Bab I IV [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pelangi merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi di daerah tropis, seperti Indonesia. Menurut Smith (2000:32) Indonesia miliki intensitas cahaya matahari yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kutub. Sinar matahari, angin, dan rotasi bumi dapat mempengaruhi arus air laut. Tingginya arus air laut dapat meningkatkan proses kondensasi, sehingga curah hujan akan semakin tinggi di daerah tropis. Kombinasi antara berbagai faktor alam tersebut akan mempengaruhi terbentuknya pelangi. Fenomena pelangi yang tercipta ketika rintik hujan memecah sinar matahari telah membuat manusia terpesona sejak zaman dahulu kala. Upaya menjelaskan pelangi secara ilmiah pun telah dilakukan sejak masa Aristoteles. Kunci terjadinya pelangi adalah pembiasan, pemantulan dan dispersi cahaya. Sejauh ini pendekatan yang digunakan untuk menjawab fenomena pelangi ialah dari sisi fisika, namun pendekatan dengan menggunakan matematika, khususnya kalkulus masih jarang ditemui. Kalkulus merupakan salah satu cabang ilmu matematika yang membahas masalah limit, turunan, integral dan deret tak terhingga. Kalkulus merupakan ilmu mengenai perubahan, geometri merupakan ilmu yang mempelajari bentuk benda dan aljabar merupakan ilmu mengenai pengerjaan untuk persamaan serta aplikasinya. Di sisi lain, kalkulus memiliki aplikasi yang luas dalam bidang



1



2



sains, ekonomi, dan teknik serta dapat memecahkan masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan aljabar elementer. Kalkulus memiliki dua cabang utama, kalkulus diferensial dan kalkulus integral. Aplikasi kalkulus integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa, kerja, dan tekanan. Sedangkan aplikasi dari kalkulus diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan percepatan, kemiringan suatu kurva, nilai minimum dan maksimum. Kita dapat menjelaskan fenomena pelangi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan prinsip nilai minimum dan maksimum, Penulis merasa fenomena pelangi ini sangat menarik perhatian, karena masalah tersebut belum dijelaskan dalam materi perkuliahan, khususnya dari sudut pandang kalkulus. Pembahasan masalah ini dibuat agar tinjauan kalkulus untuk pelangi dapat dilakukan secara lebih mendalam.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini, yaitu: “Bagaimana proses terjadinya pelangi, bentuk pelangi, posisi pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus?” Rumusan masalah di atas dapat diuraikan menjadi pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana proses terjadinya pelangi? 2. Bagimana model matematika dapat menjelaskan proses terjadinya



pelangi melalui pembiasan, pemantulan dan dispersi cahaya? 3. Bagaimana bentuk pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus?



3



4. Bagaimana posisi relatif pelangi terhadap pengamat dan matahari jika



ditinjau dari segi kalkulus?



1.3 Batasan Masalah Pembahasan fenomena pelangi pada karya ilmiah ini merupakan pelangi yang terjadi secara alamiah dan pembahasan hanya pada pelangi pertama.



1.4 Tujuan Penulisan 1. Menjelaskan proses terjadinya pelangi, posisi pelangi, dan bentuk



pelangi jika ditinjau dari segi kalkulus. 2. Menentukan model matematika yang dapat menjelaskan proses



terjadinya pelangi melalui pembiasan, pemantulan, dan dispersi cahaya.



1.5 Manfaat Penulisan 1. Dapat menambah pengetahuan tentang keterkaitan ilmu kalkulus



dengan fenomena pelangi. 2. Dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut tentang



tinjauan kalkulus untuk pelangi secara lebih mendalam. 1.6 Asumsi - asumsi 1. Tetesan air hujan berbentuk bola. 2. Sinar matahari yang masuk ke tetesan air hujan bebas hambatan. 3. Ilustrasi dilakukan pada dimensi 2.



