Bab 5 Geoteknik, Hidrologi Dan Geohidrologi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB V GEOTEKNIK, HIDROLOGI DAN HIDROGEOLOGI



5.1.



Geoteknik



PT. Dianelsa Nusantara Abadi (DNA) merupakan perusahaan pertambangan emas yang terletak di Desa Ilangata, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Pada tahap perencanaan penambangan endapan emas, perlu melakukan karakterisasi material yang berkaitan dengan bidang diskontinu, sifat fisik dan sifat mekanik batuan setempat. Salah satu kegunaan yang penting dalam karakterisasi massa batuan adalah untuk mengetahui sifat mudah tidaknya diberaikan yang dikenal dengan kemampugaruan. Pemberaian batuan dapat dilakukan dengan metode peledakan untuk material yang kuat atau cukup dengan metode penggalian bebas untuk material yang tergolong lemah atau penggaruan biasa untuk material yang tergolong agak kuat. PT. Dianelsa Nusantara Abadi melakukan penyelidikan geoteknik tambang dari 18 lubang bor yang telah dilakukan. Dari setiap lubang bor tersebut diambil conto batuan untuk menentukan orientasi bidang diskontinu dan mengetahui RQD. Pengujian sifat fisik dan mekanik batuan di laboratorium yang dilakukan adalah kuat tekan uniaksial, point load, kuat tarik, dan kecepatan rambat gelombang ultrasonik. Parameter-parameter hasil pengukuran kekar dan hasil data laboratorium digunakan untuk menentukan cara pemberaian batuan. Dalam penelitian ini analisis kemampugaruan dilakukan dengan metode pembobotan dan grafik. Pembobotan dilakukan menggunakan metode Weaver (1975) dan Singh (1986). Sedangkan metode grafik menggunakan grafik Franklin (1971) dan chart kecepatan rambat gelombang caterpillar dan komatsu. Proses-proses geologi yang terjadi selama dan setelah pembentukan batuan mempengaruhi sifat massanya (rock mass properties), termasuk sifat keteknikan (engineering properties). Keadaan massa batuan di alam cenderung tidak ideal dalam beberapa hal (Goodman, 1989), seperti heterogen, anisotrop dan tidak menerus (diskontinuitas). Bidang diskontinuitas menyebabkan kekuatan dan tegangan dalam massa batuan tidak terdistribusi secara merata, sehingga terjadi gangguan keseimbangan. Orientasi diskontinuitas merupakan faktor geologi utama lain yang mempengaruhi stabilitas batuan, termasuk keadaan air tanah dan pelapukan turut menentukan sifat massa batuan . Jika terjadi perubahan sifat massa batuan, maka kualitas dan daya dukung batuan tersebut juga diperkirakan mengalami perubahan. Berdasarkan penyelidikan geologi dan geoteknik akan diketahui kualitas massa batuan, daya dukung dan berbagai faktor yang mempengaruhi. Sebagai contoh penerapan klasifikasi geomekanika Rock Mass Rating (RMR) (Bieniawski, 1989) dan Rock Tunneling Quality (Q system) (Barton, 1974) mampu mengevaluasi kualitas dan membuat estimasi daya dukung massa batuan, untuk berbagai pekerjaan seperti terowongan, lereng, fondasi dan rekayasa pertambangan.



Pada kegiatan penambangan, proses penggalian merupakan kegiatan yang utama. Penggalian dilakukan terhadap massa batuan yang memiliki struktur geologi yang kompleks didalamnya. Oleh karena itu diperlukan suatu perancangan yang tepat agar massa batuan tetap dalam kesetimbangannya. Perancangan yang buruk dapat mengakibatkan bahaya ambrukan pada waktu-waktu yang akan datang yang dapat berakibat pada keselamatan kerja, keamanan peralatan dan kelancaran produksi tambang yang akhirnya akan menaikkan biaya produksi, yang jelas tidak diinginkan oleh suatu perusahaan tambang. Terdapat tiga jenis metode analisis stabilitas lubang bukaan, yaitu metode analitik, metode empirik, dan metode observasi. 1. Metode Analitik Metode analitik merupakan metode yang didasarkan atas analisis tegangan regangan yang terdapat pada lubang bukaan. 2. Metode Empirik Metode empirik merupakan metode yang didasarkan atas pengalaman praktis dan analisis statistik dari pengamatan berbagai pekerjaan-pekerjaan sebelumnya. 3. Metode Observasi Metode observasi merupakan metode yang didasarkan atas hasil pengamatan langsung terhadap perpindahan yang terjadi pada massa batuan. Klasifikasi massa batuan yang terdiri dari beberapa parameter sangat cocok untuk mewakili karakteristik massa batuan, khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar dan derajat pelapukan massa batuan. Atas dasar ini sudah banyak usulan tahu modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat digunakan untuk merancang kestabilan lubang bukaan. Secara umum bidang diskontinu merupakan bidang yang membagi-bagi massa batuan menjadi bagian-bagian yang terpisah. Menurut Priest (1979), bidang diskontinu adalah setiap bidang lemah yang terjadi pada bagian yang memiliki kuat tarik paling lemah dalam batuan. Keterjadian bidang diskontinu tidak terlepas dari masalah perubahaan stress (tegangan), temperatur, strain (regangan), mineralisasi dan rekristalisasi yang terjadi dalam waktu yang panjang. Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bidang diskontinu terbentuk karena tegangan tarik yang terjadi pada batuan. Hal ini yang membedakan antara diskontinuitas alami, yang terbentuk oleh peristiwa geologi atau geomorfologi, dengan diskontinuitas artifisial yang terbentuk akibat aktivitas manusia misalnya pengeboran, peledakan dan proses pembongkaran material batuan.



Secara tiga dimensi, struktur diskontinuitas pada batuan disebut sebagai struktur batuan sedangkan batuan yang tidak pecah disebut sebagai material batuan yang bersama struktur batuan, membentuk massa batuan. Beberapa macam bidang diskontinu yang digolongkan berdasarkan ukuran dan komposisi bidang diskontinu adalah sebagai berikut: 1) Fault atau Patahan Fault atau patahan adalah bidang diskontinu yang secara jelas memperlihatkan tandatanda bidang tersebut mengalami pergerakan. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah adanya zona hancuran maupun slickensided atau jejak yang terdapat disepanjang bidang fault. Fault dikenal sebagai weakness zone karena akan memberikan pengaruh pada kestabilan massa batuan dalam wilayah yang luas. 2) Joint atau Kekar Beberapa pengertian joint atau kekar a. Berdasarkan ISRM (1980), joint atau kekar adalah bidang diskontinu yang terbentuk secara alami tanpa ada tanda-tanda pergeseran yang terlihat b. Menurut Price (1966), joint adalah retakan pada batuan yang tidak menunjukkan tanda-tanda pergerakan, atau meskipun mengalami pergerakan tetapi sangat kecil sehingga bisa diabaikan. Joint berdasarkan lokasi keterjadiannya dapat dikelompokkan menjadi : a. Foliation joint adalah bidang diskontinu yang terbentuk sepanjang bidang foliasi pada batuan metamorf. b. Bedding joint adalah bidang diskontinu yang terbentuk sepanjang bidang perlapisan pada batuan sedimen. 3) Tectonic joint Tectonic joint (kekar tektonik) adalah bidang diskontinu yang terbentuk karena tegangan tarik yang terjadi pada proses pengangkatan atau tegangan lateral, atau efek dari tekanan tektonik regional (ISRM, 1975). Kekar tektonik pada umumnya mempunyai permukaan datar (planar), kasar (rough) dengan satu atau dua joint set. 4) Fracture Fracture adalah bidang diskontinu pada batuan yang terbentuk karena adanya proses pelipatan dan patahan yang intensif (Glossary of Geology, 1980). Fracture adalah istilah umum yang dipakai dalam geologi untuk semua bidang diskontinu. Namun istilah ini



