Bab Full-Kian [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE DENGAN INTERVENSI INOVASI BILAS MULUT DENGAN OBAT KUMUR DAN MENGUNYAH PERMEN KARET TERHADAP PENURUNAN RASA HAUS DI RUANG HEMODIALISA RSUD A.W. SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016



KARYA ILMIAH AKHIR NERS Diajukan sebagai salah syarat memperoleh gelar Ners Keperawatan



Disusun Oleh: Anna Norwan, S.Kep. NIM. 15.113082.5.0166



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH SAMARINDA 2016



i



SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN



Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama



: Anna Norwan, S.Kep.



NIM



: 15.113082.5.0166



Program Studi



: Profesi Ners



Judul KIA-N



: Analisis praktek klinik keperawatan pada pasien



chronic kidney disease (CKD) dengan intervensi inovasi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet di ruang hemodialisa rsud abdul wahab sjahranie samarinda tahun 2016. Menyatakan bahwa karya ilmiah akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.



Samarinda, 10 Agustus 2016 Mahasiswa



Anna Norwan, S.Kep. NIM. 15.113082.5.0166



ii



LEMBAR PERSETUJUAN



ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI INOVASI BILAS MULUT DENGAN OBAT KUMUR DAN MENGUNYAH PERMEN KARET TERHADAP PENURUNAN RASA HAUS DI RUANG HEMODIALISA RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016.



KARYA ILMIAH ALHIR NERS



Disusun Oleh: Anna Norwan, S.Kep. 15.113082.5.0166



Disetujui untuk diujikan Pada tanggal, 10 Agustus 2015



Pembimbing



Ns. Ni Wayan Wiwin, S.Kep, M.Pd NIDN. 1114128602



Mengetahui, Koordinator Mata Kuliah Elektif



iii



Ns. Siti Khoiroh Muflihatin, M.Kep NIDN. 1115017703



LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI INOVASI BILAS MULUT DENGAN OBAT KUMUR DAN MENGUNYAH PERMEN KARET TERHADAP PENURUNAN RASA HAUS DI RUANG HEMODIALISA RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016.



KARYA ILMIAH ALHIR NERS



Disusun Oleh: Anna Norwan, S.Kep. 15.113082.5.0166



Diseminarkan dan Diujikan Pada tanggal, 10 Agustus 2015



Penguji I



Ns. Suprayetno, S.Kep. NIP. 19730714 199603 1002



Penguji II



Ns.Enok Sureskiarti, M.Kep. NIDN. 1119018202



Mengetahui, Program Studi S1 Keperawatan



iv



Penguji III



Ns. Ni Wayan Wiwin, S.Kep, M.Pd. NIDN. 1114128602



Ns. Siti Khoiroh Muflihatin., M.Kep NIDN. 1115017703 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas anugerah, rahmat, dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) dengan judul “Analisis praktek klinik keperawatan pada pasien chronic kidney disease (CKD) dengan



pemberian



intervensi inovasi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet terhadap penurunan rasa haus di ruang Hemodialisa RSUD A.W Sjahranie Samarinda 2016”. Penulisan laporan karya ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Samarinda. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan serta bimbingan yaitu kepada: 1.



Bapak Ghozali MH., M. Kes., selaku ketua STIKES Muhammadiyah Samarinda yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan.



2.



Bapak dr. Rachim Dinata Marsidi, Sp.B., FINAC., M.Kes., selaku Direktur RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.



3.



Ibu Ns. Siti Khoiroh Muflihatin, M.Kep., selaku ketua Program Studi Profesi Ners STIKES Muhammadiyah Samarinda.



v



4.



Bapak Ns. Suprayetno S.Kep., selaku Perseptor Klinik sekaligus Penguji I yang senantiasa memberikan masukan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.



5.



Ibu Ns. Enok Sureskiarti M.Kep selaku Penguji II yang senantiasa memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.



6.



Ibu Ns. Ni Wayan Wiwin M.Pd, selaku Perseptor, Pembimbing, dan Penguji III yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, serta masukan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.



7.



Bapak Mulyono SST., selaku Kepala Ruangan Intensive Cardiac Care Unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.



8.



Seluruh staf Dosen dan petugas Perpustakaan STIKES Muhammadiyah Samarinda yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian laporan ini.



9.



Kedua orang tua saya bapak Irwansyah dan Ibu Norhayati Terima kasih untuk doa, dukungan dan cinta yang telah kalian berikan kepada saya. KIAN ini bisa selesai dengan baik berkat doa dan ridho kalian. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bapak dan mama umur yang berkah, kesehatan, serta dimurahkan rejekinya.



10.



Seluruh teman-teman STIKES Muhammadiyah Samarinda Progam Profesi Ners Angkatan III yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih untuk kebersamaan, pertemanan, dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Semoga kita semua bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi keluarga, bangsa, dan agama. Amin.



vi



Semoga Allah SWT memberikan kemurahan atas segala budi baik yang telah diberikan. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin demi kesempurnaan penyusunan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini, namun masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat secara maksimal untuk semua pihak dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Wassalammu’alaikum Wr.Wb



Samarinda, 10 Agustus 2015



Penulis



vii



ANALISIS PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN INTERVENSI INOVASI BILAS MULUT DENGAN OBAT KUMUR DAN MENGUNYAH PERMEN KARET TERHADAP PENURUNAN RASA HAUS DI RUANG HEMODIALISA RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA TAHUN 2016.



Anna Norwan1, Ni Wayan Wiwin2



INTISARI Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir adala tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti . Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini bertujuan untuk menganalisis intervensi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet terhadap penurunan rasa haus pada klien CKD. Hasil analisis menunjukkan adanya penurunan rasa haus yang signifikan saat diberikan intervensi inovasi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet dengan melihat 4 indikator yaitu hasil observasi membrane mukosa, observasi keluhan subyektif rasa haus, monitor BB Diantara dua waktu HD, dan hasil monitor produksi saliva. Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan utama di rumah sakit dapat melakukan intervensi inovasi ini dan pendidikan kesehatan pada klien dengan CKD berupa bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet. Kata kunci : gagal ginjal kronik (GGK), bilas mulut dengan obat kumur, mengunyah permen karet.



1. Mahasiswa Ners Keperawatan STIKES Muhammadiyah Samarinda 2. Dosen STIKES Muhammadiyah Samarinda



viii



ANALYSIS OF THE CLINICAL PRACTICE OF NURSING ON PATIENTS OF CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) AND INNOVATION INTERVENTIONSRINSE MOUTH WITH MOUTHWASH AND CHEWING GUM AGAINST A DECLINE IN THE THIRST HEMODIALISA ABDUL WAHAB SJAHRANIE HOSPITAL SAMARINDA Anna Norwan1, Ni Wayan Wiwin2



ABSTRACT Chronic renal failure (GGK) is a clinical syndrome caused by a decrease in kidney function that is chronically progressive, take place, and it is quite advanced. This happens when the glomerular filtration rate (LFG) of less than 50 mL/min. Chronic renal failure in accordance with stages can be mild, moderate or severe. End stage renal failure was the level of kidney failure that can lead to death unless a replacement therapy performed. The scientific work of the end the Ners (KIAN) aims to analyse the intervention rinse your mouth with mouthwash and chewing gum against the decline of thirst on CKD clients. The results of the analysis showed a significant decrease of thirst when given intervention innovation rinse mouth with mouthwash and chewing gum with the sight of 4 indicators i.e mucous membrane observations, observations of subjective complaints, monitors weight between two time HD, monitor results and production of saliva. Nurses as primary health care givers at hospitals can do this innovation interventions and health education on the client with CKD be rinse your mouth with mouthwash and chewing gum. Keywords



: Chronic renal failure, decline of thirst, rinse mouth with mouthwash, chewing gum.



1. Student of Ners Professional of STIKES Muhammadiyah Samarinda 2. Lecturer of STIKES Muhammadiyah Samarinda



ix



DAFTAR ISI Halaman Judul.........................................................................................................



i



Halaman Pernyataan Keaslian Penelitian................................................................



ii



Halaman Persetujuan ...............................................................................................



iii



Halaman Pengesahan ..............................................................................................



iv



Kata Pengantar ........................................................................................................



v



Abstrak



................................................................................................................ viii



Daftar Isi ................................................................................................................



x



Daftar Tabel ............................................................................................................ xii Daftar Gambar ......................................................................................................... xiii Daftar Lampiran ...................................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................



1



A. Latar Belakang ................................................................................



1



B. Rumusan Masalah ...........................................................................



7



C. Tujuan Penulisan .............................................................................



7



D. Manfaat Penulisan ...........................................................................



8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 10 A. Anatomi Fisiologi Ginjal ................................................................. 10 B. Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik ............................................ 15 C. Konsep Askep Chronic Kidney Disease.......................................... 23 D. Konsep Hemodialisa ........................................................................ 32 E. Haus ................................................................................................. 42 BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN ....................................................... 51



x



A. Pengkajian Kasus............................................................................. 51 B. Analisa Data .................................................................................... 57 C. Prioritas Masalah Keperawatan ....................................................... 58 D. Intervensi Keperawatan ................................................................... 59 E. Intervensi Inovasi ............................................................................ 61 F. Implementasi Keperawatan ............................................................. 63 G. Evaluasi Keperawatan ..................................................................... 63 BAB IV ANALISIS SITUASI ............................................................................ 70 A. Profil Lapangan Praktek .................................................................. 70 B. Analisis Masalah Keperawatan ....................................................... 71 C. Analisa Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait.............................................................................................. 78 D. Alternarif Pemecahan Masalah........................................................ 84 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 86 A. Kesimpulan ...................................................................................... 86 B. Saran ................................................................................................ 88 DAFTAR PUSTAKA



xi



Daftar Tabel Tabel 2.1:



Intervensi Keperawatan Pada Pasien CKD ........................................ 29



Tabel 2.2:



Thirst Distres Scale ............................................................................ 49



Tabel 2.3:



Dialysis Thirst Inventory ................................................................... 50



Tabel 3.1:



Hasil kimia darah ............................................................................... 57



Tabel 3.2:



Analisa data masalah keperawatan .................................................... 51



Tabel 3.3:



Intervensi keperawatan ...................................................................... 59



Tabel 3.4:



Impelementasi Keperawatan .............................................................. 62



Tabel 3.5:



Observasi Membran Mukosa Mulut .................................................. 68



Tabel 3.5:



Hasil Observasi Keluhan Subyektif Rasa Haus ................................. 68



Tabel 3.6:



Hasil Monitor BB diantara dua waktu HD ........................................ 68



Tabel 3.7:



Hasil Monitor produksi Saliva ........................................................... 69



Tabel 3.8



Implementasi Keperawatan................................ ................................ 64



Tabel 3.9



Evaluasi Keperawatan........................................................................ 63



xii



Daftar Gambar Gambar 2.1: Anatomi Ginjal Tampak Depan ......................................................... 10 Gambar 2.2: Potongan Vertikal Ginjal. .................................................................. 11 Gambar 2.3: Bagian Mikroskopik Ginjal ............................................................... 12 Gambar 2.4 : pathway ............................................................................................. 18 Gambar 2.5 : Visual Analogy Scale .......................................................................... 49



xiii



Daftar Lampiran Lampiran 1:



SOP Mengunyah Permen Karet



Lampiran 2:



