Bab Ii-Proyek Penelitian Rsud 2020 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

15



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Telaah Pustaka 1. Konsep Caring a. Pengertian Caring Caring ialah bentuk suatu perilaku yang dapat menghadirkan perasaan aman baik dalam segi fisik daan emosi terhadap manusia lainnya secara tulus. Caring merupakan suatu bentuk dasar kesatuan nilai-nilai yang kemanusian yang universal, gambaran dari caring ini sendiri seperti molar ideal keperawatan mencakup keinginan dan kesungguhan dalam merawat dan tindakan perawatan pasien (Watson, 2005 dalam Kusnanto, 2019). Caring adalah sebuah fenomena yang universal yang dapat berpengaruh pada cara berfikir manusia, memberikan perasaan, dan memberikan sikap saat berinteraksi kepada orang lain. Memiki rasa menghargai orang lain dan mempunyai perasaan memiliki serta bertanggung jawab (Potter & Perry, 2009 dalam Kusnanto, 2019). Caring adalah sebuah proses interpersonal yang penting dimana mewajibkan perawat dalam melakukan aktivitas peran yang spesifik melalui ekpresi emosi tertentu kepada pasien atau klien (Morrison & Burnard, 2009 dalam Kusnanto, 2019). Caring berperan dalam membuat perhatian, motivasi dan arahan untuk klien untuk melakukan sesuatu.



16



Dengan caring seorang perawat dapat mengetahu intervensi yang tempat yang akan dilakukan terhadap klien dan perawatan selanjutnya. Swanson, (1991) menyebutkan caring adalah “a nurturing way of relating to valued other toward whom one feels a personal sense of commitment and responsibility” yaitu bagiaman sesorang perawat bisa merawat seseorang atau klien dengan selalu menghargai martabat orang tersebut dengan komitmen dan tanggung jawab. Tindakan caring meliputi bentuk komunikasi yang efektif dan terapeutik, selalu beranggapan positif kepada orang lain, memberikan dukungan dan memberikan suatu intervensi sesuai dengan harapan dan sesuai standar (Jean Watson, 1985 dalam Kusnanto, 2019). Menurut Madeline Leininger (1981), care merupakan intisari dari keperawatan dan karakteristik yang dominan, yang tidak dapat dipisahkan dalam keperawatan. Tidak akan ada cure tanpa caring, tetapi dapat ada caring tanpa curing. Jeann Watson (1985) praktik caring sebagai pusat keperawatan, caring sebagai dasar dalam kesatuan nilai kemanusiaan yang universal, antara lain kebaikan, kepedulian, dan cinta terhadap diri sendiri dan orang lain. Caring digambarkan sebagai moral ideal keperawatan, yaitu keinginan dalam memberikan perawatan yang tulus, kesungguhan untuk merawat, dan tindakan merawat (caring). Tindakan caring meliputi komunikasi yang efektif dan tarapeutik, selalu memberikan tanggapan yang positif pada orang lain, memberikan support



17



atau dukungan, juga memberikan intervensi sesuai harapan dan berstandar. Caring adalah sentral dalam praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana seorang perawat profesional dalam bekerja harus lebih perhatian dan bertanggung jawab kepada kliennya. Caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan, seorang klien yang sedang dirawat dirumah sakit sangat mengharapkan perhatian dan bantuan dari perawat yang profesional, klien berharap perawat profesinal dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, klien menginginkan penderitaanya segera diselesaikan, dll. The National League for



Nursing (2007) and The American



Association of collegs of Nursing (2008) juga menyatakan bahwa caring merupakan hal yang fundamen dalam keperawatan. Kompetensi yang dimiliki seorang perawat dan perilaku caring, keduanya penting dalam memberikan perawatan, agar pasien merasa aman dan nyaman selama menjalani perawatan, dan caring penting untuk kualitas keperawatan (rhodes, et al.,2011). Konsep caring dapat dianggap sebagai konsep yang abstrak, dengan demikian memupuk sikap caring pada mahasiswa keperawatan sangat penting, caring tidak cukup untuk diajarkan namun lebih dari itu harus ditanamkan melalui perilaku kesehatan, sehingga caring akan menjadi pola perilaku mahasiswa keperawatan. Nilai – nilai yang diyakini harus



18



dimiliki oleh seorang perawat profesional, seperti kejujuran, ketulusan, dan keikhlasan dalam memberikan pelayanan, keramahan, sopan santun dan tanggung jawab, empati, harus ditanamkan pada calon perawat atau pada mahasiswa yang sedang menempuh studi di pendidikan keperawatan. Beberapa perguruan tinggi percaya bahwa caring merupakan fenomena yang sangat komplek dan perlu dimodelkan dalam pendidikan tinggi keperawatan sebagai bagian dari kurikulum (Begum & Slavin 2012). Pendidikan keperawatan harus dapat memberikan model yang terbaik terkait perilaku caring pada mahasiswanya, agar mahasiswa dapat mengadopsi perilaku Caring tersebut dengan benar. Caring dalam pendidikan keperawatan dan praktik keperawatan bukan merupakan konsep baru, mahasiswa dapat belajar caring melalui permodelan perilaku caring lingkungan tempat belajar (Fakultas) serta yang dicontohkan oleh dosen-dosennya selama kegiatan pembelajaran. Selama calon



perawat



professional



menempuh



studi,



mengajarkan



dan



menanamkan sikap dan perilaku caring sangat penting agar menjadi pola hidup mereka supaya mereka dapat lebih percaya diri, lebih peduli pada orang lain, selalu memberikan yang terbaik untuk orang lain. Beberapa pengertian tentang Caring diatas, dapat disimpulkan bahwa caring adalah sikap kepedulian perawat terhadap klien dalam pemberian asuhan keperawatan dengan cara merawat klien dengan kesungguhan hati, keikhlasan, penuh kasih sayang, baik melalui komunikasi, pemberian dukungan, maupun tindakan secara langsung.



19



Caring merupakan ideal moral keperawatan yang dalam penerapannya pada klien diperlukan



pngembangan pengetahuan,



keterampilan,



keahlian, empati, komunikasi, kompetisi klinik, keahlian klinik dan ketrampilan interpersonal perawat, serta rasa tanggung jawab. Caring juga merupakan dasar dalam melaksanakan praktik keperawatan professional untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dapat memberikan kepuasan pada klien dan keluarga. b. Perkembangan Teori Caring 1) Teori Caring menurut Leininger Dalam pelayanan keperawatan Caring merupakan komponen umum, sebagai seorang perawat profesional wajib memahami budaya klien. Caring memiliki sifat yang personal, sehingga ungkapan caring pada setiap klien berbeda-beda. Seperti klien yang memiliki suku kutai berbeda dengan klien dengan suku jawa, perawat penting mengetahui kultur klien dan ungkapan caring, dalam memenuhi kebutuhan



klien.



Leininhger



(1981)



dalam



Kusnanto,



2019,



menggambarkan caring sebagai kegiatan perawat profesional dan membantu klien dalam nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Karakteristik caring dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu : a) Profesional caring, yaitu perwujudan dari kemampuan secara kognitif. Sebagai perawat profesional dalam melakukan tindakan harus berdasarkan ilmu, sikap dan keterampilan.