jarang dipakai untuk kepentingan yang berhubungan dengan rock engineering dan engineering geology. 5) Crack Crack adalah bidang diskontinu yang berukuran kecil atau tidak menerus (ISRM1975). Namun beberapa rock mechanic engineer menggunakan istilah fracture dan Crack untuk menjelaskan pecahan atau Crack yang terjadi pada saat pengujian batuan, peledakan dan untuk menjelaskan mekanisme pecahnya batuan. 6) Rupture Rupture adalah pecahan atau bidang diskontinu yang terjadi karena proses ekskavasi atau pekerjaan manusia yang lain. 7) Bedding Merupakan istilah untuk bidang perlapisan pada batuan sedimen. Bedding terdapat pada permukaan batuan yang mengalami perubahan ukuran dan orientasi butir dari batuan tersebut serta perubahan mineralogi yang terjadi selama proses pembentukan batuan sedimen. 8) Shear Shear adalah bidang pergeseran yang berisi material hancuran akibat tergerus oleh pergerakan kedua sisi massa batuan dengan ukuran celah yang lebih lebar dari kekar. Ketebalan material hancuran yang berupa batu atau tanah ini bervariasi dari ukuran beberapa millimeter sampai meter.



5.1.1. Akuisisi data 5.1.1.1.



Jenis



Kegiatan penyelidikan geoteknik terdiri dari pemboran geoteknik dan uji parameter geoteknik. Pemboran geoteknik dilaksanakan menggunakan mesin bor Jacro 200, dengan methode full coring, di mana conto batuan diambil pada setiap interval kedalaman lubang bor dari kedalaman awal sampai kedalaman terakhir. Dari Pemboran yang telah dilakukan sebelumnya akan dijadikan acuan untuk penyelidikan geoteknik berupa analisis kemantapan lereng serta analisis kemampugaruan dan kemampugalian. Analisis kemantapan lereng meliputi analisis kemantapan lereng tunggal (individual / single slope) dan lereng keseluruhan (overall slope), baik lereng high-wall maupun low-wall. Sedangkan analisis kemampugaruan dan kemampugalian dilakukan untuk mengetahui karakteristik material dalam kaitannya dengan aktivitas penggalian dan penggaruan. Kajian geoteknik ini berisi analisis data pengeboran dan analisis kemantapan



lereng penambangan, rekomendasi dimensi lereng, analisis kemampugalian dan kemampugaruan, serta rekomendasi kriteria penggalian. 5.1.1.2.



Jumlah



Pada pelaksanaan kegiatan lapangan telah dilakukan pengambilan sejumlah sample untuk diuji di laboratorium. Jumlah sample yang diuji sebanyak 38 sample dan dipilih berdasarkan keterwakilan dalam masing-masing lubang bor. Uji yang dilakukan meliputi uji sifat fisik dan sifat mekanik. Sampel yang diambil berupa inti core dari pemboran geoteknik full coring. Setiap lapisan litologi diambil sampelnya sebagai representasi litologi di lapangan. 5.1.1.3.



Sebaran Data



PT. Dianelsa Nusantara Abadi melakukan 18 pengeboran geotech, dengan target sudah bisa menggambarkan parameter geotech pada area tersebut. Lokasi pemboran geoteknik berada di lokasi Pit bagian Utara dan Selatan Pada lokasi pit tersebut, target area pemboran adalah di sepanjang highwall pit, dengan target utama adalah untuk menambah keakurasian lokasi interval material disposal dan material asli (insitu). Keakurasian posisi interval disposal tersebut mempunyai dampak geoteknik yang cukup penting, mengingat material disposal bersifat lepas dan mempunyai nilai kekuatan batuan yang rendah, yang cukup besar berpotensi terjadinya longsoran. 5.1.2



Analisis Geoteknik



Analisis Geoteknik yang digunakan adalah dari hasil Pengeboran. Untuk keperluan pengambilan sample geoteknik telah dilakukan pada 18 lubang bor di wilayah konsesi PT. Dianelsa Nusantara Abadi. Kedalaman pengeboran masing-masing lubang bor bervariasi antara 76,50 m sampai dengan 196,53 m, dengan total kedalaman adalah 2229,76m. Data lokasi dan kedalaman masing-masing lubang bor dapat dilihat pada Tabel 5.1.2.



Tabel 5.1. Koordinat Lubang Pengeboran Geoteknik Coordinate UTM No A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11



Hole_Id BLOK UTARA ZK5001 ZK3202 ZK3201 ZK2801 ZK2802 ZK806 ZK804 ZK403 ZK1601 ZK002 ZK408 Sub Total (m)



X 474793,9 474907,2 474873,3 474965,9 474996,9 475198,5 475281,8 474888,8 475183,2 475004,7 474997,1



Y 96504,8 96352,3 96287,9 96327,8 96278,7 95954,6 95819,1 95730,5 95233,5 95060,1 95553,3



Coordinate UTM No B 1 2 3 4 5 6 7



Hole_Id



X



BLOK SELATAN ZK407 474832,80 ZK1701 474582,20 TC001 474678,30 ZK1002 474449,30 ZK1001 474937,20 ZK1003 474903,00 ZK301 474452,10 Sub Total (m) TOTAL (m)



Elevate (m)



Y



27,00 14,00 21,00 16,00 23,00 94,00 103,00 103,00 24,00 21,00 68,00 Elevate (m)



92029,30 91940,50 92106,10 92022,50 92125,30 91894,20 92253,90



103,00 102,00 129,00 74,00 113,00 158,00 72,00



Azimuth (N…E) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Azimuth (N…E) 0 0 0 0 0 0 0



Dip (…0)



Total Depth (m)



90 90 90 90 90 90 90 90 90 90 90



84,00 196,53 134,03 146,70 248,00 165,00 157,00 139,00 76,50 103,00 145,00 1594,76 Total Depth (m)



Dip (…0) 90 90 90 90 90 90 90



98,00 99,00 68,00 87,50 87,00 94,50 101,00 635,00 2229,76



5.1.2.1 Kemampugalian dan Kemampugaruan Klasifikasi yang digunakan adalah dengan menggunakan sistem RMR. Klasifikasi massa batuan dalam sistem RMR (Klasifikasi Geomekanika) menggunakan 6 parameter berikut ini: (1) Kuat tekan uniaksial dari material batuan (2) Rock quality designation (RQD) (3) Spasi ketidakmenerusan (4) Kondisi rekahan (5) Kondisi air tanah



(6) Orientasi ketidakmenerusan Nilai RQD(%) dihitung dengan rumus : RQD (%) = 100e-0.1λ (0,1 λ +1) Dengan dari data hasil penelitian dilapangan, jumlah kekar : 4, panjang scanline : 1 m, frekuensi kekar : 4 kekar/meter, sehingga didapat nilai RQD(%) : 93,8%. Dari sampel batuan yang berasal dari daerah penelitian geoteknik didapat tiga jenis batuan berupa vein, hangingwall dan footwall. Selanjutnya masing-masing jenis batuan tersebut dilakukan pembobotan untuk diklasifikasikan ke dalam jenisnya masing-masing. Di bawah ini ini disajikan hasil dari pembobotan: Tabel 5.2. Hasil pembobotan dengan sistem RMR untuk batuan vein Parameter 1. Kekuatan batuan utuh 2. RQD (%) 3. Spasi rekahan 4. Kondisi rekahan 5. Kondisi air tanah 6. Orientasi ketidakmenerusan Jumlah



Pembobotan 4 20 10 20 7 -2 59



Tabel 5.3. Hasil pembobotan dengan sistem RMR untuk batuan hangingwall Parameter 1. Kekuatan batuan utuh 2. RQD (%) 3. Spasi rekahan 4. Kondisi rekahan 5. Kondisi air tanah 6. Orientasi ketidakmenerusan Jumlah