SOP Bilas Mulut dengan Obat Kumur



xiv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal adalah salah satu organ utama sistem perkemihan atau urinari (tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolism dari dalam tubuh. Fungsi ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi yaitu proses ginjal dalam menghasilkan urine, keseimbangan elektrolit, pemeliharaan keseimbangan asam basa, eritropoiesis yaitu fungsi ginjal dalam produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau mengatur kalsium dan fosfor, regulasi tekanan darah, eksresi sisa metabolic dan toksin (Price & Wilson, 2005, dalam Pangaribuan 2016). Oleh karena itu ginjal merupakan organ vital bagi manusia. Masalah kesehatan yang yang berhubungan dengan ginjal dari tahun ke tahun semakin meningkat. Salah satu masalah ginjal yang dihadapi oleh masyarakat di Negara maju maupun Negara berkembang adalah penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease). Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatakankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrilit sehingga menjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2005 dalam Pangaribuan, 2016). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yang berdampak pada masalah medic , ekonomik dan social yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, baik di



xv



negara-negara maju maupun di Negara-negara berkembang (Syamsiah, 2011). Kejadian dan prevalensi gagal ginjal yang terjadi terus meningkat, dan jumlah orang dengan gagal ginjal yang dirawat dengan dialysis dan tranplantasi diproyeksikan meningkat 340.000 di tahun 1999 dan 651.000 di tahun 2010 pada Amerika Serikat. Data yang lain menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 oranng Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis. Artinya 1140dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialysis. Prevalensi pasien ESRD sendiri berdasarkan data mortality WHO South East Asia Regioon pada tahun 2010-2012 prevalensi penyakit ginjal terdapat 250.217 jiwa (WHO, 2013), sedangkan menurut riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gagal ginjal kronik Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥75 tahun dengan 0,6% lebih tinggo daripada kelompok umur lain. Dimana Indonesia termasuk Negara dengan tingkat penderita gagal ginjal yang cukup tinggi. Soelaeman menyebutkan bahwa penyakit gagal ginjal merupakan penyakit diderita oleh satu dari 10 orang dewasa. Di ruang HD RSUD Abdul Wahab Sjahranie data pasien yang menderita gagal ginjal akut dari bulan Januari sampai Juni 2016 untuk penderita yang menggunakan jaminan BPJS PNS sebanyak 271 orang, BPJS sebanyak 589 orang, jamkesda 487 orang. Sedangkan jumlah bed yang tersedia di ruang HD RSUD Abdul Wahab Sjahranie sebanyak 30 bed dan dilengkapi dengan 30 mesin hemodialisa. Penatalaksanaan GGK dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya pengaturan diit, masukan kalori suplemen dan vitamin,



xvi



pembatasan asupan cairan, obat-obatan, terapi penggantian ginjal seperti transplantasi ginjal dan hemodialisis (HD). HD sendiri merupakan salah satu metode terapi yang digunakan untuk dapat mempertahankan fungsi ginjal yang stabil sehingga tidak mengalami kondisi penyakit yang semakin parah. Selain itu pengaturan cairan, obat-obatan, aktivitas fisik, perubahan gaya hidup seperti diit merupakan penatalaksanaan yang harus dipatuhi oleh pasien GGK (Hudak & Gallo, 2006). Di Indonesia hemodialisa 2 kali seminggu dengan setiap hemodialisa dilakukan selama 5 jam. Di Center dialysis yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama dialysis 4 jam (Tjokronegoro, 2001 dalam Rumondang, 2016). Pada gagal ginjal kronik fungsi renal akan menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya dieksresikan ke dalam urin tertimbun di dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glumerulo filtrate rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea, maupun vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada syaraf, terutama neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada penyakit gagal



xvii



ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dan tertahannya natrium dan cairan bias terjadi edema dan asites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Diet merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam penatalaksanaan pasien GGK yang menjalani hemodialisis. Beberapa sumber diet yang dianjurkan seperti karbohidrat, protein, kalsium, vitamin dan mineral, cairan dan lemak (Almaitser, 2006). Pasien GGK harus mematuhi diet maupun asupan cairan yang dikonsumsi. Apabila mereka tidak mematuhi hal ini, maka dapat mengakibatkan kenaikan berat badan yang cepat melebihi 5% edema, ronkhi basah dalam paru-paru, kelopak mata yang bengkak dan sesak nafas (Smeltzer & bare, 2002). Berbagai komplikasi dapat terjadi pada pasien GGK seperti edema, peningkatan berat badan, peningkatan tekanan darah, sesak nafas, mual, muntah serta gangguan jantung. Klien menjalani terapi HD sebagian besar harus mempertahankan pembatasan asupan cairan untuk mencegah terjadinya kelebihan cairan. Kelebihan cairan dapat meningkatkan Interdialytic Weight Gain (IDWG) atau penambahan berat badan terutama saat proses dialisis. Peningkatan berat badan yang ideal di antara dua waktu HD adalah 1,5 kg, Kimmel et al (2002, dalam Welas, 2011). Melalui pembatasan asupan cairan



xviii



ini maka resiko timbulnya komplikasi dapat ditekan. Namun menurut Bots et al (2005, dalam Yahrini, 2009) adanya pembatasan cairan ini dapat juga menimbulkan beberapa efek pada tubuh penderita, diantaranya ialah kekacauan hormonal, perubahan social psikologi, munculnya rasa haus dan suatu gejala berupa mulut kering akibat produksi kelenjar ludah yang berkurang (xerostomia). Menurut Solomon (2006) ada beberapa cara untuk mengurangi rasa haus pada pasien yang manjalani hemodialisis, diantaranya dengan frozen grapes, menyikat gigi, bilas mulut dengan obat kumur dingin (tidak ditelan), mengunyah permen karet atau perment mint atau permen bebas gula, dan menghisap es batu. Bilas mulut dengan obat kumur dingin slah satu tindakan mandiri keperawatan dalam mengatasi rasa haus yang dialami oleh pasien yang disebabkan adanya pengurangan jumlah cairan atau pembatasan intake cairan harian. Salah satu indicator yang dalam efektifitas penggunaan obat kumur adalah pengurangan rasa haus pada pasien yang dapat mengakibatkan kenaikan berat badan antara dua waktu hemodialisis (IDWG) tersebut sangat diperlukan, salah satunya dengan memberikan terapi komplementer berupa bilas mulut dengan obat kumur. Teknik bilas mulut dengan obat kumur dapat mengurangi jumlah cairan yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga IDWG akan lebih terkontrol. Apabila IDWG tidak terkontrol, maka akan timbul keluhan sesak nafas, asites, edema, dll. Pembatasan cairan seringkali sulit dilakukan oleh klien, terutama jika mereka mengkonsumsi obat-obatan yang



xix



membuat membrane mukosa kering seperti diuretic, sehingga menyebabkan rasa haus dank lien berusaha untuk minum. Hal ini karena kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lebih lama tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan (Potter & Perry, 2008). Diestimasi dari Index Medicius Gunggenheimer dan Moore (2003, dalam Yahrini, 2009). Salah satu cara untuk merawat mulut kering adalah mengunyah dengan baik sehingga merangsang kelenjar saliva untuk bekerja lebih baik, konsumsi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang lebih baik. Estimasi yang sama dikemukakan oleh Veerman dan kolega, (2005, dalam Barorotul, 2013) bahwa mengunyah permen karet merupakan terapi alternative yang dapat di berikan untuk merangsang kelenjar ludah atau terapi paliatif pada klien yang menjalani HD . Klien HD yang mengeluh sering haus di anjurkan untuk mengunyah permen karet rendah gula lebih banyak mengalami pengurangan rasa haus (60%) di bandingkan yang mendapat terapi saliva pengganti (15%). Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan wawancara yang dilakukan pada tanggal 20 dan 21 Juli 2016 oleh peneliti kepada 3 orang pasien yang sedang menjalani HD di Unit Hemodialisis RSUD Abdul Wahab Sjahranie, pada umumnya klien mengatakan mereka mengetahui harus membatasi cairan yang dikonsumsi, namun mereka mengakui bahwa hal itu agak sulit dikarenakan cuaca yang panas yang membuat mereka sering merasa haus dan minum dalam jumlah banyak. Pada saat mereka minum banyak, kenikan berat badan antara dua waktu hemodialisis juga akan meningkat.



xx



Berdasarkan dari data tersebut maka peneliti ingin memaparkan pelaksanaan asuhan keperawatan dengan penggunaan teknik bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet xylitol untuk mengurangi rasa haus pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. B. Perumusan Masalah Berdasarkan



latar



belakang,



dapat



dirumuskan



masalah



yang



berhubungan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien CKD yang menjalani hemodialisa dengan pembatasan cairan, maka penulis menarik rumusan masalah dalam Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini adalah sebagai berikut, “Bagaimanakan gambaran analisa pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien yang menjalani hemodialisis dengan penggunaan intervensi tehnik bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol terhadap penurunan rasa haus di Unit Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda?” C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) bertujuan untuk melakukan analisa terhadap kasus kelolaan pada klien dengan CKD dengan intervensi inovasi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol terhadap penurunan rasa haus di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.



xxi



2. Tujuan Khusus a. Menganalisis kasus kelolaan pada pasien dengan diagnose medis CKD yang menjalani hemodialisa b. Menganalisis intervensi pemberian terapi bilas mulut dengan obat kumur terhadap penurunan rasa haus pada pasien kelolaan c. Menganalisis intervensi pemberian terapi mengunyah permen xylitol terhadap penurunan rasa haus pada pasien kelolaan. D. Manfaat 1. Manfaat Aplikatif a. Inovasi ini diharapkan dapat digunakan bagi perawat untuk menggunakan teknik bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol untuk mengurangi rasa haus pasien yang mengalami hemodialisis. b. Teknik bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitot diharapkan dapat diaplikasikan oleh pasien maupun keluarga pasien sebagai salah satu alternative untuk mengatasi rasa haus yang sering dirasakan oleh pasien yang menjalani hemodialisis. 2. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi : a. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sumber informasi dan sebagai bahan masukan dalam kegiatan belajar mengajar tentang masalah keperawatan pasien CKD



xxii



b. Bagi Rumah Sakit Sebagai sumber informasi dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan praktik pelayanan keperawatan khususnya pada pasien dengan CKD yang mengalami kelebihan volume cairan. c. Bagi Profesi keperawatan Sebagai sumber informasi di bidang keperawatan hemodialisa untuk mengatasi rasa haus pasien CKD d. Bagi Pasien Diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada pembaca tentang manajemen mengatasi rasa haus untuk pasien yang mengalami kelebihan volume cairan e. Bagi Penulis Meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan analisa pengaruh bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol terhadap penurunan rasa haus dalam upaya pembatasan cairan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.



xxiii



BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.



Anatomi dan fisiologi a. Anatomi Berikut ini adalah struktur dan anatomi ginjal menurut pearce dan wilson (2006) Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal, disebaelah kanan dan kiri tulang belakang,dibungkus lapisan lemak yang tebal dibelakang peritonium. Kedudkan ginjal dapat diperkirakan dari belakng, mulai dari ketinggian vertebra torakalis terakhir smapai vertebra lumbalis ketiga. Dan ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan oleh hati.



Gambar 2.1 Anatomi ginjal tampak dari depan Sumber : anatomi Fisiologi Sobotta



xxiv



Setiap ginjal panjangnya antara 12cm sampai 13cm, lebarnya 6cm dan tebalnya antara 1,5 sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antar 140 sampai 150 gram. Bentuk ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilus menghadap ketulang belakang, serta sisi luarnya berbentuk cembung. Pembulh darah ginjal semuanya masuk dan keluar melalui hilus. Diatas setiap ginjal menjulang kelenjar suprarenal. Setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang membungkusnya, dan membentuk pembungkus yang halus serta didalamnya terdapat struktur-struktur ginjal warnanya ungu tua dan terdiri dari bagian kapiler disebelah luar, dan medulla disebalah dalam. Bagian medulla tersusun atas 15 sampai 16 bagian yang berbentuk piramid, yang disebut sebagai piramid ginjal. Puncaknya mengarah kehilus dan berakhir di kalies, kalies akan menghubungkan dengan pelvis ginjal.



