Bab I, II Proposal Tia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang



Di zaman modern ini bekerja menjadi suatu hal yang diharuskan setiap orang untuk memenuhi kehidupannya maupun untuk kehidupan keluarga mereka, sebagai makhluk sosial keseimbangan kehidupan kerja bukan hanya dilihat dari segi fisiologis, tapi dari psikologis juga. Menurut Westman, Brough, & Kalliath, 2009 mengatakan bahwa individu yang memperhatikan antara keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi merupakan individu yang lebih mementingkan kesejahteraan psikologisnya daripada mengejar kekayaan semata. setiap karyawan dalam organisasi juga dituntut untuk terus meningkatkan ketepatan, kecepatan, mengembangkan kualitas, potensi dalam kinerja, serta produktivitas pada perusahaan guna menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja perusahaan. Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam mencapai tuntutan kerja tersebut adalah faktor sumber daya manusia (SDM) (Artadi, 2015: 1). Manusia sebagai penggerak perusahaan merupakan faktor utama karena eksistensi perusahaan tergantung pada manusia-manusia yang terlibat di belakangnya. Untuk dapat mencapainya, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga, perusahaan perlu memberikan fokus terhadap kondisi pekerjanya dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan perusahaan. Namun, dalam perjalanan kerjanya sebagian besar orang mulai memperhatikan hal lain selain untuk bekerja (Mariati, 2013: 1). Baik itu seperti halnya tentang kebutuhan untuk dihargai, membentuk ketertarikan sosial, merasa kompeten di kehidupan kerja, serta tentang ketidakseimbangan antara kehidupan dan beban kerja yang dikerjakannya untuk perusahaan seperti misalnya, target penyelesaian tugas yang mendesak sehingga terkadang harus sampai dibawa pulang ke rumah, rapat kerja hingga larut malam, serta perjalanan bisnis ke luar kota yang akhirnya membuat kebutuhan dengan keluarga, lingkungan, maupun pemenuhan untuk pribadi menjadi terganggu. Bahkan, True Careers pernah membuat survei tentang keseimbangan



kehidupan kerja yang dilakukan pada tahun 2002 yang hasilnya menunjukkan bahwa 70% dari 1.500 responden mengatakan bahwa mereka tidak memiliki keseimbangan yang sehat antara kehidupan pribadi dan pekerjaan mereka (Lockwood, 2003 dalam Widyasari, Susilawati,& Ula, 2015:14). Tetapi, pada kenyataannya terkadang sebuah organisasi atau perusahaan lebih memfokuskan tuntutannya saja terhadap para pekerjanya dan sebaliknya kurang bisa menyusun dan membagi tuntutan yang datang dari setiap individu yang bekerja dalam memenuhi kebutuhan kerja mereka (Prawira, 2007). Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu organisasi adalah kinerja karyawan. Untuk meningkatkan kinerja karyawan, diantaranya adalah dengan memperhatikan Beban Kerja dan Work Life Balance. Masalah Beban Kerja dan Work Life Balance juga dialami oleh PT. Bank Maluku Malut, masalah tersebut nampak dalam berita tentang Arif Burhanudin Waliulu yang



merupakan



direktur utama pada Bank Maluku dan Maluku Utara. Belum genap setahun memimpin bank pelat merah itu, Waliulu sudah mengundurkan diri. Orang dekat Arief Waliulu yang menghubungi Siwalima, Minggu (18/10) mengakui, Waliulu sudah menyampaikan pengunduran diri sejak 9 Oktober lalu. Langkah itu  terpaksa diambil olehnya karena tak kuat lagi memikul beban kerja yang berat. “Beban kerja terlalu berat, itu jadi alasannya,” kata orang dekat Waliulu yang mewanti-wanti agar namanya tak dipublikasikan. (https://siwalimanews.com/dirut-bankmaluku-mundur-ada-apa/). Berdasarkan berita diatas Beban Kerja yang terlalu berat dapat menyebabkan karyawan dalam hal ini adalah Wailulu lebih banyak menghabiskan waktu ditempat kerjanya daripada dirumah, hal ini yang menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan antara Work Life Balance yaitu kehidupan kerja dan kehidupan pribadi karyawan tersebut. Apabila hal ini terjadi otomatis akan membuat kinerja karyawan tersebut menurun dan yang paling fatal dapat membuat karyawan tersebut sampai mengundurkan diri sesuai berita diatas. Beban kerja seseorang sudah ditentukan dalam bentuk standar kerja perusahaan menurut jenis pekerjaannya. Beban kerja yang dibebankan kepada karyawan dapat terjadi dalam tiga kondisi. Pertama, beban kerja sesuai standar. Kedua, beban kerja yang terlalu tinggi (over capacity). Ketiga, beban kerja yang terlalu rendah (under capacity). Beban kerja yang terlalu berat atau ringan akan berdampak terjadinya in-efisiensi kerja. Beban kerja yang terlalu ringan



