BAB 5 - Irbang II Kolam Olakan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



108



BAB V . PERENCANAAN KOLAM OLAKAN. IV.1 BEBERAPA PRINSIP PERENCANAAN KOLAM OLAKAN..............................100 IV.1.1Prinsip peredaman energi pada bendung .



100



IV.1.2Aliran Di Kaki Bendung.



102



IV.1.3Hal Yang Penting Mengenai Air Loncat.



103



IV.1.4Lengkung Debit Air Dihilir Bendung.



107



IV.2 BENTUK-BENTUK KOLAM OLAKAN...............................................................109 IV.2.1Kolam loncat air.



109



IV.2.2Kolam olakan Vlughter.



112



IV.2.3Kolam olakan USBR.



115



IV.2.4Kolam olakan SAF.



122



IV.3 PEREDAM ENERGI BAK TENGGELAM............................................................125 IV.3.1Jenis bak tenggelam.



125



IV.3.2Dasar perencanaan bak bercelah.



126



IV.3.3Perencanaan Bak Tenggelam type Padat.



132



IV.3.4Contoh Perhitungan Bak Tenggelam Padat.



135



IV.3.5Perencanaan bak tenggelam bercelah.



137



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



109



BAB V PERENCANAAN KOLAM OLAKAN 1 1.1



Beberapa Prinsip Perencanaan Kolam Olakan Prinsip peredaman energi pada bendung . Aliran yang melimpah diatas mercu bendung akan mengalir dengan kecepatan yang cukup



tinggi menuju kaki bendung. Kecepatan yang cukup tinggi ini dapat menimbulkan kerusakan dinding atau dasar saluran karena gerusan yang ditimbulkannya. Dikaki bendung, kecepatan yang cukup tinggi ini harus diredam agar tidak mengakibatkan gerusan dikaki bendung. Dengan adanya peredaman ini aliran dihilir bendung diharapkan sudah mempunyai kecepatan yang cukup kecil sehingga tidak terjadi lagi pada dasar dan dinding saluran dihilir bendung. Peredaman energi tersebut dapat mengikuti salah satu prinsip dari beberapa prinsip peredaman energi berikut ini : a. Prinsip Air Loncat. Peredaman energi menurut prinsip ini adalah merubah aliran superkritis menjadi aliran subkritis yang dilakukan pada kolam olakan. Aliran super kritis yaitu aliran dengan bilangan Freude diatas 1 , akan terjadi pada aliran dari mercu yang cukup tinggi. Sedangkan aliran subkritis yang diharapkan terjadi adalah aliran dihilir bendung. Dengan adanya perubahan tersebut, terdapat peralihan yang berbentuk air loncat. Untuk memperbesar effek peredaman, di bagian hilir kolam olakan dilengkapi dengan ambang. Beberapa kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah : - Vlughter. - Kolam Loncat Air ( Foster dan Kunde ) Lebih detail, kolam olakan dengan prinsip ini akan dibahas kemudian. Prinsip mercu bendung akan mengalir dengan kecepatan yang cukup tinggi menuju kaki bendung. Kecepatan yang cukup tinggi ini dapat menimbulkan kerusakan dinding atau dasar saluran karena gerusan yang ditimbulkannya. Dikaki bendung, kecepatan yang cukup tinggi ini harus diredam agar tidak mengakibatkan gerusan dikaki bendung. Dengan adanya peredaman ini



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



110



aliran dihilir bendung diharapkan sudah mempunyai kecepatan yang cukup kecil sehingga tidak terjadi lagi pada dasar dan dinding saluran dihilir bendung. b. Prinsip memperbesar gesekan. Gesekan antara aliran air dengan dasar saluran, dapat dilakukan dengan memasang gigigigi atau blok-blok beton pada dasar saluran atau kolam olakan. Dengan adanya gigi-gigi atau blok-blok tersebut terjadi peredaman energi. Kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah kolam olakan USBR. Pembahasan lebih detail mengenai kolam olakan ini juga akan dibahas kemudian. c. Prinsip membentuk pusaran air. Dengan membentuk pusaran air, maka akan terjadi benturan antara molekul-molekul air. Benturan-benturan molekul air itulah yang akan meredam energi yang dihasilkan oleh aliran dari atas mercu. Kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah kolam olakan dengan bak tenggelam, baik bak bercelah maupun tidak bercelah. Pembahasan me-ngenai peredam energi dengan prinsip ini juga akan dibahas kemudian. d. Prinsip membenturkan aliran ke badan yang kuat atau ke air. Peredam energi dengan prinsip ini, dilakukan dengan melontarkan atau menjatuhkan atau mengalirkan air dari mercu bendung ke badan masif yang kuat atau ke bantalan air yang cukup dalam. Kolam olakan yang menggunakan prinsip ini adalah



Sky Jump Spillway dimana air



diloncatkan jauh kehilir menjauhi tubuh bendung sehingga tidak membahayakan konstruksi bendung. Aliran yang diloncatkan tersebut dijatuhkan pada kolam yang mempeunyai bantalan air yang cukup. Selain itu ada juga dikenal Impact Stilling Basin dimana aliran air dari mercu dibenturkan kedinding beton yang vertikal dan digantung diatas kolam olakan yang menghadang aliran air dari mercu. Karenanya terjadi benturan dan pusaran yang meredam energi aliran dari mercu. Pembahasan mengenai kolam olakan yang menganut prinsip ini tidak dilakukan dalam tulisan ini, karena tidak sesuai untuk bendung sederhana. 1.2



Aliran Di Kaki Bendung. Secara teoritis kecepatan aliran dikaki bendung dapat dihitung menurut rumus sebagai



berikut : Gambar 5.4 Aliran dikaki bendung Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V V1 



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



111



2g ( Z + Ha - y 1 )



dimana : Z = tinggi jatuh diukur dari muka air hulu ke lantai kaki bendung. Ha = tinggi energi. y1 = kedalaman aliran di kaki bendung. Namun pada kenyataannya kecepatan yang terjadi tidak demikian. Penyimpangan terhadap nilai teoritis akan semakin besar untuk tinggi energi yang kecil dan tinggi jatuh yang besar. Direktorat Irigasi dalam bukunya Standar Perencanaan Irigasi KP-02, menyampaikan rumus untuk menghitung kecepatan aliran dikaki bendung sebagai berikut : V1 



2g ( 1/2 . H1 + z )



dimana : z = tinggi jatuh ( m ), diukur dari mercu ke dasar lantai kolam olakan. H1 = tinggi energi diukur dari mercu.



