Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang: Intoleransi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • jefri
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini kita tentu memiliki kepercayaan yang bervariasi satu dengan yang lain contohnya saja dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia ini kita memiliki lima agama ataupun kepercayaan yang dianut oleh masyrakat Indonesia. Ini semua karena berkat dan kasih karunia Allah kita diciptakan beragam. Dengan keragaman ini muncul lah sikap intoleransi agama yang beranggapan bahwa agama merekalah yang baik dan mencoba untuk menghasut orang sekitar untuk masuk dalam kepercayaan mereka dan ini sangat bertentangan dengan agama. Terjadinya intoleransi karena pertentangan agama yang telah lebih dulu menganggap diri paling benar. Ini semua tidak lah mudah untuk menghilangkan sifat ini karena sudah menjadi darah daging para umat yang memiliki perbedaan dalam agama tersebut. Kita sebagai orang kristen harusnya menjadi penengah antara sikap ini, janganlah kita mengikuti sifat dari intoleransi ini karena dapat membahayakan kita juga kita menjadi tidak hidup rukun dan terjadilah permasalahan dalam aspek SARA. Oleh karena kita sebagai remaja kristen yang telah mengerti apa arti dari intoleransi agama ini maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana cara supaya intoleransi itu dapat dihilangkan. B. Rumusan Masalah 1. Definisi intoleransi agama. 2. Mengapa sikap intoleransi terjadi di masyarakat. 3. Cara mengatasi sikap intoleransi agama. C. Tujuan 1. Dapat mengetahui definisi dari sikap intoleransi agama. 2. Mengetahui kenapa intoleransi dapat terjadi. 3. Mengetahui cara mengatasi sikap intoleransi.



INTOLERANSI



Page 1



BAB II PEMBAHASAN



A. Definisi Intoleransi Agama Sebagai sebuah negara yang memiliki ragam kemajemukan, Indonesia memiliki ruang yang cukup bagi potensi munculnya gesekan sebagai akibat perbedaan keyakinan dari para individu penghuni negara. Fenomena kekerasan dan intoleransi antar umat beragama masih terus berlangsung sampai saat ini dan terjadi di sejumlah tempat. Kekerasan dalam beragama merupakan juga dari sikap intoleransi agama yang saat ini sedang maraknya dalam kehidupan kita saat ini. Sebenarnya definisi dari intoleransi ini memiliki banyak arti yang salah satunya akan memberikan efek negatif kepada masyarakat pengikut dari sikap intoleransi tersebut. Di tengah-tengah fakta intoleransi yang kian merebak, dan aktivisme kekerasan atas nama agama dan moralitas yang berlangsung. Begitu pula, dalam kehidupan kita seharihari, sering kali dihadapkan dalam berbagai masalah yang ada. Masalah yang paling besar yang dialami adalah adanya Intoleransi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Intoleransi merupakan setiap pembedaan, pengabaian, larangan, atau pengutamaan, yang didasarkan pada agama atau kepercayaan dan yang tujuannya atau akibatnya meniadakan atau mengurangi pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan, hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan mendasar atas dasar yang setara1. Dari definisi tersebut bahwa Intoleransi sangat dipengaruhi dari agama yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan Intoleransi. Intoleransi dapat terjadi dalam sebuah negara yang majemuk dari berbagai hal. Salah satunya Negara yang dalam hal ini majemuk adalah Indonesia. Dengan memperhatikan kondisi keberagamaan di Indonesia yang majemuk dan juga dibandingkan dengan kondisi keberagamaan di negara-negara lain yang agak berbeda maka studi agama di Indonesia terasa sangat urgen dan mendesak untuk dikembangkan. Indonesia memiliki ruang yang cukup bagi potensi munculnya gesekan sebagai akibat perbedaan keyakinan dari para individu penghuni negara. Dan ini membuat marak nya para anggota yang memiliki kesalahan famahaman akan mengenai ajaran agama inilah yang akan Alamsyah M. Djafar, (In)Toleransi – Memahami Kebencian dan Kekerasan Atas Nama Agama, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2018), 127. 1