4



4. Indeks bias dan panjang gelombang tiap warna diketahui. 5. Kandungan butiran air di udara cukup banyak.



BAB II MATERI PRASYARAT



2.1 Matematika 1.



Turunan



5



5



Definisi 2.1 Turunan fungsi f adalah fungsi lain f' (dibaca “f aksen”) yang nilainya pada sebarang bilangan c adalah f'c=limh→0fc+h-f(c)h



asalkan limit ini ada. Jika



limit



terdiferensialkan



ini



memang



(terturunkan)



ada, di



c.



maka



dikatakan



Pencarian



turunan



bahwa



f



disebut



pendiferensialan. 2.



Diferensial Definisi 2.2 Misalkan fungsi f mempunyai persamaan y=f(x) mempunyai turunan dydx=f'(x). Diferensial dari x dinotasikan dengan dx dan diferensial dari y dinotasikan dengan dy, dan hubungan keduanya didefinisikan sebagai dy=f'x∆x dan dx=∆x



di mana ∆x menyatakan pertambahan sebarang dari x. Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa dydx=f'(x) ekivalen dengan dy=f'(x)dx, asalkan dx≠0. Dengan kata lain, fungsi turunan dapat diungkapkan sebagai hasil bagi diferensial. 3.



Nilai Maksimum dan Minimum Definisi 2.3 Andaikan S adalah daerah asal f yang memuat titik c. Kita katakan bahwa: i.f(c) adalah nilai maksimum f pada S jika f(c)≥fx untuk semua x di



S.



6



ii.f(c) adalah nilai minimum f pada S jika f(c)≤f(x) untuk semua x di



S. iii.f(c) adalah nilai ekstrim f pada S jika ia adalah nilai maksimum



atau nilai minimum.



Teorema Eksistensi Maks-Min Jika f kontinu pada selang tertutup [a,b], maka f mencapai nilai maksimum dan nilai minimum.



Teorema Titik Kritis Andaikan f didefinisikan pada selang I yang memuat titik c. Jika f(c) adalah titik ekstrim, maka c haruslah suatu titik kritis; yakni c berupa



salah satu: i.



Titik ujung dari I;



ii. Titik stasioner dari f(f(c)=0); iii. Titik singular dari f(f(c)tidak ada).



1.



Aproksimasi Definisi 2.4 Andaikan y=fx. Jika diberikan tambahan ∆x, maka y menerima tambahan yang berpadanan ∆y yang dapat dihampiri oleh dy. Jadi, fx+∆x diaproksimasi oleh: fx+∆x≈fx+dy=fx+f'(x)∆x



2.



Deret Taylor Definisi 2.5



7



Andaikan f dan semua turunannya, f’, f’’, f’’’, … berada dalam selang [a,b]. Misalkan x0∈a,b, maka untuk nilai-nilai x di sekitar x0 dan x∈a,b, f(x) dapat diperluas (diekspansi) ke dalam deret Taylor: fx=fx0+x-x01!f'x0+x-x022!f''x0+ …+x-x0mm!fmx0+…



3.



Aproksimasi Deret Taylor Terhadap Fungsi (a,f(a)) y a x y=f(x) y=fa+f'a(x-a) Gambar 2.1



Aproksimasi Linear



Aproksimasi Linear Aproksimasi diferensial bertujuan untuk mengaproksimasi suatu kurva di



dekat



sebuah



titik



dengan



menggunakan garis singgung pada titik tersebut. Perhatikan gambar 2.1 Persamaan garis singgung pada kurva y=fx di (a,f(a)) adalah y=fa+f'a(x-a)



Secara langsung menuju ke aproksimasi linear fx≈fa+f'a(x-a)



2.2 Fisika 1.



Pembiasan Cahaya



8



Pembiasan



cahaya



adalah



peristiwa



penyimpangan



atau



pembelokkan arah rambat cahaya karena cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Arah pembiasan cahaya dibedakan menjadi dua macam, yaitu mendekati garis normal dan menjauhi garis normal. Cahaya dibiaskan mendekati garis normal jika cahaya merambat dari medium optik kurang rapat ke medium optik lebih rapat. Contohnya jika cahaya merambat dari udara ke air. Sedangkan cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal jika cahaya merambat dari medium optik lebih rapat ke medium optik kurang rapat. Contohnya jika cahaya merambat dari air ke udara. Syarat-syarat terjadinya pembiasan cahaya ialah cahaya melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya dan cahaya datang tidak tegak lurus terhadap bidang batas.