Pembobotan 7 20 10 20 7 -2 62



Tabel 5.4. Hasil pembobotan dengan sistem RMR untuk batuan footwall Parameter



Pembobotan



1. Kekuatan batuan utuh



7



2. RQD (%)



20



3. Spasi rekahan



10



4. Kondisi rekahan



25



5. Kondisi air tanah



7



6. Orientasi ketidakmenerusan



-2



Jumlah



67



Dari hasil pembobotan dapat dikelompokkan bahwa batuan pada vein termasuk dalam kelas III (sedang), batuan di footwall termasuk dalam kelas II (baik) dan batuan pada hangingwall termasuk kelas II (baik). Kemudian dari sistem RMR dikonversikan ke sistem Q dengan rumus RMR = 10,5 ln Q + 42 dan didapat nilai Q untuk masing jenis massa batuan: 



Footwall



: 10,8







Hangingwall



: 6,7







Vein



: 5



Jenis pengujian yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik material pada hanging wall, footwall dan bijih adalah: (1) Uji geser langsung, untuk mendapatkan parameter kohesi (C) dan sudut geser dalam (Ø). (2) Uji tekan uniaksial, untuk mendapatkan parameter kuat tekan uniaksial (σ),modulus elastisitas(E), dan Poisson’s ratio (υ). Rekapitulasi hasil pengujian dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5.6. Hasil Uji Mekanika Batuan Sifat mekanika batuan Kohesi (c) Sudut geser dalam (Φ) Kuat tekan (σc) Batas elastik (σE) Modulus young (E) Poisson's ratio (v)



Footwall 0.45 Mpa 11.9º 55 Mpa 47.6 Mpa 2.79x10³ 0.192



Hanging wall 0.47 Mpa 10º 51.8 Mpa 48 Mpa 3.18x10³ 0.194



Vein 0.65 Mpa 12.5º 32.5 Mpa 30.5 Mpa 2.3x10³ 0.221



Tabel 5.7. Hasil Uji Sifat Fisik Sifat fisik batuan Bobot isi asli Bobot isi kering Bobot isi jenuh Apperent spesific gravity True spesifik garvity Kadar air asli Kadar air jenuh Derajat kejenuhan Porositas Angka pori



Vein 2.595 ton/m3 2.555 ton/m3 2.625 ton/m3 2.555 2.745 1.765% 2.763% 66.37% 7.08% 0.0754



Hanging wall 2.595 ton/m3 2.519 ton/m3 2.638 ton/m3 2.519 2.857 2.985% 4.679% 63.80% 11.78% 0.13



Foot wall 2.7135 ton/m3 2.945 ton/m3 2.757 ton/m3 2.649 2.973 2.680% 4.410% 55.23% 11.24% 0.13



5.1.2.2 Kestabilan Lubang Bukaan Bawah Tanah Potensi ketidakstabilan yang terjadi pada batuan di sekitar lubang bukaan tambang bawah tanah biasanya akan selalu membutuhkan penanganan khusus terutama atas dua hal, yaitu keselamatan pekerja dan keselamatan peralatan yang terdapat di dalam tambang. Disamping itu, akibat dari kondisi yang lemah pada badan bijih sehingga menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh, dapat mengakibatkan keuntungan dari operasi penambangan mungkin akan berkurang jika terjadi failure pada batuan di sekitar stope pada saat proses penambangan. Untuk mengatasi hal-hal seperti di atas, dibutuhkan pengetahuan mengenai penyebab ketidakstabilan dan merencanakan ukuran yang sesuai sehingga akan mengurangi atau menghilangkan segala macam permasalahan yang mungkin timbul pada proses penambangan bawah tanah. Di bawah permukaan bumi terdapat tegangan yaitu tegangan vertikal dan tegangan horizontal. Jika bawah permukaan di lakukan penggalian untuk terowongan, maka terjadi gangguan pada tegangan tersebut sehingga terjadi perpindahan (deformasi). Jika proses deformasi pada terowongan semakin besar, maka besar kemungkinan terowongan atau lubang bukaan tersebut runtuh. Jika semakin kecil tegangan, maka kemungkinan akan berhenti dan menjadi stabil (Bieniawski, 1989).



*Sumber : https://www.scribd.com/doc/247907866, 2016 Gambar 5.1. Tegangan Vertikal



*Sumber : https://www.scribd.com/doc/247907866, 2016 Gambar 5.2. Tegangan Horizontal Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan suatu lubang bukaan antara lain : a. Penyebaran batuan b. Struktur geologi c. Morfologi d. Tingkat pelapukan Analisis stabilitas lubang bukaan tambang bawah tanah tidak terlepas dari sistem Rock Mass Rating (RMR) dan juga Rock Tunneling Quality Index (Q) System.



Keberadaan struktur batuan seperti struktur kekar sangat mungkin menghasilkan batuanbatuan lepas (falling rocks). Sebabnya adalah kekar-kekar yang saling berpotongan. Falling rocks ini merupakan potensi yang harus diperhatikan karena dapat membahayakan keselamatan pekerja yang mungkin sedang berada pada daerah tersebut. Pemasangan rock bolt yang tepat akan dapat menjaga kondisi falling rocks tidak terjadi. Terutama mengenai perhitungan model efektif yang dapat digunakan dalam pemasangan rocks bolt. Dari hasil analisa Phase terhadap faktor keamanan awal tanpa penyanggan dengan range 0.965313- 1.088496 didapat faktor keamanan yang meningkat dengan range 1.95-17.55. Maka, lubang bukaan yang di rancang sangat aman untuk melakukan kegiatan tambang. 5.1.2.3 Kestabilan Lereng Analisis kemantapan lereng bertujuan untuk menentukan geometri (tinggi dan sudut kemiringan) lereng yang benar. Data yang digunakan untuk diantaranya adalah keadaan topografi, perlapisan batuan, serta sifat fisik dan mekanik dari batuan pembentuk lereng. Longsoran yang akan terjadi diperkirakan berbentuk busur dan perhitungan analisis dilakukan dengan metode kesetimbangan batas (Metode Bishop). Perhitungan dilakukan untuk lereng tunggal (individual slope), lereng keseluruhan (overall slope) dan lereng penimbunan tanah penutup. Mengingat luasnya daerah kajian, maka analisis dilakukan dengan memaksimalkan data-data pengamatan lithologi penyusun batuan yang akan dibentuk lereng. Rangkaian pemboran geoteknik, uji geoteknik dan evaluasi data hasil uji geoteknik menghasilkan kriteria lereng tambang dan lereng untuk material timbunan. Geometri lereng tambang tersebut dibuat dengan standar faktor keamanan FK ≥1,2,. Hal ini dimaksudkan jika nilai ≥1.2, pada saat proses tambang berlangsung, lereng tambang diperkirakan dalam kondisi aman/tidak akan terjadi longsoran. Rekomendasi lereng yang diberikan adalah apabila didapatkan nilai FK stabil dalam kondisi lereng jenuh. Berdasarkan kelompok jumlah jenjangnya, lereng tambang dan lereng timbunan dibagi menjadi lereng tunggal dan lereng keseluruhan. Di samping itu, jenis lereng juga bisa diterapkan berdasarkan jenis materialnya, di antaranya lereng untuk material lepas (lapisan tanah, soft material, serta disposal material), lereng untuk material normal (claystone, sandstone, serta siltstone) serta lereng untuk material hard (sandstone dan silstone). Berikut diuraikan mengenai jenis lereng berdasarkan jenis materialnya : 1. Lereng untuk material soft. Material soft adalah material bersifat lepas, tidak kompak, serta memiliki kekuatan batuan yang sangat rendah. Berdasarkan lingkungan geologi, material ini berasal dan berada diarea rawa-rawa. Nilai kohesi rata-rata dari type material ini berkisar antara 1-6 K N/M2, sedangkan sudut geser



dalam berkisar antara 1-10°. Ketebalan rata-rata dari material ini berkisar antara 5 M sampai dengan 20M . Berdasarkan kajian kestabilan lereng, maka sudut lereng untuk material soft adalah sebesar 8° yang merupakan nilai angle of repose dari material itu sendiri. Skema desain lereng untuk material kategori soft adalah seperti gambar di bawah ini.