INTOLERANSI



Page 2



memunculkan sikap intoleransi agama karena telah lebih dulu memulai mengatas namakan agama dalam setiap tindakan kekerasan yang mereka perbuat sehingga inilah yang dapat memberikan pandangan negatif dari umat lain mengenai hal tersebut. Intoleransi berasal dari exclusion yang datang dari kebodohan yang membawa rasa takut dan rasa takut mengakibatkan aksi membabi buta yang tumbuh akibat pemilikan total satu kebenaran.2 Dari penyataan diatas, bahwa intoleransi tersebut ada karena adanya perbedaan keyakinan dan kebenaran akan sesuatu hal dan termasuk dalam hal agama yang mengakibatkan aksi aksi yang membabi buta kepada pihak-pihak yang lain. Perbedaan keyakinan tersebut, pada kenyataanya memiliki pemaknaan yang lebih mendalam dari sekedar perbedaan sebagai ‘akibat pilihan individu’, namun juga ini dapat merupakan perbedaan yang telah ada semenjak orde baru dan ini sangat dampak perbedaannya ketika salah satu umat yang paling kita ketahui dulu iyalah antar umat kristen dengan umat muslim yang memiliki sikap intoleransi yang sangat tinggi sampai-sampai terjadi aksi-aksi yang sangat diluar keinginan kita sebagai umat beragama didunia ini. Dalam konteks kehidupan sosial, perbedaan pandangan sebagai buah karya pewarisan secara historis, telah melahirkan adanya pengelompokkan terhadap apa yang dinamakan mayoritas dan minoritas. Pengelompokan tersebut, hendaknya dimaknai sebagai sebuah kekayaan yang diakibatkan adanya perbedaan keyakinan, yang menjadi sarana pemersatu dalam kehidupan bernegara. Harus diakui, bahwa memposisikan kelompok mayoritas dan minoritas, sebagai sebuah kekayaan budaya guna mempersatukan bangsa, akan sangat dipengaruhi oleh nilai – nilai toleransi yang berkembang di masyarakat tempat kelompok itu berada. Pada sebuah negara yang multikultural seperti Indonesia, penggolongan tersebut tetap akan berpotensi memunculkan ‘gap’ dan gesekan sosial yang cukup tinggi. Intoleransi keagamaan juga tidak bisa dikatakan disebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan ekonomi komunitas keagamaan berbeda. Kutipan diatas terbukti dalam kehidupan kita sehari-hari dimana setiap agama sekarang lebih menggangap agamanya paling benar. Dengan kebenaran agama itu muncullah aksi membabi buta yang bisa kita sebut sebagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh oknum yang merasa agama mereka benar sehingga memancing agama lain memiliki rasa takut akan kah agama mereka juga akan benar separti agama yang telah berhasil mengikat para pengikut Muhamad Ali, Teologi Pluralis Multikultural: Menghargai Kemajemukan, Menjalin Kebersamaan, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2003), 133-134. 2



