BAB II Biodiesel [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Biosolar Bahan bakar diesel (solar) merupakan bahan bakar turunan dari minyak bumi yang berasal dari fossil. Penggunaan bahan bakar solar lebih didominasi pada sector transportasi dan industri, dimana skala pemakaiannya dalam jumlah yang besar. Pada tahun 2011 kebutuhan Indonesia terhadap bahan bakar yakni : minyak tanah 12.724.000 barel, minyak solar 169.175.000 barel, minyak diesel 856.000 barel, dan minyak bakar 25.029.000 barel. Berdasarkan data tersebut total kebutuhan Bahan Bakar Minyak berkisar 207.784 juta barel minyak (Ditjen Migas, 2012). Jumlah ini tentu akan bertambah dengan meningkatnya pembangunan diberbagai bidang industri, penggunaan moda transportasi serta aktivitas nonindustri yang masih mengandalkan bahan bakar minyak. Potensi bahan bakar nabati sebagai bahan baku pengganti fossil sangat potensial untuk dikembangkan seperti tanaman kelapa sawit yang menghasilkan CPO (Crude Palm Oil). Menurut data statistic perkebunan Indonesia (2010), memberikan informasi bahwa total luas lahan sawit berkisar 7.828.623 hektar. Biodiesel yang diperoleh dari proses transesterfikasi minyak sawit memiliki sifat kimia dan fisika yang mendekati sifat solar. Pencampuran 20 persen biodiesel kedalam solar (B20) menghasilkan produk bahan bakar yang dapat dipakai pada



6



mesin diesel dengan emisi gas buang lebih rendah polutan dibanding solar. Biodiesel memiliki flash point lebih tinggi dari solar dan tidak mudah terbakar (Rismawati 2010). Reaksi esterifikasi memiliki kendala utama pada suhu kamar untuk bercampur secara sempurna. Hal ini akibat kurangnya daya larut pereaksi alkohol pada minyak , sehingga untuk meningkatkan daya larut reaktan dibutuhkan suatu senyawa kimia yang dapat membantu kelarutan campuran tersebut atau penambahan co-solvent. Pencampuran dengan co-solvent akan memberikan waktu reaksi yang cukup pendek karena menghasilkan satu fase (Knothe et al, 2005). Pemakaian katalis pada reaksi transesterifikasi dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok, Enayati et al. (2008) : 1. Katalis homogen alkali seperti NaOH, KOH. 2. Katalis homegen asam yakni HCl, H2SO4 3. Katalis heterogen kimia diantaranya Na/NaOH/γ-Al2O3, K/KOH/ γ-Al2O3, Eu2O3/ Al2O3. 4. Biokatalis seperti lipase dari Pseudomonas capacia, novozyme 435 (candida antarctica). Pencampuran bio-diesel dengan minyak solar biasanya diberikan sistem penamaan tersendiri, seperti B2, B3 atau B5 yang berarti campuran biodiesel dan minyak solar yang masing-masing mengandung 2%, 3%, dan 5% biodiesel. Biosolar merupakan campuran solar dengan minyak nabati. Pemakaian biosolar aman untuk mesin kendaraan, dan ramah lingkungan, pembakarannya bersih, dan merupakan bahan yang dapat diperbarui salah salah satunya adalah FAME



7



(FattyAcid Methyl Ester). FAME adalah minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas yang diubah melalui proses transesterifikasi yang sebenarnya bisa mereaksikan minyak-minyak itu dengan metanol dan katalisator NaOH atau KOH atau sering disebut bioetanol. Biosolar yang banyak dijumpai di Pertamina yaitu jenis B-5 yang artinya mengandung 5% campuran FAME dan 95 % solar murni. Sedangkan B20 atau B100 merupakan campuran bio-diesel dan minyak solar yang masing-masing mengandung 20% dan 100% bio-diesel. Pada umumnya konsentrasi tertinggi yang sudah dioperasikan secara komersial adalah B20. walaupun biodiesel dapat dicampur dengan minyak solar pada berbagai konsentrasi tanpa merusak atau memodifikasi mesin, tetapi memerlukan penggantian paking karet pada beberapa peralatan karena spesifikasinya disesuaikan untuk bahan bakar minyak (Manurung, 2007). Pada kenyataannya pencampuran minyak solar dengan biodiesel tidaklah semudah yang diperkirakan orang. Walaupun hanya mengatur konsentrasi saja, tetapi dalam jumlah yang besar akan terjadi masalah bila konsentrasi biodiesel tidak sesuai dengan yang seharusnya. Teknologi pencampur biodiesel dengan minyak solar ternyata ada enam jenis teknologi yang dapat diterapkan di Indonesia. Dari enam teknologi tersebut, empat diantaranya diimplementasikan pada terminal pengisian bahan bakar besar atau kecil dan sisanya satu diterapkan pada lokasi Industri dan satunya lagi diterapkan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum ( Pallawagau , 2006).