Gambar 5.5 Bagian air loncat



Selain kecepatan dan kedalaman air dikaki bendung, perlu juga dihitung besarnya bilangan Freude, yaitu perbandingan antara gaya inersia dengan gaya tarik bumi. Besarnya bilangan



Freude ini



dapat dihitung



menurut rumus :



Fr 



V1 g. y 1



dimana : y1



= kedalaman aliran dikaki bendung.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



Fr



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



112



= bilangan Freude. Untuk aliran dengan nilai Fr < 1, aliran merupakan aliran subkritis, sedangkan untuk Fr =



1, merupakan aliran kritis. Dan untuk aliran dengan nilai Fr > 1, aliran merupakan aliran superkritis. Aliran dikaki bendung umumnya aliran superkritis, kalau aliran bersifat subkritis, tidak diperlukan kolam olakan. Sedangkan untuk aliran superkritis, nilai Fr ini akan menjadi pedoman pemilihan bentuk kolam olakan. 1.3



Hal Yang Penting Mengenai Air Loncat. Proses terbentuknya air loncat, sesuai dengan gambar berikut ini : Hubungan antara kedalaman air



dihulu dan dihilir air loncat adalah sebagai berikut : y2 1    y1 2 



1  8 Fr2  1  



dimana : y2



= Kedalaman air dihilir air loncat.



y1



= Kedalaman air dihulu air loncat.



Fr



= Bilangan Freude.



Gambar 5.6 Kedalaman air dihulu dan dihilir air loncat



Kedalaman berpasangan. Dari persamaan tersebut, besarnya bilangan Freude tergantung dari kecepatan dan kedalaman air dihulu air loncat ( V1 dan y1 ). Untuk nilai V1 tertentu setiap nilai y1 hanya akan mempunyai satu nilai y2. Karenanya nilai y1 dan nilai y2 itu berpasangan. Sering disebut y2 itu kedalaman berpasangan dari y1. Seperti pada contoh berikut ini, dimana debit persatuan lebar yang dialirkan oleh kolam olakan adalah 15 m3/detik/meter.



y1



V1



Fr



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



Y2



y1



V1



Fr



Y2



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



113



0.3



50.00



29.16



12.37



1.9



7.89



1.82



4.91



0.5



30.00



13.55



9.58



2.2



6.81



1.46



4.56



1



15.00



4.79



6.77



2.5



6.00



1.21



4.28



1.3



11.53



3.23



5.94



2.8



5.35



1.02



4.04



1.6



9.37



2.36



5.35



2.842



5.27



1.00



4.01



Sedangkan nilai V1 besarnya tergantung pada besarnya H1 karena nilai z tetap. Besarnya H1 tergantung dari debit yang dialirkan. Oleh karenanya untuk setiap debit, hanya akan ada satu nilai V1 dan y1. Sehingga pada suatu bendung tetap, dimana z tetap, untuk setiap setiap debit hanya akan ada satu nilai y1 , V1 , dan y2. Kalau kedalaman air hilir sama dengan kedalaman berpasangan, maka air loncat akan terjadi tepat dikaki bendung. Tapi kalau kedalaman air hilir lebih kecil dari kedalaman berpasangan, maka terlebih dahulu akan terjadi kenaikan kedalaman air hulu, sebelum terjadi air loncat. Akibatnya terbentuknya air loncat akan bergeser kehilir. Tapi kalau kedalaman air hilir lebih tinggi, maka terjadinya air loncat akan maju kehulu, sehingga terbentuk air loncat yang tenggelam, seperti pada gambar berikut ini. Pergeseran terbentuknya air loncat kearah hilir, tentu tidak dikehendaki. Sesuai dengan contoh diatas, kalau V1 yang terjadi dikaki bendung adalah 30 m/detik, maka y1 = 0,5 meter. Untuk ini maka kedalaman berpasangannya adalah 9,58 meter. Kalau kedalaman air hilir juga sama dengan 9,58 meter, maka air loncat terjadi dikaki bendung. Tapi kalau kedalaman muka air hilir sama dengan 5,35 meter, maka air loncat akan bergeser kehilir yaitu ketika kedalaman di kaki bendung sudah naik menjadi 1,6 meter yang merupakan kedalaman berpasangan dari 5,35 meter. Dalam perencanaan bendung, kalau kondisi air loncat bergeser kehilir tersebut terjadi pada debit banjir rencana, maka lantai kolam olakan perlu diturunkan. Dengan penurunan itu diharapkan ketinggian muka air hilir menjadi sesuai dengan muka air kedalaman berpasangan.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



114



Gambar 5.4 Berbagai kemungkinan terjadinya air loncat.



Panjang air Loncat. Secara teoritis, panjang air loncat dalam perbandingan terhadap kedalaman hilir air loncat ( y2 ) dan sesuai dengan besarnya bilangan Freude ( Fr ), adalah seperti pada grafik berikut ini .



Gambar 5.5 Panjang air loncat.



Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa bilangan Freude aliran dikaki bendung, sebaiknya bernilai 4,5 sampai 9 karena dengan nilai ini air loncat terbentuk secara nyata. Untuk nilai bilangan Freude yang lebih kecil, yaitu antara 2,5 sampai 4,5, terdapat semburan berosilasi menyertai dasar loncatan bergerak kearah permukaan dan kembali lagi tanpa perioda tertentu. Setiap osilasi menghasilkan gelombang tidak teratur yang besar, seringkali



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



115



menjalar sampai beberapa mil jauhnya dan menyebabkan kerusakan tak terbatas pada tanggultanggul dari tanah dan batu lapis lindung. Loncatan ini disebut loncatan berosilasi. Untuk nilai yang lebih kecil lagi, yaitu antara 1,7 sampai 2,5 air loncat yang terjadi hanya berupa gulungan ombak pada permukaan loncatan, tetapi permukaan air di hilir tetap halus. Secara keseluruhan kecepatannya seragam dan peredaman energinya kecil, loncatan ini dinamakan loncatan lemah. Untuk bilangan Freude yang tinggi,



diatas 9 kecepatan semburan yang tinggi akan



memisahkan hempasan gelombang gulung dari permukaan loncatan, menimbulkan gelombanggelombang hilir, jika permukaannya kasar aka mempengaruhi gelombang yang terjadi. Loncatan ini disebut loncatan kuat. Dari nilai bilangan Freude tersebut, yang masih dapat diterima untuk diredam pada kolam olakan adalah untuk bilangan Freude 9 sampai 13. Untuk nilai yang lebih tinggi, memerlukan kolam olakan yang mahal. 1.4