INTOLERANSI



Page 3



lainnya mengikuti mereka. Sehingga terjadilah aksi kekerasan, kesalah pahaman mengenai ajaran agama sehingga terjadilah kelompok radikalisme dalam perbedaan pandangan atau pemahaman mendalam mengenai ajaran agama. Apa yang dikatakan dalam alkitab mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka implementasikan dalam kehidupan mereka sehingga nanti adanya agama yang dituduh yang telah melakukannya padahal fakta sebenarnya bukanlah agama yang salah tetapi itu karena umatnya tidak mendalami lagi mengenai ajaran. Mengapa hal itu bisa terjadi karena orang zaman sekarang lebih cenderung ke tempat ibadah karena merupakan formalitas saja sehingga mereka tidak mendalami ajaran mereka. Golongan Agama yang lemah imannya dan tidak menemukan kepuasan hati yang diterimanya dan tidak menemukan kepuasan hati yang dicarinya, mereka ini melemparkan tuduhannya kepada para pemurtad dan kaum kafir sebagai biang keladi semua ketidaberesan di Negara itu3. Di dalam kutipan diatas sangat berkaitan dengan definisi intoleransi yang telah dijabarkan diatas bahwa intoleransi muncul juga karena ingin mencapai kepuasan hati untuk merasa agamanya lah yang benar dann ini semua hal yang salah. Karena seperti yang kita ketahui sampai sekarang umat yang memiliki perbedaan kepercayaan lebih ingin menonjolkan dialah yang benar agamanyalah yang benar agama lain itu adalah agama orang kafir yang seharusnya dimusnahkan didunia ini. Padahal kita tidak tahu agama siapalah yang akan benar di antara lima agama ini. Kita merupakan umat ciptaan Allah yang semuanya kita sama cuman yang membedakan kita itu hanyalah dengan kepercayaan. Dalam pernyataan diatas juga



merupakan gejala umum masyarakat agama yang



kurang berpendidikan dan tidak memiliki iman yang kuat dalam agamanya dan tidak puas akan agamanya sendiri atau berekonomi memadai tetapi tidak menampilkan secara genuine sikap intoleran yang agresif: mereka umumnya damai. Kendati, mereka lebih rentan provokasi dan hasutan mereka yang jauh lebih terdidik dan berpengetahuan. Letusan-letusan kasus kekerasan berbasis agama umumnya tidak diakibatkan hanya karena faktor tunggal. Setidaknya ada dua faktor sekaligus yang biasa muncul: Struktural dan kultural. Bisa disimpulkan sumber dari kasus - kasus ini pada mulanya lahir dari rangkaian penerapan apa yang disebut sebagai politik intoleransi baik yang dilakukan sebuah negara maupun warga negara. Diwilayah struktural masih ada sejumlah regulasi dan kebijakan pemerintah yang melahirkan tindakan diskriminatif dan belum lagi sikap dan konsistensi aparat terhadap penegakan jaminan kebebasan beragama masih belum memadai. Tantangan3



D. Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 132.



INTOLERANSI



Page 4



tantangan tersebut bisa dilihat bagaimana desain pembagunan negara dan implementasinya. Sementara itu di level kultural, tindakan intoleransi memang menguat dimana dalam sepuluh tahun terakhir muncul aktor aktor yang menyebar virus intoleransi yang diperkuat globalisasi sehingga menyebabkan adanya intoleransi dalam masyarakat. Permasalahan dari tindakan Intoleransi ini adalah karena tindakan tindakan tersebut menyasar langsung fondasi berbangsa – bernegara: konstitusi, yang menghambat



atau menentang pemenuhan hak-hak



kewarganegaraan yang dijamin konstitusi, khususnya terhadap kelompok yang tak disukai atas dasar identitas tertentu. Perkara penting lain yang mesti dicatat, Intoleransi menjadi ‘gang-gang’ menuju pelanggaran dan bentuk kekerasan yang berbahaya. Tentu saja ada sejumlah faktor atau tangga bagaimana intoleransi berujung kekerasan fisik. Intoleransi merupakan gejala yang dimulai dari penyebaran ide, kata-kata, dan aksi-aksi yang berujung pada kekerasan. Intoleransi bagai sumbu penyulut kemanusiaan dan intoleransi juga merupakan gerbang gerbang bagi para radikalisme4. Di dalam kutipan diatas kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya intoleransi ada karena adanya perbedaan tadi bahkan penyebaran berita yang buruk tentang agama ataupun kita dapat mengatakan sebagai profokator agama sehingga tadi umat yang telah memiliki niat untuk hidup rukun terganggu dengan sikap yag tidak baik dari orang disekitar. Pernyataan diatas menyerupai dengan jawaban dari narasumber yang telah saya wawancarai mengenai intoleransi ini atas nama Pdt. Oinike Harefa, S.Si., M.Th. mengatakan bahwa sikap intoleransi ini ada karena dulu tidak adanya keadilan kepada umat beragama sehingga membuat umat yang telah memiliki agama melakukan kekerasan terhadap orang lain sehingga kembali lagi yang disalahkan adalah agama. Sehingga ruang untuk bebas memeluk agama tidak ada sehingga umat melakukan tindakan diluar pemikiran mereka sehingga juga terbentuknya tadi kelompok-kelompokyang bersifat fanatisme agama5. Fanatisme sebenarnya terjadi karena adanya satu perbedaan pandangan dan salah satunya tadi mengenai kebebasan untuk mengikuti agama mereka yang ingin mereka anut. Sebaiknya diberikan kebebasan kepada orang-orang untuk memiliki hak kebebasan. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.6 Alamsyah M. Djafar, (In)Toleransi – Memahami Kebencian dan Kekerasan Atas Nama Agama, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2018), 127. 5 Oinike Harefa, Wawancara, (Gunungsitoli: November, 2018). 4