Gambar 2.2 Potongan vertikal ginjal Sumber : anatomi Fisiologi Sobotta



xxv



Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai mebentuksebagai berkas kapiler (badan malpighi / glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung ats yang lebar pada unineferus. Tubulus ada yang berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama tubulus berkelok lagi yaitu kelokan kedua yang disebut tubulus distal, yang bergabung dengan tubulus penampung yang berjalan melintasi kortek dan medula, dan berakhir dipuncak dalah satu piramid ginjal.



Gambar 2.3 Bagian microscopic ginjal Sumber : anatomi Fisiologi Sobotta Selain tubulus urineferus, struktur ginjal berisi pembuluh darah yaitu arteri renalis yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal dan bercabang-cabang di ginjal dan membentuk arteriola aferen (arteriola aferentes). Serta masing-masing membentuk simpul didalam salah satu glomerulus. Pembulh eferen kemudian tampil sebagai arteola eferen (arteriola eferentes), yang bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler disekeliling



xxvi



tubulus urinrferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang membawa darah ke vena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah lebih lama disekeliling tubulus urineferus, karena fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut. 1) Fisiologi Dibawah ini akan disebutkan tentang fungsi ginjal dan proses pembentuka urin menurut (Syaeifudin 2006). a) Fungsi ginjal Ginjal adalah organ tubuh yang mempunyai peranan penting dalam sistem organ tubuh. Kerusakan ginjal akan mempengaruhi kerja organ lain dan sisitem lain dalam tubuh. Ginjal dua peranan penting yaitu sebagai organ ekresi dan non ekresi. Sebagai sistem ekresi ginjal bekerja sebagai filteran senyawa yang sudah tidak dibutuhkan lagi oleh oleh tubh seperti urea, natrium dan lain-lain dalam bentuk urine, maka ginjal juga berfungsi sebgai pembentuk urin. Selain sebagai sistem ekresi ginjal juga sebagai sistem non ekresi dan bekerja sebagai penyeimbang asam basa, cairan dan elektrolit tubuh serta fungsi hormonal. Ginjal mengekresi hormon reninyang mempunyai peran dalam



mengatur



tekanan



darah



(sistem



renin



angiotensin



aldosteron).pengatur hormo eritropoesis sebagai hormon pengaktif sumsum tulang untuk menghasilkan eritrosit. Disamping itu ginjal juga



xxvii



menyalurkan hormon dihidroksi kolekasi feron (vitamin D aktif), yang dibutuhkan dalam absorsi ion kalsium dalam usus. b) Proses pembentukan urin Urin berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam ginjal. Darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah, kemudian akan disaring dalam tiga tahap yaitu filtrasi, reabsorsi dan ekresi (Syaefudin, 2006) : (1)



Proses filtrasi Pada prosen ini terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena proses aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang disaring disimpan dalam simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, natrium, klorida sulfat, bikarbonat dll, yang diteruskan ketubulus ginjal.



(2)



Proses reabsorpsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal dengan proses obligator. Reabsorpsi terjadi pada tubulus proksimal.sedangkan pada tubulus distal terjadi penyerapan kembali natrium dan ion bikarbonat bila diperlukan. Penyerapanya terjadi secara aktif, dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papila renalis.



(3) Proses ekresi



xxviii



Sisa dari penyerapan urin kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan pada piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke fesika urinaria. B. Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik a. Definisi Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan



penurunan



fungsi



ginjal



yang



bersifat



menahun,



berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50ml/menit. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya dapat ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir adala tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti (Callghan, 2009). Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal



(Nursalam dan Efendi,



2008). b. Etiologi Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresiv dan irreversibel dari berbagai penyebab. Sebabsebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi menjadi enam, yaitu



:



2) Infeksi/penyakit



peradangan



xxix



:



Pielonefritis



Kronik



dan



Glomerulonefritis 3) Penyakit vascular/hipertensi : Nefroskerosis Benigna/Maligna dan Stenosis Arteri Renalis 4) Gangguan jaringan penyambung : Lupus Eritenatosus Sistemik, Poliarteritis Nodusa dan Skerosis Sistemik Progresif 5) Penyakit metabolic : Diabetes Mellitus, Gout, Hiperparatiroidisme dan Amiloidosis 6) Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgetik dan Nefropati tumbal 7) Nefropati obstruktif : a) Saluran kemih bagian atas (kalkuli, neoplasma dan fibrosis retriberitonial) b) Saluran kemih bagian bawah (hipertropi prostas, striktur uretra anomaly congenital pada leher kandung kemih dan uretra) c. Patofisiologi Pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Adanya peningkatan aktivitas aksis rennin – angiotensin – aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut. Pada stadium dini



xxx



penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar serum urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 persen, pasien masih belum merasakan keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar serum urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG 30 persen, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30 persen, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolismue fosfor dan kalsium, pruritus, mual dan muntah. Pada LFG di bawah 15 persen akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal antara lain dialysis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Sudoyo, 2006) d. Manifestasi Klinik 1) Gangguan pada sistem gastrointestinal a) Anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zatzat toksis akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal gaunidin, serta sembabnya mukosa.



xxxi



b) Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis. c) Gastritis erosif, ulkus peptik dan kolitis uremik 2) Sistem Integumen a) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit b) Ekimosis akibat gangguan hematologis c) Bekas-belas garukan karena gatal-gatal 3) Sistem Hematologi a) Anemia, dapat disebabkan berbagai faktor, antara lain : a. Berkurangnya produksi eritropoietin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun b. Hemolisis, akibat berkurangnya massa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksis c. Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang



xxxii



d. Perdarahan, paling sering pada saluran pencernaan dan kulit e. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder b) Gangguan



fungsi



trombosit



dan



trombositopenia



mengakibatkan perdarahan 4) Sistem saraf dan otot a) Restless leg syndrome, klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan b) Burning feet syndrome, klien merasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki c) Ensefalopatimetabolik, klien tampak lemah tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang d) Miopati, klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot ekstremitas proximal 5) Sistem Endokrin a) Gangguan



metabolisme



glukosa,



gangguan sekresi insulin b) Gangguan metabolisme lemak c) Gangguan metabolisme vitamin D d) Ganggan seksual



xxxiii



resistensi



insulin



dan



6) Sistem Kardioovaskular a) Hipertensi



akibat



penimbunan cairan dan



garam



atau



peningkatan aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron b) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat penimbunan cairan c) Gangguan irama jantung aterosklerosis



dini,



gangguan



elektrolit dan klasifikasi metastatic d) Edema akibat penimbunan cairan 7) Gangguan sistem lainnya a)



Tulang : Osteodistrofirenal yaitu osteomalasia, osteitis



fibrosa, osteosklerosis dan klasifikasi metastatic b) Asidosi : Metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil metabolisme c) Elektrolit : Hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia e. Pemeriksaan penunjang 1) Radiologi : Untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal 2) Foto polos abdomen : Menilai bentuk dan besar ginjal serta adakah batu/obstruksi lain



xxxiv



3) Pielografi Intra Vena : Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal ginjal pada usia lanjut, DM dan nefropati asam urat 4) USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenhim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kepadatan parenhim ginjal, anatomi sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih serta prostat 5) Renogram



: Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi



gangguan (vaskuler, parenkhim) serta sisa fungsi ginjal. f. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin. Seluruh faktor yang berperan pada gagal ginjal kronik dan faktor yang dapat dipulihkan, diidentifikasi dan ditangani. Penatalaksanaan penyakit gagal ginjal kronik diantaranya : 1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya 2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid 3) Memperlambat pemburukan fungsi ginjal 4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular 5) Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi 6) Terapi pengganti ginjal berupa dialysis dan transplantasi ginjal C.



Konsep Askep Chronic Kidney Disease 1. Anamnesis



xxxv



Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita. 2. Riwayat kesehatan a. Keluhan utama Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit. b. Riwayat penyakit sekarang Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal



xxxvi



3. Riwayat penyakit dahulu Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan. 4. Riwayat penyakit keluarga Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga. 5. Pemeriksaan fisik a. TTV Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat. b. Pemeriksaan pola fungsi 1)



B1 (Breathing) Pada



periode



oliguri



sering



didapatkan



adanya



gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien



xxxvii



bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan



asidosis



metabolik



sehingga



didapatkan



pernapasan kussmaul. 2)



B2 (Blood) Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat



dari



penurunan



produksi



eritropoetin,



lesi



gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan. 3)



B3 (Brain) Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan kacau,



berkonsentrasi,



penurunan



tingkat



kehilangan kesadaran



memori, (azotemia,



ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit



xxxviii



kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia. 4)



B4 (Bladder) Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output 200mg/dL atau kreatinin >6mEq/L) 5) Kelebihan cairan 6) Mual dan muntah hebat 7) Anuria berkepanjangan (> 5 hari) i)



Kontraindikasi Hemodialisis 1) Hipotensi 2) Hipokalemia 3) Obesitas 4) Perlengketan peritoneum 5) Peritonitis lokal 6) Operasi atau trauma abdomen yang baru saja terjadi 7) Kelainan intra abdomen yang belum diketahui penyebabnya 8) Luka bakar dinding abdomen yang cukup luas 9) Malignansi stadium lanjut (terkait tumor) 10) Alzaimer 11) Multi infact dementia



li



12) Sindrom hepatorenal (sindrom klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronis) 13) Sirosis hati 14) Organic brain syndrome. E. Mengunyah Permen Karet Rendah Gula Snow dan Wackim (2008, dalam Yahrini, 2012) menyatakan bahwa mengunyah permen karet telah dibuktikan oleh banyak peneliti dalam menstimulasi pengeluaran saliva. Mengunyah permen karet sebanyak 4 potong sehari selama 8 minggu tidak hanya bermanfaat untuk meningkatkan produksi saliva bagi individu yang mengalami sensasi mulut kering namun dapat membantu mengurangi pengikisan mineral gigi. Peningkatan



produksi



saliva



merupakan



keuntungan



utama



mengunyah permen karet yang terjadi dari proses mastikasi dan rasa permen karet. Jumlah saliva meningkat menguntungkan karena membantu memelihara kesehatan mulut melalui berbagai proses. Saliva yang dikeluarkan dalam keadaan tidak terangsang sekitar 0,4 ml/menit pada individu dewasa yang sehat dan dapat meningkat 10 sampai 12 kali lipat bila mengunyah permen karet. Peningkatan produksi salive terjadi setelah 5 sampai 7 menit mengunyah permen karet karena sebagian besar pemanis dan rasa dari permen terurai dalam mulut, Dodds, (2007, dalam Yahrini, 2012).