A. Indeks Bias Cahaya Pembiasan cahaya dapat terjadi karena terdapat perbedaan laju cahaya pada kedua medium. Laju cahaya pada medium yang rapat lebih kecil dibandingkan dengan laju cahaya pada medium yang kurang rapat. Menurut Christian Huygens (1629-1695): “Perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa dengan laju cahaya dalam suatu zat dinamakan indeks bias.”



9



B. Pembiasan Cahaya Pada Prisma Bahan bening yang dibatas oleh dua bidang permukaan yang bersudut disebut prisma. Tetesan air hujan merupakan salah satu benda yang dihasilkan oleh alam, namun memiliki sifat seperti prisma. Maksudnya jika sebuah cahaya menembus tetesan air, maka cahaya tersebut akan dibiaskan. 1.



Pemantulan Cahaya Cahaya sebagai gelombang dapat memantul bila mengenai permukaan suatu benda. Pemantulan cahaya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pemantulan sempurna dan pemantulan baur. Pemantulan sempurna terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang mengkilap, seperti cermin. Saat cahaya mengenai permukaan cermin, kita dapat memprediksi arah pemantulannya. Sedangkan pemantulan baur dapat terjadi jika cahaya mengenai permukaan yang tidak rata, seperti kertas atau batu.



2.



Dispersi Cahaya Dispersi cahaya merupakan gejala penyebaran gelombang ketika menjalar melalui celah sempit atau tepi tajam suatu benda. Seberkas cahaya polikromatik jika melalui prisma akan mengalami proses penguraian warna cahaya menjadi warna-warna monokromatik. Dispersi cahaya terjadi jika ukuran celah lebih kecil dari panjang gelombang yang melaluinya.



3.



Hukum Snellius



10



Pada sekitar tahun 1621, ilmuan Belanda bernama Willebrord Snell melakukan eksperimen untuk mencari hubungan antara sudut datang dengan sudut bias. A. Hukum Snellius terhadap Pemantulan Cahaya 1.



Sinar datang, sinar pantul dan garis normal terletak pada satu bidang datar



α αxc xc Sumber N Sudut Sudut Gambar 2.2 xαdatang Cahaya pantul Pemantulan Sempurna



2.



Sudut datang sama dengan sudut pantul



B. Hukum Snellius terhadap Pembiasan Cahaya Jika cahaya merambat dari medium yang kerapatannya rendah menuju medium yang kerapatannya tinggi, maka cahaya akan dibiaskan mendekati garis normal.



11



Jika cahaya merambat dari medium yang kerapatannya tinggi menuju medium yang kerapatannya rendah, maka cahaya akan dibiaskan menjauhi garis normal. α βxc αxc β xc Sumber S N Renggang Rapat umber Gambar 2.3 xα xβ Cahaya Pembiasan Cahaya



Selanjutnya kita dapat menghitung sudut datang dan sudut bias berdasarkan Hukum Snellius sinα=ksinβ



dengan: α :sudut datang β :sudut bias k :indeks bias



12



Pembuktian Hukum Snellius sinα=ksinβ



Akan dibuktikan bahwa jarak terpendek antara matahari dan pengamat pada saat berlaku sinα=ksinβ Bukti: Misalkan α



: sudut datang



β



: sudut bias



Medium A : medium yang kerapatannya renggang, misalkan udara. Medium B : medium yang kerapatannya lebih rapat dari medium A, misalkan air. V1



:kecepatan cahaya dalam medium A



V2



: kecepatan cahaya dalam medium B



D1



: jarak yang ditempuh saat cahaya berada di medium A



D2



: jarak yang ditempuh saat cahaya berada di medium B



β α D 1 Sumber M bxN Medium P d engamat -edium x B a c 2 Cahaya A x β α



13



Perhatikan gambar 2.4 berikut.