6



Tim Redaksi Pustaka Baru, UUD ’45, (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2014), 81.



INTOLERANSI



Page 5



Dengan pernyataan dari UUD diatas menunjukkan bahwa jawaban dari narasumber yang telah saya wawancarai sangat sesuai dengan apa yang UUD katakan karena dengan tidak adanya kebebasan untuk memeluk agama itulah yang memicu intoleransi. Intoleransi itu tidak hanya berkaitan dengan ketidak rukunan antar umat beragama tetapi berkaitan juga dengan HAM manusia untuk memiliki kebebasan untuk memilih. Kita tidak boleh memaksakan kehendak orang lain untuk mengikuti ajaran agama kita karena belum tentu ajaran kitalah yang benar sehingga baiknya kita biarkanlah mereka melakukan sesuka hati mereka. Dalam hal ini, pandangan kristen sebagai manusia yang hidup di tengah-tengah dunia yang pluralistik / penuh dengan keberagaman ini, orang Kristen mau tidak mau harus berjumpa, berinteraksi, berurusan, berkaitan dengan orang-orang yang tidak seiman baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maupun bermasyarakat. Di negara Indonesia misalnya, mau tidak mau, suka tidak suka, orang Kristen hidup berdampingan dengan orangorang dari berbagai agama dan kepercayaan.



B. Mengapa Sikap Intoleransi Terjadi di Masyarakat. Di dalam kasus ini juga sikap intoleransi agama memiliki problema mengapa hal itu tiba-tiba muncul. Dan ini muncul bukan karena muncul saja tetapi memiliki sejarah yang dapat kita lihat sendiri dan dapat juga kita rasakan sebagai umat beragama dimana perbedaan sekarang sangat menonjol di dalam kehidupan bermasyarakat terutama dalam lingkungan kita sendiri. Sebenarnya sikap intoleransi ini muncul karena adanya oknum-oknum yang hanya memiliki ego tinggi tidak mau untuk menjalin kerukunan antar sesama padahal ketika kita membina sikap toleran ini maka hal itu masih bisa kita cegah. Diberikannya kebebasan untuk mempraktekkan agama atau keyakinan seseorang harus dipahami sebagai perlindungan, pada prinsipnya atas setiap tindakan individual ketika ia mengikuti nurani atau suara hati nuraninya7. Dalam kondisi semacam ini adalah penting bagi orang Kristen maupun bagi agamaagama untuk memikirkan bagaimana relasinya dengan orang-orang berkepercayan lain dan memberikan kebebasan kepada agama-agama lain untuk dapat menjalankan agama-agamanya Rafael Edi Bosko & M. Rifa’i Abduh, Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2010), 52. 7