lii



Seluruh permen karet dapat digunakan untuk meningkatkan produksi saliva, namun permen karet xylitol lebih sesuai karena mengandung kadar gula lebih rendah, bahkan menurut penelitian Corsello dkk (1994, dalam Nimat, 2016) permen karet xylitol mampu meningkatkan kuantitas saliva lebih tinggi dibandingkan permen karet yang non xylitol. Xylitol pertama kali ditemukan oleh Herman Emil Fischer, seorang kimiawan berkebangsaan Jerman pada tahun 1891. Xylitol telah digunakan sebagai pemanis pada makanan sejak tahun 1960an. Namun demikian, pemanfaatannya untuk perawatan gigi baru digunakan pada era tahun 1970an di Finlandia. Kala itu para peneliti dari Universitas dari Turku menunjukkan hasil penelitiannya yang menyatakan bahwa xylitol dapat mencegah terjadinya karies gigi. Setelah melalui kontemplasi yang cukup panjang pada tahun 1983 JECFA (Joint Expert Committee of Food Additives) memilih FAO/WHO merestui penggunaan xylitol sebagai pemanis dalam produk pangan. Tiga tahun kemudian, FDA (Food Drug Administration) pun merestui penggunaannya, Huber (1999, dalam Sari, 2011). Xylitol adalah lima karbon polyalcohol, xylitol dimetabolisme di hati dan dikonversikan menjadi D-xylulose dan glukosa oleh polyol dehydrognase. Xylitol merupakan alcohol gula yang rasa manisnya sama dengan gula sukrosa dan menghasilkan kalori dalam jumlah yang sama dengan sukrosa yaitu 4 kal/gr. Nama lain dari xylitol adalah penitol, pentose, polyalcohol dan polyol. Secara alami terdapat pada jagung,



liii



strawberry, plum, tetapi secara komersial dibuat dari serpihan kayu pohon beech, Horgerson (2007, dalam Sari, 2011). Secara kimia struktur xylitol terdiri dari lima atom karbon dan lima gugus hidroksil (C5H12O5), tidak seperti gula lainnya yang terdiri dari enam atom karbon, struktur seperti ini sangat sulit untuk dimetabolisme oleh bakteri sehingga xylitol secara komersial dilakukan melalui proses hidrogenasi xylosa (C5H10O5) dengan bantuan katalisator nikel, pada suhu 80°-14° celcius, dan 50 tekanan atmosfer, Yulianto (2001, dalam Sari, 2011). Efek mengunyah permen karet yang mengandung xylitol terhadap peningkatan pH saliva pemberian permen karet yang mengandung xylitol mempunyai efek menstimulasi produksi saliva, komposisi saliva berubah dan meningkatkan konsentrasi bikarbonat, fosfat dan kalsium. Perubahan dari komposisi ini menstimulasi peningkatan kemampuan saliva untuk mencegah penurunan pH dan meningkatkan kemampuan pertumbuhan Kristal



hidrosiapatit.



Peningkatan



volume



saliva



cenderung



membersihkan gula dan asam dari gigi. Permen karet bebas gula adalah cara yang sangat praktis untuk merangsang saliva setelah memakan makanan yang mengandung gula. Banyak penelitian di dunia yang mendukung tentang efek pengunyahan permen karet bebas gula Holgeston (2007, dalam Sari, 2011). E. Haus 1.



Definisi



liv



Haus merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Para ahli memiliki pendapat mengenai definisi haus. Beberapa pendapat ahli tentang definisi haus, antara lain: a. Haus adalah panduan pada orang sehat untuk memenuhi kebutuhan hidrasi tubuh (Millard-Stafford, Wendland, O’Dea, dkk., 2012). b. Haus adalah keinginan individu untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh yang dilakukan secara sadar (Guyton, 2012). c. Haus adalah keinginan akan cairan yang menghasilkan naluri dasar untuk minum (Said & Hanan, 2013). d. Haus merupakan sensasi yang disebabkan oleh mulut dan tenggorokan yang kering berhubungan dengan keinginan akan cairan (Kara, 2013). Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa haus adalah keinginan akan air (minum) yang muncul sebagai akibat tubuh mengalami kekurangan cairan. 2.



Faktor yang mempengaruhi rasa haus (dipsogenic factor) Rasa haus akan muncul karena pusat rasa haus tubuh distimulasi oleh beberapa faktor. Faktor yang dapat mempengaruhi munculnya rasa haus antara lain karena adanya peningkatan konsentrasi plasma, penurunan volume darah, membran mukosa dan mulut yang kering, angiotensin II, kehilangan kalium, dan faktor-faktor psikologis (Potter & Perry, 2006; Sung, Kuo, Guo, dkk., 2005). Kara (2013), juga menyampaikan faktorfaktor yang dapat menyebabkan munculnya rasa haus. Menurutnya



lv



berdasarkan berbagai literatur, haus muncul karena adanya restriksi cairan, berkurangnya sekresi saliva, adanya perubahan biokimia dan biologi tubuh, abnormalitas hormonal, dan penggunaan obat-obatan, tetapi Kara (2013), tidak dapat menjelaskan secara pasti bagaimana rasa haus dapat muncul. 3.



Fisiologi munculnya rasa haus Munculnya rasa haus merupakan fenomena penting yang dialami tubuh manusia sebagai salah satu sinyal akan kebutuhan air di dalam tubuh. Jumlah air dalam tubuh harus seimbang antara yang masuk dan yang keluar. Jika jumlah air yang keluar lebih banyak dibanding yang masuk, maka rasa haus akan muncul (Guyton, 2012). Peningkatan konsentrasi plasma dan penurunan volume darah merupakan stimulus utama munculnya rasa haus. Osmoreseptor yang merupakan sel-sel reseptor yang berada di pusat pengendali rasa haus di hipotalamus akan memantau osmolalitas darah secara terus menerus. Apabila tubuh kehilangan cairan terlalu banyak, maka osmoreseptor akan mendeteksi kehilangan tersebut dan akan mengaktifkan pusat rasa haus. Akibat adanya rangsangan tersebut, maka seseorang akan merasakan haus dan kemudian mencari air. Selain itu, kondisi membran mukosa mulut dan faring yang kering, pembentukan Angiotensin II, kehilangan kalium, dan kondisi psikologis seseorang juga mempengaruhi rasa haus yang dirasakan seseorang (Potter & Perry, 2006).



lvi



Rasa haus segera akan hilang ketika seseorang minum air bahkan sebelum air tersebut diabsorpsi dari traktus gastrointestinalis. Seseorang yang memiliki fistula esofagus (esofagus yang memiliki lubang sehingga air tidak akan pernah sampai tepat di traktus gastrointestinalis), rasa haus akan tetap berkurang setalah tindakan minum yang dilakukan seseorang, tetapi rasa haus akan datang kembali setelah 15 menit atau lebih. Apabila air benarbenar masuk ke lambung, maka peregangan lambung dan bagian traktus gastrointestinalis bagian atas masih akan memberikan efek pengurangan rasa haus lebih lanjut untuk sementara waktu (MillardStafford, Wendland, O’Dea, dkk., 2012; Guyton, 2012). 4.



Manajemen rasa haus Rasa haus merupakan salah satu indikator normal tubuh dalam merangsang adanya ketidakseimbangan yang terjadi di dalam tubuh. Orang yang sehat, respon untuk mengurangi hal tersebut adalah dengan minum sehingga rasa haus hilang (Potter & Perry, 2006; Guyton, 2012). Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi penderita PGK, yang mana penderita harus melaksanakan pembatasan asupan cairan agar kualitas hidup tetap terjaga dengan terhindar dari komplikasi yang ditimbulkan karena



adanya



cairan



yang



berlebihan



(Sulistyaningsih,



2011).



DeBruyne, Pinna & Whitney (2012), menyebutkan beberapa cara untuk mengurangi rasa haus pada pasien yang menjalani program pembatasan cairan, diantaranya adalah dengan menghisap es batu, frozen grapes,



lvii



menyikat gigi, mengunyah permen karet atau permen mint atau permen bebas gula, dan bilas mulut dengan obat kumur dingin (tidak ditelan). a.



Mengulum Es Batu Mengulum es batu merupakan salah satu dari banyak metode manajemen rasa haus pada pasien PGK. Penelitian yang dilakukan Arfany, Armiyati & Kusuma (2015), menyebutkan bahwa dengan mengulum es batu selama 5 menit akan dapat menurunkan rasa haus pasien PGK. Dia memberikan alasan bahwa dengan mengulum es batu, lama kelamaan es batu akan mencair. Es batu yang telah mencair tersebut menurutnya akan memberikan efek dingin dan menyegarkan sehingga keluhan haus pasien berkurang. Conchon & Fonseca (2014), dalam penelitiannya menyebutkan, 10 ml es batu yang dikulum oleh pasien postoperasi efektif mengurangi rasa haus pasien pada periode pemulihan di recovery room (RR). Dia juga menambahkan bahwa es lebih efektif daripada air dalam menurunkan rasa haus. Jumlah es yang dikulum pada manajemen rasa haus tetap harus dipertimbangkan sebagai jumlah cairan yang dikonsumsi (Fransisca, 2013).



b.



Frozen grapes Menurut Dudek (2014), salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh penderita PGK untuk mengurangi rasa haus yang muncul adalah dengan mengulum frozen grapes. Anggur menurutnya merupakan salah satu buah yang sedikit kandungan kaliumnya, sehingga aman



lviii



untuk dikonsumsi bagi penderita PGK. Frozen grapes memiliki kesamaan dengan es batu. Sensasi dingin yang diberikan oleh frozen grapes akan memberikan efek dingin dan segar di mulut. Kandungan air dalam buah anggur juga akan lebih bertahan lama di mulut ketika dibekukan, sehingga sensasi rasa haus akan berkurang. c.



Sikat gigi Menyikat gigi merupakan prosedur rutin yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Tujuan dari menyikat gigi antara lain untuk memelihara kesehatan mulut terutama gigi dan gusi, menimbulkan rasa segar di mulut dengan menambahkan pasta gigi, mencegah tertumpuknya sisa-sisa makanan pada sela-sela gigi yang dapat menjadi karies gigi, dan menyikat gigi dengan pasta gigi dapat membantu melembabkan permukaan mulut, sehingga dapat mencegah terjadinya xerostomia (Winatha,



2014).



Xerostomia merupakan salah satu gejala yang sering muncul pada pasien PGK. Xerostomia didefinisika sebagai perasaan mulut kering. Gejala ini muncul karena menurunnya aliran saliva di rongga mulut. Xerostomia dilaporkan sering membuat pasien meningkatkan frekuensi minum. Xerostomia juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan mulut dari pasien seperti bau mulut dan stomatitis (Bruzda-Zwiech, Szczepanska & Zwiech, 2013).



lix



d.



Mengunyah permen karet rendah gula Bots,



Brand,



Veerman,



dkk.



(2005),



dalam



penelitiannya



menyimpulkan bahwa mengunyah permen karet dapat digunakan untuk mengurangi rasa haus yang disebabkan oleh mulut kering karena berkurangnya saliva di mulut. Permen karet yang dikunyah selama lebih dari 10 menit dan dilakukan 6x per hari dapat merangsang sekresi saliva oleh kelenjar saliva di mulut. Saliva yang terakumulasi di mulut akan membasahi mulut, sehingga hal ini dapat menurunkan sensasi rasa haus yang muncul akibat mulut kering (Said & Mohammed, 2013). Proses mastiktasi dan rasa permen karet dapat merangsang sekresi saliva. Kelenjar saliva yang tidak dirangsang akan menghasilkan saliva sebanyak 0,4 ml/menit. Adanya proses mengunyah dapat meningkatkan sekresi saliva sebanyak 10-12 kali lipat, sehingga merupakan keuntungan tersendiri mengunyah permen karet dalam usaha menurunkan rasa haus yang muncul akibat program pembatasan cairan (Arfany, Armiyati & Kusuma, 2015). e.