Gambar 5.3. Geometry lereng Soft 2. Lereng untuk material disposal Jenis material ini juga mempunyai sifat lepas, dikarenakan sebagai hasil dari kegiatan penimbunan (back filling) saat penambangan. Berdasarkan kajian geoteknik, maka besar sudut lereng untuk material ini adalah 30°, tinggi jenjang 5 meter, serta lebar lantai jenjang 10 meter.



Gambar 5.4. Geometry lereng Disposal material



3. Lereng untuk material normal Material normal adalah jenis material yang mempunyai kekuatan serta kekerasan dengan nilai sedang sampai sangat keras. Material yang tergolong dalam kelompok ini antara lain batupasir, batulempung, batulanau. Secara proporsional, material jenis ini merupakan material yang paling banyak jumlahnya dalam suatu area pit. Berdasarkan hasil kajian geoteknik, maka besar sudut lereng untuk material ini adalah 55°, tinggi lereng adalah 10 meter, serta lebar lantai jenjang-berm adalah sebesar 5 meter.



Gambar 5.5. Geometry lereng Normal & Hard 5.1.3 5.1.3.1.



Rekomendasi Geoteknik Rekomendasi Penggalian dan Penggaruan



Dari Hasil Pengujian sifat fisik dan mekanik batuan yang dilakukan adalah kuat tekan uniksial, point load, kuat tarik, dan kecepatan rambat gelombang ultrasonik. Parameter-parameter hasil pengukuran kekar, hasil uji mekanika batuan dan hasil uji fisik batuan digunakan untuk menentukan cara pemberaian batuan. Dalam penelitian ini analisis kemampugaruan dilakukan dengan metode pembobotan.



Gambar 5.6 Bagan Alur Hanging Wall , Foot Wall dan Vein



Hasil pengukuran Dari hasil pembobotan dapat dikelompokkan bahwa batuan pada vein termasuk dalam kelas III (sedang), batuan di footwall termasuk dalam kelas II (baik) dan batuan pada hangingwall termasuk kelas II (baik). Pemberaian batuan dapat dilakukan dengan metode penggaruan akan tetapi PT. Dianelsa Nusantara Abadi disarankan untuk melakukan peledakan retakan terlebih dahulu untuk mempermudah dalam penggalian batuan. 5.1.3.2.



Rekomendasi Penyanggaan, Dimensi Front Produksi ( Lombong), Dimensi Crown Pillar*)



Dalam analisis batuan dikenal ada tiga metode rancangan untuk menguji stabilitas struktur batuan, yaitu : metode rancangan analitik, metode rancangan observasional dan metode rancangan empirik. Dari ketiga pendekatan rancangan penggalian di atas, pada saat ini klasifikasi massa batuan dengan metode rancangan empiris (empirical design method) merupakan pendekatan rancangan yang paling dominan. Dalam metode ini, studi parametrik dan pengujian stabilitas lubang bukaan dilakukan dengan menggunakan analisis statistik berdasarkan data penyelidikan geoteknik bawah tanah. Jadi dapat dikatakan bahwa sistem klasifikasi massa batuan merupakan bagian utama dari pendekatan empiris kuantitatif untuk rancangan stabilitas lubang bukaan. Penentuan rekomendasi untuk penyanggaan lubang bukaan bawah tanah berkaitan dengan analisa massa batuan berupa klasifikasi massa batuan dan kekuatan batuan itu sendiri. Faktor geologis juga berpengaruh dalam penentuan penyanggaan. Faktor- faktor tersebut nantinya diperhitungkan dengan metode pembobotan. Dalam bahasan ini dikhususkan pada penentuan rekomendasi untuk penyanggaan dengan metode Q-system. Untuk kemajuan penambangan, span maksimum ditentukan dengan rumus, Maximum span (unsupported) = 2 ESR Q0,4, dengan ESR=1,6 . Span disini berarti lebar terowongan atau jarak dari permuka kerja sampai penyangga jika lebih panjang dari pada lebar terowongan. Panjang span untuk berbagai jenis batuan, yaitu:  Panjang span di lubang bukaan footwall : 8,2 meter 



Panjang span di lubang bukaan hangingwall : 6,8 meter







Panjang span di lubang bukaan vein : 6 meter



Dari data span dan RMR didapat nilai stand up time dari grafik hubungan antara “Stand up time” dan “Span” untuk berbagai klasifikasi geomekanika. Nilai stand up time dari grafik, yaitu: 



Lubang bukaan di vein : 1000 jam







Lubang bukaan di hangingwall : 2000 jam







Lubang bukaan di footwall : 3000 jam



Berdasarkan klasifikasi massa batuan, span dan stand up timemaka dapat ditentukan penyanggaan yang cocok untuk lubang bukaan tersebut. Adapun rekomendasi penyanggaan



masing-masing jenis batuan berdasarkan grafik estimasi kategori dasar penyanggan pada tunnel dengan system Q (Grimstad and Barton) dengan ESR : 1.6, dapat dilihat di bawah ini: •



Lubang bukaan di vein dengan shotcrete = 40 mm; panjang rockbolt = 1,6 m dan spasi rockbolt = 2,2 m.







Lubang bukaan di footwall dengan panjang rockbolt = 1,6 m dan spasi antar rockbolt = 2,2 m







Lubang bukaan di hangingwall dengan Shotcrete = 38 mm; panjang rockbolt 1,6 m dan spasi rockbolt = 2,35 m



Untuk panjang rockbolt ditentukan dengan menggunakan rumus : L = 2+0,15B / ESR, dengan B adalah lebar lubang bukaan.



Gambar 5.7. Perhitungan kategori dasar penyanggaan pada tunnel indeks kualitas Q (Grimstad dan Barton, 1993)



5.1.3.3.



Rekomendasi Geometri dan dimensi lereng



Rekomendasi masing – masing lereng diambil dari semua hasil running permodelan dan kalkulasi faktor keamanan yang dihasilkan dalam kondisi aman. Desain terowongan yang direncanakan adalah dengan lebar 4 meter dan tinggi 3.5 meter. Dimensi ini disesuaikan dengan dimensi alat dan berbagai fungsi lainnya. Kemudian terowongan dianalisis menggunakan software Phase 2 untuk mendapatkan nilai faktor keamanan serta penyanggaan yang tepat untuk digunakan pada terowongan tersebut.