8



2.2. Gliserol Menurut Kusnandar (2010), gliserol adalah senyawa organik polar yang terdiri dari tiga atom karbon yang mengikat tiga gugus hidroksil (-OH). ketiga gugus karboksil ini bersifat rektif dan dapat diesterifikasi oleh asam lemak. Dari ikatan yang beragam jenisnya, dapat dihasilkan juga jenis lemak yang beragam. struktur molekul gliserol dapat dilihat pada Gambar 1. CH2OH | CHOH | CH2OH Gambar 1. Struktur Molekul Gliserol Gliserol memiliki sifat fisik berupa cairan tidak berwarna, tidak berbau, dapat juga berupa cairan kental dengan rasa yang manis, memiliki densitas 1,261 dengan titik lebur 18,2oC dan titik didih 290oC. Gliserol dapat diperoleh dengan jalan penguapan hati-hati, kemudian dimurnikan dengan distilasi pada tekanan rendah (Love, J. 1992). Menurut O’brain (1998), gliserol alami pada dasarnya diperoleh sebagai produk samping di dalam produksi asam lemak, ester lemak atau sabun dari minyak atau lemak. Di Malaysia, gliserol dihasilkan melalui pemecahan minyak sawit atau minyak inti sawit dengan menggunakan metode berikut : - Penyabunan minyak / lemak dengan NaOH untuk membentuk sabun dan larutan alkali sabun. Larutan alkali sabun yang terbentuk mengandung 4 – 20 % gliserol dan juga diketahui sebagai sweetwater atau gliserin.



9



- Splitting atau hidrolisis dari minyak inti sawit dibawah tekanan dan temperature yang tinggi untukmenghasilkan asam lemak dan sweetwater.Sweetwaterini mengandung 10 – 20 % gliserol. - Transesterifikasi dari minyak dengan metanol katalis untuk menghasilkan metil ester. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh.Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, larut dalam air dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2006). 2.3. Katalisator Fogiel (1992), mendefinisikan katalis sebagai suatu substansi yang mengubah laju suatu reaksi kimia tanpa terdapat sebagai produk akhir reaksi. Walaupun menurut definisi jumlah katalisator tidak berubah pada akhir reaksi, tetapi tidak berlaku anggapaan bahwa katalisator tidak mengawali jalannya reaksi selama reaksi berlangsung. Katalisator akan mengawali penggabungan senyawa kimia. akan terbentuk suatu senyawa kompleks antara substansi tersebut dengan katalisator Kompleksnya yang terbentuk hanya merupakan bentuk hasil antara yang akan terurai kembali menjadi produk reaksi dan molekul katalisator.



10



Katalisator tidak mengalami perubahan pada akhir rekasi, karena itu tidak memberikan energi kedalam sistem, tetapi katalis akan memberikan mekanisme reaksi alternatif dengan energi pengaktifan yang lebih rendah dibandingkan dengan rekasi tanpa katalis, sehingga adanya katalis akan meningkatkan laju rekasi (Endang et al, 2003). Menurut Hiskia (1992), laju reaksi menggunakan katalisator bergantung pada aktivitas katalitiknya, makin tinggi aktivitas katalitiknya, maka laju reaksinya makin cepat. Terdapat lima jenis katalitik yang dikenal, yaitu: 1. aktivitasnya bergantung pada konsentrasi dan luas permukaan katalisator 2. aktivitasnya hanya spesifik untuk katalisator tertentu 3. aktivitasnya bergantung pada bentuk geometri atau orientasi permukaan katalisator 4. aktivitasnya memerlukan promotor tertentu, promotor adalah zat yang berfungsi untuk mengaktifkan kerja katalitik dari katalisator 5. aktivitasnya berlangsung baik jika tidak ada inhibitor, inhibitor adalah zat yang menghambat kerja katalisator. Logam-logam transisi periode pertama dari V sampai Zn umumnya merupakan katalisator baik bagi reaksi kimia. Menurut Hiskia (1992), berdasarkan mekanisme kerjanya, katalisator dibedakan menjadi katalisator asam-basa, katalisator enzim dan katalisator heterogen 1. Katalisator Asam-Basa Konsep asam-basa dalam katalisator tidak terbatas pada konsep asam-basa Arhenius, yaitu asam merupakan senyawa yang dalam pelarut air akan