Berkumur Salah satu fungsi berkumur adalah untuk membersihkan rongga mulut. Akan tetapi pada keadaan PGK, berkumur berguna membasahi rongga mulut yang berfungsi menghindarkan mulut kering yang pada akhirnya mengurangi rasa haus. Gerakan berkumur juga berfungsi untuk merangsang otot-otot bibir, lidah, dan pipi



lx



untuk berkontraksi. Adanya kontraksi otot-otot tersebut, maka kelenjar saliva akan terangsang untuk menghasilkan saliva. Adanya saliva di mulut akan mencegah mulut dari erosi dan kering, serta mengurangi rasa haus (Pratama, 2014). Menurut Nirmaladewi, Handajani & Tandelilin (2008), berkumur yang dilakukan secara efisien dan disertai dengan kemauan yang besar, dan dengan cara yang baik akan dapat memberikan dampak yang baik bagi otot-otot yang ada di mulut. Dia menambahkan bahwa berkumur dapat dilakukan dengan media aquabidest sebanyak 5 ml dan dilakukan selama 30 detik. 5.



Instrumen pengukuran rasa haus Penelitian tentang rasa haus sudah banyak dilakukan oleh pendahulu. Peneliti pendahulu menggunakan bermacam-macam instrumen dalam mengukur rasa haus. Beberapa instumen yang dapat digunakan untuk mengukur rasa haus, antara lain: a.



Visual Analogy Scale (VAS) Instrumen ini sudah digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Igbokwe & Obika (2007) telah melakukan uji reliabilitas terhadap instrumen ini dan hasilnya VAS dinyatakan reliabel untuk mengukur rasa haus dengan nilai Cronbach’s alpha coefficient= 0,96.



lxi



Seberapa haus anda sekarang?



0 “tidak haus sama sekali”



10 “sangat haus sekali”



Gambar 2.5 Visual Analogy Scale Sumber: Millard-Stafford, Wendland, O’Dea, dkk. (2012) b.



Thirst Distres Scale (TDS) Instrumen ini sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji reliabliitas menunjukkan nilai Cronbach’s alpha coefficient= 0,78 (Kara, 2013). Item yang ditanyakan dalam TDS adalah sebagai berikut. Tabel 2.2 Thirst Distres Scale No Item Pertanyaan 1



Rasa haus saya menyebabkan saya merasa tidak nyaman



2



Rasa haus saya membuat saya minum sangat banyak



3



Saya sangat tidak nyaman ketika saya haus



4



Mulut saya terasa sangat kering ketika saya haus



5



Saliva saya sangat sedikit ketika saya haus



6



Ketika saya kurang minum, saya akan sangat kehausan



Sumber : Kara (2013)



c.



Dialysis Thirst Inventory (DTI) Instrumen ini dapat digunakan untuk mengukur haus sebelum dan sesudah dilakukan tindakan hemodialisis. DTI merupakan sebuah kuesioner yang telah divalidasi yang terdiri dari 5 item, yang mana



lxii



setiap item memiliki 5 point yang berasal dari skala Likert (tidak pernah=1 sampai sangat sering=5). Respon dari kelima item tersebut kemudian dijumlahkan, yang mana hasilnya berupa skor sebagai berikut: 5= tidak pernah haus, 10 hampir tidak pernah haus, 15= kadang-kadang, 20= hampir sering haus, dan 25= sangat sering haus (Said & Mohammed, 2013). Beberapa pertanyaan DTI dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.3 Dialysis Thirst Inventory No Item Pertanyaan 1



Haus adalah masalah untuk saya



2



Saya merasa haus sepanjang hari



3



Saya merasa haus sepanjang malam



4



Kehidupan social saya dipengaruhi oleh rasa haus saya



5



Saya haus sebelum sesi dialysis



6



Saya haus selama sesi dialysis



7



Saya haus setelah sesi dialysis



Sumber : Said & Mohammed (2013)



Masing-masing dari item pertanyaan diberikan skala Likert dengan tipe skala (1= tidak pernah hingga 5= sangat sering). Laporan pasien yang mengatakan “tidak pernah dan “hampir tidak pernah” dikategorikan “tidak ada haus”, “kadang-kadang” hingga “sangat sering” dikategorikan sebagai “ada haus” (Said & Mohammed, 2013)



lxiii



BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA A. Pengkajian Kasus Pengkajian awal dilakukan pada tanggal 29 Juli 2016 jam 06.30 WITA dengan menggunakan format pengkajian pasien keperawatan kritis. 1.



Identitas Klien Klien bernama Tn S, Laki-laki, umur 56 tahun, klien sudah menikah, beragama Islam, pendidikan SMA, alamat rumah Sungai siring, klien sudah tidak bekerja lagi. Klien sedang dirawat jalan di ruangan hemodialisa Hemodialisa RSUD. Abdul Wahab Sjahranie Samarinda sejak 4 tahun yang lalu.



2. Keluhan Utama a.



Saat masuk Rumah Sakit (4 tahun yang lalu) Klien mengatakan klien masuk karena hipertensi, dan klien di diagnosa gagal ginjal kronik 4 tahun yang lalu sehingga klien disarankan untuk dilakukan pencucian darah atau hemodialisa.



b.



Saat pengkajian (29 Juli 2016) Klien dipasang needle fistula di tangan kirinya. Kesadaraan klien pada saat pengkajian dengan nilai GCS (Glasgow Coma Scale): Eyes 4 (membuka mata spontan), Verbal 5 (orientasi penuh), Motorik 6 (mengikuti perintah) dan diapatkan hasilnya 15 yaitu composmentis.



lxiv



c.



Alasan dirawat di ruang HD Klien mengalami gagal ginjal kronik dan kondisi klien lemah saat itu, sehingga klien dianjurkan untuk rawat jalan atau dilakukan hemodialisa.



3.



Data Khusus a. Prymary Survey 1)



Breathing Saat pengkajian RR klien 19/i, klien tidak sesak, tidak ada penumpukan sekret, tidak terdapat bunyi tambahan dilapang paru.



2)



Brain Saat pengkajian kesadaran: Compos Mentis, GCS: E4, M6, V5, reaksi pupil mata isokor (kanan/kiri).



3)



Blood Saat pengkajian didapatkan TD= 160/90 mmHg, Nadi= 103x/i, nadi cepat dangkal dan reguler, akral teraba hangat, saat hemodialisa terapi injeksi heparin 0,8 cc dan diinjeksi melalui mesin. tangan dan kaki tidak odem.



4)



Bladder Klien tidak ada distensi kandung kemih, klien Bak 4-5 x/sehari, warna urin kuning keruh.



lxv



5)



Bowel Saat pengkajian klien tidak ada distensi abdomen, bising usus 15x/i, klien makan nasi, sayur, dan lauk pauk. Tetapi klien menghindari makanan yang bisa memicu naiknya tekanan darah klien.



6)



Bone Pada saat pengkajian didapatkan kekuatan otot klien 5 5



5 5



Klien mengatakan klien pusing Kaki dan tangan klien agak edem b. Pola manajemen kesehatan 1)



Pola persepsi kesehatan-manajemen kesehatan Klien mengatakan saat ini sedang mengalami sakit parah dan susah untuk sembuh. Klien juga mengatakan sekitar 4 tahun lal. Saat ini klien sedang menjalani cuci darah sesuai jadwal yang telah ditentukan. Klien juga mengatakan sudah mengikuti anjuran yang diberikan oleh petugas kesehatan dan menjaga diet nya yang sesuai.



2)



Pola nutrisi-metabolik Klien mengatakan nafsu makan baik, pasien makan 3 kali sehari, tidak ada mual dan muntah, berat badan klien setiap cuci akan



lxvi



bertambah 4-5 kg dari BB post hemodialisa. Keadaan umum klien lemah konjungtiva anemis, kulit teraba hangat, CRT 4 Kg



3,5 kg 3,5 kg



Tabel 3.9 Hasil Monitor produksi Saliva Intervensi Inovasi



Pertemuan ke



Produksi saliva Sebelum



Bilas mulut dengan obat kumur



I



Mengunyah permen karet xylitol



II



Sesudah 3 cc 4 cc



± 2 cc Bilas mulut dengan obat kumur Mengunyah permen karet xylitol



4 cc III



5 cc



lxxxvi



BAB IV ANALISA SITUASI



A. Profil Lahan Praktik Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda terletak di jalan Palang Merah Indonesia kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda. Rumah sakit umum daerah Abdul Wahab Sjahranie (RSUD. AWS) Samarinda adalah Rumah Sakit kelas A serta sebagai tempat pendidikan yang merupakan rumah sakit rujukan di Provinsi Kalimantan Timur. Visi Rumah Sakit Umum Abdul Wahab Sjahranie Samarinda adalah menjadi rumah sakit dengan pelayanan bertaraf internasional. Misi Rumah Sakit Umum Daerah Abdul wahab Sjahranie Samarinda adalah meningatkan akses dan kualitas pelayanan berstandar internasional, mengembangkan rumah sakit sebagai pusat penelitian dengan motto bersih, aman, kualitas, tertib dan informatif (BAKTI). Falsafah Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian (Bidang Keperawatan, 2015). Oleh karena itu Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda meningkatkan predikatnya dengan meningkatkan mutu dan pelayanan



kesehatan



termasuk



pelayanan



keperawatan.



Pelayanan



keperawatan ini dapat dilihat dari pelayanan yang diberikan semua perawat di semua ruang perawatan yang ada di Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, salah satunya di ruang Hemodialisa.



lxxxvii



Ruang Hemodialisa merupakan unit dari Staf Medis Fungsional (SMF) Penyakit Dalam di RSUD A. W. Sjahranie Samarinda. Ruangan ini memiliki fasilitas 30 tempat tidur pasien dan 30 mesin Hemodialisa. Pada saat ini jumlah pasien yang menjalani hemodialisis bpjs pns mencapai 271, bpjs 589 orang, jamkesda 487 orang yang terbagi menjadi dua waktu pelaksanaan hemodialisa pada pagi dan sore. Jadwal hemodialisa diatur dua kali dalam satu minggu terdiri dari 3 waktu yaitu jadwal senin/kamis, selasa/jum’at, rabu/sabtu. Pelaksanaan hemodialisa di pagi hari dimulai dari jam 06.0011.00 Wita dan siang pada pukul 11.00-17.00 Wita. Waktu kerja karyawan di Ruang Hemodialisa diatur dalam dua sift yakni sift pagi dan sift sore. Karyawan Ruang Hemodialisa berjumlah 22 orang terdiri dari dokter penanggung jawab (dr. Kuntjoro Yakti, Sp.Pd), dokter ruangan (dr. Adiana Brahmono), Kepala Ruangan (H. Mulyono, STT), 15 perawat yang sudah tersertifikasi, 1 orang tenaga Administrasi,2 orang post, 2 orang teknisi,dan 1 orang CS. Ruangan Hemodialisa terbagi dalam beberapa ruangan : ruang pelayanan atau tindakan hemodialisa, ruang istirahat, ruang rapat, ruang dokter penanggung jawab, ruang administrasi, ruang re_use dan bilas, 1 gudang alkes dan satu gudang BHP, 3 toilet (2 toilet untuk karyawan dan 1 toilet pasien dan penunggu), musholla dan nurse station. B. Analisa Masalah Keperawatan Pada Pasien Kelolaan Kasus kelolaan utama dalam karya ilmiah ini adalah klien dengan GGK. GGK adalah kemunduran fungsi ginjal yang irreversible yang terjadi



lxxxviii



beberapa bulan atau tahun dan berakhir pada pasien terminal (End Stage Renal Disease/ESRD).