20



b) Scientific caring, yaitu segala keputusan dan tindakan dalam memberikan



asuhan



keperawatan



pada



klien



berdasarkan



pengetahuan yang dimiliki perawat. c) Humanistic caring, yaitu proses pemberian bantuan pada klien bersifat kreatif, intuitif atau kognitif dan berdasarkan pada filosofi, fenomenologi, perasaan objektif maupun subjektif (Kusnanto, 2019) 2) Teori Caring menurut Watson Menurut Jean Watson pada tahun 1970-an teori caring pada manusia berkaitan dengan metafisik dan transpersonalnya. Watson meyakini bahwa keperawatan lebih banyak menggunakan pendekatan eksistensial – fenomologis untuk memadukan konsep kejiwaan dan transendensi. Dasar teori watson adalah nilai dan penghormatannya yang sangat mendalam terhadap keajaiban dan misteri kehidupan, Waston mengakui adanya dimensi spiritual kehidupan dan keyakinan terhadap kekuatan internal proses perawatan dan penyembuhan. Sistem ini dipadukan dengan sepuluh faktor karaktif yang mencangkup altruisme manusia, kepekaan terhadap diri dan orang lain, mencintai serta percaya hidup dan kekuatan bathin orang lain dan diri kita sendiri. 3) Teori Caring menurut Kristen M. Swanson Teori caring Swanson masuk dalam level middle range theory, mempelajari tentang seorang perawat yang dapat merawat klien



21



dengan tetap menghargai martabat klien tersebut dengan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi. Fokus



teori



caring



Swanson



dalam



the



caring



model



mengembangkan 5 (lima) proses dasar, yaitu knowing, beingwith, doing for, enabling dan maintening belief. Penjabaran 5 (lima) proses dasar ini bisa menjadi strategi untuk penerapan asuhan keperawatan yang dimulai dengan pengkajian sampai dengan evaluasi keperawatan. Dengan demikian caring mempunyai peran besar dalam pelaksanaan proses keperawatan. Argumen merupakan bagian yang penting dalam kontribusinya untuk teori keperawatan dimana klien dipandang sebagai manusia yang utuh tidak terpisah-pisah. Hal yang menarik tentang pengertian klien ini adalah bahwa Swanson selalu menempatkan peran perawat dalam proses becoming tersebut, dimana perawat sebagai mitra dalam membantu klien untuk mencapai kesejahteraannya (well being). Struktur Caring Swanson



Gambar 2.1 Struktur Model Caring menurut swanson (1993) dalam, (Kusnanto, 2019).



22



c. Dimensi Caring menurut K.M Swanson Ada lima dimensi yang mendasari konsep caring, yaitu : 1) Maintening belief Maintening belief adalah kepekaan diri seseorang terhadap harapan yang diinginkan orang lain ataupunmembangun harapan. Indikator yang terdapat pada kepekaan diri, yaitu : a) Selalu punya rasa percaya diri yang tinggi. b) Mempertahankan perilaku yang siap memberikan harapan. c) Selalu berfikir realistis. d) Selalu berada disisi klien dan siap memberikan bantuan. Menumbuhkan keyakinan seseorang dalam melalui setiap peristiwa hidup dan masa-masa transisi dalam hidupnya serta menghadapi masa depan dengan penuh keyakinan, mempercayai kemampuan orang lain, menimbulkan sikap optimis, membantu menemukan arti atau mengambil hikmah dari setiap peristiwa, dan selalu ada untuk orang lain dalam situasi apapun. Tujuannya adalah untuk membantu orang lain supaya bisa menemukan arti dan mempertahankan



sikap



yang



penuh



harap.



Memelihara



dan



mempertahankan keyakinan nilai hidup seseorang adalah dasar dari caring dalam praktik keperawatan.



23



Subdimensi dari maintaining belief antara lain: a) Believing in: perawat merespon apa yang dialami klien dan mempercayai bahwa hal itu wajar dan dapat terjadi pada siapa saja yang sedang mengalami masa transisi. b) Offering a hope – filled attitude: memperlihatkan perilaku yang peduli pada masalah yang terjadi pada klien dengan. c) Maintaining realistic optimism: menjaga dan memperlihatkan sikap optimisme perawat dan harapan terhadap apa yang dialami klien secara realistis dan berusaha mempengaruhi klien untuk punya sikap yang optimisme dan harapan yang sama. d) Helping to find meaning: membantu klien menemukan arti dari masalah yang dialami sehingga klien bisa secara perlahan menerima bahwa siapa pun bisa mengalami hal yang sama dengan klien. e) Going



the



distance



(menjaga



jarak):



semakin



jauh



menjalin/menyelami hubungan dengan tetap menjaga hubungan sebagai perawat-klien agar klien bisa percaya sepenuhnya pada perawat dan bertanggung jawab serta Caring secara total oleh perawat kepada klien. Sikap tubuh, kontak mata dan intonasi bicara perawat. 2) Knowing (mengetahui) Perawat harus mengetahui kondisi klien, memahami arti dari suatu peristiwa dalam kehidupan, menghindari asumsi, fokus pada



24



klien, mencari isyarat, menilai secara cermat dan menarik. Efisiensi dan efektivitas terapeutik caring ditingkatkan oleh pengetahuan secara empiris, etika dan estetika yang berhubungan dengan masalah kesehatan baik secara aktual dan potensial. Indikator knowing adalah: a) Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien b) Manfaat perawatan dan kejelasan rencana perawatan. c) Hindari persyaratan untuk bertindak, karena perawat peduli pasien. d) Tidak hanya mengerti kebutuhan dan harapan tetapi fokus pada merawat yang benar atau efisien dan berhasil guna atau efektif. Knowing adalah berusaha agar mampu mengetahui dan paham terhadap peristiwa yang mempunayi arti dalam kehidupan klien. Mempertahankan



kepercayaan



merupakandasar



dari



Caring



keperawatan, knowing adalah memahami pengalaman hidup klien dengan mengesampingkan asumsi perawat mengetahui kebutuhan klien, menggali/menyelami informasi klien secara detail, sensitif terhadap petunjuk verbal dan non verbal, fokus pada satu tujuan keperawatan, serta mengikutsertakan orang yang memberi asuhan dan orang yang diberi asuhan dan menyamakan persepsi antara perawat danklien. Subdimensi dari knowing antara lain : a) Avoiding assumptions, menghindari asumsi-asumsi. b) Assessing thoroughly, melakukan pengkajian menyeluruh meliputi bio, psiko, sosial, spitual dan kultural.