Lengkung Debit Air Dihilir Bendung. Dalam perencanaan kolam olakan, elevasi muka air dihilir pada berbagai debit sangat



diperlukan. Untuk mendapat gambaran dari hubungan antara elevasi muka air hilir dengan debit sungai, maka perlu dibuat lengkung debit air dihilir. Setiap elevasi muka air sungai dihilir bendung akan membentuk penampang basah sungai dan pada setiap penampang basah, sesuai dengan kecepatan yang terjadi akan memberi suatu nilai debit. Dengan demikian hubungan antara elevasi muka air dihilir dengan besarnya debit, dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini. Rumus debit : Q = V . A dimana : Q



= Besarnya debit dalam m3/detik.



V



= Kecepatan aliran dalam meter/detik.



A



= Luas penampang basah sungai dalam m2.



Sedangkan untuk menghitung besarnya kecepatan digunakan rumus Chezy seperti berikut ini.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



V



= C.R



½



.I



116



½



dimana : C



= Koeffisien Chezy.



R



= Jari-jari hidrolis dalam meter = A/P



A



= Luas penamoang basah dalam m2.



P



= Keliling basah dalam meter.



I



= Kemiringan memanjang sungai.



Besarnya koeffisien Chezy menurut Ganguillet - Kutter yang dalam satuan Inggris adalah seperti berikut ini : 0.0281 1,811 0.00155 1  23   S n S n C atau dalam metrik adalah : C  0.00281  n 0.00155  n   1   41,65  1   23    S S   R   R 41,65 



( Theory & Design of Irrigation Structures oleh R.R. Varshney dkk ). Sedangkan besarnya nilai n adalah seperti dalam daftar berikut ini : Daftar 5.1. Besar Nilai n No . 1



2



Dispripsi saluran Tanah, lurus dan seragam. a. Bersih lurus dan seragam b. bersih setelah pembersihan c. Rumput pendek dengan sedikit gulma. Galian batu. a. halus dan seragam b. Tidak beraturan



Nilai n



0,016 sampai 0,020 0,018 sampai 0,025 0,022 sampai 0,033 0,025 sampai 0,040 0,035 sampai 0,050



( Theory & Design of Irrigation Structures oleh R.R. Varshney dkk ). Dengan demikian sesuai dengan profil sungai yang ada dihilir bendung, akan didapat luas penampang basah ( A ) serta keliling ( P ) basah pada setiap kedalaman sungai ( h ). Berdasar nilai A dan P tersebut dapat dihitung besarnya jari-jari hidraulis ( R ). Dengan menggunakan nilai R tersebut serta nilai C yang didapat dari rumus diatas serta kemiringan sungai ( I ) akan didapat perkiraan kecepatan aliran ( V ). Dengan mengalikan besarnya V ini dengan luas penampang



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



117



basah, maka akan didapat nilai debit sungai ( Q ). Kalau dibuat grafik dengan debit ( Q ) pada sumbu datar dan kedalaman ( h ) pada sumbu tegak, maka akan didapat lengkung debit. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa seringkali bentuk penampang sungai tersebut merupakan bentuk yang tidak beraturan, sehingga perhitungan luas dan keliling basah harus dihitung berdasar kondisi yang ada. Sedangkan kemiringan memanjang sungai haru mempertimbangkan kemungkinan terjadi degradasi ( penurunan ) dasar sungai. 2 2.1



BENTUK-BENTUK KOLAM OLAKAN. Kolam loncat air. Menurut Direkorat Irigasi dalam perencanaan kolam olakan yang menganut prinsip air



loncat, mengembangkan kolam loncat air. Dalam perencanaan kolam loncat air ini, dari setiap debit dihitung besarnya kecepatan dan kedalaman aliran dikaki bendung ( V1 dan y1 ). Dari nilai tersebut dihitung kedalaman berpasangannya. Muka air sungai dihilir pada debit yang bersangkutan, harus selalu lebih tinggi dari muka air dari kedalaman berpasangan yang dihitung dan diplot. Kalau ternyata muka air hilir lebih rendah, maka lantai kolam olakan harus diturunkan sampai didapat kondisi dimana pada setiap debit yang mungkin terjadi, muka air hilir selalu lebih tinggi dari muka air kedalaman berpasangan. Penentuan muka air hilir harus memperhatikan kemungkinan terjadinya degradasi atau penurunan dasar sungai. Degradasi harus dicek kalau : a) bendung dibangun di sudetan. b) sungai itu sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi. c) terdapat waduk di hulu sungai. Bila degradasi sangat mungkin terjadi, tetapi tidak ada data yang pasti yang tersedia, maka besarnya degradasi diambil sebesar 2 m dalam perencanaan. Dengan prinsip ini maka metoda perencanaan kolam loncat air adalah seperti pada grafik berikut ini.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



Gambar 5.6 Metoda



118



perencanaan air loncat.



Dengan adanya perkiraan degradasi ini maka ketinggian muka air hilir harus dihitung berdasar ketinggian dasar sungai setelah terjadi degradasi yang akan lebih rendah dari muka air sungai yang ada. Dengan demikian pada kondisi sebelum terjadi degradasi, olakan akan tenggelam dan kalau benar-benar terjadi degradasi, maka kolam olakan masih aman karena olakan masih tetap terjadi pada kolam olakan. Kolam loncat air yang disarankan oleh Direktorat Irigasi tersebut, dilengkapi dengan ambang ujung yang tingginya adalah n. Sedangkan untuk hubungan antara bilangan Freude ( F r ), perbandingan kedalaman berpasangan dengan kedalaman air di kaki bendung



( y2 / y1 ), serta



perbandingan tinggi ambang ujung dengan kedalaman air dikaki bendung ( n/y1), Direktorat Irigasi menggunakan grafik Foster dan Skrinde, 1950 berikut ini.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



Gambar 5.7 Hubungan Fr



119



, y2 / y1 dan n pada kolam loncat air.