ESRD



mengakibatkan



ketidakmampuan



untuk



mempertahankan substansi tubuh (akumulasi cairan dan produk sisa) dengan menggunakan penanganan konservatif (Betz dan Swoden,2009). Penyebab ESRD



adalah



diabetes



melitis



(32%),



Hipertensi



(28%),



dan



glomerulonephritis (45%) (Baradero, 2009). Klien divonis menderita GGK stage V sejak tahun 2012 dan menjalani HD rutin sampai saat ini. Dari catatan medis penyebab utama keadaan yang dialami klien adalah hipertensi yang tidak terkontrol yang dipengaruhi oleh factor resiko dari kedua orang tua klien yang mempunyai riwayat hipertensi. Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu vaskuler, infeksi, zat toksit, obstruksi saluran kemih yang pada akhirnya terjadi kerusakan nefron sehingga terjadi penurunan GFR (Glomerural Filtration Rate) dan menyababkan GGK, yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan fungsi non eksresi. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya dieksresikan dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer, 2008). Pada klien hasil perhitungan GFR didapatkan hasil 4,2 ml/menit/1,73m yang mengindikasikan GGK stage V. Fungsi normal ginjal adalah mempertahankan keseimbangan natrium dan air, pengaturan tekanan darah, eksresi zat sisa metabolisme nitrogen, eksresi kalium dan asam, dan fungsi hormone dalam bentuk produksi



lxxxix



eritropoetin serta metabolisme vitamin D (Davey, 2005). Davey mengatakan bahwa GGK gangguan dapat terjadi pada fungsi maupun bahkan pada semua fungsi tersebut diatas. Bebrapa diagnose keperawatan yang dibahas pada klien Tn. S adalah Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi, gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping hemodialisa, resiko infeksi dengan factor resiko prosedur invasive, ketidakefektifan



management



kesehatan



diri



berhubungan



dengan



kompleksitas regimen terapeutik. 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi dijadikan prioritas masalah yang perlu penanganan khusus yaitu hemodialisa. Pembatasan asupan cairan sangat penting bagi klien yang menjalani HD. Cairan yang harus diminum pada penderita GGK harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain asupan dan pengeluaran cairan yang diatur dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian. Asupan yang bebas dapat menyebabkan beban sirkulasi menjadi berlebihan dan edema. Aturan yang dipakai untuk menentukan besarnya asupan cairan adalah jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir+ 500 ml (IWL). Asupan cairan membutuhkan regulasi yang hati-hati dalam GGK karena rasa haus klien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi klien, Wilson (2006, dalam Hidayati, 2012).



xc



Dari hasil pengkajian terhadap klien didapatkan data : asupan cairan sehari ˃ 1000 mL. Bila menerapkan aturan yang dipakai untuk menentukan asupan cairan, kebutuhan cairan dalam 24 jam pada Tn. S adalah hanya sebesar 500 ml. berat badan diatas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan cairan misalnya edema dan sesak nafas. Tanda seperti ini akan muncul bila kenaikan BB klien ˃ 2 kg. akumulasi cairan yang dapat ditoleransi adalah 1-2 kg selama periode intradialitik, Cahyaningsih (2009, dalam Hidayati, 2012). Penambahan BB pada Tn. S selama periode intradialitik selalu > 3 kg, selain itu klien datang dalam kondisi agak edema. Klien juga mengeluh tidak bisa menahn rasa haus karena mulut selalu terasa kering. Selain itu, pola makan klien merupakan salah satu gaya hidup klien yang memiliki kerentanan untuk timbulnya edema dan asites. Pola makan klien yang tidak teratur dan gemar makan makanan yang asin. Asupan natrium yang berlebihan menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga volume cairan (Rita Yumaris, 2008). Kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan sering menjadi permasalahan, menurut Agh, dkk (2011, dalam Hidayati, 2012) banyak factor yang mempengaruhi klien dalam menjalani terapi, diantaranya usia, jenis kelamin, pengetahuan dan demografi klien. Lain halnya yang disampaikan Nilsson dkk (2007 dalam Hidayati 2012) depresi dalam pengobatan jangan panjang menjadikan alas an utama klien tidak mematuhi pengobatan yang harus dilakukan.



xci



2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipertensi Kasus yang dibahas adalah klien dengan diagnosa medis gagal ginjal kronis dengan hipertensi. Klien didiagnosa hipertensi sejak 6 tahun lalu dengan tekanan darah 180/100 mmHg. Usia klien saat pertama kali didiagnosa hipertensi adalah 6 tahun dan gagal ginjalnya terjadi 4 tahun yang lalu, yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yaitu aktivitas keseharian yang dilakukannya, pola makan, gaya hidup, lingkungan, dan faktor psikologi dimana klien mengaku 6 tahun lalu sering mengkonsumsi makanan yang tinggi garam dan berlemak. Seseorang akan mengalami peningkatan saat melakukan aktivitas dan akan menurun saat beristirahat. Tekanan darah pada umumnya akan naik atau tinggi pada pagi hari dan menurun atau rendah pada saat tidur malam hari. Berdasarkan penelitian (Hidayat dkk 2008) menemukan bahwa semakin lama menderita hipertensi, semakin tinggi resiko untuk mengalami CKD responden yang menderita hipertensi, satu hingga lima tahun berpeluang 13 kali, yang menderita selama lebih dari sepuluh tahun akan berpeluang 34 kali dari yang tidak hipertensi untuk mengalami CKD. Di indonesia terdapt kurang lebih 20,8% dari penderita CKD yang disebabkan karena hipertensi (Yogiantoro, 2012).



Semakin lama



menderita hipertensi, semakin tinggi resiko untuk mengalami CKD responden yang menderita hipertensi, satu hingga lima tahun berpeluang 13 kali, yang menderita selama lebih dari sepuluh tahun akan berpeluang 34 kali dari yang tidak hipertensi untuk mengalami CKD. Di indonesia



xcii



terdapt kurang lebih 20,8% dari penderita CKD yang disebabkan karena hipertensi (Yogiantoro,2012). Klien mengatakan riwayat hipertensi klien diturunkan dari keluarga, riwayat hipertensi pada keluarga pertama pada ayah klien yang telah meninggal. Gejala hipertensi klien tidak akan muncul pada klien bila klien mampu melakukan pencegahan lebih dini dan mengontrol pola hidup yang sehat. Usia dapat membuat tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun dimana klien pertama kali di diagnosa hipertensi pada usia 50 tahun dan pada ras atau etnik hipertensi bisa mengenai siapa saja. Sedangkan pada jenis kelamin pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada wanita. Jenis pekerjaan mempengaruhi aktivitas fisik sehari-hari klien. Dan kebiasaan gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.. Dari keterangan anak klien, klien dulunyasebagai perokok aktif namun setelah klien didiagnosa gagal ginjal klien bias berhenti merokok sampai sekarang . Kebiasaan jika dirumah klien mengataka hanya menonton tv, terkadang klien mencari hiburan dengan memancing dank lien selalu tepat waktu ketika cuci darah . Disamping itu, komsumsi makanan klien dan cairan dari 2 tahun ini sudah dibatasin agar tidak terlau terjadi edem.



xciii



Pengetahuan pada konsep penyakit dapat menjadi pemicu pola hidup yang tidak sehat dan memicu hipertensi. Sebagai masyarakat yang terpapar terhadap berbagai faktor resiko hipertensi perlu memahami tentang perlunya aktivitas fisik, diet sesuai kebutuhan kalori dan menghindari rokok dan alkohol. Namun, meskipun akses terhadap pelayanan kesehatan di kawasan kita jumlahnya banyak, tidak semua mampu memberikan informasi yang adekuat. Tingkat pengetahuan juga dipengaruhi oleh upaya klien dan keluarga atau motivasi dalam mencari informasi dan tingkat pendidikan. Perawat dan tim medis lainnya berperan sebagai edukator bagi penderita hipertensi. Berdasarka uraian diatas peneliti berasumsi yang mempengaruhi terjadinya gagal ginjal adalah hipertensi dimana penyebab hipertensi adalah pola hidup yang tidak sehat, sehingga diharapkan klien mampu meningkatkan pola hidup yang sehat dan menjalankan terapi yang didapat selama pengobatan agar mempengaruhi kulitas hidup dan kesehatan individu. 3. ketidakefektifan



management



kesehatan



diri



berhubungan



dengan



kompleksitas regimen terapeutik 4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping hemodialisa 5. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasive Kondisi klien ketikat dilakukan pengkajian dengan keadan lemas dan terdapat luka needle fistula dimana klien mengatakan needle fistula/ shunt sudah dipasang selama 2,5 tahun.



xciv



Infeksi adalah invasi tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit, infeksi juga dapat disebut suatu keadaan dimana adanya suatu organisme pada jaringan tubuh yang disertai dengan gejala klinis baik itu bersifat lokal maupun sistemik seperti demam atau panas sebagai suatu reaksi tubuh terhadap organisme tersebut, sedangkan resiko infeksi adalah keadan yang mana seseorang beresiko terserang organisme yang meningkat (Rice, 2009). Hasil data yang didapatkan dari data subjektif klien mengatakan terpasang needle fistula/shunt selama 2,5 tahun. Data objektif yang didaptkan bahwa klien terpasang needle fistula dan needle yang sudah terlalu lama terpasang bisa menyebabkan resiko infeksi. Berdasarka uraian diatas peneliti berasumsi yang mempengaruhi resiko infeksi adalah faktor prosedur invasive yang dilakukan untuk melakukan hemodialisa sehingga diharapkan klien mampu mengenali tanda gejala infeksi dan mampu menunjukan prilaku hidup bersih dan sehat sehingga infeksi tidak menjadi permasalahan actual. C. Analisa Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait Hemodialisa merupakan salah satu metode yang layak, aman dan efisien untuk pemeliharaan klien gagal ginjal kronik yang sudah mencapai stadium akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD) dengan frekuensi dialysis dua hingga tiga kali seminggu dengan durasi dialysis 4 jam (Fincham dan Moosa, 2008). Meskipun peralatan dan prosedur hemodialisis semakin berkembang,



xcv



namun hemodialisis masih merupakan terapi yang rumit, tidak nyaman untuk klien dan bukan tanpa komplikasi. Klien yang menjalani hemodialisis mengalami perubahan perfusi diakibatkan karena ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang ada dalam tubuhnya karena proses hemodialisis, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai komplikasi intradialisis (Armiyati, 2009). Komplikasi dapat timbul selama proses hemodialisis yang disebut sebagai komplikasi intardialitik. Akibat yang dirasakan saat menjalani hemodialisa seperti kram otot, hipotensi, sakit kepala, mual, dan muntah (Lewis, Sharon L, et al, 2011). Kebanyakan pasien dengan stadium akhir penyakit ginjal (End Stage Renal Disease/ESRD) yang menjalani hemodialisis (HD) harus menjaga diet cairan dibatasi untuk mencegah kelebihan cairan antara sesi dialysis. Kelbihan cairan beresiko menyebabkan pasien mengalami penambahan berat badan, edema, peningkatan tekanan darah, sesak nafas serta gangguan jantung (Pray, 2005). Konsekuensi pembatasan cairan yang harus dijalani pasien PGK yang menjalani hemodialisis adalah timbulnya keluhan rasa haus dan mulut kering. Menurut Solomon (2006) ada beberapa cara mengurangi rasa haus pada pasien yang menjalani hemodialisis, diantaranya dengan frozen grapes, menyikat gigi, bilas mulut dengan obat kumur dingin (tidak ditelan), mengunyah permen karet atau permen mint atau permen bebas gula, dan menghisap es batu. Bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet bmerupakan terapi alternative yang dapat diberikan untuk merangsang kelenjar ludah atau terapi paliatif pada pasien yang menjalani hemodialisis.



xcvi



Pasien yang mengeluh mengalami haus, mulut kering dengan mengunyah permen karet ditemukan lebih banyak mengalami pengurangan rasa haus (60%) di bandingkan yang mandapat terapi pengganti saliva (15%). Penulis melakukan intervensi inovasi untuk mengatasi masalah rasa haus yang dialami Tn. S. intervensi inovasi ini berupa bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet xylitol. Intervensi ini dilakukan dan dimonitor selama tiga periode HD yaitu : tanggal 29 Juli 2016 (pertemuan I), 2 Agustus 2016 (pertemuan II,) 5 Agustus 2016 (pertemuan III). Intervensi ini juga menekankan program kesehatan mulut sebagai bagian dari penyuluhan pemulangan yang bisa dilakukan secara mandiri oleh klien dirumah dan dapat dievaluasi lebih lanjut keberhasilannya pada periode HD berikutnya. Penulis melakukan pengamatan dan observasi terhadap keluhan sebyektif rasa haus klien dan kenaikan BB antara dua waktu HD. Produksi saliva selama pemberian intervensi inovasi yang di maksud. Berikut akan dijelaskan mengnai hasil pengamatan penulis terhadap keadaan rasa haus, keadaan membrane mukosa mulut dan perubahan keadaan yang lainnya dengan bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol tersebut. 1.