berarti terjadi kelebihan tenaga kerja. Kelebihan ini menyebabkan organisasi harus menggaji jumlah karyawan lebih banyak dengan produktifitas yang sama sehingga terjadi inefisiensi biaya. Sebaliknya, jika terjadi kekurangan tenaga kerja atau banyaknya pekerjaan dengan jumlah karyawan yang dipekerjakan sedikit, dapat menyebabkan keletihan fisik maupun psikologis bagi karyawan. Akhirnya karyawan pun menjadi tidak produktif karena terlalu lelah. Selain beban kerja, faktor lain yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah work life balance. Keseimbangan antara kehidupan di dalam pekerjaan merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan dalam membuat suatu kebijakan agar kinerja pegawai tetap terjaga. Work-life balance adalah sebuah konsep keseimbangan yang melibatkan ambisi atau karir dengan kebahagiaan, waktu luang, keluarga dan pengembangan spiritual (Weckstein, 2008: 10). Menyeimbangkan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi sering kali menjadi suatu kendala yang yang sering dialami oleh karyawan yang bekerja (Wambui et al. 2017). Apabila work life balance tidak dikelola dengan baik oleh perusahaan maka akan berpengaruh kepada karyawan dan perusahaan. hal tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Cahil et al. (2015) bahwa apabila tuntutan pekerjaan yang diberikan kepada karyawan lebih banyak waktu dihabiskan ditempat kerja dan sedikit waktu dihabiskan dirumah akan mempengaruhi work life balance karyawan. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Maartje Paais (2019) yang berjudul pengaruh stress kerja dan beban kerja terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank SinarMas Ambon. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu samasama menggunakan variabel independen beban kerja dan variabel dependen kinerja karyawan. Perbedaan pada penelitian ini yakni peneliti menambahkan variabel independen baru yaitu work life balance. Variabel work life balance mengacu pada penelitian Saina, Pio, dan Rumawas (2016) yang berjudul pengaruh work life balance dan kompensasi terhadap kinerja karyawan PT. PLN wilayah Suluttenggo area Manado. Alasan menambahkan variabel ini karena dengan adanya work life balance akan mempengaruhi tinggi atau rendahnya kinerja karyawan. Semakin tinggi work life balance yang dirasakan karyawan maka akan semakin tinggi pula kinerja karyawan tersebut. Selain itu, alasan peneliti tidak menggunakan variabel stress kerja dan tetap menggunakan variabel beban kerja karena peneliti tidak memusatkan tujuan dari penelitian ini tidak untuk melihat kondisi pskilogis dan biologis karyawan tetapi berfokus pada beban kerja yang diberikan kepada karyawan.



Berdasarkan keterkaitan konsep dan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Beban Kerja dan Work Life Balance terhadap Kinerja Karyawan (Studi Empiris pada PT. Bank Maluku Malut)”. 1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang telah dikemukakan, maka peneliti



merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.



Apakah Beban Kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan ?



2.



Apakah Work Life Balance berpengaruh terhadap kinerja karyawan ?



1.3



Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:



1.



Untuk menguji secara empiris pengaruh Beban Kerja terhadap kinerja karyawan.



2.