Gambar 2.4 Cahaya yang Dibiaskan Mendekati Garis Normal Dari gambar diperoleh: D1=a2+d-x2



(1)



sinα=d-xD1



(2)



D2=b2+x2



(3)



sinβ=xD2



(4)



Kita ambil D1+D2 untuk mendapatkan jarak terpendek antara matahari dan pengamat. Karena cahaya matahari memiliki kecepatan yang berbeda saat berada di medium yang berbeda, maka jarak terpendek antara matahari dan pengamat dapat dinyatakan sebagai: D1V1+D2V2



Untuk mendapatkan sudut deviasi yang minimum pada sinar datang, maka kita konstruksikan D1'V1+D2'V2=0 (5)



Selanjutnya, kita menurunkan D1 dan D2 terhadap x, sehingga didapat:



14



D1'=12a2+d-x2-12 -2d+2x =x-da2+d-x2 D2'=12b2+x2-12 2x =xb2+x2



Subtitusikan nilai D1'dan D2' pada persamaan (5), sehingga diperoleh: x-da2+d-x2V1+xb2+x2V2=0



Dari persamaan (1) dan (2), diperoleh: d-xa2+d-x2=sinα, dan ditulis sebagai x-da2+d-x2=-sinα (7)



Dari persamaan (3) dan (4), diperoleh: xb2+x2=sinβ (8)



Subtitusikan persamaan (7) dan (8) ke persamaan (6), diperoleh: -sinαV1+sinβV2=0 sinαV1=sinβV2 sinα=V1V2sinβ sinα=ksinβ dengan k=V1V2



Jadi, terbukti benar bahwa sinα=ksinβ



(6)



15



Besar ukuran sudut bias dan sudut pelangi masing-masing warna pelangi dipengaruhi oleh panjang gelombang dan indeks bias masing-masing gelombang warna. Berikut ini merupakan data panjang gelombang dan indeks bias warna pelangi. Tabel 2.1 Data Panjang Gelombang dan Indeks Bias Warna Pelangi



Warna



Panjang Gelombang (λ)



Indeks Bias (k)



400 nm



1, 34451



425 nm



1, 34235



450 nm



1, 34055



475 nm



1, 33903



500 nm



1, 33772



525 nm



1, 33659



550 nm



1, 3356



575 nm



1, 33462



600 nm



1, 33393



625 nm



1, 33322



650 nm



1, 33257



675 nm



1, 33197



700 nm



1, 33141



16



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Proses Terjadinya Pelangi Pelangi merupakan satu-satunya gelombang elektromagnetik yang dapat kita lihat. Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi sacara alamiah dalam atmosfir bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan. Jika ada cahaya matahari yang bersinar setelah hujan berhenti, maka cahaya tersebut akan menembus tetesan air hujan di udara. Udara dan tetesan air hujan memiliki kerapatan yang berbeda, sehingga ketika cahaya matahari merambat dari udara ke tetesan air hujan akan mengalami pembelokkan arah rambat cahaya (pembiasan cahaya). Cahaya matahari merupakan sinar polikromatik, saat masuk ke dalam tetesan air hujan akan diuraikan menjadi warna-warna monokromatik yang memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Cahaya matahari yang telah terurai menjadi warna monokromatik sebagian akan mengalami pemantulan saat mengenai dinding tetesan air hujan dan sebagian lainnya akan menembus ke luar tetesan air hujan. Masing-masing gelombang cahaya monokromatik tersebut akan mengalami pembiasan cahaya saat keluar dari tetesan air hujan dan arah pembiasannya akan berbeda-beda, tergantung pada warnanya. Warna-warna monokromatik yang keluar dari tetesan air hujan mempunyai panjang gelombang yang berada dalam rentang 400 – 700 nm. Pada