11



menghasilkan ion H+ dan basa adalah senyawa yang dalam air akan memiliki ion OH-, tetapi juga meliputi konsep asam-basa Bronsted-Lowry dan Lewis. 2. Katalisator Enzim Enzim merupakan katalisator biologis, banyak reaksi penting yang dikatalis oleh enzim, misalnya pengubahan karbohidrat atau amilum menjadi glukosa dalam mulut yang dikatalis oleh enzim ptalyn. Enzim merupakan molekul protein dengan bentuk yang karakteristiknya hanya akan mengijinkan molekul pereaksi tertentu berikatan. Karakteristik enzim adalah pada kespesifikan dan efisiensinya. Dikatakan spesifik karena reaksi hanya berlangsung pada substrat yang spesifik misalnya enzim urease spesifik untuk reaksi hidrolisis urea. Efisiensi enzim berkaitan dengan kemampuan enzim meningkatkan laju reaksi berlipat ganda, dibandingkan tanpa enzim. 3. Katalisator Heterogen Banyak proses kimia permukaan penting yang dikatalis oleh katalisator heterogen. Umumnya katalisator berada dalam fase padat sedangkan pereaksi dalam fase gas atau cair. Logam-logam transisi periode pertama adalah contoh katalisator heterogen yang banyak digunakan dalam proses kimia, logam tersebut dapat berada pada keadaan logam murni maupun oksidasi. 2.4. Zat Aditif (Biooxygenate Biodiesel) Zat aditif terdiri dari dua macam, yaitu aditif sintesis (aditif buatan) seperti nitrat, peroxide dan bioaditif (berasal dari tumbuhan). Zat aditif adalah suatu senyawa yang ditambahkan ke dalam senyawa lain (dalam hal ini bahan bakar) untuk menjalankan suatu fungsi spesifik, misalnya aditif penghilang endapan, aditif



12



penghilang kerak/korosi, aditif peningkat angka oktana/setana, dan sebagainya (Munawir dkk, 2006). Zat aditif yang baik harus mampu memberikan pembakaran bahan bakar optimal sehingga kandungan emisi gas buang yang berbahaya lebih sedikit dan menambah performance mesin.Pada umumnya aditif ini berasal dari senyawa nitrat, oxygenate, dan organologam. Senyawa nitrat yang banyak digunakan sebagai aditif, misalnya: isopropylnitrate, isoamylnitrate, isohexylnitrate, hexylnitrate, cyciohexylnitrate, 2-ethylhexylnitrate, dan dodecylnitrate. Akan tetapi penggunaan senyawa nitrat ini diduga dapat menyebabkan peningkatan emisi gas NOx. Senyawa oxygenate adalah senyawa organik cair yang dapat dicampur ke dalam bahan bakar untuk menambah kandungan oksigennya (Nasikin dkk, 2003) . Aditif ini berfungsi untuk membuat radikal bebas pada rantai karbon bahan bakar. Dengan adanya radikal bebas, maka akan semakin mudah rantai karbon tersebut untuk membuat cabang baru. Efek dari timbulnya cabang baru adalah meningkatnya nilai oktana/setana dan nilai kalor (Alagamathis, 1996). Zat aditif bahan bakar yang dapat menambah performa mesin diantaranya adalah aditif yang mempunyai sifat yaitu anti-foam, tahan terhadap air, anti korosi, stabilitas oksidasi, penambah angka setana, pelumas, dan beroperasi pada temperatur rendah. Terobosan yang semakin tajam dalam pemilihan aditif pada bahan bakar adalah aditif organik (bioaditif) yang berasal dari tumbuhan alam. Indonesia merupakan produsen utama beberapa minyak esensial, seperti Minyak Nilam (Patchouli Oil), Minyak Akar Wangi (Vertiver Oil), Minyak Sereh Wangi (Cintronella Oil), Minyak kenanga (Cananga Oil), Minyak Kayu Putih (Cajeput Oil), Minyak Sereh Dapur (Lemon Grass), Minyak Cengkeh (Cloves Oil), Minyak



13



Cendana (Sandal wood Oil), Minyak Pala (Nutmeg Oil), Minyak Kayu Manis (Cinamon Oil), Minyak Kemukus (Cubeb Oil) dan Minyak Lada (Pepper Oil) (Kadarohman,2009). 2.5. Pemanfaatan Gliserol Gliserol merupakan salah satu hasil samping produksi biodiesel yang mempunyai jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan hasil samping lainnya. Jumlah gliserol yang dihasilkan dari setiap produksi biodiesel kurang lebih 10 % dari total produksi biodiesel (Dasari et al. 2005). Selama ini gliserol hasil samping produksi biodiesel masih bernilai ekonomis rendah, karena kemurniannya masih belum memenuhi standar. Gliserol hasil samping produksi biodiesel belum dapat dimanfaatkan, baik dalam bidang farmasi maupun makanan sebagaimana lazimnya gliserol paling banyak digunakan. Pachauri dan He (2006) melaporkan berbagai penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah gliserol hasil samping produksi biodiesel menjadi beberapa produk turunan seperti 1-3 propanadiol, 1-2 propanadiol, dihidroksiaseton, asam suksinat, hidrogen, poligliserol, poliester dan polihidroksialkonat. National Biodiesel Board (2010) menyatakan bahwa gliserol paling banyak digunakan di enam bidang industri yaitu industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetika, rokok, kertas dan percetakan serta industri tekstil. Gliserol digunakan baik sebagai bahan baku proses, bahan antara dan sebagai bahan tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas suatu produk.