Untuk menguji secara empiris pengaruh Work Life Balance terhadap kinerja karyawan.



1.4



Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang dibedakan menjadi dua macam



yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1.



Manfaat Teoritis a. Bagi Akademis Penelitian ini diharapkan mampu menambah dan meningkatkan wawasan, informasi, serta pemikiran dan ilmu pengetahuan yang khususnya berkaitan dengan pengaruh Beban Kerja dan Work Life Balance terhadap Kinerja Karyawan. Diharapkan dapat berguna dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. b. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penelitian sejenis guna melakukan penelitian selanjutnya.



2.



Manfaat Praktisi a. Bagi PT Bank Maluku Malut Diharapkan dari penelitian ini, dapat menjadi tolak ukur bagi serikat dalam menerapkan program Worklife balance, dan menjadi tolak ukur terhadap kinerja karyawan dan kepuasan kerja karyawan dalam bekerja dan membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Selain itu, sebagai evaluasi bagi perusahaan untuk dapat memberikan langkah yang tepat b. Bagi Peneliti



BAB II LANDASAN TEORI 2.1



Beban Kerja Menurut Irwandy (2006), beban kerja adalah frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-



masing pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan beban kerja menurut Menurut KEPMENPAN no.75/2004 adalah sejumlah target pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai dalam satu satuan waktu tertentu. Sedangkan pengertian beban keja menurut PERMENDAGRI no.12/2008 Beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alat untuk menyempurnakan aparatur baik dibidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia. Perhitungan beban kerja dapat dilihat dari 3 aspek, yakni fisik, mental dan panggunaan waktu. Aspek fisik meliputi beban kerja berdasarkan kriteria-kriteria fisik manusia. Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis). Sedangkan aspek pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja (Marizki, 2014). 2.1.1



Indikator Beban Kerja Definisi operasional indikator yang digunakan untuk mengukur beban kerja diadopsi dari



Arika (2011) adalah sebagai berikut: a. Tugas-tugas yang bersifat fisik (sikap kerja) Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap bagaimana semangat kerja yang dimiliki oleh karyawan.



b. Tugas-tugas yang bersifat mental (tanggung jawab, kompleksitas pekerjaan, emosi pekerja dan sebagainya) Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap seberapa besar tanggung jawab yang dibebankan kepada karyawan. c. Waktu kerja dan waktu istirahat karyawan Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap waktu kerja dan istirahat yang diberikan perusahaan.Kerja secara bergilir Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap jadwal shift kerja yang diberikan karyawan. d. Pelimpahan tugas dan wewenang Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap wewenang dan tugas yang diberikan perusahaan. e. Faktor somatis (kondisi kesehatan) Indikator ini diukur dari tanggapan responden terhadap ada atau tidaknya jaminan kesehatan dari perusahaan. 2.1.2



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja



Prihatini (2007), menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti: 1) Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas-tugas yang be rsifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, tingkat kesulitan pekerjaan, pelatihan atau pendidikan yang diperoleh, tanggung jawab pekerjaan. 2) Organisasi kerja seperti masa waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang. 3) Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja psikologis. Ketiga aspek ini disebut wring stresor. b. Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Faktor internal meliputi faktor somatis (Jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan. keinginan dan kepuasan).



2.2 2.2.1



Work Life Balance Definisi Work-Life Balance Definisi Work Life Balance menurut para ahli diantaranya:



Menurut Frone mengatakan bahwa Work Life Balance direpresentasikan oleh sedikit konflik yang muncul karena menjalankan berbagai peran serta memperoleh keuntungan dalam menjalankan perannya tersebut. Kirchmeyer mengatakan bahwa Work Life Balance adalah tercapainya kepuasan disemua aspek kehidupan dan hal tersebut membutuhkan tenaga, waktu dan komitmen yang didistribusikan dengan baik yang ke semua bagian. Greenhauss, Collins & Shaw mendefinisikan Work Life Balance sebagai keadaan dimana individu merasa terikat dan puas terhadap perannya di keluarga maupun pekerjaan7 . Dan dalam sebuah buku yang berjudul “Get a Life” karya Andrea Molloy menyatakan bahwa Work life balance/keseimbangan hidup adalah sebuah rasa pengendalian, pencapaian, dan penikmatan dalam kehidupan sehari-hari. sejauh mana individu terlibat dan sama-sama merasa puas dalam hal waktu dan keterlibatan psikologis dengan peran mereka didalam kehidupan kerja dan kehidupan pribadi (misalnya dengan pasangan, orang tua, keluarga, teman dan anggota masyarakat) serta tidak adanya konflik diantara kedua peran tersebut. Dapat dikatakan individu yang memperhatikan antara keseimbangan kehidupan kerja dan kehidupan pribadi merupakan individu yang lebih mementingkan kesejahteraan psikologisnya daripada mengejar kekayaan semata. Intinya adalah apabila individu mencapai keseimbangan dalam perannya baik di dunia kerja maupun dalam kehidupan pribadi dan adanya keterlibatan psikologis antar keduanya, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut memiliki work life balance. Oleh karena itu, work life balance hanya dapat dicapai ketika individu mengalami kepuasan dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Dimana perusahaan berperan untuk menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan kerja karyawan tanpa mengesampingkan tujuan perusahaan itu sendiri untuk tumbuh dan berkembang . Jadi, dari beberapa definisi yang sudah dijelaskan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa work life balance adalah sebuah rasa tercapainya keseimbangan antara peran pekerjaan dan kehidupan serta tercapainya kepuasan disemua aspek kehidupan.



2.2.2



Aspek-Aspek Work Life Balance Aspek-Aspek Work-Life Balance Work-life balance terdiri dari beberapa aspek yang



diungkap oleh beberapa ahli. Menurut Greenhaus, Collins dan Shaw (2003) menyatakan bahwa work-life balance terdiri dari aspek-aspek berikut: a. Time balance (Keseimbangan waktu) Menyangkut jumlah waktu yang diberikan pada seseorang untuk karirnya dengan waktu yang diberikan untuk keluarga atau aspek kehidupan selain karir, misalnya seorang karyawan di samping bekerja juga membutuhkan waktu untuk liburan, berkumpul bersama teman, bersosialisasi dengan masyarakat serta menyediakan waktu untuk berkumpul dengan keluarga. b. Involvement balance (Keseimbangan keterlibatan) Keseimbangan akan keterlibatan mengacu pada keterlibatan psikologis yang seimbang dalam karir seseorang dan keluarganya. Seseorang yang memiliki keseimbangan peran tidak akan mengalami konflik dan kebingungan dalam kedua ranah tersebut. contohnya stres kerja c. Statisfaction balance (Keseimbangan kepuasan) Tingkat kepuasan dalam hal ini mengacu pada tingkat kepuasan yang seimbang seseorang terhadap karir dan keluarganya. Misalnya seorang karyawan puas akan pekerjaannya di kantor serta puas dengan keadaan keluarganya



2.2.3



Dimensi Work Life Balance Menurut Fisher, Bulger, dan Smith (2009) Dimensi Work Life Balance memiliki 4



dimensi pembentuk yaitu : a. WIPL (Work Interference Personal Life) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat mengganggu kehidupan pribadi individu. Misalnya, bekerja dapat membuat seseorang sulit mengatur waktu untuk kehidupan pribadinya. b. PLIW (Personal Life Interference Work) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu mengganggu kehidupan pekerjaannya. Misalnya, apabila individu memiliki masalah didalam kehidupan pribadinya, hal ini dapat mengganggu kinerja individu pada saat bekerja.



c. PLEW (Personal Life Enhancement of Work) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana kehidupan pribadi individu dapat meningkatkan performa individu dalam dunia kerja. Misalnya, apabila individu merasa senang karena kehidupan pribadinya menyenangkan maka hal ini dapat membuat suasana hati ndividu pada saat bekerja. d. WEPL (Work Enhancement Of Personal Life) Dimensi ini mengacu pada sejauh mana pekerjaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan pribadi individu. Misalnya, keterampilan yang diperoleh individu pada saat bekerja, memungkinkan individu untuk memanfaatkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.