Gambar 5.8. Tegangan principal (σ 1) yang bekerja pada terowongan



Gambar 5.9. Tegangan principal (σ 3) yang bekerja pada terowongan



Dari hasil analisis dengan software Phase 2 tersebut kemudian dapat ditentukan nilai faktor keamanan dengan menggunakan gambar Mohr-Coulomb atau dengan persamaan sebagai berikut : Fk = (Pc x (cos(Pf x Pi/180)) + ((σ1+ σ3)/2) x (Sin(Pf x Pi/180)))/(( σ1- σ3)/2) Keterangan: Pc



= Peak Mohr-Coulomb Cohesion



Pf



= Peak Mohr-Coulomb Friction Angle



Pi



= 3.14



didapat hasil perhitungan dengan Ms.Excel seperti dibawah ini: Tabel 5.8. Faktor keamanan di lubang bukaan pada footwall Pc (Kohesi)



Pf (Ø)



phi



Σ1



σ3



FK



0.583



58.47



3.14



15



0.9



1.004155



0.583



58.47



3.14



16.5



1.8



1.102287



0.583 0.583 0.583 0.583 0.583 0.583 0.583 Pc (Kohesi) 0.583 0.583 0.583 0.583 0.583 0.583



58.47 58.47 58.47 58.47 58.47 58.47 58.47 Pf (Ø) 58.47 58.47 58.47 58.47 58.47 58.47



3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 phi 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14



19.5 10.5 9 24 7.5 4.5 12 Σ1 27 15 9 7.5 13.5 18



2.7 0.45 0.45 3.15 0.45 0 0.9 σ3 8.55 0.9 0.45 0.45 0.9 2.25



1.162309 0.989126 1.013166 1.138833 1.047437 0.987711 1.045253 FK 1.67492 1.004155 1.013166 1.047437 1.022258 1.134299



Tabel 5.9. Faktor keamanan di lubang bukaan pada hangingwall



Tabel 5.10. Faktor keamanan di lubang bukaan pada vein



Tabel 5.11. Faktor keamanan di lubang bukaan pada vein, hangingwall dan footwall



pc



pf 0.317 0.317 0.317 0.317 0.583 0.583 0.583



pc



51.83 51.83 51.83 51.83 58.47 58.47 58.47 pf



0.583 0.583 0.507 0.507 0.507 0.507 0.507 0.507 5.1.3.4.



Phi



σ 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14



Phi 58.47 58.47 57.67 57.67 57.67 57.67 57.67 57.67



σ3 9 6 12 1.5 19.5 12 7.5



σ 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14 3.14



0.9 0.45 0.9 0 1.8 0.45 0.45 σ3



16.5 22.5 15 12 6 6 16.5 10.5



0.9 6.3 1.35 0.9 0.45 0 1.35 0.45



FK 1.008941 0.983977 0.948659 1.047256 1.059882 0.97133 1.047437 FK 0.989534 1.552508 1.051554 1.030582 1.079476 0.935162 1.031074 0.974356



Rekomendasi Faktor Keamanan Statis dan Dinamis, Probabilitas Longsor dan Tingkat Keparahan Longsor



Dari hasil analisa Phase terhadap faktor keamanan awal tanpa penyanggan dengan range 0.965313- 1.088496 didapat faktor keamanan yang meningkat dengan range 1.95-17.55. Maka, lubang bukaan yang di rancang sangat aman untuk melakukan kegiatan tambang.



Gambar 5.10. Analisis faktor keamanan lubang bukaan secara grafis di sekitar di footwall



Dari hasil analisa Phase terhadap faktor keamanan awal tanpa penyanggan dengan range 0.987711-1.162309 didapat faktor keamanan yang meningkat lebih dari 1,5. Maka, lubang bukaan yang di rancang sangat aman untuk melakukan kegiatan tambang.



Walaupun demikian namun perlu diperhatikan bahwa daerah rencana penambangan dilalui Sesar Aktif Gorontalo maka dapat direkomendasikan selain penggunaan rockbolt, wiremess dan sotcrate maka perlu tambanhan penyangga. Oleh karena daerah penambangan dilewati patahan atau sesar Gorontalo maka dibutuhkan penyangga tambahan berupa rib atau baja. Tambahan perkuatan berupa rib dipasang per jarak 1.5 m atau lebih rapat. 5.1.3.5.



Rekomendasi Pemantauan Geoteknik



Penurunan ketinggian permukaan tanah biasa terjadi akibat aktifitas penambangan bawah tanah. Survey monitoring dilakukan dari tempat di elevasi yang lebih tinggi dan bukan diatas area kerja tambang bawah tanah.



Gambar 5.11. Gambar Alat Pemantauan Geoteknik ( Prisma ) Sedangkan titik kontrol yang berupa beton dengan jumlah prisma yang telah ditentukan sebagai target ditempatkan secara permanen pada permukaan tanah yang terdapat aktifitas penambangan di bawahnya. Kegiatan pemantauan pada lereng untuk memberikan tanda bahaya pada lereng yang berpotensi tidak stabil sebelum terjadi kelongsoran lereng penambangan. Hal ini bertujuan untuk menjaga keselamatan pekerja dan peralatan, serta untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan agar lereng kembali stabil. Kegiatan pemantauan kestabilan lereng dilakukan pada lereng tertentu yang dianggap berpotensi untuk tidak stabil. Pada dasarnya lereng telah didesain dengan pertimbangan geoteknik untuk memperoleh kondisi mantap. Namun demikian masih terdapat faktor-faktor yang belum dimasukkan ke dalam analisis kemantapan lereng seiring dengan kemajuan kegiatan penambangan seperti adanya struktur sesar yang tidak tersingkap saat desain lereng, kondisi air tanah yang berubah dan lain sebagainya.



Pemantauan dilakukan pada lereng yang mempunyai kecenderungan untuk tidak stabil, yang menunjukkan tanda-tanda tertentu. Apabila ditemui kondisi tersebut, maka segera dilakukan pemantauan. Kondisi yang ditemui pada lereng yang mengharuskan adanya pemantauan adalah sebagai berikut :  Adanya rekahan tarik (tension crack) pada bagian atas lereng. Rekahan tersebut terbentuk pada saat material pembentuk lereng bergerak ke arah pit. Apabila rekahan tersebut terisi dengan air hujan, maka akan menambah potensi ketidakstabilan lereng.  Perubahan keadaan air tanah yang tiba-tiba, seperti munculnya rembesan pada bagian bawah lereng (toe) akibat kenaikan air tanah maupun akibat adanya hujan yang terus menerus. Hal ini akan mengakibatkan berat material lereng dan tekanan air pada lereng semakin besar. Kegiatan pemantauan yang dilakukan apabila ditemui hal-hal tersebut yang paling umum adalah pengamatan dengan memasang rambu pengamatan pada lereng yang berpotensi runtuh. Koordinat dari rambu tersebut diketahui dengan menembak rambu dari satu titik ikat dengan alat ukur teodolit. Pengamatan dilakukan dengan cara menembak titik rambu tersebut dengan selang waktu tertentu/hari (Gambar4.7).



Gambar 5.12. Pemasangan Rambu Pengamatan Pada Lereng Tidak Stabil Pemantauan juga dapat dilakukan pada rekahan tarik di bagian atas lereng dengan cara memasang pita ukur pada kedua sisi dari rekahan tersebut. Pengukuran dilakukan terhadap pergerakan rekahan dengan skala waktu pengukuran tertentu (per hari) (Gambar 5.2.4).



Gambar 5.13. Pemasangan Pita Ukur Pada Rekahan tarik Hasil pengamatan kemudian diplotkan ke dalam suatu grafik yang menunjukkan perpindahan terhadap waktu. Dari grafik tersebut dapat diperkirakan keadaan kemantapan lereng dan dapat digunakan sebagai sarana memperkirakan kapan lereng akan runtuh. Berikut merupakan salah satu contoh grafik yang menunjukkan pemantauan pergerakan beberapa lereng (Gambar 5.2.5).



Gambar 5.14. Grafik Pemantauan Lereng



Dari grafik tersebut dapat dibedakan lereng yang masih stabil dan lereng (menunjukkan pergerakan drastis). Lereng yang menunjukkan pergerakan naik pada drastis tersebut merupakan lereng yang berpotensi untuk runtuh, sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan. 5.2.