INTOLERANSI



Page 6



masing-masing tanpa ada rasa curiga maupun menganggu dari agama lain tersebut, juga dalam hal ini hendaknya agama satu dengan agama lain juga dapat meberikan perlindungan untuk dapat menjalankan agamanya dengan penuh kedamaian. Dengan menjalankan misi dalam hal ini maka semua itu tidak berpotensi dalam mengakibatkan banyak gesekan, bentrokan, kekacauan, bahkan kerusakan yang akan mengganggu ketentraman dan kedamaian hidup bersama. Disini kita dibentuk untuk tidak saling mengganggu kehidupan orang lain ataupun mengusik kehidupan mereka karena ini sangat tidak baik dengan apa yang telah kita pelajari diagama kita masing-masing. Mengusik hidup orang lain sama artinya mengundang dosa untuk memunculkan sikap intoleransi tadi. Seperti hasil dari wawancara yang telah saya lakukan dengan nama narasumber iyalah Koko David Ricardo Wong yang seorang beragama Buddha yang mengatakan bahwa dalam bergama itu seharusnya adanya rasa menghargai antar sesama tidak adanya saling mengganggu melainkan saling menghargai.8 Dalam mencapai hal tersebut diwujudkan dengan menghargai dari hal-hal yang kecil seperti disaat orang lain lagi puasa kita menghargai lah teman kita yang beragama muslim janganlah kita sebagai umat yan tidak menjalankan puasa makan dihadapan mereka ataupun minum itu merupakan telah mengganggu apa yang sudah menjadi adat mereka. Dan hal ini dapat memunculkan sikap intoleransi agama yang akan sulit untuk dihilangkan ketika tidak ada kesadaran diri antar umat beragama. Sejalan dengan itu Romo Tapak Wong selaku Ketua Majelis Buddhayana Indonesia, memberikan pendapat tentang penyebab terjadinya intoleransi, antara lain:  Dalam hal ini intoleransi disebabkan karena faktor kepentingan pribadi maupun kelompok  Ketidak tahuan/kebodohan (orang yang tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jahat)  Mengaku beragama tapi tidak memahami betul agama mereka.  Memiiki perasaan emosi, kemarahan, benci, keserakahan dan nafsu.  Lebih banyak menuntut, serta ingin di utamakan (egoisme).9 Intoleransi biasanya muncul pada orang-orang yang memiliki pengetahuan agama yang tidak sempurna dan fragmentaris yang membuatnya menjadi cepat emosional dan apologis.



8 9



David Ricardo Wong, Wawancara, (Gunungsitoli: November, 2018). Tapak Wong, Wawancara, (Gunungsitoli: November, 2018).



INTOLERANSI



Page 7



Berkaitan dengan itu Ustad H. Abdul Hadi Caniago, SH. Selaku Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Gunungsitoli memberikan tanggapan bahwasanya penyebab intoleransi adalah: tidak adanya atau berkurangnya rasa persaudaraan yang terikat diantara sesama umat beragama. Seseorang atau sekolompok orang yang memiliki pemahaman agama sedikit tentang agamanya tersebut, memilik rasa ego yang tinggi, dan merasa golongannya yang terbaik.10 Pdt. Oinike Harefa, S.Si., M.Th. selaku Ketua Biro II Sinode BNKP Kota Gunungsitoli menambahkan bahwa adanya Intoleransi disebabkan karena tidak adanya ketidakadilan yang diberikan oleh pemerintah terhadap kelompok-kelompok agama minoritas maupun mayoritas dan menyebabkan intoleransi karena orang yang mendapat ketidakadilan merasa tidak diberikan ruang ataupun dipinggirkan.11 Dalam permasalahan ini juga Drs. Yustin S. Waruwu. S.Sos., M.Pd. selaku mantan Pimpinan Gereja Katolik Stasi Perumnas Simalingkar, menanggapi bahwa Intoleransi merupakan pribadi yang menggangap bahwa agama yang dia anut adalah agama yang paling benar dan penyebab terjadinya intoleransi, antara lain: Karna mementingkan diri sendiri/menganggap kebenaran hanya ada pada dirinya, karna kesombongan, karna tidak keinginan menerima perbedaan, dan Karna pemimpin agama yang kadang tidak mengerti akan pentingnya toleransi, terlalu fanatik akan agamanya, karna merasa kelompoknya lebih baik dari yang lain, karna doktrin yang tidak sesuai, karna pemimpin agama yang kadang tidak mengerti akan pentingnya toleransi, terlalu fanatik akan agamanya, karna milenium atau lingkungan.12