2.2.4



Faktor-faktor Work Life Balance Faktor-faktor Work Life Balance berhubungan dengan berbagai faktor-faktor lain,



diantaranya11 : a. Dukungan organisasi. Dukungan organisasi terdiri dari dua bentuk, yaitu dukungan formal dan dukungan informal. Dukungan formal dapat berupa ketersediaan work family policies/benefits dan fleksibilitas pengaturan jadwal kerja. Sedangakan dukungan informal dapat berupa otonomi kerja, dukungan dari atasan, dan perhatian terhadap dampak karir karyawan. b. Dukungan keluarga Dukungan keluarga dapat menjadikan tercapainya Work Life Balance, salah satu bentuk dukungan dari keluarga adalah dukungan dari pasangan. c. Kepribadian Kepribadian seseorang juga berhubungan dengan bagaimana seorang mempersepsikan keadaan balance di keluarga dan pekerjaan. Seseorang yang memiliki kontrol diri baik akan lebih tenang dalam menghgadapi permasalahan yang muncul di keluarga maupun pekerjaan, sehingga dapat meminimalisir konflik yang terjadi dalam keduanya. d. Orientasi kerja Orientasi kerja berhubungan dengan Work Life Balance, karena saat ini banyak orang yang memang memiliki keinginan untuk bekerja sehingga mereka lebih siap menghadapi konsekuensi dari pekerjaan tersebut. e. Jenjang karir Semakin tinggi jabatan lebih menyulitkan seseorang untuk mencapai Work Life Balance. f. Iklim Organiasi Iklim organisasi juga berperan dalam tercapainya Work Life Balance. Seseorang lebih mudah mencapai Work Life Balance jika bekerja di lingkungan organisasi yang suportif terhadap keluarganya



2.2.5



Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Work-Life Balance Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Work-Life Balance Utami dan Yuniarti (2010) ada



beberapa faktor pendorong work-life balance, yaitu : a. Nilai comfort, kenyamanan membuat seseorang lebih memahami dengan apa yang dilakukannya setiap hari dan membuat seseorang dapat mengatasi konflik yang terjadi. Contohnya yaitu pegawai dapat mengatur ruangan kerja atau meja kerja, sehingga membuat nyaman pegawai dalam menyelesaikan pekerjaanya. b. Nilai religious, dengan cara yakin kepada Tuhan, seseorang akan mampu untuk melakukan refleksi diri dan menerima kondisi. Contohnya sebelum melakukan suatu pekerjaan, pegawai dapat melakukan ibadah seperti doa, shalat atau lain sebagainya. c. Nilai achivement dimana seseorang dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk dapat membantu dan menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan fleksibel. Contohnya pegawai dapat mengatur jadwal kerja dari pemahaman manajemen waktunya, sehingga waktunya kerja dapat diselesaikan dengan fleksibel dan cepat. Sedangkan menurut Schabracq, Winnubst, dan Coope (2003) ada beberapa faktor yang mungkin saja mempengaruhi work-life balance seseorang, yaitu : a. Karakteristik Kepribadian Karakteristik kepribadian dapat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang dalam aktivitas kerja dan di luar kerja. Menurut Novelia,Sukhirman, dan Hartana (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kepribadian merupakan suatu faktor dalam mempengaruhi work-life balance. b. Karaktersitik Keluarga Karakteristik ini menjadi salah satu aspek penting yang dapat menentukan ada tidaknya konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Faktor ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Zulaifah (2015) yang mengatakan bahwa keadaan keluarga pada orang tua yang pisah kerja (long distance family) memiliki work familiy interface yang lebih tinggi. c. Karakteristik Pekerjaan Karakteristik ini meliputi pola kerja, beban kerja, shift kerja dan jumlah waktu yang digunakan untuk bekerja dapat memicu adanya konflik baik konflik dalam pekerjaaan maupun konflik dalam kehidupan pribadi. semakin banyak jumlah jam kerja yang digunakan karyawan, maka kompleksitas dan control terhadap pekerjaan semakin tinggi. Hal ini



akan berdampak pada munculnya ketidak puasan dalam pencapaian work life balance. jam kerja yang ideal adalah waktu yang diselesaikan dalam pekerjaan tidak melebihi waktu yang ditetapkan (Valcour,2007). d. Sikap Sikap merupakan evaluasi terhadap berbagai aspek dalam dunia sosial. Dimana dalam dalam sikap terdapat komponen seperti pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak. Sikap dari masing-masing individu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi work life balance.