25



c) Seeking clues, perawat menggali informasi secara mendalam. d) Centering on the one cared for, perawat fokus pada klien dalam memberikan asuhan keperawatan e) Engaging the self of both, melibatkan diri sebagai perawat secara utuh dan bekerja sama dengan klien dalam melakukanasuhan keperawatan yang efektif. f) Being with (Kehadiran) Being with merupakan kehadiran dari perawat untuk pasien, perawat tidak hanya hadir secara fisik saja, tetapi juga melakukan komunikasi



membicarakan



kesiapan/



kesediaan



untuk bisa



membantu serta berbagi perasaan dengan tidak membebani pasien. Perawat juga hadir dengan berbagi perasaan tanpa beban dan secara emosional bersama klien dengan maksud memberikan dukungan kepada



klien,



memberikan



kenyamanan,



pemantauan



mengurangi intensitas perasaan yang tidak diinginkan. Indikator saat merawat pasien adalah: a. Kehadiran kontak dengan pasien b. Menyampaikan kemampuan merawat c. Berbagi perasaan d. Tidak membebani pasien



dan



26



Subdimensi dari being with, antara lain: a) Non-burdening: Perawat melakukan kerja sama kepada klien dengan tidak memaksakan kehendak kepada klien melaksanakan tindakan keperawatan. b) Convering availability: Memperlihatkan sikap perawat mau membantu klien dan memfasilitasi klien dalam mencapai tahap kesejahteraan /well being. c) Enduring with : Perawat dan klien berkomitmen untuk meningkatkan kesehatan klien. d) Sharing feelings: Berbagi pengalaman bersama klien yang berhubungan dengan usaha dalam meningkatkan kesehatan klien. 3) Doing for (Melakukan) Doing for berarti bekerja sama melakukan sesuatu tindakan yang bisa



dilakukan,



mengantisipasi



kebutuhan



yang



diperlukan,



kenyamanan, menjaga privasi dan martabat klien. Subdimensi dari doing for antara lain: a) Comforting ( memberikan kenyamanan) Dalam memberikan intervensi keperawatan perawat harusbisa memberi kenyamanan dan menjaga privasi klien.



27



b) Performing competently (menunjukkan ketrampilan) Sebagai perawat profesional perawat dituntut tidak hanya bisa berkomunikasi tapi juga harus bisa memperlihatkan kompetensi maupun skill yang dimiliki seorang perawat yang profesional. c) Preserving dignity (menjaga martabat klien) Menjaga martabat klien sebagai individu atau memanusiakan manusia. d) Anticipating (mengantisipasi) Selalu meminta izin ataupun persetujuan dari klien ataupu keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan. e) Protecting (melindungi) Menjaga hak-hak klien dalam memberikan asuhan keperawatan dan tindakan medis. f) Enabling (Memampukan) Enabling adalah memampukan atau memberdayakan klien, perawat memberikan informasi, menjelaskan memberi dukungan dengan fokus masalah yang relevan, berfikir melalui masalah dan menghasilkan alternatif pemecahan masalah agar klien mampu melewati masa transisi dalam hidup yang belum pernah dialaminya sehingga bisa mempercepat penyembuhan klien ataupun supaya klien mampu melakukan tindakan yang tidak biasa dilakukannya. memberikan umpan balik / feedback.



28



Subdimensi dari enabling antara lain: (1) Validating (memvalidasi) Memvalidasi semua tindakan yang telah dilakukan. (2) Informing (memberikan informasi) Menyampaikan



informasi



yang



berhubungan



dengan



peningkatan kesehatan klien dalam rangka memberdayakan klien dan keluarga klien. (3) Supporting (mendukung) Memberi



dukungan



kepada



klien



untuk



mencapai



kesejahteraan / well being sesuai kapasitas sebagai perawat. (4) Feedback (memberikan umpan balik). Memberikan feedback kepada klien atas usahanya mencapai kesembuhan/well being. (5) Helping patients to focus generate alternatives (membantu klien untuk fokus dan membuat alternatif) Membantu klien agar selalu fokus dan ikut dalam program peningkatan kesehatannya baik tindakan keperawatan maupun tindakan medis (Potter & Perry, 2005 dalam Kusnanto, 2019) d. Komponen Caring menurut Swanson Swanson (1991) dalam empirical development of a middle range theory of caring mendeskripsikan 5 proses caring menjadi lebih praktis, yaitu:



29



1) Kompenen mepertahankan keyakinan, mengaktualisasi diri untuk membantu orang lain, mampu membantu dengan tulus, memberikan ketenangan kepada klien dan memiliki sikap yang positif. 2) Komponen pengetahuan, memberikan pemahaman klinis tentang kondisi dan situasi klien, melaksanakan setiap tindakan sesuai peraturan dan menghindari terjadinya komplikasi. 3) Komponen kebersamaan, ada secara emosional dengan orang lain, bisa berbagi secara tulus dengan klien dan membina kepercayaan terhadap klien. 4) Komponen tindakan yang dilakukan, melakukan tindakan terapeutik seperti membuat klien merasa nyaman, mengantisipasi bahaya dan intervensi yang kompeten. 5) Komponen memungkinkan, melakukan informent consent pada setiap tindakan, memberikan respon yang positif terhadap keluhan klien (Monica, 2008 dalam Kusnanto, 2019). e. Caring dalam Praktek Keperawatan Caring merupakan hasil dari kultur, nilai – nilai, pengalaman dan hubungan perawat dengan klien. Saat perawat berurusan dengan kesehatan dan penyakit dalam praktiknya, maka kemampuan perawat dalam pelayanan akan semakin berkembang. Sikap perawat dalam praktik keperawatan yang berkaitan dengan Caring adalah dengan kehadiran, sentuhan kasih sayang, selalu mendengarkan dan memahami klien (Potter & Perry, 2009). Kehadiran adalah saat dimana perawat dan



30



klien bertemu yang menjadi sarana agar lebih dekat dan bisa menyampaikan manfaat caring. Kehadiran perawat meliputi hadir secara fisik, berkomunikasi dengan pengertian. Kehadiran juga merupakan sesuatu yang ditawarkan perawat pada klien dengan maksud memberikan dukungan, dorongan, menenangkan hati klien, mengurangi rasa cemas dan takut klien karena situasi tertentu, serta selalu ada untuk klien (Potter & Perry, 2009). Sentuhan merupakan salah satu cara pendekatan yang menenangkan, perawat bisa mendekatkan diri kepada klien agar bisa menunjukkan perhatian dan memberi dukungan.Sentuhan Caring merupakan suatu bentuk komunikasi non verbal yang bisa mempengaruhi kenyamanan dan keamanan klien, meningkatkan harga diri klien, serta memperbaiki orientasi tentang kenyataaan. Pengungkapan sentuhan harus berorientasi pada tugas dan dapat dilakukan dengan cara memegang tangan klien, memberikan pijatan pada punggung, menempatkan klien dengan hati-hati dan ikut serta dalam pembicaraan (Potter & Perry, 2009). Pembicaraan dengan klien harus benar – benar didengarkan oleh perawat. Mendengarkan merupakan kunci dari hubungan perawat dengan klien, karena dengan mendengarkan kisah/ keluhan klien akan membantu klien mengurangi tekanan terhadap penyakitnya. Hubungan pelayanan perawat dengan klien yaitu dengan membangun kepercayaan, membuka topik pembicaraan, mendengarkan dan mengerti apa yang klien katakan.



31



Memahami klien adalah sebagai inti suatu proses yang digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis. Perawat yang membuat keputusan klinis yang akurat dengan konteks pemahaman yang baik, akan meningkatkan hasil kesehatan klien, klien akan mendapatkan pelayanan pribadi, nyaman, dukungan, dan pemulihan. f.



Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Caring Caring merupakan aplikasi dari proses keperawatan sebagai bentuk kinerja yang ditampilkan oleh seorang perawat. Gibson, et.al (2006) dalam Kusnanto (2019) mengemukakan 3 (tiga) faktor yang berpengaruh terhadap kinerja individu meliputi faktor individu, psikologis dan organisasi : 1) Faktor Individu Variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Menurut Gibson, el.al (2006), variable kemampuan dan keterampilan adalah faktor penting yang bisa berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja individu. Kemampuan intelektual merupakan kapasitas individu mengerjakan berbagai tugas dalam suatu kegiatan mental. 2) Faktor Psikologis Variabel ini terdiri atas sub variable sikap, komitmen dan motivasi. Faktor ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman dan karakteristik demografis. Setiap orang cenderung mengembangkan pola motivasi tertentu. Motivasi adalah kekuatan



32



yang dimiliki seseorang yang melahirkan intensitas dan ketekunan yang dilakukan secara sukarela. Variabel psikologis bersifat komplek dan sulit diukur. 3) Faktor Organisasi Faktor organisasi yang bisa berpengaruh dalam perilaku caring adalah, sumber daya manusia, kepemimpinan,imbalan, struktur dan pekerjaan (Gibson, 2006). Kopelman(1986), variable imbalan akan mempengaruhi variablemotivasi, yang pada akhirnya secara langsung mempengaruhi kinerja individu. g. Persepsi Klien Pada Caring Menurut Williams (1997) dalam Potter dan Perry (2009) dalam Kusnanto (2019) mengetahui kebiasaan perawat yang di rasakan klien sebagai caring menegaskan apa yang klien harapkan dari pemberi layanan. Menjadikan kehadiran yang menentramkan, mengenali individu sebagai sesuatu yang unik, dan menjaga kebersamaan dan perhatian penuh kepada klien merupakan sikap pelayanan yang dinilai klien. Semua klien memiliki ciri khas, meskipun pemahaman akan sikap yang dihubungkan klien dengan pelayanan membantu anda melakukan pelayanan dalam praktik. Menurut Attree (2001) dalam Potter dan Perry (2009) dalam Kusnanto (2019), jika klien merasakan penyelenggara pelayanan kesehatan bersikap sensitif, simpatik, merasa kasihan, dan tertarik terhadap mereka sebagai individu, mereka biasanya menjadi rekan dalam



33



melakukan perencanaan keperawatan. Watson mengidentifikasi banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar dari transpersonal caring. Watson mempercayai bahwa jiwa seseorang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada saat kita memulai praktik klinik, kita perlu mengetahui mengenai penerimaan caring yang diterima oleh klien. Sebagai contoh, jika kita datang ke pasien, kita memberi salam kepada klien, memperkenalkan diri, memberi senyuman, mempertahankan kontak mata saat interaksi, menyakan keluhan apa yang ada pada pasien, memeriksa cairan intravena, memeriksa keadaan klinis pasien, memberi sentuhan, mengevaluasi intervensi yang sudah dilakukan, dan memberikan salam sebelum meninggalkan ruangan. Hal ini akan mempersepsikan klien mengenai kepuasaan terhadap pelayanan perawat. Perilaku caring merupakan suatu sikap, rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain, artinya menaruh perhatian yang lebih terhadap klien dan bagaimana seseorang itu melakukan tindakan (Kusnanto, 2019). h. Manfaat Caring Pemberian pelayanan keperawatan yang didasari atas perilaku caring perawat, akan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Penerapan caring yang diintegrasikan dengan pengetahuan biofisikal dan pengetahuan tentang perilaku manusia mampu meningkatkan kesehatan individu dan memfasilitasi pemberian pelayanan kepada klien.



34



Kinerja perawat yang berdasarkan dengan perilaku caring akan menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan kepuasan klien terutama di rumah sakit,dimana citra institusi ditentukan oleh kualitas pelayanan yang nantinya akan mampu meningkatkan kepuasan klien dan mutu pelayanan (Potter & Perry, 2009 dalam Kusnanto, 2019). (Watson dalam Aligood &Tomey dalam Kusnanto, 2019) menambahkan bahwa caring yang dilakukan secara efektif bisa mendorong kesehatan dan pertumbuhan individu. Dari penelitian Wolf (2003) menemukan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi tentang perilaku caring perawat dengan kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan. Demikian perilaku caring yang ditampilkan oleh seorang perawat akan mempengaruhi kepuasan klien. Perilaku caring yang dilakukan oleh perawat bukan saja bisa meningkatkan kepuasan klien tapi juga bisa menghasilkan keuntungan bagi rumah sakit. Godkin dan Godkin (2004) dalam Kusnanto



(2019),



mengatakan



bahwa



perilaku



caring



mampu



memberikan manfaat secara finansial bagi industri pelayanan kesehatan. i.



Pengukuran Perilaku Caring Perilaku caring bisa diukur dengan beberapa alat ukur (tools) yang sudah dikembangkan oleh para peneliti yang membahas ilmu caring. Beberapa penelitian tentang caring bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Watson (2009) dalam Kusnanto, (2019) menyatakan bahwa pengukuran caring merupakan proses menurunkan subyektifitas, fenomena manusia



35



yang bersifat invisible (tidak terlihat) yang terkadang bersifat pribadi, kebentuk yang lebih obyektif. Oleh sebab itu, penggunaan alat ukur formal mampu mengurangi subyektifitas pengukuran perilaku caring. Beberapa alat ukur formal yang digunakan untuk mengukur perilaku caring perawat didasarkan pada persepsi pasien antara lain caring behaviors assesment tool (digunakanoleh Cronin dan Harrison, 1988), caring behavior checklist and client perception of caring (digunakan oleh McDaniel, 1990), caring professional scale (digunakan oleh Swanson, 2000), caring assesment tools (digunakan oleh Duffy, 1992, 2001), caring factor survey (digunakan oleh Nelson, Watson, danInovahelath, 2008). 1) Caring behaviors assesment tool (CBA) Caring behaviors assesment tool (CBA) dikatakan sebagai salah satu alat ukur pertama yang dikembangkan untuk mengkaji caring. CBA disempurnakan didasari dari teori Watson dan memakai 10 faktor karatif. CBA terdiri dari 63 perilaku caring perawat yang dikelompokkan menjadi 7 sub skala yang disesuaikan 10 faktor karatif Watson. Tiga faktor karatif pertama dikelompokkan menjadi satu sub skala. Enam faktor karatif lainnya mewakili semua aspek dari caring. Alat ukur ini memakai skala Likert (5 poin) yang merefleksikan derajat perilaku caring menurut persepsi pasien (Watson, 2009 dalam Kusnanto, 2019).



36



Validitas dan reliabilitas alat ukur ini telah diuji oleh empat ahli berdasarkan teori Watson. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson, 2009 dalam Kusnanto,2019) melakukan penelitian terhadap 22 pasien infark miokard, kemudian Huggins et.al (1993 dalam Watson, 2009) meneliti 288 pasien ruang emergensi. Mereka menggunakan Alpa Cronbach pada 7 sub skala yang berkisar antara 0,66 sampai0.90. Selain itu, Schultz, et.al. (1999 dalam Watson 2009) menggunakan alat ukur ini dengan tes reliabilitas dengan kisaran 0.71 sampai 0,88 pada subskala, dan Alpa Cronbach 0.93 pada skala total. 2) Client Percepstion Of Caring (CPC) Dikembangkan Oleh Mcdaniel (1990) Client percepstion of caring (CPC) dikembangkan oleh McDaniel (1990dalam Watson 2009) melaluidua jenis pengukuran. McDaniel membedakan “caring for” dan “caring about”. CBC dirancang untuk mengukur ada atau tidak perilaku caring (observasi). CPC adalah kuesioner yang digunakan sebagai alat ukur untuk mengetahui respon pasien terhadap perilaku caring perawat. Dua alat ukur ini digunakan bersama-sama untuk melihat proses caring. CBC terdiri dari 12 item perilaku caring. Alat ukur ini membutuhkan seorang observer yang menilai interaksi perawat-pasien selama 30 menit. Rentang nilai 0 (nol) sampai 12 (dua belas), nilai paling tinggi menunjukkan ada perilaku caring yang ditampilkan. CPC ditunjukkan kepada pasien setelah diobservasi. Alat ukur ini



37



terdiri dari 10 item dengan 6 rentang skala. Rentang skor 10 sampai 60, dimana skor tertinggi menunjukkan derajat perilaku caring yang ditunjukkan yang dipersepsikan pasien bernilai tinggi, begitu juga sebaliknya (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009). Validitas CBC memakai Content Validity Index (CVI) yakni sebesar 0,80. Reliabilitas CPC menggunakan konsistensi internal yaitu alpa sebesar 0.81. reliabilitas CBC memakai pernyataan interater dan dihasilkan nilai rentang 0,76 sampai 1,00, dimana 8 dari 12 item adalah 0,90 atau di atas rata-rata (McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009). j.