Keadaan membrane mukosa mulut Membrane mukosa menjadi salah satu point penting yang menjadi perhatian untuk dilakukan observasi. Hasil observasi menunjukkan adanya perubahan yang diharapkan selama menjalani intervensi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol. Berdasarkan tabel 3.1 menunjukkan keadaan membrane mukosa selama 3 kali



xcvii



pertemuan yaitu pada pertemuan pertama (29 Juli 2016) terapi inovasi dengan bilas mulut dengan obat kumur menunjukkan hasil membran mukosa sebelum dilakukan terapi kering, setelah dilakukan terapi membrane mukosa masih tetap kering. Pada pertemuan ke dua (2 Agustus 2016) dengan terapi inovasi dengan mengunyah permen karet xylitol yaitu menunjukkan hasil sebelum dilakukan terapi membrane mukosa Tn. S terasa kering, setelah dilakukan terapi mengunyah permen karet membrane mukosa Tn. S menjadi lembab. Pada pertemuan ke tiga diberikan terapi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol sekaligus. Menunjukkan hasil ketika sebelum diberikan bilas mulut membrane mukosa bibir kering, setelah diberikan bilas mulut mukosa bibir menjadi lembab. 2.



Keluhan subyektif rasa haus Keluhan rasa haus merupakan manifestasi utama bagi klien, terutama pada pasien yang menjalani HD, karena keluhan ini yang menjadi alas an utama klien melanggar pembatasan asupan cairan yang menyebabkan terjadinya kelebihan volume cairan diantara dua waktu HD. Table berikut menunjukkan keluhan subyektif rasa haus selama 3 kali pertemuan. Hasil yang terlihat pada table 3.2 menunjukkan ada perubahan keluhan rasa haus subyektif yang signifikan. Pada hari pertama klien mengeluh mulut masi terasa kering dan masih merasa haus saat diberikan intervensi inovasi bilas mulut dengan obat kumur. Pada hari kedua tanggal 2 Agustus 2016 klien diberikan terapi inovasi mengunyah permen karet



xcviii



hasil yang di dapat adalah mulut kering berkurang dan haus juga berkurang. Pada hari ke tiga tanggal 5 Agustus 2016 diberikan kedua intervensi dengan hasil dengan bilas mulut dengan obat kumur mulut mulut menjadi segar dan haus berkurang. Dengan terapi inovasi mengunyah permen karet xylitol mulut menjadi segar dan haus menjadi tidak ada. 3.



Kenaikan BB di antara dua waktu HD Berat badan diantara dua waktu HD menjadi salah satu point yang menjadi perhatian dan dilakukan observasi. Hasil observasi menunjukkan adanya penurunan kenaikan berat badan diantara dua waktu HD selama menjalani intervensi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol. Table berikut menunjukkan BB klien selama 3 kali pertemuan. Hasil yang terlihat pada table menunjukkan adanya peningkatan penurunan BB diantara dua waktu HD. Pada pertemuan kedua (2 Agustus 2016) klien mengalami kenaikan BB 3,5 kg. dan pada pertemuan ke 3 (5 Agustus 2016) klien juga hanya mengalami kenaikan BB sebanyak 3,5 kg.



4.



Produksi saliva Produksi



saliva



juga



menjadi



salah



satu



indicator



yang



menunjukkan keberhasilan dilakukan terapi inovasi ini. Hasil observasi menunjukkan terjadinya volume saliva selama menjalani intervensi bilas



xcix



mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol. Table berikut menunjukkan produksi saliva selama 3 kali pertemuan. Hasil yang terlihat pada table menunjukkan adanya peningkatan produksi saliva. Peningkatan tertinggi ada pada pertemuan ke 3 dengan intervensi inovasi mengunyah permen karet xylitol dengan jumlah saliva mencapai 5 cc. Mengunyah permen karet rendah gula dengan cara yang tepat akan mempengaruhi peningkatan saliva. Intervensi ini telah dibuktikan oleh Yahrini, 2012 terhadap 40 responden pasien yang menjalani HD di RSUD Langsa. Hasil analisa data yang dilakukan didapatkan adanya perbedaan bermakna antara jumloah sekresi saliva pada kelompok intervensi dan kelompok control sebelum dan sesudah pemberian tindakan mengunyah permen karet rendah gula dengan nilai p=0,000 (nilai p< 0,05). Ada keterkaitan antara mengunyah permen karet dengan sekresi saliva telah dibuktikan oleh Gendhill (2008, dalam Yahrini 2012). Gerakan mengunyah permen karet rendah gula selama 10-12 menit dapat membantu merangsang pengeluaran saliva memasuki rongga mulut. Saliva memegang peranan penting dalam memelihara kesehatan mulut sehingga menstimulasi pengeluarannya, secara sangat penting dilakukan terutama pada klien yang memiliki factor pendukung penurunan sekresi saliva. Pada Tn. S selama ini keluhan yang paling sering di alami klien adalah sering merasa haus. Tindakan mandiri keperwatan dalam mengatasi



c



komplikasi yang dialami Tn. S diperlukan, salah satunya dengan bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol. Pada implementasi terapi inovasi perbandingan bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet terhadap penurunan rasa haus pada Tn. S menunjukkan hasil yang signifikan. Selama proses asuhan keperawatan, intervensi diberikan dan selalu dipertahankan. Mengunyah permen karet dan bilas mulut dengan obat kumur memungkinkan dilakukan mandiri secara rutin oleh klien dirumah dan dimana saja. Hasil intervensi yang didapatkan pada klien meningkatknya produksi saliva yang dapat mengatasi keluhan rasa haus dan mulut kering. D. Alternatif Pemecahan yang dapat dilakukan Dalam menerapkan intervensi inovasi bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol untuk mengatasi haus tentunya akan dihadapkan dengan masalah yang berhubungan dengan tidak konsistennya klien ndalam menerapkan intervensi ini. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mencapai target yang diinginkan adalah dengan memberikan intervensi kombinasi berupa mengulum es batu. Penggunaan es batu dengan cara dikulum juga efektifn untuk mengatasi mulut kering dan mengurangi rasa haus (Grace & Borley, 2005 dalam Wahyu 2014). Mengulum es batu dinilai efektif untuk mengurangi rasa haus yang dialami oleh klien yang mengalami hemodialisis. Namun demikian terdapat adanya efektifitas bilas mulut dengan obat kumur, mengunyah permen karet xylitol dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa haus, pada



ci



penerapannya dilapangan tergantung kondisi klien dan keinginan klien.



cii



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1.



Kasus kelolaan dengan diagnose medis GGK stadium V dengan penyakit penyerta adalah hipertensi. Klien telah menjalani HD selama 4 tahun. Dari hasil pengkajian didapatkan diagnose yang menjadi prioritas yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. Prioritas masalah keperawatan Tn. S yaitu kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi. Masalah keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi diberikan intervensi berdasarkan NOC dan NIC dengan target waktu 1x4 jam. Tujuan yang akan dicapai berdasarkan NOC meliputi Electrolyte and acid base Balance sehingga masalah teratasi dengan criteria hasil skala 3 (sedang menyimpang dari normal) dengan indicator hipertensi ortostatik, asites, edema perifer, dank ram otot. Dari tujuan yang ada diberikan berdasarkan NIC : Hemodialysis therapy dan Fluid/ Electrolyte Management. Implementasi diberikan selama 3 kali pertemuan berdasarkan intervensi keperawatan yang telah disusun. Kemudian di evaluasi di akhir setiap pertemuan. Hasil evaluasi didapatkan pada masalah kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi sebagian teratasi karena keluhan pada



ciii



mekanisme regulasi ginjal Tn. S sudah ±4 tahun mengalami masalah dan Tn. S rutin 2 kali seminggu menjalani hemodialisa. 2.



Intervensi yang diberikan pada klien adalah bilas mulut dengan obat kumur untuk menurunkan rasa haus pada klien. Pertemuan pertama sampai hari ketiga hasil dari observsi membrane mukosa mulut terjadi perubahan membrane mukosa dari kering hingga lembab. Pada observasi keluhan subyektif rasa haus terjadi perubahan dari mulut terasa kering dan sering merasa haus hingga mulut terasa segar dan haus berkurang. Pada hasil monitor BB diantara dua waktu HD terjadi perubahan yang sebelumnya klien selalu naik sebanyak 4 kg pada hari terakhir terjadi penurunan kenaikan berat badan menjadi 3,5 kg. dan hasil monitor jumlah produksi saliva pada hari pertama sebanyak 2 cc pada hari terakhir bertambah sebanyak 4 cc.



3.



Intervensi yang diberikan pada klien adalah mengunyah permen xylitol untuk menurunkan rasa haus pada klien. Pertemuan pertama sampai hari ketiga hasil dari observsi membrane mukosa mulut terjadi perubahan membrane mukosa dari kering hingga lembab. Pada observasi keluhan subyektif rasa haus terjadi perubahan dari mulut terasa kering dan sering merasa haus hingga mulut terasa segar dan haus tidak ada. Pada hasil monitor BB diantara dua waktu HD terjadi perubahan yang sebelumnya klien selalu naik sebanyak 4 kg pada hari terakhir terjadi penurunan kenaikan berat badan menjadi 3,5 kg. dan hasil monitor jumlah produksi saliva pada hari pertama sebanyak 2 cc pada hari terakhir bertambah



civ



sebanyak 5 cc. B. Saran 1.



Institusi akademis Institusi akademis sebaiknya lebih banyak mengadakan diskusi mengenai penerapan tindakan bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet terhadap penurunan rasa haus pada kasus-kasus pasien dengan chronic kidney disease, sehingga mahasiswa mampu meningkatkan cara berpikir kritis dalam menerapkan intervensi mandiri keperawatan sesuai dengan jurnal penelitian terbaru.



2.



Perawat Perawat lebih banyak memberikan pelayanan secara maksimal sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup klien untuk terhindar dari kelebihan



volume



cairan



yang



bisa



mengakibatkan



komplikasi



intradialitik dan memberikan pendidikan kesehatan serta motivasi sehingga dapat berdampak positif terhadap kesehatan pasien dan keluarga tentang pentingnya diet pada pasien gagal ginjal kronis. 3.



