Bab II PT Jamu Jago [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2.1 Tinjauan Umum 2.1.1. Sejarah Instansi. PT. JAMU JAGO didirikan pada tahun 1918 dan sampai sekarang merupakan salah satu perusahaan jamu terkenal di Indonesia. Semua berawal kekita seorang pria muda berrnama T.K Suprana mengamati cara pembuatan jamu dari ibunya. Beliau kemudian mengabdikan hamper seluruh waktunya untuk mempelajari dan bereksperimen mengenai metode baru pembuatan jamu. Pada tahun 1918 T.K Suprana membuat ramuan tradisional dari tanaman berkhasiat dalam bentuk sebuk. Disinilah awal mulanya terbentuk Djamoe Djago. Penjualan produk dimulai dari Desa Wonogiri, hingga ke Solo dan seluruh Pulau Jawa. Pada tahun 1936 pemasaran Djamoe Djago berkembang ke berbagai pelosok Nusantara. T.K Suprana mengundurkan diri dari jabatannya dan menyerahkan kepemimpinannya pada keempat putranya yaitu Anwar Suprana, Panji Suprana, Lambang Suprana, dan Bambang Suprana (Generasi kedua). Setelah tahun 1945 pusat kegiatan Djamoe Djago dipindahkan ke Semarang. Pada tahun 1962 lahirnya anak perusahaan Djamoe Djago yang khusus memproduksi obat farmasi dengan nama DEGEPHARM. Pada tahun 1978 kepemimpinan Jamu Jago diteruskan oleh Generasi ketiga yaitu Jaya Suprana, Sindu Anwar Suprana, Monika Suprana, Nugraha Suprana, Suryohadiwinoto, dan Sena Karjadi. Yang dimana bertepatan dengan berdirinya pusat industry Jamu Jago di Srondol, Semarang. Pada tahun 1990 berdirinya Museum Jamu Jago yaitu MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) dan terciptanya produk andalan Buyung Upik. Pada tahun 2006 Jamu Jago dan MURI menggandeng GUSBI Borobudur untuk mempersembahkan karya anak bangsa Indonesia yang unik dengan nilai edukasi. Pada tahun 2010 kepemimpinan Jamu Jago dialihkan ke Generasi keempat yaitu Vincent Suprana, Andoyo liem, Arya Suprana, Ivana Suprana, dan Tatum Suprana. Pada tahun ini juga jamu jago resmi menjadi jamu pilihan Keraton Surakarta. Pada tahun 2015 Ratu Denmark Margrethe II meminum produk Jamu Jago saat kunjungannya ke Indonesia. Pada tahun 2016 pengembangan produk Buyung Upik, Buyung Upik Masuk Angin, dan Buyung Upik Susu. Pada tahun 2018 Jamu jago merayakan kelahirannya yang ke-100 tahun.



2.1.2. Profil Instansi. PT. Jamu Jago telah memproduksi lebih dari 138 macam jami. Dari tahun ke tahun seluruh produknya telah begitu banyak digunakan oleh masyarakat Indonesie untuk menyembuhkan penyakit, menjaga stamina, memperindah penampilan, dan menjaga kesehatan. Produk-produk Jamu Jago juga sudah di ekspor ke Jepng, Malaysia, Singapura, Canada, dan Australia. PT Jamu Jago menghasilkan produk yang berkualitas dan higienis dan menggunakan bahan alami tanpa bahan kimia dengan menerapkan metode Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB) 2.1.3. Visi dan Misi a. Visi. 



Menjadi perusahaan jamu dan produk kesehatan yang paling diandalkan di Indonesia.







Menjadi tempat bekerja dan berkarya yang baik dimana kita selalu terinspirasi untuk menjadi yang terbaik bagi orang lain.



b.



Misi. 



Terus memproduksi dan menciptakan jamu dan produk kesehatan dari bahan alam yang berkualitas tinggi untuk menunjang kehidupan yang lebih sehat dan lebih baik.







Melestarikan jamu sebagai warisan budaya Indonesia sehingga terus menjadi pilihan utama untuk menjaga kesehatan keluarga.







Mengutamakan pelanggan dengan selalu memberikan solusi dan layanan yang terbaik.



2.2 Tinjauan Khusus Penggolongan Industri Jamu Jamu merupakan kekayaan budaya Indonesia dalam bidang kesehatan. Di Indonsia banyak Industri Jamu yang kita kenal seperti Jamu jago, Sido Muncul, Deltomed, Borobudur.



Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jenis usaha bidang obat tradisional terbagi menjadi 6 : 1. IOT (Industri Obat Tradisional) Adalah industry yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional Produk terdiri dari semua jenis sediaan obat tradisional Perizinan (Mentri kesehatan melalui Dirjen Kemenkes) Pennaggung jawab seorang apoteker 2. IEBA (Industri Ekstrak bahan Alam) Merupakan industry khusus yang membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk akhir. Produk akhir berupa sediaan dalam bentuk ekstrak Perizinan Mentri kesehatan melalui Dirjen Kemenkes) Pennaggung jawab seorang apoteker 3. UKOT (Usaha Kecil Obat Tradisional) Merupakan usaha yang membuat semua bentuk sediaan kecuali sediaan tablet dan effervescent Produk terdiri dari semua jenis sediaan OT, kecuali tablet dan effervescent Penanggung jawab seorang tenaga kefarmasian, namun jika memprodukasi sediaan kapsul dan atau cairan oat dalam harus memiliki apoteker sebagai penanggung jawab penuh dan CPOTB (ada sertifikat dari POM) UKOT terbagi menjadi 2 kelompok : UKOT 1 Kelompok UKOT 1 memproduksi sediaan seperti kapsul, serbuk, pil, tablet, pilis, rajangan, krim, balsam, salep, cairan obat luar dan param UKOT 2 Kelompok UKOT 2 memproduksi sediaan seperti UKOT 1 kecuali kapsul dan cairan obat dalam 4. UMOT (Usaha Mikro Obat Tradisional) Adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat trdisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan Produk terdiri param, pilis, cairan obat luar, rajangan Perajangan (Menteri kesehatan melalui Kadinkes Kabupaten/Kota) Penanggung jawab tidak dikualifikasi khusus