Sedangkan untuk panjang kolam loncat air ini, Direktorat Irigasi mengajukan rumus : Lj



= 5 ( n + y2 ).



dimana : Lj



= Panjang kolam, m.



n



= tinggi ambang ujung, m.



y2



= Kedalaman air diatas ambang, m.



Besarnya y2 dalam rumus tersebut adalah nilai y2 dari grafik tersebut diatas. Dengan demikian parameter - parameter loncat air ini adalah seperti gambar berikut ini. Dari gambar tersebut kita lihat bahwa dengan sudut runcing, kemiringan hilir bendung harus diambil 2 : 1 . Tapi kalau digunakan sudut bulat dengan r  0,5 H1, maka kemiringan hilir bendung dapat diambil 1 : 1 .



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



Gambar 5.8 Parameter



2.2



120



kolam loncat air.



Kolam olakan Vlughter. Kolam olakan Vlughter pada dasarnya sama dengan kolam loncat air yang telah diuraikan



diatas. Bentuk kolam olakan Vlughter ini adalah seperti pada gambar berikut ini. Dari gambar tersebut kita lihat bahwa kolam olakan Vlughter ini dilengkapi dengan ambang hilir yang tingginya sebesar a dan panjangnya 2a. Kolam olakan Vlughter ini hanya boleh digunakan untuk D ( jarak antara mercu ke kolam olakan ) sampai 8 meter dan besarnya Z ( perbedaan tinggi energi dihulu dan dihilir ) kurang dari 4,50 meter. Selain itu kolam olakan Vlughter ini hanya dapat digunakan untuk sungai yang tidak banyak membawa batu-batu yang besar. Bentuk hidrolis kolam olakan Vlughter ini dapat dihitung menurut rumus : Untuk :



4 z   10 3 H



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



121



D = L = R = 1,1 Z + 0,6 He



a  0,15 H e



Untuk :



He Z



1 z 4   3 H 3



D = L = R = 1,4 Z + 0,6 He



a  0,20 H e



He Z



Gambar 5.9. Kolam olakan Vlughter.



Berdasar penyelidikan laboratorium, kolam olakan Vlughter ini telah terbukti tidak handal untuk dipakai pada tinggi air hilir diatas dan dibawah muka air yang sudah diuji di Laboratorium. Karenanya kolam olakan Vlughter ini tidak lagi dianjurkan jika debit selalu mengalami fluktuasi misalnya pada bendung di sungai. Contoh Perhitungan : 1. Debit Banjir Rencana



= 661 m3/detik.



2. Lebar sungai



= 50 meter.



3. Ketinggian mercu



= + 382,55 meter.



4. Ketinggian dasar sungai



= + 379,20 meter.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



122



5. Ketinggian muka air banjir



= + 386,05 meter.



6. Jarijari mercu



= 2,50 meter.



7. Lebar kolam olakan



= 50 meter.



8. Tinggi energi ( ha ) H1



= 0,19 meter.



= ( 386,05 – 382,55 ) + 0,19 = 3,69 meter.



Z = ( 386,05 + 0,19 ) – 381,2 = 4,98 meter.



( Z adalah tinggi mercu dari dasar kolam olakan)



q = 661/50 = 13,22 ;



h



c



 3



13,22



2 



9,8



2 , 61 m .



Z/hc = 1,91  t = 2,4 . 2,61 + 0,4 . 4,98 = 8,25 m. a = 0,28 . 2,61  ( 2,61/4,98 ) = 0,53 m. Elevasi kolam olakan = 381,2 – t – a = 381,2 - 8,25 – 0,53 = 372,42 m. D = 382,55 – 372,42 = 10,13 meter. Kontrol terhadap air loncat : V1 



1  2 g  H1  Z  2 



V1 =  ( 2 . 9,81 . ( ½ . 3,69 + 4,98 ) = 11,57 m ; y1 = Q /( V1 x b ) = 661/( 11,57 . 50 ) = 1,15 ; Fr = 11,57/(9,8 . 1,15) = 3,42 ; y2 



1,15 [ 1  8 . 3 , 42 2  1 ]  5 ,01 m . 2



t + a = 8,25 + 0,53 = 8,78 ternyata t + a lebih besar dari y2 sehingga air loncat agak bergeser kehulu, sehingga aman. Dari grafik 5.5 untuk Fr = 3,42 didapat L/ y2 = 5,6 sehingga L = 5,6 . 5,01 = 28,05 meter. Ternyata kolam olakan Vlughter kurang panjang.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V 2.3



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



123



Kolam olakan USBR. United



States



Department



of



Interior,



Bureau



of



Reclamation ( USBR ),



mengembangkan kolam olakan yang menganut prinsip air loncat, namun untuk memperpendek panjang kolam olakan, kolam olakan dilengkapi dengan blok-blok serta gigi untuk memperbesar gesekan. Ada 4 type yang penggunaannya terutama tergantung pada bilangan Freude aliran dikaki bendung. Type I : Type ini digunakan untuk bilangan Freude dibawah 2,5. Karena air loncat yang terjadi pada bilangan Fruede ini berupa air loncat yang lemah, maka untuk aliran seperti ini belum diperlukan blok-blok atau gigi. Pada kolam olakan type ini peredaman energi semata-mata dilakukan oleh proses air loncat. Yang penting adalah muka air hilir masih lebih tinggi dari muka air kedalaman berpasangan dan panjang kolam olakan masih lebih panjang dari panjang air loncat. Type II : Type ini digunakan untuk bilangan Freude diatas 4,5, dengan kecepatan dikaki bendung tidak lebih dari 50 feet per detik ( sekitar 15 meter perdetik ). Type ini dilengkapi ambang bergerigi ( dentated sill ) dan blok luncur ( chute block ), untuk mengurangi panjang kolam olakan. Namun demikian peredaman energi terutama masih mengandalkan terbentuknya air locat. Gambaran kolam olakan USBR Type II ini adalah seperti pada gambar berikut ini. Gambar 5.10



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



Kolam olakan USBR Type II.