Hidrologi - Hidrogeologi



Sistem penambangan yang banyak digunakan saat ini ada tiga macam, yaitu : sistem tambang terbuka, tambang bawah tanah, dan tambang bawah laut. Pemilihan metode penambangan ini didasarkan pada kondisi topografi, geologi, endapan bahan galian, dan nilai ekonominya. Sistem penambangan yang digunakan oleh PT. Dianelssa Nusantara Abadi di Desa Ilangata, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo adalah sistem tambang bawah tanah dengan metode Room and Pillar. Jenis Tanah Mediteran merah kuning yang terletak di perbukitan akan menyebabkan adanya kendala apabila tidak diperhatikan selama penambangan, terutama karena air hujan yang tinggi, dalam tambang bawah tanah hal yang harus di atasi adalah air dari hasil rembesan air hujan. Salah satu ciri utama tambang bawah tanah adalah adanya pengaruh air tanah pada kegiatan penambangan, akan tetapi letak air tanah pada daerah tersebut tidak berada di sekitar daerah penambangan. Agar kajian hidrogeologi dapat berjalan lancar dan tepat sasaran, maka diperlukan kerangka kajian.Kerangka kajian ini sebagai acuan pelaksanaan kajian di lapangan, terutama cakupan materi, data-data yang harus diambil, urutan dan kaitan masing-masing aspek kajian, serta hasil yang diperoleh. Secara ringkas kerangka kajian mencakup : a) Kajian Hidrologi b) Kajian Hidrogeologi c) Pengendalian Air Tambang d) Perhitungan Dimensi Saluran Terbuka e) Perhitungan Dimensi sumuran f) Perhitungan Julang Total Pompa Dan Spesifikasi Pompa g) Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di sebagai berikut : Diagram alir kerangka kajian hidrogeologi dapat dilihat di sebagai berikut :



GAMBAR 5.15. KERANGKA KAJIAN HIDROLOGI PT. DIANELSA NUSANTARA ABADI 5.2.1. Akuisisi Data 5.2.1.1.



Jenis



Kajian ini menggunakan metode kuantitatif yang terkait dengan pengumpulan, penggunaan data yang benar, dan interpretasi data klimatologi dan hidrologi. Ruang lingkup dalam penyelidikan ini mencakup identifikasi lapisan akuifer, instalasi sumur piezometer, pengukuran muka air tanah, curah hujan, serta kualitas air tanah.



Tanah didaerah kepulauan umumnya terbentuk dari bahan induk tanah berupa batu gamping, napal, aluvium dan sedikit granit, kuarsit dan filit. Sesuai dengan hasil uji lapangan, Jenis Tanah yang berada dilokasi PT. Dianelsa Nusantara Abadi yaitu Area seluruhnya ditempati jenis tanah Mediteran Merah kuning. Tanah Mediteran Merah Kuning merupakan tanah yang memiliki tingkat kesuburan sedang. Tanahnya berwarna merah atau kekuning-kuningan. Tanah podsolik mempunyai karakteristik tekstur yang lempung atau berpasir dengan pH rendah serta memiliki kandungan unsur aluminum dan besi yang tinggi. Karakteristik lain yang dapat ditemui pada tanah Mediteran adalah daya simpan unsur hara sangat rendah karena bersifat lempung yang beraktivitas rendah, kejenuhan unsur basa seperti K, Ca, dan Mg, rendah sehingga tidak memadai untuk tanaman semusim, kadar bahan-bahan organik rendah dan hanya terdapat di permukaan tanah saja, dan penyimpanan air sangat rendah sehingga mudah mengalami kekeringan. Tanah mediteran pada umumnya terletak pada daerah yang memiliki iklim basah dengan curah hujan lebih dari 2500 mm per tahun dan banyak terdapat di daerah-daerah dengan topografi pegunungan. Jenis tanah dan luasan sebaran di PT. Dianelsa Nusantara Abadi dicakup seluruhnya oleh jenis tanah Mediteran Merah Kuning ( Gambar 5.22 )



Gambar 5.16. Peta Jenis Tanah PT.Dianelsa Nusantara Abadi



5.2.1.2.



Jumlah



Kegiatan pemboran bertujuan untuk mengetahui susunan litologi di dalam lubang bor. Dari jenis lithology tersebut, nantinya dapat ditentukan jenis-jenis akuifer yang ada. Kegiatan pemboran yang telah dilakukan dengan methode pemboran adalah open hole, touch coring maupun full coring, tergantung kepada kondisi dan keperluan data. Hasil dari kegiatan pemboran adalah didapatkannya core/sampel batuan. Dari sample tersebut kemudian ditentukan jenis batuan, ketebalan batuan dan perkiraan lapisan aquifer. Analisis curah hujan bertujuan untuk menegetahui besarnya curah hujan dan intensitas curah hujan yang terdapat di wilayah penelitian serta menentukan debit air limpasan yang akan terjadi. Siklus hidrologi dan Neraca Air di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyar km3 air yang terdiri dari 97,5% air laut; 1,75% berbentuk es; dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah, dan sebagainya. Hanya 0,001% berbentuk uap di udara. Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi, dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi.Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi). Bagian yang lain merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak semua butir air yang mengalir akan tiba ke laut, dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera ke sungaisungai (disebut aliran intra=interflow). Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (disebut groundwater runoff = limpasan air tanah). Sungai dapat menampung tiga jenis air limpasan, yakni limpasan air permukaan (surroom runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang pada akhirnya ketiga jenis limpasan itu akan mengalir ke laut. Air yang ada dilaut mengalami evaporasi yang terjadi karena terkena sinar matahari ( pemanasan ) sehingga air laut akan mengalami penguapan. uap dari laut tersebut akan naik atau terhembus ke atas daratan (kecuali bagian yang telah jatuh sebagai presipitasi ke laut), jatuh ke daratan sebagai presipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan, sedangkan sebagian yang lain mengalir ke sungai dan akhirnya ke laut.



Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan berlangsung terus.Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle).Sirkulasi air ini dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan, atmosfer, angin, dan lain-lain) dan kondisi topografi, tetapi kondisi meteorologi adalah faktor-faktor yang menentukan.



5.17. Siklus Hidrologi 5.2.1.3.



Sebaran Data



Sumber air yang terdapat di Kabupaten Gorontalo Utara berupa sungai besar dan kecil sehingga merupakan suatu potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air dan energi. Sumber air untuk keperluan penduduk sehari-hari masih memanfaatkan potensi alami tersebut karena belum terjangkau oleh PDAM. Adapun jaringan perpipaan hanya terdapat di beberapa tempat yang dekat dengan sumber air sehingga sebagian besar masih menggunakan air tanah dangkal dan sumur bahkan masih terdapat penduduk yang menggunakan air sungai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Iklim di wilayah Kabupaten Gorontalo Utara termasuk dalam tipe C dengan curah hujan setiap tahun rata-rata 2.267 mm/tahun dengan temperatur udara rata-rata 32 0 C dengan temperatur tertinggi 33,9 0 C terjadi pada bulan Maret dan temperatur terendah 23.0 ° C terjadi pada bulan Februari. 5.2.2. Analisis Hidrologi - Hidrogeologi 5.2.2.1. Hidrologi Dengan asumsi karakteristik hujan yang ada dilokasi PT. Dianelsa Nusantara Abadi sama dengan karakteristik hujan yang ditunjukkan oleh Stasiun Metrologi Gorontalo Utara. Berdasarkan klasifikasi iklim schimidt-fergusen termasuk dalam tipe A yaitu iklim sangat basah dengan nisbah nilai Q sebesar 0,18 %.