Instrumen Caring Swanson NO PERNYATAAN YA Maintaining Belief 1. Perawat memperkenalkan diri pada 2.



pasien Perawat menemui pasien untuk menawarkan



bantuan



(misalnya:



menghilangkan rasa sakit, memberi 3.



kompres, dll) Perawat membantu membangun



4.



hasil



akhir



realistis/nyata Perawat menunjukkan kepada



pasien



keadaan/keluhan



pasien yang



perhatian



(menanyakan yang



dirasakan



saat menemui pasien) Knowing 5. Perawat melibatkan keluarga pasien



TIDAK SCORE



38



atau orang yang dianggap berarti ke 6.



dalam perawatan pasien Perawat menjelaskan kepada pasien dan keluarga, terutama mereka yang



7.



bertanggung jawab Perawat melakukan



penilaian



/



pengkajian tentang kondisi pasien 8.



secara menyeluruh Perawat menyanyakan apa yang dirasakan pasien dan apa yang bisa perawat lakukan untuk membantu



9.



pasien Perawat



melakukan



pendekatan



yang konsisten pada pasien Being with 10. Perawat senantiasa mendampingi 11.



pasien saat pasien membutuhkan Perawat melakukan proses keperawatan pada pasien dengan



12.



kemampuan yang kompeten Perawat suka mendengarkan keluhan, perasaan, dan masukkan



13.



dari pasien Prawat menunjukkan sikap sabar dalam



14.



melakukan



proses



keperawatan pada pasien Perawat memberikan kenyamanan yang mendasar seprti ketenangan (control



suara),



selimut



yang



memadai dan tempat tidur yang 15.



bersih Perawat



menyarankan



kepada



pasien untuk memanggilnya apabila pasien



mengalami



kesulitan



/



39



16.



menemui masalah Perawat melakukan tindakan sesuai profesional dalam penampilannya



17.



sebagai perawat profesional Perawat memberikan perawatan dan pengobatan



padapasien



dengan



18.



tepat waktu, sesuai SOP yang ada Perawat menghormati hak-hak



19.



pasien Perawat



membantu



memberikan



kesempatan



memandirikan 20.



pasien



mengatasi masalah Perawat memberikan



pasien untuk dalam motivasi



pasien untuk berfikir positif tentang 21.



kondisi sakitnya Perawat selalu



22.



kepentingan pasien Perawat mengajarkan kepada pasien



mendahulukan



cara untuk merawat diri sendiri seiap kali memungkinkan



2. Konsep Self Behavior Msnejement a. Pengertian Self Behavior Msnejement Edelson (http://www.autism.org/selfmanage.html) mengungkapkan “self management is a psychological term used to describe the process of achieving personal autonomy”. Pada dasarnya self management adalah sebuah terminologi psikologis untuk menggambarkan proses pencapaian



40



otonomi diri Self management dalam terminologi pendidikan, psikologi, dan bisnis adalah metode, keterampilan dan strategi yang dapat dilakukan oleh individu dalam mengarahkan secara efektif pencapaian tujuan aktivitas yang mereka lakukan, termasuk di dalamnya goal setting, planning, scheduling, task tracking, self-evaluation, self-intervention, self-development. Selain itu self-management juga dikenal sebagai proses eksekusi (pengambilan keputusan) (http://en.wikipedia.org/wiki/Selfmanagement). Self management atau pengelolaan diri adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi teknik teurapetik (Cormier&Cormier, 1985: 519). Disiplin ilmu keperawatan, merupakan pengetahuan ilmiah terdiri atas prinsip, teori, dan model konseptual, serta temuan penelitian dari keperawatan dan disiplin terkait (Parker, 2005 dalam Budiono, 2016). Model konseptual keperawatan diharapkan dapat menjadi kerangka berfikir perawat, sehingga perawat perlu memahami beberapa konsep ini sebagai kerangka konsep dalam memberikan



asuhan



keperawatan



dalam



praktek



keperawatan.



Pengembangan model konsep keperawatan perlu dikerjakan untuk memajukan disiplin ilmu pengetahuan keperawatan. Antara model dan teori ada suatu kesamaan dalam pengertian, namun sebenarnya berbeda dalam beberapa hal diantaranya pada tingkat abstraknya.



41



Merriam& Caffarella (Knowles, 2003b:48) menyatakan bahwa pengarahan



diri



merupakan



upaya



individu



untuk



melakukan



perencanaan,pemusatan perhatian, dan evaluasi terhadap aktivitas yang dilakukan. Di dalamnya terdapat kekuatan psikologis yang memberi arah pada individu untuk mengambil keputusan dan menentukan pilihannya serta menetapkan cara-cara yang efektif dalam mencapai tujuannya. Self-management merupakan salah satu model dalam cognitivebehavior therapy. Self-management meliputi pemantauan diri (selfmonitoring), reinforcement yang positif (self-reward), kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri (self-contracting), dan penguasaan terhadap



ransangan



(stimulus



control)



(Gunarsa,



1996:225-226).



Selanjutnya dinyatakan bahwa self-instructional merupakan teknik kognitif yang mempunyai peranan penting atau sebagai penyokong terhadap self-management. “Cognitive theory suggests that some problems in self-management may be caused by faulty constructs or other cognitions about the world or people around us, or of ourselves” (Yates, 1985:63). Selfinstructional atau menginstruksi diri sendiri pada hakikatnya adalah bentuk restrukturisasi aspek kognitif. Urgensi dari hal tersebut terungkap bahwa pernyataan terhadap diri sendiri sama pengaruhnya dengan pernyataan yang dibuat orang lain terhadap dirinya (Meichenbaum; dalam Gunarsa, 1996:228). Program manajemen diri adalah upaya sekaligus dukungan yang dilakukan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kemampuan tertentu