Agama-agama samawi (World Religion) seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha (robertson, 1986: 9) diyakini oleh penganutnya sebagai agama- agama yang membawa kedamaian, kesejukan, tetapi juga cenderung agresif untuk memenangkan manusia atau membawa anggota ke dalam kelompok masing-masing seperti yang terjadi juga dikalangan kristen.13



Dengan kutipan diatas sangat jelas bahwa terjadinya gangguan antar agama karena tadinya penganut agama tersebut sudah mengganggap bahwa agamanya lah yang membawa kedamain seharusnya kita janganlah merasa seperti itu karena semua agama saling membawa kebahagiaan hanya saja bagaiman kita menanggapi semua itu sebab jika kita menganggap diri benar itu akan mengusik kehidupan beragama orang lain. Kerukunan diharuskan dan diwajibkan hukumnya bagi setiap manusia teristimewa orang-orang beragama. Apabila kita mencermati dan memahami konstelasi masyarakat Indonesia yang plural atau majemuk maka semboyan “Bhineka Tunggal Ika” dapat dimengerti sebagai simbol yang merajut kebersamaan bangsa Indonesia. Sejatinya setiap manusia memiliki kebebasan dalam Abdul Hadi Caniago, Wawancara, (Gunungsitoli: November, 2018). Oinike Harefa, Wawancara, (Gunungsitoli: November, 2018). 12 Yustin S. Waruwu, Wawancara, (Gunungsitoli: November, 2018). 13 John Haba & Dkk, Pendidikan Agama Kristen, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2017), 9.11. 10 11



INTOLERANSI



Page 8



menentukan pilihannya yang didasari logika berpikir sehat yang ada pada dirinya. Sekalipun seseorang dalam menentukan pilihan yang diyakininya, dipengaruhi oleh warisan historis yang telah mengakar secara kultural, tidak menutup kemungkinan akan dapat berubah seiring perjalanan hidup yang dihadapinya. Ada kelompok masyarakat yang karena keyakinannya memeluk agama tertentu, sekalipun lingkungan tempat tinggalnya mayoritas beragama lain. Ada pula sekelompok orang yang mempunyai budaya berbeda, sekalipun tinggal pada satu wilayah dengan budaya khas mayoritas berbeda dengan yang diyakininya. Dalam hal ini hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul Kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain.



C. Cara Mengatasi Sikap Intoleransi Agama Dalam hal ini kita akan membahas mengenai bagaimana cara mengatasi atupun mengurangi sikap intoleransi agama tersebut dengan kata lain kita akan lebih spesifik membahas sesuai dengan ajaran kristiani. Dalam ajaran kristen untuk mencapai kerukunan antar agama maka kita dapat melakukannya dengan melalui cara : 1. Memprioritaskan aspek-aspek yang sama dalam setiap agama, seperti: isu kemiskinan, keterbelakangan, pendidikan, keadilan, dan lingkungan hidup. 2. Menghindari sikap merendahkan agama orang lain, baik melalui ucapan dan tindakan. 3. Mempelajari agama orang lain, sehinnga bertumbuh kesadaran akan adanya perbedaan dalam setiap agama. 4. Mensyukuri varian varian yang ada, seperti agama dan etnik sebab varian varian tersebut merefleksikan kekayaan Tuhan Allah pada diri-Nya dan juga melalui ciptaan-Nya sendiri14. Empat point diatas merupakan diatas saling berhubungan satu dengan yang lain dimana cara yang lebih baik dengan tidak adanya merendahkan agama orang lain serta baiknya kita mempelajari agama orang juga supaya kita memahami bagaimana sikap sebenarnya dalam beragama.