2.3



Kinerja Karyawan



2.3.1



Definisi Kinerja Kinerja karyawan merupakan salah satu faktor keberhasilan penentuan pencapaian



tugas terhadap individu yang dapat mengarahkan pada penentapan kinerja organisasi Rivai dan Basri dalam buku Sinambela (2017:478). Hasibuan (2012:94) kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Simajutak dalam Widodo (2015:131) juga mengemukakan bahwa kinerja adalah tingkatan pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Menurut Mangkunegara (2016:67) bahwa istilah kinerja dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan kinerja adalah salah satu faktor keberhasilan pencapaian tugas atau hasil kerja seseorang secara kualitas dan kuantitas dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas. Menurut Wibowo (2016) kinerja penting bagi organisasi karena suatu organisasi dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil kerja atau prestasi kerja organisasi dan menunjukkan sebagai kinerja atau performa organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh



dari serangkaian aktivitas yang dijalankan organisasi. Aktivitas organisasi dapat berupa pengelolaan sumber daya organisasi maupun proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.



2.3.2



Model kinerja Kinerja yang baik akan dipengaruhi dua hal, yaitu tingkat kemampuan dan



motivasi kerja yang baik (Mitchel dalam Sinambela, 2012). Kemampuan seseorang dipengaruhi pemahaman atas jenis pekerjaan dan ketrampilannya, selain itu kontribusi motivasi terhadap kinerja tidak dapat diabaikan. Meskipun karyawan sangat baik, tetapi motivasi kerja rendah, sudah tentu kinerjanya juga akan rendah. Secara sistematis, untuk menentukan kinerja karyawan dapat digunakan formula sebagai berikut (Sinambela, 2012:484). Kinerja = Kemampuan x Motivasi Formula tersebut menjelaskan bahwa kinerja seorang karyawan sama dengan kemampuan karyawan tersebut untuk melakukan tugas-tugas yang di bebankan kepadanya dikalikan dengan motivasi yang ditujukan untuk melakukan tugas-tugas tersebut.



2.3.3



Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Karyawan



Para pemimpin organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya berada di bawah pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas mereka tidaklah sama. Faktor faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan Moh. As’ad (2001), meliputi: 1) Faktor finansial, yaitu terpenuhinya keinginan karyawan terhadap kebutuhan finansial yang diterimanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari sehingga kinerja karyawan dapat ditingkatkan. Hal ini meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial, macammacam tunjangan fasilitas yang diberikan serta promosi.



2) Faktor fisik yaitu _actor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan. Hal ini meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan/suhu, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan dan umur. 3) Faktor sosial yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. Hal ini meliputi rekan kerja yang kompak, pimpinan yang adil dan bijaksana, serta pengarahan dan perintah yang wajar. 4) Faktor psikologi yaitu faktor yang berhubungan dengan psikologi karyawan. Hal ini meliputi minat, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat dan ketrampilan. 2.3.4



Indikator Kinerja Sebuah organisasi didirikan tentunya dengan suatu tujuan tertentu. Sementara tujuan itu



sendiri tidak sepenuhnya akan dapat dicapai jika karyawan tidak memahami tujuan dari pekerjaan yang dilakukannya. Artinya, pencapaian tujuan dari setiap pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan akan berdampak secara menyeluruh terhadap tujuan organisasi. Oleh karena itu, seorang karyawan harus memahami indikator-indikator kinerja sebagai bagian dari pemahaman terhadap hasil akhir dari pekerjaannya. Sementara itu, dalam kaitannya dengan indikator kinerja karyawan Zaputri, dkk (2013) mengemukakan bahwa kinerja karyawan dapat diukur dengan indikator-indikator sebagai berikut: 1) Kuantitas Kerja, yaitu meliputi jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan. 2) Kualitas Kerja, yaitu berlaku sebagai standar proses pelaksanaan kegiatan rencana organisasi. 3) Ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan, yaitu pemenuhan kesesuaian waktu yang dibutuhkan atau diharapkan dalam pelaksanaan kegiatan.