42



dan dapat mengelola kesehatan dirinya termasuk program pengkajian kesehatan diri, mengetahui masalah kesehatan diri, menentukan tujuan dan pemecahan masalah (Lorig dan Holman,2003). Dukungan manajemen diri merupakan bagian terpenting dalam pelayanan keperawatan yang berfokus pada pasien. Manajemen diri merupakan dukungan yang diberikan kepada pasien terutama dengan kondisi kronis yang bertujuan untuk meningkatkan self efficacy sehingga memungkinkan mereka mengelola kesehatannya dalam kehidupan sehari-hari. Manajemen diri juga juga bagaimana meningkatkan kontribusi dari lingkungan sekitar untuk berperan aktif dalam perawatan kesehatan pasien. b. Aspek Self Manajmen Self-management merupakan serangkaian teknis untuk mengubah perilaku, pikiran, dan perasaan. Aspek-aspek yang dapat dikelompokkan ke dalam prosedur self-management menurut Yates (1985:4) adalah: 1. Management by antecedent: pengontrolan reaksi terhadap sebab-sebab atau pikiran dan perasaan yang memunculkan respon. 2. Management by consequence: pengontrolan reaksi terhadap tujuan perilaku, pikiran, dan perasaan yang ingin dicapai. 3. Cognitive techniques: pengubahan pikiran, perilaku dan perasaan. Dirumuskan dalam cara mengenal, mengeliminasi dan mengganti apaapa yang terefleksi pada antecedents dan consequence. 4. Affective techniques: pengubahan emosi secara langsung



43



c. Unsur Self Menejemen 1. Empati, patient centered care. Semua professional pemberi asuhan harus memberi perhatian dan kontribusinya untuk memenuhi kebutuhan pasien. 2. Melibatkan seluruh tim kesehatan dalam perencanaan, pengelolaan pasien dan monitoring. 3. Merencanakan kunjungan ke pasien dengan berfocus pada pencegahan dan manajemen pengelolaan daripada pelayanan akut. 4. Melibatkan pasien dalam penentuan tujuan 5. Memberikan pendidikan dan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasien dengan menggunakan media yang sesuai dengan budaya pasien. 6. Membuat rujukan ke komunitas, seperti program untuk mengikuti latihan tertentu di puskesmas. 7. Tindak lanjut rutin dengan monitoring, bisa melalui sarana telekomunikasi untuk mendukung dalam upaya menjaga perilaku sehat. d. Sumber Daya Dalam Self Manajemen 1. Interaksi perawat-pasien Manajemen diri lebih dari sekedar pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien. manajemen diri lebih kepada meningkatkan self efficacy pasien sehingga pasien dapat mandiri dan lebih meningkatkan kualitas hidupnya. Manajemen diri lebih mengajarkan



44



untuk memecahkan masalah pasien untuk mengatasi segala kondisi yang



dialami.



Perawat



lebih



berperan



dalam



meningkatkan



kepercayaan diri pasien untuk dapat berkualitas. 2. Perawat dengan tenaga kesehatan yang lain Manajemen diri merupakan dukungan yang berpusat pada pasien. dalam hal ini perawat mengkoordinasikan dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter, ahli gizi, therapist yang terlibat dalam penyembuhan pasien. Perawat mengkaji kebutuhan pasien dan merencanakan tindakan yang tepat untuk penyelesaian. Perawat berkoordiasi dengan tenaga kesehatan yang lain sesuai dengan kebutuhan pasien untuk bisa menjadi coaching. Perawat memastikan bahwa terjadi kolaborasi yang sinergis untuk pengelolaan masalah kesehatan pasien. Membantu pasien untuk membuat pilihan yang baik dan emmpertahankan perilaku yang sehat emmbutuhkan hubungan kolaboratif yang solid antar tim kesehatan, serta pasien dan keluarga. Perawat melakukan monitor secara regular.



e. Program Manajemen Diri : 1. Manajemen perawatan Pasien dilibatkan dalam pengelolaan penyakitnya, termasuk di dalamnya minum obat, mengikuti diet tertentu, dan juga menggunakan alat tertentu seperti injeksi insulin. Pasien diajarkan untuk ketrampilan pemecahan masalah, implementasi solusi dan evaluasi hasil.



45



2. Manajemen gaya hidup Individu diajarkan untuk melakukan perubahan dan penciptaan perilaku hidup baru yang bermakna. Individu dengan kondisi kronis harus membuat keputusan untuk merubah gaya hidup nya sehari-hari. Pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang cukup tepat. Individu juga diajarkan untuk menemukan dan memanfaatkan sumber daya yang ada dengan mamanfaatkan penyedia layanan kesehatan. Pasien berperan aktif dengan penyedia layanan yang ada di masyarakat dengan rutin memeriksakan kondisi dan melaporkan apabila terjadi perubahan kondisi. 3. Manajemen emosional Individu akan menghadapi permasalahan emosional karena memiliki kondisi kronis yang akan mengubah pandangan seseorang tentang masa depan. Emosi seperti marah, takut, frustrasi, dna depresi biasanya dialami oelh seseorang dengan penyakit kronis. Individu diajarkan untuk mengelola psikologis yang lebih adaptif.



f.



Self Care and Manajemen diri Self care dan manajemen diri merupakan dua hal yang sama-sama meingkatkan kemampuan pasien dalam program peningkatan kesehatan. Self care lebih menitikberatkan kepada pasien dan keluarga untuk mendukung intervensi kesehatan dan bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan perawatan (Wilkinson dan Whitehead, 2009).



46



Manajemen diri difokuskan pada keterlibatan semua sumber daya yang ada disekitar pasien sehingga pasien lebih pecaya diri dan meningkatkan perilaku dalam mengelola gejala, perawatan dan perubahan gaya hidup. Manajemen diri dapat bersifat untuk promosi kesehatan terkait penyakit akut atau kronis (wagner et al, 2002; lorig dan Holman, 2003; Wilkinson dan whitehead, 2009). Manajemen diri mengacu pada sistem kesehatan untuk memfasilitasi kemampuan individu dalam mengelola penyakitnya. Proses manajemen diri termasuk didalamnya pematauan kondisi kesehatan dan menerapkan strategi untuk pengelolaan perawatan, obat-obatan dan implikasi penyakit kronis ( thorne, 2003). g. Manfaat Self Menejemen 1. Membantu individu untuk dapat mengelola diri baik pikiran, perasaan dan perbuatan sehingga dapat berkembang secara optimal. 2. Dengan melibatkan individu secara aktif maka akan menimbulkan perasaan bebas dari kontrol orang lain. 3. Dengan meletakkan tanggung jawab perubahan sepenuhnya kepada individu maka dia akan menganggap bahwa perubahan yang terjadi karena usahanya sendiri dan lebih tahan lama 4. Individu dapat semakin mampu untuk menjalani hidup yang diarahkan sendiri dan tidak tergantung lagi pada konselor untuk berurusan dengan masalah mereka. 3. Teori Keperawatan Menurut Callista Roy



47



a. Biografi Sister Callista Roy Menurut Sudarta (2015) Sister Calista Roy dilahirkan di Los Angeles, 14 Oktober 1939 sebagai anak kedua dari keluarga Fabien Roy. Di usianya yang ke 14, ia mulai bekerja di rumah sakit umum sebagai petugas pantry, lalu menjadi pekarya, dan akhirnya sebagai tenaga perawat. Kemudian ia bergabung dengan Sisters of Saint Joseph of Carondelet. Ia mendapat gelar Bachelor of Arts bidang keperawatan dari Mount St. Mary’s College, Los Angeles tahun 1963. Disusul dengan Master di bidang perawatan pediatric dari university of California, Los Angeles di tahun 1966. Selain itu juga memperoleh gelar Master dan PhD bidang Sosiologi pada 1973 dan 1977. Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam keperawatan pada tahun 1964. Model ini banyak digenakan sebagai falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Model adaptasi Roy adalah system model yang esensial dalam keperawatan (Asmadi, 2008). b. Asumsi Dasar Model Adaptasi Callista Roy Menurut Asmadi (2008) adapun asumsi-asumsi dasar yang dianut dalam model adaptasi Roy, antara lain : 1) Individu adalah makhluk bio-psiko-sosial yang merupakan suatu kesatuan yang utuh. Seseorang dikatakan sehat jika ia mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, dan sosialnya.