5. UJR (Usaha Jamu Racikan) UJR adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi fan atau sediaan segar obat tradisonal untuk dijajakan langsung kepada konsumen Produk akhir menggunakan bahan OT, dengan pencampuran sediaan jadi/ sediaan segar untuk disajikan langsung ke konsumen Penanggung jawab tidak dikualifikasi khusus 6. UJG (Usaha Jamu gendong) Adalah Usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat tradisonal dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan langsung kepada konsumen. Produk menggunakan bahan OT bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan dijajakan langsung kepada konsumen Penanggung jawab tidak dikualifikasi khusus CPOTB (cara pembuatan obat tradisional yang baik) CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Latar belakang diterapkannya CPOTB antara lain : 1. meningkatnya tuntutan masyarakat untuk memperoleh produk OT/jamu bermutu 2. globalisasi dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, mengakibatkan masing-masing negara memproteksi industry dalam negri 3. meningkatnya iklim persaingan industry di pasar global dimana produk yang diterima adalah produk yang diproduksi oleh industry yang menerapkan GMP 4. ketersediaan sumber daya hayati yang ebsar meningkatkan pertumbuhan industry OT dengan adanya kondisi di atas maka diperlukan standar yang menjamin mutu produk dituangkan dalam pedoman CPOTB 2011 dan petunjuk operasionalnya. Manfaat CPOTB 1. menyiapkab industry OT agar dapat bersaing di pasar global 2. menjamin keamanan dan konsistensi mutu produk (terhindar dari kontaminasi silang, dan kemampuan telusur produk) 3. melindungi produk jsmu local dari gempuran produk jamu luar yang illegal



4. menjaga nilai ekonomis dengan pengurangan rework produk, TMS, dan adanya kejelasan bahan baku Aspek CPOTB 1. Manajemen mutu Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. 2. Personalia 3. Kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor penunjang, salah satu faktor terpenting adalah faktor manusia. Oleh karena itu alur produksi hanya bisa terjadi bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalamannya. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. 4. Bangunan, fasilitas dan peralatan Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun, konstruksi serta letak yang memadai sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu oba dapat dihindarkan dan dikendalikan. Syarat bangunan : Bangunan didirikan di lokasi yang terhindar dari pencemaran dan tidak mencemari lingkungan Memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi Memiliki ruang-ruang pembuatan yang rancang bangun dan luasnya sesuai dengan bentuk, sifat dan jumlah OT yang dibuat, jenis dan jumlah peralatan yang digunakan jumlah karyawan serta fungsi ruangan.



Fasilitas Terbuat dari bahan yang tidak mempengaruhi keamanan dan mutu OT Rancangan bangun peralatan yang tepat sehingga dapat menajmin keamanan, mutu dan keseragaman OT dari batch ke batch Ukuran dan kapasitas produksi yang sesuai dengan jumlah produksi dan luas ruangan, letak sesuai tidak mencemari dan mudah dibersihkan Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta untuk memudahkan pembersihan. Penataan peralatan di desain sedemikian rupa sehingga dalam satu ruangan hanya terdapat satu alat, ini bertujuan agar tidak terjadi pencemaran silang. Peralatan yang digunakan untuk produksi juga harus di desain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. 5. Sanitasi dan hygiene Pada setiap aspek pembuatan OT harus dilakukan upaya untuk menjamin kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sanitasi merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan lingkungan sekitar, dengan tujuan agar tidak timbul penyakit yang pada akhirnya akan merugikan manusia. Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu a. hygiene perorangan b. pembersihkan dan sanitasi peralatan c. sanitasi bangunan dan fasilitas 6. Dokumentasi Dokumentasi pembuatan produk merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi, label/etiket, prosedur, metoda dan instruksi, catatan dan laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan,



pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan produk. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya, sehingga memperkecil risiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan 7. Produksi Produksi obat hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan yang senantiasa dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. 8. Pengawasan mutu Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat tradisional yang baik. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan produk yang bermutu mulai dari bahan awal sampai pada produk jadi 9. Pembuatan analisis berdasarkan kontrak 10. Cara penyimpanan dan pengiriman yang baik 11. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembalian produk dan produk kembalian penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali satu atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang mengalami masalah medis yang menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan dan laporan hendaknya dicatat dan ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan evaluasi. Indak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, pnarikan obat, dan dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang. 12. Inspeksi diri Tujuan inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek pengolahan, pengemasan dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOTB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mengevaluasi pelaksanaan CPOTB dan untuk menetapkan tindak lanjut Hal-Hal yang Diinspeksi.



a. Personalia b. Bangunan termasuk fasilitas untuk personalia. c. Penyimpanan bahan baku dan produk jadi. d. Peralatan e. Pengolahan dan pengemasan. f. Pengawasan mutu g. Dokumentasi h. Pemeliharaan gedung dan peralatan.