14



John Haba & Dkk, Pendidikan Agama Kristen, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2017), 9.13-9.14.



INTOLERANSI



Page 9



Dalam hal ini juga, Negara dalam menjalankan political will nya, telah mengakui adanya perbedaan agama, suku bangsa, budaya, dan adat istiadat yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, sebagai sebuah kemajemukan yang terslogan dalam dasar negara sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini mengindikasikan bahwa negara menginginkan keberagaman tersebut sebagai sebuah hak kodrati yang dimiliki oleh seorang manusia, justru menjadi alat pemersatu bangsa dan bukan sebaliknya. Sikap fanatisme sempit penuh kecurigaan yang dianggap sebagai faktor penyebab konflik antar umat beragama tidak akan ada jika umat beragama sepakat melihat perbedaan agama sebagai sebuah fenomena yang wajar. Ada beberapa kelemahan dalam menyampaikan informasi keagamaan yang pada gilirannya menyebabkan munculnya sikap fanatisme dan kecurigaan antar umat. Para pemimpin agama cenderung menyampaikan superiotirtas ajaran agamanya, sehingga informasi yang disampaikan pada umat bercorak eksklusif. Oleh karena itu ajaran di atas harus dihindari dan perlunya penanaman sikap toleransi antar umat beragama harus menjadi prioritas dalam dakwah atau misi agama. Dua hal di atas perlu ditekankan yaitu ajaran yang inklusif dan toleransi umat beragama harus disosialisasikan, sehingga dengan modal kerukunan antar umat beragama masyarakat yang ideal bisa diwujudkan. Pendidikan kerukunan antar umat beragama diharapkan dapat terintegrasi seperti di Belanda yang terdapat agama: Katolik, Kristen, Yahudi dan Islam. Untuk membangun kehidupan sipil yang baik pemerintah memfasilitasi pendidikan agama yang diajarkan secara terbuka dan tidak dogmatik. Siswa yang beragama Kristen (sebagai agama mayoritas) mempelajari agama lain atau sebaliknya dan selain itu diadakan dialog antar agama secara ilmiah. Tri kerukunan agama “kerukunan antarumat beragama, kerukunan intern umat beragama, dan kerukunan antara pemeluk agama dengan pemerintah”.15 Dalam hal ini sangat dibutuhkan dialog antar agama sehingga satu dengan yang lain dapat rukun. Seperti juga hasil dari wawancara yang telah saya lakukan yaitu atas nama Romo Tapak Wong seorang Budhha yang memiliki solusi tersendiri untuk mengatasi sikap intoleransi antar umat beragama. Dalam mengatasi mengatasi faktor-faktor intoleransi, adapun solusi solusi yang diaberikan dalam agama buddha yaitu : 1. Pandangan benar, yaitu kita mengakui adanya proses penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan menuju lenyapnya penderitaan. 2. Pikiran benar, yaitu jangan mencuri, jangan dendam, jangan iri hati. 15



Nur Syam, Tantangan Multikulturalisme Indonesia, (Jakarta: Kanisius, 2014), 63.