48



2) Setiap orang selau menggunakan koping, baik yang bersifat positif maupun negatif, untuk dapat beradaptasi. Kemampuan adaptasi seseorang dipengaruhi tiga komponen, yaitu penyebab utama perubahan kondisi dan situasi, keyakinan, dan pengalaman dalam beradaptasi. 3) Setiap individu berespons terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri atau kemandirian, serta kemampuan melakukan peran danfungsi secara optimal guna memelihara integritas diri. Kebutuhan fisiologis, menurut roy, meliputi oksigenasi dan sirkulasi, keseimbangan cairan dan elektrolit, makana, tidur dan istirahat, pengaturan suhu dan hormone, dan fungsi tambahan. Kebutuhan konsep diri yan positif berfokus pada persepsi diri yang meliputi kepribadian, norma, etika, dan keyakinan sesoerang. Kemandirian lebih difokuskan pada kebutuhan dan kemampuan melakukan interaksi sosial, termasuk kebutuhan akan dukungan orang lain. Peran dan fungsi optimal lebih difokuskan pada perilaku individu dalam menjalankan peran dan fungsi yang diembannya. 4) Individu selalu berada dalam rentang sehat-sakit yang berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan guna mempertahan kan kemampuan adaptasi. Selain itu, asumsi dasar model adaptasi Roy menurut Sudarta (2015), yaitu sebagai berikut:



49



1) Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan social yang terusmenerus berinteraksi dengan lingkungan. 2) Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi perubahan-perubahan biopsikososial. 3) Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif. 4) Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang lainya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik positif maupun negatif. 5) Sehat dan sakit merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia. c. Sistem Adaptasi Callista Roy Sistem adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai



kesatuan



untuk



beberapa



tujuan



dan



adanya



saling



ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya.Tingkat atau kemampuan adaptasi seseorang ditentukan oleh tiga hal, yaitu Input, control dan output, dengan penjelasan sebagai berikut : 1) Input Roy mengidentifikasi bahwa input sebagi stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energy dari lingkungan yang



50



dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual (Sudarta, 2015). a) Stimulus fokal adalah stimulus internal atau eksternal menghadapi system manusia yang efeknya lebih segera (Alligot & Tomey, 2010). b) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara bersamaan. (Sudarta, 2015) di mana stimulus kontekstual merupakan semua factor lingkungan yang hadir kepada seseorang dari dalam tetapi bukan pusat dari atensi dan energy seseorang (Alligot & Tomey, 2010). c) Stimulus residual adalah factor lingkungan dalam tanpa system manusia yang mempengaruhi dalam situasi arus yang tidak jelas (Alligot & Tomey, 2010). Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapu sukar untuk diobservasi meliputi kepercayaan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu hal ini member proses belajar untuk toleransi (Sudarta, 2015). Contohnya adalah keyakinan, sikap dan sifat individu yang berkembang sesuai dengan pengalaman masa lalu (Asmadi, 2008). 2) Kontrol



51



Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang digunakan, dibagi menjadi : a) Subsistem regulator Subsystem regulator merupakan renspons system kimiawi, saraf atau endokrin, otak dan medulla spinalis yang diteruskan sebagai prilaku atau respons (Asmadi, 2008). Subsystem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator system adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain system dan spinal cord yang diteruskan sebagai prilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai prilaku regulator subsitem (Sudarta, 2015). b) Subsistem kognator Mekanisme kognator berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi (Asmadi, 2008). Stimulus untuk subsistem kognator dapat ekstenal maupun internal. Prilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator control proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dewngan proses internal dalam memolih atensi, mencatat dan mengingat,



belajar



berkolerasi



dengan



proses



imitasi,



52



reinfoecement



(penguatan)



dan



insight



(pengertian



yang



mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa.



Emosi



adalah



proses



pertahanan



untuk



mencari



keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang (Sudarta, 2015). 3) Output Output dari suatu system adaptasi adalah prilaku yang dapat diamati, diukur, atau dapat dikemukakan secara subjektif. Output pada system ini dapat berupa respons adaptif ataupun respons maladaptif (Asmadi, 2008). Output dari suatu system adalah prilaku yang dapat diamati, diukur atau secara subjektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun diluar. Prilaku ini merupakan umpan balik untuk sitem. Roy mengkategorikan output sebagi respon yang tidak maladaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan



kelangsungan



hidup,



perkembangan,



reproduksi



dan



keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif system. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sitem pertahan terhadap bakteri yang menyerang tubuh (Sudarta, 2015).



53



d. Objek Utama dalam Keperawatan Callista Roy Menurut Sudarta (2015) menjelaskan bahwa menurut Roy terdapat empat objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu : 1) Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keprawatan) Menurut Roy manusia bersifat holistic, yang mempunyai system adaptif. Sebagai



system



yang



adaptif,



manusia



dijelaskan



sebagai



keseluruahan dengan bagian-bagian fungsi sebagai kesatuan dari beberapa tujuan. Sistem manusia meliputi orang-orang sebagai individu atau dalam kelompok, termasuk keluarga, organisasi, komunitas dan sosial sebagai sebuah keseluruhan (Alligot & Tomey, 2010). Roy mengatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan individu, keluarga, kelompok komunitas atau sosial. Masing-masing dilakukan oleh perawat sebagai sitem adaptasi yang holistik dan terbuka. Sistem terbuka tersebut berdampak terhadap perubahan yang konstan terhadap informasi, kejadian, energi antara sistem dan lingkungan dicirikan oleh perubahan internal dan eksternal. Dengan perubahan tersebut individu harus mempertahankan integritas dirinya, dimana setiap individu secara kontinyu berdaptasi (Nursalam, 2016). Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sitem adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistic sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, out put dan prosees umpan balik. Proses kontrol adalah mekanisme



54



koping yang dimanifestasikan dengan cara-cara adaptasi. Lebih spesifik manusia didefinisikan sebagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi



peran



dan



interdependensi.



Dalam



model



adaptasi



keperawatan, manusia dijelaskan sebagai suatu system yang hidup, terbuka dan adaftif yang dapat mengalami kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai system adaftif manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik system, jadi manusia dilihat sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan antara unit fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk beberapa tujuan. Input pada manusia sebagai suatu sitem adaptasi adalah dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus termasuk variable standar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan. Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasa dilakukan. Proses kontrol manusia sebagai suatu system adaptasi adalah mekanisme koping. Dua mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu: subsistem regulator dan subsistem kognator. Regulator dan kognator digambarkan sebagai aksi dalam hubungannya terhadap empat efektor atau cara-cara adaptasi yaitu:



55



fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen (Sudarta, 2015). 2) Keperawatan Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan social agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan



kebutuhan



dasar



dapat



berupa



meningkatkan



kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Alligood & Tomey, 2006 dalam Nursalam, 2016). Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkat kan respons adaptasi berhubungan dengan empat mode respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Fokal adalah suatu respons yang diberikan secar langsung terhadap ancaman/input yang masuk. Penggunaan fokal pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang berdampak pada seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lainseseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi



56



situasi dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan



oleh



individu.



