BAB I Proposal [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN I.1



Latar Belakang Wasting merupakan gabungan dari istilah kurus (wasted) dan sangat kurus (severe wasted) yang didasarkan pada indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan ambang batas (Zscore) 5% (standar WHO). Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) menunjukkan Prevalensi Gizi Buruk Provinsi Kalimantan Barat tahun 2011 sebesar 3,29%, sedangkan pada tahun 2012 menjadi 3,8%. Jumlah kematian balita gizi buruk pada tahun 2010 – 2012 mengalami penurunan dari 10 kematian balita gizi buruk menjadi 7 kematian balita gizi buruk (Pemprov Kalbar, 2013). Sedangkan prevalensi balita dengan status gizi kurus di Kabupaten Bengkayang tahun 2017 sebesar 8,36% yang mengalami



3



peningkatan sebesar 2,36% dari tahun sebelumnya yang hanya 6% (Dinkes Bengkayang, 2018). Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi, karena pada kelompok tersebut mengalami siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah menderita kelainan gizi (afifa dkk, 2016). Anak yang kurus sangat mudah terkena penyakit infeksi dan apabila keadaan kurang gizi pada masa balita terus ber-lanjut, maka dapat memengaruhi intellectual per-formance, kapasitas kerja, dan kondisi kesehatannya di usia selanjutnya. Balita kurus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena memiliki dampak yang besar dan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian anak. Anak yang kurus dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan anak bahkan lebih buruknya akan berdampak terhadap kematian balita (Almatsier, 2011). Keadaan gizi anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang dibedakan menjadi sebab yang langsung dan tidak langsung. Sebab langsung yaitu kecukupan makanan dan keadaan kesehatan anak. Sebab tak langsung yaitu ketahanan makanan keluarga, pola asuh anak, serta sanitasi lingkungan (Sulistiyoningsih, 2011). Salah satu kondisi lingkungan yang buruk untuk tumbuh kembang balita adalah masyarakat yang tinggal di sekitar Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Secara kasat mata pertambangan ilegal yang dilakukan secara tradisional oleh penduduk setempat meninggalkan



4



kerusakan tanah pertanian maupun sisa lokasi tambang juga menyebabkan adanya genangan air yang menjadi perindukan nyamuk, mencemari sungai serta biota air yang ada, dan merubah struktur tanah disekitar tambang menjadi longgar. Hal ini membuat penduduk menjadi berisiko dan yang paling rentan adalah anak-anak dan wanita yang ikut menambang atau yang tinggal di sekitar area tambang. Masalah public health yang mungkin muncul adalah akses terhadap pelayanan kesehatan terbatas, penyakit yang banyak diderita adalah diare, alergi kulit, penyakit kulit infeksi dan malaria, tentu dalam jangka waktu yang lama akan timbul pola gangguan kesehatan lainnya



seperti



penyakit



keganasan,



gangguan



pertumbuhan



dan



perkembangan pada anak dan bahkan cacat (Guswahyuni, 2018). Kondisi lingkungan yang buruk juga meningkatkan resiko penyakit kecacingan. Cacingan jarang menyebabkan kematian, namun pada keadaan kronis pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan akhirnya menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak (Sekartini R, 2004). Cacing selain merebut jatah makanan dan zat gizi dalam usus sehingga membuat anak kurang gizi dan prestasi belajar rendah, ternyata bisa mengganggu saluran paru dan saluran empedu, memicu radang usus buntu, dan menyumbat usus. Anak yang hidup di lingkungan dengan sanitasi buruk dan kebersihan pribadi kurang, sangat rentan tertular cacing.



Hasil penelitian Yulni pada tahun 2013 menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan energi dan status gizi menurut indikator IMT/U



5



yang ditunjukkan dengan nilai p value pada asupan energi (p=0,034), karbohidrat (p=0,011). Infeksi memberikan kontribusi terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi lain karena menurunnya nafsu makan sehingga asupan makanan berkurang. Sakit pada anak mempunyai efek negatif pada pertumbuhan anak. Dalam penelitian Mgongo et al di Tanzania, menyebutkan anak yang sakit pada satu bulan terakhir meningkatkan risiko terjadinya wasting (Mngongo et all, 2017). Penelitian Rochmawati, Marlenywati dan Waliyo di Pontianak, menunjukkan bahwa penyakit infeksi berhubungan dengan kejadian wasting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Saigon dan Puskesmas Perumnas II Pontianak. Status imunisasi pada anak merupakan salah satu indikator kontak dengan pelayanan kesehatan yang diharapkan membantu memperbaiki status gizi anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Samiak dan Emeto di Papua Nugini serta Semba et al, di Indonesia menunjukkan proporsi anak yang wasting lebih besar pada anak yang tidak diimunisasi atau yang hanya diimunisasi sebagian. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Prawesti tahun 2018 yang menunjukkan bahwa status imunisasi yang tidak lengkap merupakan salah satu faktor terjadinya wasting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Piyungan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 30 ibu yang memiliki balita di daerah PETI Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang, terdapat 60% balita kurus dari ibu yang diwawancara. 80% ibu