INTOLERANSI



Page 10



3. Perkataan benar, yaitu tidak berbohong, tidak menimbulkan hoax, dan tidak berucap kasar. 4. Perbuatan benar yaitu tindakan yang kita lakukan harus benar 5. Penghidupan benar yaitu kita jangan menipu, jangan mencuri. 6. Daya upaya benar. 7. Perhatian benar. 8. Kosentrasi benar.16 Ketika kita sudah menguasai solusi solusi tersebut, maka toleransi dalam beragama maupun dalam bermasyarakat pun akan terjaga. Selain itu juga dalam mengatasi intoleransi, menurut agama buddha hendaknya melakukan meditasi yang artinya mengintropeksi diri, merenungkan tentang apa yang sudah dilakukan melalui meditasi dalam keheningan. Utamakan dan sosialisasikan sikap toleran, rukun dan dialog. Patut diakui bahwa benturan yang masih terjadi bukan benturan karena isu agama saja, tetapi isuisu lain yang berbajukan agama.17 Dengan diutamakannya toleran dalam beragama maka hal diatas dapat terwujud dan kita dapat mengatasi sikap intoleransi seiring berjalannya waktu. Serta tidak lupa untuk saling menghargai serta saling membuka diri untuk berdialog atau berkomunikasi dengan sesama yang memiliki kepercayaan yang berbeda. Dalam agama buddha meraka tidak antipati terhadap agama lain, maupun fanatisme dengan yang lain, karena apapun kebaikan ataupun keyakinan dari agama lain itu merupakan keyakinan mereka juga. Menurut romo itu, dalam agama lain juga ajaran-ajaran tentang toleransi juga diajarkan, misalnya seperti kasih, Cuma terjadi intoleransi karena kurang memahami ajaran agamanya sendiri dan ini bukan karena salah agama dan yang salah itu adalah pribadi manusia nya itu sendiri. Menurutnya, sebelum belajar tentang agama, seseorang harus belajar menjadi manusia, sehingga dia tidak menyalahkan agama untuk pembenaran diri sendiri. Selain itu juga Menurut romo, intoleransi itu ada karena keangkuhan yang mengaggap diri lebih dari segala-galanya, menuntut untuk lebih diperhatikan, mengganggap kelompok mereka yang paling benar, lalu kelompok lain tidak benar. Serta intoleransi juga ada karena sesorang masih belum mendalami agamanya dan hanya sebatas teori tanpa praktek.



16 17



Tapak Wong, Wawancara, (Gunungsitoli: November, 2018). John Haba & Dkk, Pendidikan Agama Kristen, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2017), 9.15.



INTOLERANSI



Page 11



Lebih lanjut lagi di ungkapkan oleh Romo Tapak Wong (agama Buddha) bahwa “yang terpenting dalam menganut sebuah agama adalah adanya 4 unsur utama yakni cinta, kasih, kasih sayang dan keseimbangan batin”.18 Setiap agama di dunia tidak dapat memungkiri fakta adanya pluralitas agama dan pengaruhnya dalam hidup bersama.



18



Tapak Wong, Wawancara, (Gunungsitoli: November, 2018).



INTOLERANSI



Page 12



BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Agama adalah suatu hal yang di anugrahkan kepada manusia untuk memuji dan memuliakan Tuhannya. Sikap intoleransi mampu menghancurkan kerukunan antar umat beragama karna di dasari oleh bermacam-macam faktor, baik dari luar maupun dari dalam. Hal itu benar-benr tidak sejalan dengan apa yang sebenarnya di ajarkan dalam agama-agama tersebut (kecuali agama sesat). namun dalam hal ketidakrukunan tersebut, terdapat beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah tindakan intoleransi tersebut. Intoleransi sangat tidak diperkenankan dalam hidup beragama. Dengan memperkuat ikatan persaudaran serta membuka hati dan diri untuk orang yang beragama berbeda dengan kita, maka sikap intoleran secara perlahan akan segera hilang/ tidak terjadi lagi. B. Saran Manusia adalah satu-satunya mahluk yang beragama, yang mengerti akan yang baik dan benar, untuk itu, marilah kita sebagai umat beragama utuk lebih taat dan mendekatkan diri lagi kepada Tuhan serta lebih memahami dan menghargai antara satu dengan yang lain, yang berbeda ras, suku dan bahkan kepercayaan. Marilah kita menjaga kerukunan antara umat beragama



dengan



menjauhi



sikap/tindakan



intoleransi



untuk



mengamalkan



serta



mengekspresikan ajaran baik dalam agama kita masing-masing. Kerukunan adalah akar dari kedamaian.



INTOLERANSI



Page 13