16



17



rentang 400 – 700 nm, gelombang cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia ialah gelombang yang mempunyai gradasi warna merah sampai ungu. Gradasi warna tersebut diasumsikan sebagai warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Susunan gradasi warna tersebut kita namakan sebagai pelangi. Ketika kita melihat warna-warna ini pada pelangi, kita akan melihatnya tersusun dengan dengan merah di paling atas dan warna ungu di paling bawah. Berikut merupakan skema terjadinya pelangi pertama secara keseluruhan.



Saat kita melihat pelangi, daerah di bawah pelangi akan terlihat lebih terang jika dibandingkan dengan daerah lainnya di sekitar pelangi. Daerah yang terlihat lebih terang tersebut dinamakan daerah terang pelangi. Ada dua hal yang menyebabkan daerah terang pelangi terlihat lebih terang dibandingkan daerah lainnya, yaitu yang pertama adalah cahaya matahari yang masuk ke tetesan air hujan yang menimbulkan pelangi pertama mempunyai intensitas cahaya matahari yang paling besar. Alasan kedua, pada proses pembentukan pelangi pertama, saat berada dalam tetesan air hujan, cahaya matahari hanya mengalami satu kali proses pemantulan cahaya, sehingga energi yang terserap oleh tetesan air hujan masih cukup banyak. Gambar 3.1 Proses Fisis Pelangi Pertama Secara Keseluruhan 3.2



Model Matematika Dapat Menjelaskan Proses Terjadinya Pelangi Melalui Pembiasan, Pemantulan dan Dispersi Cahaya



Gambar 3.2 Ilustrasi Sudut Pelangi



18



Rumus Umum yang Digunakan: A. Hukum Pemantulan: Sudut datang sama dengan sudut pantul. B. Persamaan Snellius: sin α = k sin β



Keterangan : α = sudut datang β = sudut bias k = perbandingan indeks bias dari dua medium yang berbeda



Berikut merupakan ilustrasi cahaya yang menembus tetesan air hujan mengalami dua kali proses pembiasan, satu kali pemantulan dan satu kali dispersi cahaya β (α (α-β) ф γ θ (180°-2β) Tα-β) E D B A C S Sinar Menuju (α udut ) Datang Pengamat



Pelangi



Keterangan: α : sudut datang sinar matahari β : sudut bias Tα : sudut deviasi ф : sudut pelangi



19



ф=4β-2α Tα=180°-4β+2α



Gambar 3.3 Proses Pembiasan, Pemantulan, dan Dispersi Cahaya Pada Pelangi Pertama Model Matematika dalam Pembentukan Pelangi Pertama Perhatikan ∆ BCD α-β+180°-2β+γ=180° γ=180°-180°+2β-α+β γ=3β-α γ+θ=180° ( Sudut Berpelurus )



Subtitusikan nilai γ pada persamaan (1) 3β-α+θ=180° θ=180°+α-3β



Perhatikan ∆ ADE θ+ф+α-β=180°



Subitusikan nilai θ, maka didapat: 180°+α-3β+ф+α-β=180° ф=180°-180°-α+3β-α+β ф=4β-2α



(1)



20



ф+Tα=180° ( Sudut Berpelurus )



(2)



Subtitusikan nilai ф pada persamaan (2) 4β-2α+Tα=180° Tα=180°+2α-4β



Jika Tα diturunkan terhadap α diperoleh: dTdα=2-4dβdα (3)



Berdasarkan Hukum Snellius sinα=k sinβ



Kedua ruas diturunkan terhadap α cos α=kcos β dβdα dβdα=cos αkcos β (4)



Subtitusikan persamaan (4) ke persamaan (3), diperoleh: dTdα=2-4cosαkcosβ



Berdasarkan prinsip aproksimasi linear deret Taylor terhadap fungsi, Tα≈Tα0+T'α0α-α0



Karena (α - αo) nilainya kecil (mendekati nol), maka T’(αo) (α - αo) dapat diabaikan, sehingga T(α) ≈ T(αo). 0=dTdα=2-4cos α0kcos β0 (5)



Dari persamaan (5), didapat persamaan berikut kcosβ0=42cosα0 k2 cos2β0=4 cos2 α0 ( Kedua Ruas Dikuadratkan )



21



k21-sin2β0=41-sin2α0 k2-k2sin2β0=4-4 sin2α0



Dengan mensubtitusikan sinα0=k sinβ0 sin2α0=k2sin2(β0)



Diperoleh: k2-sin2α0=41- sin2α0



Sehingga diperoleh rumus untuk sudut datang dan sudut bias sin2α0=134-k2 α0=sin-1134-k2



Dari Persamaan Snellius sinα0=k sinβ0 didapat: β0=sin-1sinα0k



Menentukan Sudut Pelangi A. Sudut pelangi untuk warna merah



Diketahui indeks bias untuk warna merah (k) = 1, 33141. Substitusikan nilai k ke persamaan α0 dan β0 α0=sin-1134-k2



Sehingga didapat α0=59, 50290393° β0=sin-1sinα0k



Sehingga didapat β0=40, 3289244°



22



Tα=180°+2α-4β



Dengan mensubstitusikan nilai α0 dan β0 diperoleh : Tα=137, 6901103°



Karena ф=180°-Tα



Maka: ф=180°-137, 6901103°=42, 30988974°



Jadi, sudut pelangi untuk warna merah adalah 42, 30988974° B. Sudut pelangi untuk warna jingga



Diketahui indeks bias untuk warna jingga k= 1,33322. Substitusikan nilai k ke persamaan α0 dan β0 α0=sin-1134-k2



Sehingga didapat α0=59, 39768806° β0=sin-1sinα0k



Sehingga didapat β0=40, 25290214° Perhatikan, Tα=180°+2α-4β



Dengan mensubstitusikan nilai α0 dan β0 diperoleh : Tα=137, 9538742°



Karena ф=180°-Tα



Maka:



23



ф=180°-137, 9538742°=42.04612576°



Jadi, sudut pelangi untuk warna jingga adalah 42, 04612576° C. Sudut pelangi untuk warna kuning



Diketahui indeks bias untuk warna kuning k= 1, 33462. Substitusikan nilai k ke persamaan α0 dan β0 α0=sin-1134-k2



Sehingga didapat α0=59, 31635351° β0=sin-1sinα0k



Sehingga didapat β0=40, 11895445°



Perhatikan, Tα=180°+2α-4β



Dengan mensubstitusikan nilai α0 dan β0 diperoleh : Tα=138, 1568892°



Karena ф=180°-Tα



Maka: ф=180°-138, 1568892°=41, 84311078°



Jadi, sudut pelangi untuk warna kuning adalah 41, 84311078° D. Sudut pelangi untuk warna hijau



24



Diketahui indeks bias untuk warna hijau k= 1, 33659. Substitusikan nilai k ke persamaan α0 dan β0 α0=sin-1134-k2



Sehingga didapat α0=59, 20197269° β0=sin-1sinα0k



Sehingga didapat β0=39, 99071337°



Perhatikan, Tα=180°+2α-4β



Dengan mensubstitusikan nilai α0 dan β0 diperoleh : Tα=138, 4410919°



Karena ф=180°-Tα



Maka: ф=180°-138, 4410919°=41, 5589081°



Jadi, sudut pelangi untuk warna hijau adalah 41, 5589081° E. Sudut pelangi untuk warna biru



Diketahui indeks bias untuk warna biru k= 1, 34055. Substitusikan nilai k ke persamaan α0 dan β0 α0=sin-1134-k2



Sehingga didapat α0=58, 97228442°



25



β0=sin-1sinα0k



Sehingga didapat β0=39, 73433118° Perhatikan, Tα=180°+2α-4β



Dengan mensubstitusikan nilai α0 dan β0 diperoleh : Tα=139, 0072441°



Karena ф=180°-Tα



Maka: ф=180°-139, 0072441°=40, 99275588°



Jadi, sudut pelangi untuk warna biru adalah 40, 99275588° F.