Mahasiswa Mahasiswa seharusnya lebih banyak menerapkan tindakan bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen xylitol pada pasien ginjal kronis dengan kelebihan volume cairan sehingga dapat menurunkan rasa haus pada pasien. Mahasiswa selain terhadap pasien yang dikelolanya



kepada pasien lain dapat diterapkan, sehingga



mahasiswa lebih mahir dalam pelaksanaannya dan juga mahasiswa harus



cv



lebih banyak belajar dan mancari referensi lebih banyak baik dari buku maupun jurnal penelitian terbaru mengenai keefektifan penggunaan bilas mulut dengan obat kumur dan mengunyah permen karet.



cvi



DAFTAR PUSTAKA



Badreldin H. A, Isehaq A. , Sumyia B, Ahmed A, Abderrahim N, Simone S, Nina Q, Nicole S, (2013). Effec t of Gum Arabic on Oxidative Stress and Inflammation in Adenine–Induced Chronic Renal Failure in Rats. 20 Juli 2016 Baradero, M, et al (2005). Prinsip dan Praktek Keperawatan Perioperatif. Penerbit : Buku Kedokteran. EGC : Jakarta. Betz, C.L and Swoden, l. A (2009). Buku saku keperawatan pediantri, ed 5. Jakarta : EGC Brunner & Suddart’s. (2005). Textbook of medical Surgical Nursing, Lippincott William Wilkins. Casper P. B, Henk S. B, Enno C. I. , Johanna C. K, (2005). Chewing gum and a saliva substitute alleviate thirst and xerostomia in patients on haemodialysis. 20 Juli 2016 Davey, P. (2005). At aglance medicine. Jakarta : Erlangga DeBruyne, Linda Kelly; Pinna, Kathryn; dan Whitney, Ellie. 2012. Nutrition and Diet Therapy, Principles and Practice. USA: Thomson, Wadsworth. Foley, Herzog & Collins. (2002). Fluid Management in Patients on hemodialysis. (Issues in Renal Nutrition : Focus on Nutritional care for Nephrology Patients), Nephrology Nursing Journal. 20 Juli 2016 Gomez. J. M. Maite, Rosa. J. Patrocinio, R and Rafael. (2005). Interdialytic weight gain as a marker of blood pressure, nutrition, and survival in hemodialysis patients, Kidney International (2005) 67, S63-S68; http://www.nature.com/ki/journal/v67/n93s/abs/4496017a.html Guyton, A., & Hall, J. (2006). Textbook of Medical Physiology (11th ed.). Philadelphia: Elsevier Inc. Hudak, C.M & Gallo, B.M (2012). Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC



cvii



Kaveh & Kimme (2000). Nonadherence With Diet and Fluid Restrictrions Among Adults Having Hemodialysis. Journal of Nursing Scholarship. Volume 37, Issue I, pages 25-29, First Quarter 2005. Kimmel P. L, dkk (2005). Interdialytic Weight Gum and Survival in Hemodialysis Patient : Effects of duration of ESRD and Diabetic mellitus. Kidney International 57 (3), 1141-1151. Lewis, S.M. Helikemper, M.M.L. Dirksen, S.R (2000). Medical Surgical Nursing Assesment and Management Of Clinical Problem. 5th. Ed. St. Louis; Mosby, Inc. Medicine. 41 : 1436-1446 Nursalam (2006) . Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika Norman Wahyu A, 2014. Efektifitas Mengunyah Permen Karet Rendah Gula dan Mengulum Es Batu TerhadapPenurunan Rasa Haus Pada PasienPenyakit Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di RSUD Tugurejo Semarang. Millard-Stafford, M., Wendland, D. M., O’Dea, N. K., & Norman, T. L. (2012). Thirst and hydration status in everyday life. Nutrition Reviews, 70(SUPPL/2), 147–151. Pace, R. C. (2007). Fluid Management in patient on Hemodialysis. Nephrology Nursing Journal, September- Oktober. Vol 34, No. 5. 557. Price, A. S. Wilson M. L, 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Alih Bahasa : dr. Brahm U. Penerbit : Jakarta : EGC Rita Ramayuris, 2008. Menu dan Resep Unik Untuk Penderita Hipertensi. Jakarta. PT Niaga Swadaya Rumondang Pangaribuan, 2016. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang menjalani Hemodialisa Dengan Intervensi Inovasi Mengulum Es Batu Terhadap Kelebihan Volume Cairan Di Unit Hemodialisa RSUD Taman Husada Bontang tahun 2016. Said, H. Mohammed, H. (2013). Effect of Chewing Gum on Xerostomia, Thirst and Interdialytic Weight Gain in Patients on Hemodialysis.20 Juli 2016 Smeltzer, S. C, Bare, B.G, Hinkle, J.L & Cheever, K.H (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing. 12 ed Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins. Corwin, (2009). Buku saku patofisiologi, Jakarta : EGC



cviii



Sulistyaningsih. 2011. Metodologi Penelitian Kebidanan KuantitatifKualitatif. Edisi I. Yogyakarta. Penerbit Graha Ilmu. Welas, (2011). Hubungan antara penambahan berat badan diantara dua waktu hemodialisis (Interdialysis Weight Gain: IDWG) terhadap kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di Unit hemodialisis IP2K RSUPn Fatmawati. Jakarta. Tesis dipublikasikan,, Jakarta, RSUP Fatwamati, Indonesia. Yahrini, 2009. Pengaruh Mengunyah Permen Karet rendah Gula terhadap Peningkatan Sekresi Saliva pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Kota Sanglah Tahun 2009. Yuliana Nimat, 2016. Analisa Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Dengan Intervensi Inovasi Mengunyah Permen Karet Xylitol Terhadap Perbaikan Kerusakan Membran Mukosa Oral Akibat Xerostomia Diruang Hemodialisa RSUD Taman Husada Bontang



cix



Satuan Operasional Intervensi Inovasi Bilas Mulut dengan Obat Kumur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah 2016 Elemen Tahap Pengkajian



Diagnosa keperawatan Tahap Persiapan Alat



Tahap Pelaksanaan : Tahap Orientasi



Tahap Kerja



Kriteria Untuk Kerja 1. Diagnosa medis yang muncul 2. Kaji catatan program dokter mengenai pembatasan khusus 3. Kaji kenaikan berat badan pasien (IDWG) 4. Kaji output urine pasien setiap hari 5. Kaji tingkat haus pasien 6. Kaji adanya kontraindikasi 7. Kaji kesiapan perawat 8. Kaji vital sign pasien 9. Kaji tingkat kesasaran pasien 10. Kaji kondisi pasien Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi 1. Sphygmomanometer+ stetoskop 2. Gelas ukur 3. Obat kumur Lysterin 4. Visual Analogue Scale untuk mengukur rasa haus 1. Cuci tangan 2. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri 3. Jaga privasi pasien dengan menutup pintu atau memasang sampiran 4. Beri penjelasan kepada pasien mengenai tindakan yang akan kita lakukan dan meminta pasien untuk bekerjasama sama saat tindakan berlangsung 5. Beri kesempatan pada pasien dan keluarga untuk bertanya 6. Atur posisi pasien yang membuat pasien nyaman (posisi supinasi, semifowler atau posisi lain yang nyaman) 7. Periksa mukosa mulut pasien apakah lembab atau kering 8. Tanyakan kembali kepada pasien mengenai hal yang tidak dimengerti 9. Anjurkan pasien menjelaskan perasaan



cx



Keterangan



10. Tahap Evaluasi



11. 12.



Tahap Terminasi



13.



fisik dan emosional yang ditimbulkan dari pendidikan kesehatan yang telah diberikan Anjurkan pasien menerapkan terapi ini secara mandiri Evaluasi respon pasien saat dilakukan tindakan keperawatan Evaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilakukan (rasa haus pasien) Akhiri tindakan dengan membaca do’a bersama pasien َّ ‫لَ ال‬ َّ‫ب للَّ ُه َّم‬ ََّّ ‫س أ َ ْذهبَّ النَّاسَّ َر‬ ََّ ْ‫ت َوا ْشف َّهُ ْالبَأ‬ ََّ ‫شافي وأ َ ْن‬ َّ ‫لَّ شفَآ ََّء‬ َّ ‫إ‬ ََّ ‫لَ شفَاءَّ شفَاؤ‬ ‫ُك‬ َّ ‫سقَما يُغَاد َُّر‬ َ



Artinya : “Ya Allah, Tuhan segala manusia, hilangkanlah segala penderitaannya, angkat penyakitnya, sembuhkanlah ia, engkau maha penyembuh, tiada yang menyembuhkan selain Engkau, sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit lagi.



Tahap Dokumentasi



14. Berpamitan dengan mengucapkan salam pada pasien 15. Mengumpulkan alat-alat 16. Mencuci tangan 17. Hari/tanggal dilakukannya tindakan keperawatan 18. Respon pasien selama dan setelah tindakan keperawatan 19. Hasil tindakan keperawatan yang telah diberikan



cxi



Satuan Operasional Mengunyah Permen Karet Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Samarinda 2016 Pengertian



Mengunyah permen karet adalah aktifitas melumatkan permen karet dengan cara mengunyah



Tujuan



Meningkatkan produksi saliva



Diagnose Keperawatan



Kerusakan membran mukosa berhubungan dengan penurunan salivasi 1. Kaji status klien 2. Kaji kesiapan klien 3. Kaji kesiapan perawat 4. Kaji kondisi umum klien 5. Kaji keadaan mukosa oral klien



Pengkajian



Perencanaan



1. 2. 3.



Pelaksanaan 1. Tahap Orientasi



a. b. c. d. e. f.



Mencuci tangan Menyiapkan alat Permen xylitol a. Spuit b. Kom kecil Memberikan salam, memanggil nama klien serta memperkenalkan diri Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan mengunyah permen karet xylitol Menanyakan kesiapan klien sebelum melakukan tindakan Memberikan kesempatan klien untuk bertanya Membaca basmalah Memberikan permen karet xylitol sebanyak 2 biji



2. Tahap kerja a. b.



c.



Klien diminta untuk mengunyah permen kart xylitol secara perlahan selama 15 menit Lima menit setelah mengunyah permen karet saliva di tamping dalam wadah yang telah disediakan kemudian diukur dengan spuit dengan metode speeting Mengobservasi membran mukosa mulut



cxii



d. 3. tahap Terminasi



e.



Mengevaluasi kegiatan yang telah diberikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan (subyektif dan obyektif) Berikan reinforcement positif pada klien



a. b.



Evaluasi



Terminasi



Kontrak pertemuan selanjutnya Mengakhiri pertemuan dengan baik (berdoa) berpamitan dengan mengucapkan salam c. Mencuci tangan a. Terapi yang diberikan kepada klien b. Mengevaluasi membran mukosa klien c. Mengobservasi tanda-tanda vital klien a. Akhiri tindakan dengan membaca do’a bersama pasien َّ ‫شفَآ َء لَ ال‬ ‫س أ َ ْذهب ال َّناس َربَّ للَّ ُه َّم‬ َ ْ ‫شافي وأَ ْنتَ َوا ْشفهُ ْال َبأ‬ َّ‫سقَما يُغَاد ُر لَ شفَاء شفَاؤُكَ إل‬ َ Artinya : “Ya Allah, Tuhan segala manusia, hilangkanlah segala penderitaannya, angkat penyakitnya, sembuhkanlah ia, engkau maha penyembuh, tiada yang menyembuhkan selain Engkau, sembuhkanlah dengan kesembuhan yang tidak meninggalkan sakit lagi.



Dokumentasi



Sumber terkait



b. Berpamitan dengan mengucapkan salam pada pasien c. Mengumpulkan alat-alat d. Mencuci tangan a. Terapi yang diberikan kepada klien b. Waktu pemberian permen karet xylitoll klasik c. Alat bantu yang digunakan d. Evaluasi kondisi klien setelah mengunyah permen xylitol Yahrini (2009)



cxiii