Tabel 5.12. Rata – Rata Curah Hujan Bulanan yang tercatat oleh Stasiun Metrologi Gorontalo Utara No



Bulan



Curah Hujan (mm)



(1)



(2)



(3)



1



Januari



351,0



2



Februari



263,0



3



Maret



419,0



4



April



481,0



5



Mei



230,0



6



Juni



258,0



7



Juli



302,0



8



Agustus



137,0



9



September



190,0



10



Oktober



407,0



11



November



243,0



12



Desember



414,0



13



Rata-Rat



307,9



Sumber :Kecamatan Gorontalo Utara dalam angka, 2012 Berdasarkan hasil perhitungan curah hujan rencana (dapat dilihat di lampiran E.2), curah hujan rencana dengan PUH 6 tahun adalah sebesar 28,86 mm. Maka perhitungan intensitas curah hujan adalah : I 



R24  24    24  t 



2



3



Keterangan : I



= Intensitas curah hujan (mm/jam)



R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/hari) t



= Waktu = 1 jam.



I =



R24  24    24  t 



2



3



2







28,86  24  3   24  1  = 10,01 mm/ jam



Air limpasan (run off) adalah bagian curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau maupun laut (Asdak, 1995). Aliran tersebut terjadi karena air hujan yang mencapai permukaan tanah tidak terinfiltrasi akibat intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi atau faktor lain, seperti kemiringan lereng, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi (Arsyad, 1989). Disamping itu, air hujan yang telah masuk ke dalam tanah kemudian keluar lagi ke permukaan tanah dan mengalir ke bagian yang lebih rendah (Sri Harto, 1985). Gambar 5.18. Grafik Curah Hujan wilayah lokasi Penambangan



Sumber Data : Kecamatan Gorontalo Utara dalam Angka, 2012 5.2.2.2. Hidrogeologi Kajian hidrogeologi merupakan kegiatan awal yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai potensi airtanah secara semi-kuantitatif yang meliputi kajian dimensi, geometri, parameter, dan karakteristik akuifer maupun non- akuifer serta mengkuantifikasi jumlah dan mutu airtanah yang terkandung di dalamnya. Metode penyelidikan secara umum meliputi kegiatan pengumpulan data sekunder dan data primer (pengukuran dan pengujian lapangan) yang berkaitan dengan sistem air tanah, pengujian laboratorium, evaluasi, dan analisis data. Hasil dari penyelidikan ini adalah tersedianya data dan informasi awal tentang potensi ketersediaan airtanah dan kondisi hidrolika pada sistem akuifer utama. Data ini dapat



digunakan sebagai acuan untuk pekerjaan perencanaan selanjutnya, baik dalam rangka upaya pemanfaatan airtanah sebagai sumberdaya, maupun airtanah sebagai kendala bagi kegiatan penambangan Emas di Lokasi PT. Dianelsa Nusantara Abadi. Berdasarkan analisis dilapangan dan Peta PAMSIMAS dapat diinterpretasikan untuk hidrogeologi di PT.Dianelsa Nusantara Abadi termasuk pada zona akuifer bebas yang rata-rata terdapat pada litologi batulempung dan indikasikan mempunyai air tanah yang dangkal. (Gambar 5.19).



Gambar 5.19 Peta Penampang Hidrogeologi wilayah PT. Dianelsa Nusantara Abadi



5.2.3 Rekomendasi Hidrologi-Hidrogeologi Untuk Mendapatkan Kajian yang lebih maksimal tentang hidrologi dan hidrogeologi yang terdapat di Lokasi PT. Dianelsa Nusantara Abadi perlu direncanakan kajian penelitian mengenai hal tersebut yaitu kajian mengenai hidrologi , geologi yang pernah dilakukan dengan kajian tambahan menggunakan metode geolistrik, Menurut Todd, 1980 Geolistrik merupakan metode yang paling populer dalam menyelidiki airtanah dari permukaan bumi dalam bidang hidrogeologi.



5.2.3.1 Penyaliran Tambang Pengertian penyaliran adalah suatu usaha untuk mencegah, mengeringkan dan mengeluarkan air yang menggenangi suatu daerah tertentu. Penirisan tambang adalah penirisan yang diterapkan didaerah penambangan yang bertujuan untuk mencegah masuknya air atau mengeluarkan air yang telah masuk menggenangi daerah penambangan yang dapat mengganggu aktivitas penambangan. Sistem penyaliran yang ada dilokasi tambang bawah tanah (Underground Mining) PT.Dianelsa Nusantara Abadi ini dilaksanakan karena akumulasi air di dalam tambang yang harus dikeluarkan. Tujuan penyaliran tambang adalah :  Mencegah terjadinya korosi pada peralatan tambang.  Mencegah terjadinya akumulasi (genangan) air di dalam tambang.  Menciptakan kondisi kerja yang aman dan nyaman di dalam tambang. Secara hidrologi air dibawah permukaan tanah dapat dibedakan menjadi air pada daerah tak jenuh dan air pada daerah jenuh. Daerah tidak jenuh air umumnya terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dan dicirikan oleh gabungan tiga fasa, yaitu :  Fase padat (material atau butiran padatan).  Fase cair ( air adsorbsi, air kapiler dan air infiltrasi).  Fase gas. Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh air oleh jaringan kapiler. Daerah jenuh merupakan bagian dibawah zona tak jenuh.Air yang terdapat pada zona atau daerah jenuh inilah yang disebut “Ground Water”. Air tanah ditemukan pada formasi geologi permeabel (tembus air) yang dikenal dengan akifer (juga disebut reservoir air tanah, formasi pengikat air, dasar-dasar yang tembus air) yang merupakan formasi pengikat air yang memungkinkan jumlah air yang cukup besar untuk bergerak melaluinya pada kondisi lapangan yang biasa. Air tanah juga ditemukan pada akiklud (atau dasar semi permeabel) yang mengandung air tetapi tidak mampu memindahkan jumlah air yang nyata (seperti tanah liat). Kondisi alami dan distribusi akifer, akiklud dan akuitard dikendalikan oleh lithologi, stratigraphi dan struktur dari materi simpanan geologi dan formasi. Lithologi merupakan susunan phisik dari simpanan geologi. Susunan ini termasuk komponen mineral, ukuran butir, dan kumpulan butir (grain packing) yang terbentuk dari sedimentasi atau batuan yang menampilkan sistem geologi. Stratigrafi menjelaskan hubungan geometris dan umur antara macam- macam lensa, dasar dan formasi dalam geologi sistem dari asal terjadinya sedimentasi. Bentuk struktur seperti pecahan, retakan, lipatan dan patahan merupakan sifat-sifat geometrik dari sistem geologi yang dihasilkan oleh perubahan bentuk (deformasi) akibat proses penyimpanan (deposisi) dan



proses kristalisasi dari batuan. Pada simpanan yang belum terkonsolidasi (unconsolidated deposits) lithologi dan stratigraphi merupakan pengendali yang paling penting.  Cara Pengendalian/Penyaliran Penanganan masalah air dalam tambang dapat di bedakan menjadi dua yaitu : 1. Mine drainage Merupakan upaya untuk mencengah masuknya air ke daerah penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganaan air tanah dan air yang berasal dari sumber air permukaan. Cara yang biasa digunakan untuk mencengah air permukaan adalah dengan membuat saluran/paritan sekeliling tambang atau lantai jenjang. Untuk air tanah dapat di cengah dengan menggunakan beberapa metode penyalirannya antara lain : a. Metode Siemens Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang pipa ukuran 8 inch, di setiap pipa tersebut pada bagian ujung bawah diberi lubang-lubang, pipa yang berlubang ini berhubungan dengan air tanah, sehingga di pipa bagian bawah akan terkumpul air, yang selanjutnya dipompa ke atas secara seri dan selanjutnya dibuang. b. Metode Elektro Osmosis Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka pemompaan sangat sulit diterapkan karena adanya efek kapilaritas yang disebabkan oleh sifat dari tanah lempung itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan cara elektro osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen-elemen ini dialiri listrik, maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir menuju katoda (lubang sumur) yang kemudian terkumpul dan dipompa keluar. c. Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah guna menampung aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat untuk menyalurkan air permukaan kedalam terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini cukup efektif karena air akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga tidak memerlukan pompa.