2.3.5 Dimensi kinerja Adapun dimensi kinerja menurut Edison dkk. (2016:195) yaitu sebagai berikut : 1) Target Target merupakan indikator terhadap pemenuhan jumlah barang, pekerjaan atau jumlah uang yang dihasilkan.



2) Kualitas Kualitas merupakan elemen penting, karena kualitas yang dihasilkan menjadi kekuatan dalam mempertahankan loyalitas pelanggan. 3) Waktu penyelesaian Penyelesaian yang tepat waktu membuat kepastian distribusi dan penyerahan pekerjaan menjadi pasti. Ini adalah modal untuk membuat kepercayaan pelanggan. 4) 5) Taat asas Tidak saja harus memenuhi target, kualitas dan tepat waktu tapi juga harus dilakukan dengan cara yang benar, transparan dan dapat dipertanggung jawabkan



2.4



Penelitian Terdahulu Berikut merupakan lampiran dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti



sebelumnya, yang dapat dilihat dalam tabel 2.1 di bawah ini : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu



No 1



Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Adityawarman , Pengaruh Beban Kerja Beban kerja secara simultan Sanim



dan terhadap Kinerja Karyawan mempunyai pengaruh yang



Sinaga (2015)



PT. Bank Rakyat Indonesia signifikan dan positif secara (persero)



Tbk



Cabang langsung terhadap Kinerja



Krekot



karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia



2



(persero)



Tbk



Cabang Krekot. Saina , Pio dan Pengaruh Work life balance Work life balance



dan



Rumawas (2016) dan Kompensasi terhadap Kompensasi secara simultan Kinerja karyawan pada PT mempunyai pengaruh yang PLN



(persero)



Wilayah signifikan dan positif secara



Suluttenggo area Manado



langsung terhadap karyawan pada



PT



PLN



(persero)



Wilayah Suluttenggo area 3



Putri (2017)



Pengaruh Motivasi kerja



Manado. Motivasi kerja dan Beban



dan Beban kerja terhadap



Kerja



Kinerja karyawan PT PLN



mempunyai pengaruh yang



(persero) unit induk



signifikan



pembangunan jawa bagian



terhadap Kinerja karyawan



tengah II yogyakarta.



PT PLN (persero) unit induk



secara



simultan



dan



positif



pembangunan jawa bagian 4



Dina (2018)



Pengaruh



Work



Life



tengah II yogyakarta. Work life balance



Balance terhadap Kinerja berpengaruh karyawan di KUD minatani secara brondong lamongan.



signifikan



simultan



kinerja



karyawan



minatani 5



Maartje



terhadap KUD



brondong



lamongan. Paais Pengaruh Stres kerja dan Stress kerja dan Beban kerja



(2019)



Beban



kerja



terhadap berpengaruh



positif



dan



Kinerja karyawan pada PT. signifikan terhadap Kinerja Bank Sinarmas Ambon 6



Anggara



karyawan PT.Bank Sinarmas



Ambon. dan Pengaruh Work life balance Work life



Winarno (2020)



dan



Budaya



Balance



dan



Perusahaan Budaya Perusahaan secara



terhadap Kinerja karyawan simultan



berpengaruh



(Studi pada Divisi Sumber signifikan terhadap Kinerja Daya Manusia (SDM) PT Karyawan



Divisi



Sumber



2.5



Pengembangan Hipotesis



BAB III METODE PENELITIAN



3.1



Objek dan Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di PT. Bank Maluku Malut yang beralamat di Jalan Raya



Pattimura No 09 , Ambon 97124.



3.2



Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel