman dari risiko. Dengan demikian, angkatan kerja terdidik lebih suka memilih menganggur daripada mendapat pekerjaan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Ketiga, terbatasnya daya serap tenaga kerja sektor formal, sementara angkatan kerja terdidik cenderung memasuki sektor formal yang kurang berisiko. Hal ini menimbulkan tekanan penawaran, yaitu tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya relatif kecil, sehingga terjadi pendayagunaan tenaga kerja terdidik yang tidak optimal. Keempat, belum efisiennya fungsi pasar tenaga kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Hal ini tentu saja berpengaruh pada efektivitas dan efisiensi penggunaan tenaga kerja.