6



yang diwawancara diantaranya berpendidikan terakhir setara SLTA. 40% orang ibu diantaranya tidak mengetahui tentang gizi seimbang. 30% ibu diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif kepada anaknya. Mereka beralasan bahwa anak tidak kenyang hanya dengan ASI dan merupakan kebiasaan turun temurun. Semua ibu menyatakan bahwa anggota keluarga makan tiga kali sehari. Berdasarkan data dari Puskesmas Monterado prevalensi balita kurus tertinggi berasal dari keluarga yang tinggal di sekitar wilayah PETI. Berdasarkan latar belakang inilah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan asupan zat gizi makro dan kecacingan dengan gizi kurus (wasting) pada balita di daerah PETI (Studi di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang). I.2



Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitan yaitu apakah terdapat hubungan antara asupan zat gizi makro dan kecacingan dengan gizi kurus (wasting) pada balita di daerah PETI (Studi di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang)?.



I.3



Tujuan Penelitian I.3.1



Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara asupan zat gizi makro dan kecacingan dengan gizi kurus (wasting) pada balita di daerah PETI (Studi di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang).



7



I.3.2



Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui hubungan antara asupan energi dengan gizi kurus pada balita di daerah PETI (Studi di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang). 2. Untuk mengetahui hubungan antara asupan karbohidrat dengan gizi kurus pada balita di daerah PETI (Studi di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang). 3. Untuk mengetahui hubungan antara asupan protein dengan gizi kurus pada balita di daerah PETI (Studi di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang). 4. Untuk mengetahui hubungan antara kecacingan dengan gizi kurus pada balita di daerah PETI (Studi di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang).



I.4



Manfaat Penelitian I.4.1



Bagi Peneliti Dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh pada penelitian hubungan asupan zat gizi makro dan kecacingan dengan gizi kurus (wasting) pada balita khususnya di daerah PETI.



I.4.2



Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Pontianak Sebagai informasi data serta pustaka dalam pengembangan ilmu kesehatan masyarakat khususnya di bidang gizi.



8



I.4.3



Bagi Puskesmas Monterado Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi rekomendasi bagi pihak puskesmas untuk melakukan perbaikan di bidang gizi.



I.4.4



Bagi Responden Mendapatkan informasi mengenai hubungan asupan zat gizi makro dan kecacingan yang dapat mempengaruhi gizi kurus (wasting) pada balita di daerah PETI. Selain itu juga sebagai sarana bagi ibu balita dalam menerapkan asupan zat gizi makro dan mencegah kecacingan pada balitanya agar mengurangi kejadian gizi kurus (wasting) pada balita di daerah PETI.



I.5



Keaslian Penelitian Tabel I.1 Keaslian Penelitian



N o 1



Nama & Tahun Rochmawati, dkk, (2016).



2



Rosmalia Hekmi (2013)



Judul Penelitian Gizi Kurus (Wasting) Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Pontianak



Persamaan -



Desain penelitian menggunakan case control



Faktor-faktor - Sama-sama Yang meneliti Berhubungan hubungan dengan Status penyakit



Perbedaan -



Hasil Penelitian



Variabel - Terdapat hubungan penelitian yang bermakna antara terdiri dari penyakit infeksi, ASI pengetahuan eksklusif dan gizi, jumlah kelengkapan imunisasi pemberian MPdengan kejadian gizi ASI kurus - Sasaran penelitian pada penelitan sebelumnya pada balita di wilayah perkotaan - Variabel yang Ada hubungan yang diteliti adalah bermakna antara status gizi balita penyakit infeksi, (BB/U), asupan energi, asupan



9



Gizi Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Margototo Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung Timur 3



Dwi Sisca Kumala Putri, dkk (2013)



Faktor Langsung dan Tidak Langsung Yang Berhubungan Dengan Kejadian Wasting Pada Anak Umur 5-59 bulan di Indonesia Tahun 2010



infeksi dengan kejadian wasting



penyakit infeksi, asupan makanan, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga dan pola asuh



karbohidrat, asupan protein dengan nilai p=0,000, sedangkan variabel pendapatan orang tua, pengetahuan ibu dan pola suh tida ada hubungan yang bermakna dengan status gizi Variabel - Variabel - Hasil penelitian dependennya dependen pada menunjukkan faktor ialah status penelitian ini langsung dominan wasting dan ialah status yang berhubungan variabel wasting anak dengan kejadian independennya dan variabel wasting ialah asupan ialah asupan independennya karbohidrat, karbohidrat, ialah faktor sedangkan faktor tidak protein dan langsung langsung yang paling lemak (asupan energi, dominan berhubungan karbohidrat, dengan kejadian lemak, protein, wasting ialah pola menyusui persentase dan penyakit pengeluaran pangan malaria). Faktor yang tinggi, setelah tidak langsung dikontrol variabel dan umur dan pekerjaan karakteristik ayah. anak (pendidikan bapak, pendidikan ibu, pekerjaan bapak, pekerjaan ibu, persentase pengeluaran pangan, terhadap pengeluaran total, status imunisasi, kondisi rumah, umur dan jenis kelamin.