Sudut pelangi untuk warna nila Diketahui indeks bias untuk warna nila k= 1, 34235. Substitusikan nilai k ke persamaan α0 dan β0 α0=sin-1134-k2



Sehingga didapat α0=58, 86798023° β0=sin-1sinα0k



Sehingga didapat β0=39, 61840454° Perhatikan, Tα=180°+2α-4β



26



Dengan mensubstitusikan nilai α0 dan β0 diperoleh : Tα=139, 2623423°



Karena ф=180°-Tα



Maka: ф=180°-139, 2623423°=40, 7376577°



Jadi, sudut pelangi untuk warna nila adalah 40, 7376577° G. Sudut pelangi untuk warna ungu



Diketahui indeks bias untuk warna ungu k= 1, 34451. Substitusikan nilai k ke persamaan berikut α0=sin-1134-k2



Sehingga didapat α0=58, 74289375° β0=sin-1sinα0k



Sehingga didapat β0=39, 4797895° Perhatikan, Tα=180°+2α-4β



Dengan mensubstitusikan α0 dan β0 diperoleh : Tα=139, 5666295°



Karena ф=180°-Tα



Maka: ф=180°-139, 5666295°=40, 4333705°



27



Jadi, sudut pelangi untuk warna ungu adalah 40, 4333705°



Sudut pelangi dari masing-masing warna tersebut disajikan dalam tabel 3.1 Tabel 3.1 Data Sudut Warna-Warna Pada Pelangi



Warna



λ (nm)



Indeks Bias (k)



sudut datang (α0) (derajat)



Sudut bias (β0) (derajat)



sudut deviasi T(α) (derajat)



sudut pelangi (ф) (derajat)



400



1, 34451



58, 74289375



39, 4797895



139, 5666295



40, 4333705



425



1, 34235



58, 86798023



39, 61840454



139, 2623423



40, 7376577



450



1, 34055



58, 97228442



39, 73433118



139, 0072441



40, 99275588



475



1, 33903



59, 06041141



39, 83252085



138, 7907394



41, 20926058



500



1, 33772



59, 13639897



39, 91736397



138, 6033421



41, 39665794



525



1, 33659



59, 20197269



39, 99071337



138, 4410919



41, 55890810



550



1, 33560



59, 25944347



40, 05510096



138, 2984831



41, 70151690



575



1, 33462



59, 31635351



40, 11895445



138, 1568892



41, 84311078



600



1, 33393



59, 35643464



40, 16398222



138, 0569404



41, 94305960



625



1, 33322



59, 39768806



40, 21037547



137, 9538742



42, 04612576



650



1, 33257



59, 43546465



40, 25290214



137, 8593207



42, 14067926



675



1, 33197



59, 47034346



40, 29220337



137, 7718734



42, 22812656



700



1, 33141



59, 50290393



40, 3289244



137, 6901103



42, 30988974



3.3 Bentuk Pelangi Jika Ditinjau dari Segi Kalkulus



28



Gambar 3.4 Pelangi Sebenarnya, bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran, atau bagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horison bumi, atau objek lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit. Pelangi terjadi akibat pembiasan cahaya pada sudut 40°-42°. Karena sudut pembiasan tetap, maka letak terjadinya warna pelangi selalu tetap dari pusat cahaya, sehingga jari-jarinya juga tetap, kalau jari-jari nya tetap konstan dari satu pusat atau titik, kita akan mendapatkan lingkaran. Kalau lingkarannya kita potong, kita selalu dapat bagian lingkaran yang melengkung. Garis Horizontal Bumi Gambar 3.5 Ilustrasi Bentuk Pelangi Sudut Pelangi



29



Untuk dapat melihat pelangi, kita harus mempunyai sudut deviasi sebesar 138°, ini menyebabkan kita akan mempunyai sudut pelangi sebesar 42°. Sudut



pelangi merupakan sudut yang terbentuk antara axis dan titik puncak pelangi. Axis merupakan garis yang menghubungkan matahari dan pengamat.