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



124



Dalam gambar tersebut, d1 adalah kedalaman aliran dikaki bendung dan d2 adalah kedalaman berpasangan dari d1. Ukuran blok luncur disesuaikan dengan tinggi kedalaman aliran



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



dikaki bendung ( d1 ), sedangkan



125



ukuran ambang hilir yang bergerigi disesuaikan dengan



besarnya kedalaman berpasangan ( d2 ). Kedalaman air hilir ( tail water depth ) harus lebih tinggi 5 % dari kedalaman berpasangan untuk keamanan terhadap gerusan hilir, atau TW/d2 = 1,05. Sedangkan panjang kolam olakan, tergantung pada besarnya bilangan Freude dan dapat dihitung berdasar grafik C, yang dinyatakan dalam perbandingannya terhadap kedalaman berpasangan ( d2 ). Type III. Kolam olakan type ini juga untuk bilangan Freude diatas 4,5, tapi untuk kecepatan dikaki bendung kurang dari 50 feet per detik atau 15 meter perdetik. Gambar 5.9 Kolam olakan USBR Type III.



Type ini juga dilengkapi dengan blok luncur ( chute block ), namun ambang hilir dibuat masif tidak bergerigi. Selain itu kolam olakan type ini, dilengkapi pula dengan blok halang ( baffle block ) ditengah kolam sejajar dengan ambang hilir. Seperti yang nampak pada gambar berikut ini. Muka air hilir pada type ini diambil sama dengan muka air kedalaman berpasangan atau TW/d 2 = 1.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



126



Tinggi dan jarak blok muka atau blok luncur pada type ini sama ukurannya dengan blok luncur pada Type II. Namun tinggi ambang hilir (h 4), tingginya tergantung dari besarnya kedalaman berpasangan. Demikian pula ukuran-ukuran blok halang ( baffle block ), juga tergantung pada tingginya kedalaman berpasangan. Hubungan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini. Gambar 5.10



Grafik kolam olakan USBR type III



Dengan adanya balok halang tersebut, maka peredaman energi tidak hanya mengharapkan oleh terbentuknya air loncat tapi juga oleh gesekan yang terjadi gesekan akibat adanya blok halang. Karena gesekan pada kolam olakan type ini mengharapkan benturan aliran pada balok halang ( baffle block ), maka kolam olakan type ini tidak dapat digunakan untuk kecepatan aliran dikaki bendung yang tinggi. Kecepatan yang diijinkan hanya sampai 50 feet per detik atau 15 meter perdetik. Panjang kolam olakan pada berbagai bilangan Freude dapat dilihat pada grafik berikut ini. Dibanding dengan USBR Type II, kolam olakan type III ini lebih pendek karena adanya balok halang ( baffle blok ). Type IV.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



127



Kolam olakan type ini digunakan untuk bilangan Freude antara 2,5 sampai 4,5. Seperti yang telah dibahas terdahulu, air loncat yang terbentuk pada bilangan Freude ini merupakan air loncat yang berosilasi, maka pembentukan air loncat disini belum sempurna. Kolam olakan ini mirip dengan kolam olakan type II, nahya bedanya ambang hilir pada type ini tidak bergerigi tapi masih seperti pada type III. Dibanding dengan type II maupun III, jarak balok muka atau balok luncur lebih jarang, namun lebih tinggi. Karena dikhawatirkan terjadi penyapuan ( sweep-out ) pada bagian hilir, muka air hilir pada kolam olakan ini harus lebih tinggi 10 % dibanding dengan muka kedalaman berpasangan, atau TW/d2 = 1,1.Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini. Sedangkan panjang kolam olakan dapat diambil dari grafik berikutnya. Gambar 5.11



Gambar kolam olakan USBR Type IV.



Contoh Perhitungan.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



1. Debit Banjir Rencana



= 661 m3/detik.



2. Lebar sungai



= 50 meter.



3. Ketinggian mercu



= + 382,55 meter.



4. Ketinggian dasar sungai



= + 379,20 meter.



5. Ketinggian muka air banjir



= + 386,05 meter.



6. Jarijari mercu



= 2,50 meter.



7. Lebar kolam olakan



= 50 meter.



8. Tinggi energi ( ha ) H1



128



= 0,19 meter.



= ( 386,05 – 382,55 ) + 0,19 = 3,69 meter.



Z = ( 386,05 + 0,19 ) – 381,2 = 4,98 meter V1 =  ( 2 . 9,8 . ( ½ . 3,63 + 4,98 ) = 11,57 m ; y1 = Q /( V1 x b ) = 661/( 11,57 . 50 ) = 1,15 Fr = 11,5/(9,8 . 1,15) = 3,42 ; y2 



1,15 [ 1  8 . 3 , 42 2  1 ]  5 ,01 m . 2



Untuk bilangan Froude sebesar itu maka kolam olakan yang digunakan adalah USBR Type IV. Dari gambar 5.13 kita ambil : tinggi gigi = 2,50 m sedangkan jarak gigi diambil 2 meter dan jarak gigi 5 meter seperti pada gambar berikut ini. Sedangkan panjang air loncat untuk bilangan Froude 3,42 didapat L/d2 = 5,45 sehingga panjang kolam olakan = 5,45 x 5,01 = 27,3 meter. Dibanding dengan panjang air loncat dari grafik V.5. untuk Fr = 3,42 didapat L/ y2 = 5,6 sehingga L = 5,6 . 5,01 = 28,05 meter. Ternyata kolam olakan USBR dengan adanya gigi dan blok lebih pendek dari panjang kolam olakan. Gambar 5.12



Gambar hasil contoh perhitungan kolam olakan USBR Type IV.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



2.4



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



129



Kolam olakan SAF. Kolam olakan SAF ( Saint Anthony Fall ), telah dikembangkan oleh Laboratorium



Hidrolika Terjunan St. Anthony, Universitas Minnesota untuk dipergunakan pada struktur drainasi kecil, seperti yang dibangun oleh Badan Konservasi Tanah Amerika Serikat. Data-data mengenai rancangan ini didapatkan dari penemunya Balisdell adalah sebagai berikut : 1. Panjang kolam olakan untuk bilangan Freude antara Fr = 1,7 dan Fr = 17 dihitung dari persamaan : LB = 4,5 y2 /Fr0,26. 2. Tinggi blok luncur ( chute block ) dan blok lantai adalah sama dengan kedalaman aliran dikaki bendung = y1 , sedangkan lebar dan jaraknya sekitar 0,75 y1. 3. Jarak ujung hulu kolam olakan sampai ke blok lantai adalah LB /3. 4. Tidak ada blok yang diletakkan dengan jarak ke dinding samping lebih kecil dari 3/8 y1. 5. Blok-blok dasar harus diletakkan ke arah hilir darilubang di antara blok-blok luncur saluran curam. 6. Blok dasar harus meliputi antara 40 sampai 55 % lebar kolam olakan. 7. Lebar dan selang blok-blok dasar untuk kolam olakan pembagi harus diperbesar sebanding dengan pertambahan lebar kolam olakan pada blok dasar. 8. Tinggi ambang ujung adalah setinggi c = 0,007 y2 dimana y2 adalah kedalaman berpasangan teoritis dari y1.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