Stimulus



residual



adalah



karakteristi/riwayat dari seseorang yang ada dan timbul relevan dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit diukur secara objektif (Sudarta, 2015). 3) Konsep Sehat Roy memandang kesehatan merupakan sebuah kelanjutan dari meninggal dan kesehatan yang ekstrim yang buruk ke level tertinggi dan puncak dari kesehatan (Alligot & Tommy, 2010). Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya dan menjadikan dirinya secara terintegrasi secara keseluruhan, fisik, mental dan social. Itegritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan memper tahankan dan reproduksi (Nursalam, 2016). Sakit adalah suatu kondisi ketidak mampuan individu untuk beradaptasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalm dan dari luar individu. Kondisi sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) tergantung dari latar



belakang



individu



tersebut



dalam



mengartikan



dan



mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan, pekerja an, usia, budaya, dan lain-lain (Sudarta, 2015). 4) Konsep lingkungan



57



Stimulus dari individu dan stimulus sekitarnya merupakan unsure penting dalam lingkungan. Roy mendifinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan ekternal, yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok (Nursalam, 2016). Lingkungan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima. individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan emosional, kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari tubuh individu. Manifestasi yang tampak akan tercermin dari prilaku individu sebagai respons. Dengan pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengirangi resiko akibat dari lingkungan sekitar (Sudarta, 2015).



e. Fungsi model Callista Roy Empat fungsi model yang dikembangkan oleh roy terdiri dari : 1) Fisiologis Menurut Nursalam (2016) secara fisiologis dapat dilihat dari beberapa hal berikut :



58



a) Oksigenasi:



menggambarkan



pola



penggunaan



oksigen



berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi. b) Nutrisi:



menggambarkan



pola



penggunaan



nutrient



untuk



memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan. c) Eliminasi: menggambarkan pola eliminasi. d) Aktivitas dan istirahat: menggambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat dan tidur. e) Integritas kulit: menggambarkan pola fisiologis kulit. f) Rasa/senses:menggambarkan



fungsi



sensori



perceptual



berhubungan dengan panca indra. g) Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan elektrolit. h) Fungsi neurologis: menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan dan intelektual. i)



Fungsi endokrin: menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk respons stress dan system reproduksi.



2) Konsep diri (psikis) Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri. Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar Komponen konsep diri antara lain identitas, citra tubuh, harga diri,



59



dan peran diri (Potter dan Perry, 2005). Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang



mengetahui



tentang



dirinya



dan



mempengaruhi



hubungannya dengan orang lain. Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir melainkan harus dipelajari (Murwani, 2009). Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1991, dalam Murwani, 2009). Konsep diri seseorang tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat. Berdasarkan pendapat di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya. Model konsep ini mengidentifikasi pola nilai, kepercayaaan dan emosi yang berhubungan dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri tentang fisik, individual, dan moral-etik (Sudarta, 2015). Menurut Potter dan Perry (2005) komponen konsep diri antara lain: a) Identitas Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Identitas menunjukkan menjadi lain dan terpisah



60



dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik. Ciri-ciri identitas diri: (1) Memahami diri sendiri sebagai organisme yang utuh, berbeda, dan terpisah dari orang lain. (2) Menilai diri sendiri sesuai dengan penilaian masyarakat. (3) Mengakui jenis kelamin sendiri. (4) Menyadari hubungan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. (5) Memandang berbagai aspek dalam dirinya sebagai suatu keserasian dan keselarasan. (6) Mempunyai



tujuan



hidup



yang



bernilai



dan



dapat



direalisasikan. b) Citra tubuh Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. c) Harga diri Harga diri adalah rasa tentang nilai nilai diri. Rasa ini adalah suatu evaluasi dimana seseorang membuat atau memper tahankan diri. Orang perlu merasa berharga dalam hidupnya dan hal ini merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan diri sendiri. Aspek utama harga



61



diri adalah dicintai, disayangi, dikasihi, orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain. d) Peran diri Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas dan kultur. Peran adalah perilaku yang didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi. 3) Fungsi peran (Sosial) Peran mencakup harapan atau standar perilaku yang telah diterima oleh keluarga, komunitas dan kultur. Peran adalah perilaku yang didasarkan pada pola yang ditetapkan melalui sosialisasi (Potter dan Perry, 2005). Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi social seseorang berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda yang dijalankannya (Nursalam, 2016). 4) Interdependent Interdependent



mengidentifikasi



pola



nilai-nilai



manusia,



kehangatan, cinta dan memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu maupun kelompok (Sudarta, 2015). Hubungan interdependent meliputi kemauan dan kemampuan untuk memberi kepada yang lain dan menerima dari aspek-aspek mereka yang memberikan, seperti cinta, respek, nilai, pengasuhan, pengetahuan, kemampuan-kemampuan, komitmenkomitmen yang memiliki materi, waktu dan bakat (Alligot & Tommy, 2010).



62



Gambar 2.1 Model Konsep Adaptasi Menurut Callista Roy



B. Penelitian Terkait Beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki variabel yang relatif sama dengan penelitian ini, telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti : 1. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juwariyah dan Joyo. Tahun 2014, bertempat di Poli VCT RSUD. Gambiran Kota Kediri dengan judul “HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT KEPUASAN DI POLI VCT RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI BERDASARKAN TEORI WATSON”. Dalam Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelatif dengan pendekatan cross sectional studi. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 orang dengan menggunakan teknik sampling accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah diuji coba dan dianalisa dengan menggunakan Spearman Rho. Variabel yang independen dalam penelitian ini adalah perilaku caring perawat dan variabel dependennya adalah



63



kepuasan pasien. Berdasarkan hasil uji statistik spearman rho menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien HIV/ AIDS yang berobat di Poli VCT RSUD Gambiran Kediri dengan nilai signifikansi p-value=0,000. 2. Penelitian sebelumnya oleh Ilkafah dan Harniahtahun 2017, dengan judul penelitian “PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAPPRIVATE CARE CENTRERSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR”. Penelitian ini peneliti menggunakan penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional study. Populasi dalam penelitian iniadalah semua pasien yang dirawat di Ruang Rawat Inap Private Care CentreRSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2015 dengan rata-rata per bulan sebanyak ± 358 orang. Sampel yang diambil dilakukan secara acak (probability sampling) yaitu dengan teknik acak sederhana (simple random sampling) dengan mengambil sampel yang mewakili masing-masing ruang rawat inap dengan kriteria inklusi: pasien yang sudah dinyatakan sudah boleh pulang dan sudah dirawat lebih dari 3 hari. Variable independent dalam penelitian ini adalah perilaku caring sedangkan variable dependent adalah kepuasan pasien. Pengukuran perilaku caring, diukur dengan kuesioner skala Likert sebanyak 50 pertanyaan dengan kriteria baik dan kurang dengan hasil dari uji validitas perilaku caring didapatkan nilai terendah 0,710 dan nilai tertinggi 0,970 sehingga dapat dikatakan semua item pertanyaan untuk perilaku caring perawat valid. Berdasarkan hasil uji statistik Fisher Exact Test diperoleh



64



nilai p=0,006, hal ini berarti nilai p