Gambar 3.6 Sifat Konvergen Mata Manusia Saat memandang sebuah objek, mata manusia bersifat konvergen atau menyebar. Pandangan mata kita saat melihat sebuah objek dapat diilustrasikan sebagai sebuah kerucut yang memiliki titik puncak pada mata kita, seperti tampak pada gambar 3.6. Kemiringan kerucut yang terbentuk dipengaruhi oleh posisi matahari. Sebagian alas kerucut tidak dapat kita lihat karena berada di bawah garis horizontal bumi, sedangkan sebagian lainnya terlihat sebagai busur atau biasa kita sebut sebagai pelangi.



30



3.4 Posisi Relatif Pelangi Terhadap Pengamat dan Matahari Jika Ditinjau dari Segi Kalkulus Posisi matahari pengamat dan pelangi akan selalu dalam satu axis, di mana matahari akan selalu berada di belakang pengamat (diilustrasikan pada Gambar 3.5 dan 3.7). Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan garis horizontal bumi.



Gambar 3.7 Posisi Matahari, Pengamat dan Pelangi



31



BAB IV PENUTUP



4.1 Simpulan Pelangi adalah gejala optik dan meteorologi yang terjadi sacara alamiah dalam atmosfir bumi serta melibatkan cahaya matahari, pengamat dan tetesan air hujan. Cahaya matahari masuk ke dalam tetesan air hujan akan mengalami proses pembiasan lalu cahaya tersebut akan terurai menjadi warna monokromatik. Cahaya yang telah terurai, masing-masing akan mengalami proses pemantulan saat mengenai dinding tetesan air hujan dan kembali akan mengalami proses pembiasan cahaya saat keluar dari tetesan air hujan. Rangkaian gelombang warna monokromatik yang membentuk spektrum cahaya tersebut yang akan membentuk pelangi pertama. Kita dapat mengkontruksi model matematika proses terjadinya pelangi pertama. Model yang pertama ialah ф=4β-2α , ф merupakan sudut pelangi. Model kedua ialah Tα=180°+2α-4β, Tα merupakan sudut deviasi. Selanjutnya α0=sin-1134-k2



yang merupakan sudut datang sinar matahari.



Model yang terakhir adalah β0=sin-1sinα0k yang merupakan sudut bias pelangi. Sebenarnya, bentuk pelangi adalah lingkaran penuh. Kalau terlihat setengah lingkaran, atau bagian dari lingkaran, itu terjadi karena pelangi terpotong oleh horison bumi, atau objek lain yang menghalangi cahaya, misalkan gunung dan bukit. Bentuk pelangi yang berupa lingkaran disebabkan oleh sudut



33



32



pembiasan masing-masing gelombang warna tetap dan sifat konvergen (menyebar) saat mata manusia memandang sebuah objek. Untuk dapat melihat pelangi, kita harus memiliki ф sebesar 40°-42° serta posisi matahari, pengamat dan pelangi terletak pada satu axis dengan posisi matahari berada di belakang pengamat. Kita tidak dapat melihat pelangi jika posisi matahari tegak lurus dengan garis horizontal bumi, sehingga kita hanya dapat melihat pelangi pada pagi hari atau sore hari.



4.2 Saran Berdasarkan studi pustaka yang penulis lakukan mengenai proses terjadinya pelangi pertama, model matematika yang menjelaskan pelangi pertama, bentuk pelangi, dan posisi relatif pelangi terhadap matahari dan pengamat jika ditinjau dari segi kalkulus, penulis memiliki saran untuk menambah studi pustaka mengenai pelangi kedua, ketiga sampai pelagi ketujuhbelas.