130



9. Tinggi muka air hilir dari dasar kolam adalah y2', dihitung berdasar rumus y2' = ( 1,10 - Fr2/120 ) y2 untuk Fr = 1,7 sampai 5,5. y2' = 0,85 y2 untuk Fr = 5,5 sampai 11. y2' = ( 1,10 - Fr2/800 ) y2 untuk Fr = 11 sampai 17. 10. Tinggi dinding samping lebih tinggi dari muka air hilir maksimum berlaku selama umur komstruksi, diambil sebesar z = 1/3 y2. 11. Dinding sayap harus sama tinggi dengan dinding samping kolam olakan. Puncak dinding sayap harus mempunyai kemiringan 1 : 1. 12. Dinding sayap harus membentuk sudut 45o dengan sumbu outlet. 13. Dinding samping kolam olakan dapat diletakkan sejajar ( pada kolam olakan persegi panjang ) atau dapat menyempit sebagai perpanjangan dari dinding peralihan samping ( pada kolam olakan trapesium ). 14. Dinding pondasi hilir ( cut-off wall ) pada kedalaman nominal, harus diletakkan pada ujung kolam olakan. 15. Pengaruh masuknya udara diabaikan pada perancangan kolam olakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG Gambar 5.13



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



Kolam olakan type SAF.



131



BAB V



3 3.1



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



132



Peredam Energi Bak Tenggelam. Jenis bak tenggelam. Ada dua jenis bak tenggelam : a. Bak tenggelam padat ( Solid bucket ). Bak ini mempunyai satu lengkungan dengan jari-jari R dan ambang yang mempunyai



kemiringan 1 : 1 dan tinggi 0,6 R. b. Bak tenggelam bercelah ( Slotted Bucket ). Bak tenggelam ini selain mempunyai lengkungan dengan jari-jari R, juga dilengkapi dengan gigi-gigi yang lebarnya 0,125 R dan berjarak 0,05 R, serta dihilir gigi ini masih ada bidang miring selebar 0,5 R. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 5.16. Bentuk dari bak tenggelam.



Sedangkan pusaran yang terjadi pada bak tenggelam ini ada dua : a. Pusaran pertama : Pusaran permukaan. Pusaran ini terjadi diatas lengkungan bak, bergerak berlawanan dengan jarum jam dan mengarah keatas. b. Pusaran kedua : Pusaran dasar. Pusaran ini terjadi dihilir bak, bergerak searah jarum jam dan mengarah kebawah. Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini. Gambar 5.17. Pusaran yang terjadi pada bak tenggelam.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



133



Seperti yang kita lihat pada gambar diatas, maka bentuk pusaran pada kedua jenis bak pada dasarnya sama, hanya ada sedikit perbedaan : Pada bak padat : Aliran meninggalkan lengkungan bak kearah atas dengan kecepatan tinggi, sehingga menimbulkan gelembung-gelembung udara pada permukaan air. Pusaran dasar yang terjadi akan cukup kuat menarik material lepas yang ada didasar sungai kearah udik menuju bak, tetapi material ini akan dikembalikan lagi oleh pusaran permukaan kearah hilir sehingga dengan demikian keadaan dasar sungai tetap stabil. Pada bak bercelah : Aliran meninggalkan lengkungan bak melalui celah-celah gigi dengan sudut yang lebih datar, dan hanya sebagian dari aliran yang berkecepatan tinggi yang sampai kepermukaan air, sehingga aliran yang berkecepatan tinggi ini tidak terkonsentrasi dan hal ini mengakibatkan aliran dihilir menjadi lebih tenang. Penggunaan bak padat membawa kerugian yaitu tergerusnya ambang oleh material yang hanyut keudik, sedangkan aliran yang berkecepatan tinggi yang sampai kepermukaan akan menghasilkan pusaran-pusaran vertikal yang dapat merusak tebing sungai. Sedangkan penggunaan bak bercelah walaupun peredaman energinya menjadi lebih baik, tetapi pada kedalaman air hilir dibawah minimum, akan terjadi penggerusan agak jauh dihilir bak. Demikian pula kalau aliran sungai tersebut membawa butiran batu, maka butir-butir batu tersebut akan merusak gigi-gigi dari bak bercelah tersebut. 3.2



Dasar perencanaan bak bercelah. Menurut USBR dalam bukunya " Design of Small Dam ", dasar perencanaan bak bercelah



ini, bertolak dari kenyataan bahwa aliran melalui bak bercelah pada berbagai keadaan muka air hilir, adalah seperti digambarkan pada gambar berikut ini. Gambar 5.18



Kondisi A terjadinya gerusan pada bak tenggelam.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



134



Pada kondisi ini muka air hilir tidak cukup tinggi sehingga lebih rendah dari muka air hilir, sehingga aliran terlempar keluar bak dan pusaran permukaan permukasan maupun pusaran dasar tidak terbentuk. Akibatnya terjadi aliran yang cukup deras sehingga menimbulkan gerusan dihilir. Kalau kedalaman muka air hilir bertambah lagi maka timbul keadaan yang tidak stabil dimanapenggerusan dan penimbunan terjadi bergantian. Kondisi yang diharapkan adalah kondisi B berikut ini. Gambar 5.14



Kondisi B terjadinya gerusan pada bak tenggelam.



Pada kondisi ini pusaran dasar maupun pusaran permukaan terjadi dengan sempurna. Dan kalau kedalaman air hilir bertambah terus, maka akan terjadi aliran curam. Pada kondisi ini pancaran yang dihasilkan bak tidak segera naik keatas, tapi menghasilkan aliran curam yang menggerus dasar sungai dihilir bak. Keadaan ini menghasilkan aliran seperti kondisi C dan D berikut ini. Gambar 5.15



Kondisi C terjadinya gerusan pada bak tenggelam.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



Gambar 5.16



135



Kondisi D terjadinya gerusan pada bak tenggelam.



Dari keempat kondisi tersebut, kondisi B merupakan kondisi yang harus dapat dicapai. Untuk itu bak bercelah ini harus direncanakan agar pada setiap debit yang mungkin terjadi, baik maximum atau minimum, maupun debit-debit diantaranya, memenuhi kriteria sebagai berikut :



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



1.



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



136



Bak harus mempunyai jari-jari kelengkungan ( R ) lebih besar dari jari-jari minimum ( Rmin ) yang besarnya tergantung dari besarnya enersi ( E t ) dan bilangan Freude ( Ft ) dari aliran yang jatuh di kaki bendung.  V2  Et  dt   1  ;  2g 



Ft  V1



 g.d 1 



dimana dt adalah kedalaman aliran dikaki bendung. Besarnya jari-jari minimum pada berbagai harga Et dan Ft seperti pada grafik (d) pada grafik kriteria perencanaan untuk bak bercelah berikut ini. 2. Muka air hilir harus lebih dalam dari kedalaman yang mengakibatkan terjadinya gerusan dihilir ( tailwater sweep out depth ). Untuk itu maka muka air hilir harus lebih tinggi dari elevasi Ts, sedangkan harga Ts dapat diambil dari grafik (c) dari grafik berikut ini, dalam hubungan Tmin/dt dengan R/Et pada berbagai harga Ft.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG Gambar 5.17



Grafik Kriteria Perencanaan untuk bak bercelah.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



137



Irigasi dan Bangunan Air II.



3. Selain itu elevasi muka air hilir ini juga harus lebih tinggi dari elevasi muka air hilir minimum ( Tmin) agar kondisi Bdiatas dapat tercapai. Harga T min ini dapat diambil dari grafik (b) dari grafik 5.22 berikut ini untuk berbagai harga Ft. 4. Akan tetapi muka air hilir itu juga tidak boleh lebih tinggi dari air maksimum yang mengakibatkan gerusan dihilir bak, seperti keadaan C dan D diatas. Harga T max ini dapat diambil dari grafik (a) dari grafikV.16 berikut ini, dalam hubungan T max/dt dengan R/Et pada berbagai harga Ft.



Grafik kriteria perencanaan bak bercelah seperti yang dimaksud diatas adalah seperti pada gambar 5.22. Dari grafik tersebut dapat dilihat : Grafik (a) : Batas maksimum muka air hilir. Grafik (b) : Batas minimum muka air hilir. Grafik (c) : Kedalaman yang mengakibatkan gerusan dihilir. Grafik (d) : Jari-jari minimum. Keadaan muka air yang disyaratkan tersebut, dapat digambarkan seperti gambar berikut ini .



Gambar 5.18



Kondisi muka air yang disyaratkan.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



139



Seperti yang kita lihat pada grafik diatas, grafik tersebut hanya dapat digunakan pada bilangan Freude yang cukup tinggi. Untuk jari-jari minimummisalnya, bilangan Freude terendah adalah 3 sedangkan untuk Ts, Tmin dan Tmax harga Ft paling kecil adalah 2,1. Dengan demikian grafik tersebut tidak dapat digunakan pada bilangan Freude yang rendah. 3.3



Perencanaan Bak Tenggelam type Padat. Menurut Standar Perencanaan Irigasi yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal



Pengairan, bak tenggelam type padat ini sangat berhasil digunakan pada bendung-bendung rendah. Kriteria perencanaanya, diambil dari bahan-bahan oleh Peterka dan hasil-hasil penyelidikan dengan model. Bahan ini telah diolah oleh Institut Teknik Hidrolika di Bandung guna menghasilkan serangkaian kriteria perencanaan untuk kolam dengan tinggi enersi rendah ini. Parameter-parameter dasar untuk perencanaan tipe bak tenggelam sebagaimana diberikan oleh USBR ( Peterka, 1974 ), sulit diterapkan bagi perencanaan bendung dengan tinggi energi rendah. Oleh sebab itu, parameter-parameter dasar ini seperti jari-jari bak, tinggi energi dan kedalaman air telah dirombak kembali menjadi parameter-parameter tanpa dimensi dengan membaginya dengan kedalaman kritis : hc 



3



q2 g



dimana : hc



= kedalaman air kritis, m.



q



= debit per satuan lebar, m3/dt.m.



g



= percepatan gravitasi, sekitar 9,8 m/dt. Gambar 5.19



Kriteria perencanaan bak tenggelam padat.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



139



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



140



a. Jari-jari minimum yang diijinkan ( Rmin ). Besarnya jari-jari minimum yang diijinkan dapat ditentukan berdasar gambar berikut ini, dimana grafik ini merupakan penggabungan antara kriteria USBR ( yang dinyatakan dengan garis menerus ) dandan hasil penyelidikan oleh IHE ( yang dinyatakan sebagaiu garis putus ). Penggabungan ini dilakukan karena USBR tidak memberikan hasil percobaan untuk harga H/hc dibawah 2,5. Grafik berikut ini memberikan kriteria yang bagus untuk jari-jari minimum bak yang diijinkan bagi bangunan-bangunan dengan tinggi energi rendah. Gambar 5.20



Grafik R minimum perencanaan bak tenggelam padat.



b. Batas minimum tinggi muka air hilir. Batas minimum tinggi muka air hilir dapat ditentukan berdasar gambar berikut ini, dimanagrafik untuk harga H/hc diatas 2,4 garis tersebut merupakan "envelope" batas tinggi air hilir yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air hilir untuk bak tenggelam type padat. Dibawah H/hc = 2,4 garis tersebut menggambarkan kedalaman konyugasi ( berpasangan ) suatu loncatan air. Dengan pertimbangan bahwa kisaran harga H/hc yang kurang dari 2,4 Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



140



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



141



berada diluar jangkauan percobaan USBR, maka diputuskanlah untuk mengambil kedalaman konyugasi ( berpasangan ) sebagai kedalaman muka air hilir dari bak untuk harga H/h c yang lebih kecil dari 2,4. Gambar 5.21



3.4



Grafik kedalaman muka air hilir bak tenggelam padat.



Contoh Perhitungan Bak Tenggelam Padat. Untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai uraian diatas, maka berikut ini



dicoba diterapkan cara perhitungan tersebut diatas kedalam suatu masalah sebagai berikut :



Suatu bendung dengan bentuk mercu bulat ala DPMA, dengan lebar bendung 40 meter mengalirkan debit pada berbagai tinggi muka air udik bendung sebagai berikut : Tinggi air udik ( m )



3,50



2,70



1,87



1,25



Debit persatuan lebar ( m3/dt.m ) Debit total (m3/dt )



15



9



4,5



2



600



360



180



80



Sedangkan kedalaman air sungai dihilir bendung, dengan elevasi dasar sungai setinggi + 376,5 pada berbagai harga debit tersebut adalah sebagai berikut ini. Daftar 5.2. Kondisi aliran untuk contoh perhitungan. Debit ( m3/dt )



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



600



360



180



80



141



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



142



Kedalaman air hilir ( m).



4,7



3,7



2,6



1,7



Elevasi muka air hilir ( m ).



381,2



380,2



379,1



378,2



Dalam perencanaan kolam olakan dengan bak tenggelam padat, diambil tinggi mercu + 382,55 meter. a. Perencanaan bak tenggelam padat. Daftar 5.3. Perhitungan perencanaan bak tenggelam padat. No.



Perhitungan



I



II



III



IV



1.



Debit total bendung (m3/dt )



600



360



180



80



2.



Tinggi air diatas mercu ( m )



3,50



2,70



1,87



1,25



3.



Debit per satuan lebar q ( m3/dt.m )



15



9



4,5



2



4.



Elevasi muka air udik ( m)



386,0 385,2 384,4 383,80 5



5. 6. 7.



Elevasi muka air hilir ( m ) Tinggi tekan : H ( m ) (4 – 5 )



Kedalaman kritis :



3



q



2



/ g



5



2



381,2 380,2 379,1 378,20 0



0



0



4,85



5,05



5,32



5,60



2,84



2,02



1,27



0,74



8.



H/hc = (5) / (6)



1,71



2,50



4,20



7,57



9.



Rmin/hc ( dari grafik )



1,55



1,60



1,65



1,60



10.



Jari-jari bak : R = (7) x (9) (m).



4,50



3,24



2,10



1,184



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



142



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



11.



Tmin/hc ( dari grafik )



2,1



2,5



2,7



3,4



12.



Tmin = (7) x (11)



5,96



5,05



3,43



2,52



13.



(m)



Elevasi Tmin ( m).



143



380,4 379,5 377,9 377,02 6



Penjelasan. 1. Debit total bendung (m3/dt ) Debit total bendung ini, baik yang melimpah diatas mercu maupun yang melimpah diatas pintu bilas, ditinjau dari beberapa kemungkinan dengan debit tertinggi sebesar debit banjir rencana. 2. Tinggi air diatas mercu ( m ). Tinggi air diatas mercu ini sesuai dengan debit total pada butir 2. 3. Debit per satuan lebar q ( m3/dt.m ). Dari hasil perhitungan tersebut diatas, kita melihat bahwa untuk semua debit yang mungkin, elevasi muka air hilir selalu lebih tinggi dari elevasi Tmin sehingga memenuhi syarat. Gambar dari perhitungan tersebut adalah sebagai berikut. Gambar 5.22



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



Hasil perhitungan bak padat.



143



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



144



Perencanaan bak tenggelam bercelah.



3.5



Sedangkan pada bak tenggelam bercelah diambil tinggi mercu + 388,55 meter. Dari hasil perhitungan dibawah ini kita lihat bahwa untuk debit 80 m3/dt, bilangan Freude yang terjadi cukup besar, sehingga tidak tercakup dalam grafik yang tersedia. Tapi dari berbagai debit yang kita coba, dapat diyakini bahwa elevasi muka air hilir selalu lebih tinggi dari Ts maupun Tmin yang disyaratkan sehingga memenuhi syarat. Begitu pula terhadap T max, ternyata dari perhitungan dibawah ini, muka air hilir selalu lebih rendah dari Tmax sehingga memenuhi syarat. Kalau dari perhitungan dengan cara dibawah ini ternyata muka air hilir lebih tinggi dari Tmax, maka elevasi dasar lengkungan bak kita turunkan. Sebaliknya kalau muka air hilir ternyata lebih rendah dari Ts atau Tmin, maka elevasi dasar lengkungan kita naikkan. Daftar V.3. Perhitungan perencanaan bak tenggelam bercelah. No.



Perhitungan



I



II



III



IV



1.



Debit yang melimpah mercu Q (m3/dt)



600



360



180



80



2.



Tinggi air udik diatas mercu (m )



3,50



2,70



1,87



1,25



3.



Debit persatuan lebar q ( m3/dt.m)



15



9



4,5



2



4.



Elevasi muka air udik (m)



392,0 391,8 390,3 389,75



5.



Elevasi muka air hilir ( m )



0 0 7 378,20 381,2 380,2 379,1 0



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



0



0 144



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



145



6.



Tinggi tekan : z = (4) - (5)



10,85 11,05 11,30 11,60



7.



Kecepatan dikaki bendung : Vt (m )



14,58 14,72 14,88 15,08



8.



Kedalaman dikaki bendung : dt ( m )



1,03



0,61



0,30



0,13



9.



Bilangan Freude : Ft (m )



4,59



6,02



8,7



13,4



10.



Tinggi energi khas : Et (m)



11,87 11,66 11,60 11,73



11.



R/Et dari grafik untuk Ft dari (9)



0,36



12.



Jari-jari minimum : R = (10) x (11)



4,27



13.



Jari-jari ditetapkan : R ( m)



4,50



14.



R / Et dengen R dari (13)



0,38



0,39



0,39



15.



Ts/dt dari grafik (a)



6,5



8,50



14



16.



Ts : (8) x (18) (m)



6,70



5,19



4,20



17.



Elevasi Ts ( m)



381,1 378,6 377,7



18.



Tmin/dt dari grafik (b)



0 7,1



8 9,5



0 15,5



19.



Tmin : (8) x (19) (m)



7,3



5,8



4,65



20.



Elevasi Tmin (m)



21.



Tmzx/dt dari grafik (a)



08



0 15



5 50



22.



Tmax : (8) X (21) (m)



6,24



7,15



13,05



23.



Eelevasi Tmax (m)



381,7 382,6 388,5



0,38



380,8 379,3 378,1



Gambar yang kita dapat dari perhitungan tersebut4 adalah5sebagai0 berikut. Gambar 5.28. Hasil perhitungan bak bercelah.



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



145



BAB V



PERENCANAAN MERCU BENDUNG



Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II



146



146