2. Mine dewantering Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke daerah penambangan. Upaya ini terutama untuk menangani air yang berasal dari air hujan. Beberapa metode penyaliran mine dewantering adalah sebagai berikut : a. Sistem sumuran (sump) Sistem ini diterapkan untuk membuang air yang telah masuk ke daerah penambangan. Air dikumpulkan pada sumuran (sump), kemudian di pompa keluar keluar.



b. Sistem paritan Penyaliran dengan cara paritan ini merupakan cara yang paling mudah dengan perbuatan paritan (saluran)pada lokasi penambangan. Pembuatan paritan ini bertujuan untuk menampung air limpasan yang yang menujuh lokasi penambangan. Air air limpasan akan masuk ke saluransaluran yang di alirkan ke suatu kolam penampung atau di buang langsung ketempat pembuangan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Pada penambangan emas oleh PT. Dianelsa Nusantara Abadi dengan Sistem penambangan yang diterapkan adalah sistem penambangan bawah tanah dan metode yang digunakan adalah Cut and Fill yaitu penambangan yang diikuti oleh penyanggaan serta pengisian butiran atau waste pada bekas lubang penggalian. Adapun kegiatan penambangan yang dilakukan disini adalah pembuatan lubang-lubang bukaan, penggalian ore, pengangkutan dan pemuatan serta pengolahan dan reklamasi. Selain itu ada sarana penunjang penambangan, yaitu : penyanggaan, ventilasi tambang, dan penyaliran tambang. Rencana sistem penyaliran yang diterapkan di Blok Utara dan Blok selatan dilakukan dengan memperhatian daerah penambangan, koefesien limpasan dan debit limpasan, sehingga dapat digunakan untuk sistem penyaliran nantinya. Dikarenakan Intensitas curah hujan yang cukup tinggi di wilayah penambangan PT. Dianelsa Nusantara Abadi maka perhitungan air yang masuk ke dalam area tambang akan sangat banyak. Air yang masuk ke dalam area tambang berasal dari air hujan, air tanah, air filling dan air pemboran. Air tanah merupakan air yang paling banyak masuk ke area tambang dikarenakan banyaknya keterdapatan kekar pada batuan. Untuk mengatasi air yang masuk kedalam tambang, maka dibuatlah sistem penyaliran tambang. Hal ini digunakan untuk mengatasi air tanah yang tergenang di daerah Penambangan atau Heading agar daerah penambangan dapat aman bagi para pekerja. Sistem penyaliran tambang di PT. Dianelsa Nusantara Abadi menggunakan motode Mine dewatering. Yaitu air yang ada pada Heading dan Decline dipompa ke Sump Cuddy kemudian dari Sump Cuddy di Pompa ke Pump Station (Truflo) dan dari Pump Station di pompa ke luar ke permukaan. Pompa yang digunakan adalah Jenis Pompa Centrifugal yang mempunyai dasa hisap cukup tinggi. 5.2.3.2 Kebutuhan Pompa Air tanah adalah sejumlah air di bawah permukaan bumi yang dapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan, sistem drainase atau dengan pemompaan. Dapat juga disebut aliran yang secara alami mengalir ke permukaan tanah melalui pancaran atau rembesan (Bouwer, 1978; Freeze dan Cherry, 1979; Kodoatie, 1996). Sedangkan menurut Soemarto (1989) air tanah adalah air yang menempati rongga-rongga dalam lapisan geologi.



Pemompaan dilakukan karena air yang berada pada Decline dan Heading tidak dapat dialirkan dengan memanfaatkan gravitasi sehingga untuk mengalirkan air yang ada pada Heading harus dilakukan pemompaan. Analisis yang dilakukan berkaitan dengan spesifikasi Pompa untuk mengalirkan air yang berada pada Decline dan Heading. Air tanah merupakan gangguan yang tidak lepas dari sistem tambang bawah tanah. Dengan adanya air tanah maka perusahaan akan membuat sump untuk mengalirkan air tanah agar area kerja tidak terganggu. Saluran air berfungsi untuk mengalirkan air dari area penambangan bawah tanah ke permukaan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Rencana pembuatan saluran ini disesuaikan dengan perhitungan debit air yang ingin dikeluarkan. Kedalam setiap tambang, banyak atau sedikit selalu ada air yang mengalir masuk kedalam tambang. Air ini masuk melalui batas perlapisan, celah – celah batuan ataupun patahan. Jumlah keseluruhan air yang masuk tambang ini diperkirakan 128 liter/menit yang berasal dari air permukaan, yaitu air sungai dan air hujan sebesar 38 liter/menit, air yang sengaja dimasukkan, yaitu untuk pemboran dan untuk membasahi stope dan chute untuk mencegah debu sebesar 65 liter/menit serta air yang tertahan dalam lapisan-lapisan tanah, yaitu sebesar 25 liter/menit. Masuknya air kedalam tambang harus dicegah atau dikeluarkan agar tambang tidak menjadi banjir. Pencegahan masuknya air kedalam tambang dapat dilakukan dengan jalan membuat parit pada lereng – lereng bagian atas singkapan, kemudian mengalirkannya ke tempat lain keluar daerah penambangan. Pada tempat – tempat yang diperkirakan akan menjadi jalur masuknya air kedalam tambang, misalnya pada perpotongan antara aliran sungai dan singkapan, dapat dicegah dengan jalan merapatkan bagian tersebut dengan semen, bila mungkin dilakukan. Pada tambang PT. Dianelsa Nusantara Abadi ini, untuk keperluan penirisan air pada level– level dan cross cut , dapat dibuatkan suatu paritan pada salah satu sisi atau dikedua sisi dalam lubang bukaan, dari cross cut air dialirkan kedasar shaft dimana tersedia suatu sumuran atau sump. Dari sini air yang terkumpul dipompakan keluar. Pemompaan dilakukan dengan pompa centrifugal. Untuk memindahkan air keluar tambang biasanya digunakan pompa dengan kekuatan tertentu. Tapi sebelum dipompa keluar, air dikumpulkan dulu dalam suatu ceruk (sump). Di tepi tiap lantai lubang bukaan dibuat paritan untuk mengalirkan air menuju ceruk. Selanjutnya dari ceruk tersebut air dipompa, dan melalui pipa-pipa dialirkan ke permukaan tanah. Jenis pompa yang digunakan adalah pompa sentrifugal atau pompa submersible. Jenis pompa submersible lebih menguntungkan karena pompa akan mati secara otomatis jika air habis, dan akan hidup secara otomatis pula jika permukaan air mencapai ketinggian katup isap dari pompa tersebut, dimana untuk mengantisipasi adanya gangguan akibat masuknya air tersebut dipersiapkan peralatan pompa dengan kapasitas sebagai berikut :



Tabel 5.13. Kemampuan isap pompa untuk mengeluarkan air NO 1 2 3 4



Nama Peralatan Pompa



Kemampuan Hisap



Pompa ( m3/ jam ) Pompa Centrifugal 120 Pompa Centrifugal 46 Pompa Centrifugal 25 Pompa Centrifugal 25 Total Kapasitas 216 Catatan : 216m3/jam = 216.000 liter/detik



Kedalaman 200 200 120 70



Hasil pemompaan dari proses penirisan di dalam terowongan atau lubang bukaan selanjutnya dialirkan ke sistem pengolahan air yang terintegrasi dalam kolam pengendapan khusus terpisah dari kolam pengendapan proses pengolahan dan pemurnian. Fungsi pengelolaan air dari hasil penirisan tambang terebut adalah untuk memastikan kondisi air yang dipompa dari dalam lubang bukaan memenuhi standar baku mutu lingkungan.



Gambar 4.16. Layout Penampang Posisi Drainase