Bab Iii Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB III



Penafsiran terhadap Alkitab memiliki sejarah yang sangat panjang. Dimulai dari periode permulaan dan abad pertengahan, periode reformasi dan periode modern. Berbagai metode tafsir Alkitab berkembang sesuai dengan kebutuhan atau keadaan pada setiap periode.Dalam penulisan Skripsi ini penulis menggunakan metode Historis Kritis untuk menafsirkan teks Markus 1: 40-45 Penulis menggunakan penelitian Kepustakaan (Library research).



3.1



Alasan memilih Metode Penafsiran Historis Kritis Alkitab memiliki suatu amanat yang dibutuhkan untuk mengetahui suatu pesan



yang terkandung didalamnya. Namun makna yang terkandung di dalamnya tidak akan dapat dimengerti secara penuh tanpa alat-alat utama yaitu penafsiran. Pesan dalam Alkitab dapat berbicara pada segala zaman dan bahkan sangat relevan dalam berbagai situasi, karena amanat Allah dalam Alkitab tidak dibatasi oleh waktu. Oleh karena itulah diperlukannya upaya penafsiran yang disebut dengan hermeneutis yang mana merupakan suatu cara atau metode untuk dapat menemukan makna aktualisasi pesan itu sendiri di setiap zaman bagi para pembacanya. Tentu saja penafsiran itu harus berada dalam prinsip hermeneutika, agar isi dari Alkitab itu dapat diseberangkan kepada masa kapan dan di mana dibaca. Hermeneutika (penafsiran) dapat menolong untuk mengartikan suatu teks alkitabiah. Tugas utama eksegesis adalah menyadari akan konteks historis. Konteks historis dari kitab Injil adalah mengetahui situasi historis dari tokoh ‘Yesus Kristus’,



1



yang meliputi pengetahuan akan kebudayaan maupun agama dari abad pertama, yaitu Yudaisme Palestina tempat Yesus hidup serta mengajar, dan juga suatu usaha untuk mengerti konteks khusus dari suatu ucapan penting. Konteks historis yang dimaksud juga meneliti penulis Injil tersebut.1 Kitab-kitab Injil sinoptik banyak menceritakan tentang kehidupan Yesus. Pengajaran-pengajaran yang diberikan oleh Yesus seperti yang dituliskan dalam kitabkitab Injil dapat dipahami dengan berbagai metode penelitian yang bersifat biblika, baik historis kristis maupun naratif, dan sebagainya. Metode yang dilakukan diharapkan dapat mengungkapkan makna dan pesan yang terkandung dalam teks. Setiap nas dalam Alkitab harus diteliti untuk memahami artinya baik dalam konteks yang sempit maupun konteks yang luas. Konteks sempit menyangkut cerita tunggal, nas, atau pasal tertentu. Sedangkan konteks luas menyangkut karya menyeluruh dari seorang penulis Alkitab atau seluruh dari satu buku, atau jenis sastra Alkitab seperti sastra hikmat atau apokalip. Alkitab dalam banyak hal juga merupakan hasil dari sejarah. Hal ini timbul melalui peristiwa sejarah, pengalaman-pengalaman, dan melalui refleksi. Tradisi-tradisi dan tulisan-tulisan turun kepada bangsa Israel dan gereja purbakala, di mana hal ini terjadi dalam waktu yang panjang, diolah kembali dan ditafsir ulang dalam terang situasi sejarah kemudian. Itu sebabnya perlu pemahaman yang penuh dari teks untuk melacak proses sejarah.2 Untuk itulah metode penenlitian yang dilakukan dalam tulisan ini yaitu melalui pendekatan historis kritis. Dengan melihat keadaan konteks khusus pada suatu cerita atau nas dari kitab Markus 1: 40-45 Dengan pendekatan ini juga akan dilihat hubungan nas tersebut dengan situasi kehidupan keagamaan Yahudi. Selain kehidupan religi, juga 1 A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, (BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006), hlm 378-379 2 A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode, 382



2



akan dilihat sejarah yang ada dalam Markus 1: 40-45 tentang situasi historis, sitz im leben, tokoh-tokoh hingga sampai kepada teologi yang terkandung dalam nas tersebut. Dengan demikian melalui pendekatan historis kritis terhadap Markus 1: 40-45 dicapai tujuan untuk mendekati kedudukan nas dengan benar serta menerangkannya dengan baik apa isi pemberitaan dan teologi yang terkandung didalamnya. Pendekatan ini merupakan suatu alat untuk melihat aspek-aspek penting dan yang kurang jelas dalam nas, bukan sebaliknya untuk mengubah nas yang ada, bukan pula merombak dengan susunan baru.3



3.2



Prinsip-prinsip penting yang digunakan dalam metode penafsiran Historis



Kritis Metode historis-kritis mencakup berbagai strategiuntuk memunculkan makna dari teks



Metode ini



mencakup



teks, bentuk/form, redaksi,sastra. Masing-



masingpendekatan memprioritaskan analisis komparatif dari sebuah teks dalam kesusasteraannyadan konteks historis - yang melibatkan budaya, sosial, politik, agama,dan aspek lainnya. Penyelidikan teks-teks Kristen awaldari perspektif historiskritis menyiratkan pemeriksaan yang teliti dari sebuah bagian yang menggunakan salah satu atau semua teknik kritis yang relevan. Strategi penafsiran dalam historis kritis ini akan menajdi patokan, aturan dan langkah guna maencapai tujuan penafsiran. Cakupan metode historis kritis tersebut akan diuraikan berikut ini:



-



Prinsip-prinsif penafsiran



3 A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode, 32



3



Adapun prinsip-prinsip dasar metode historis kritis dalam bentuknya ialah sebagai berikut:4 1. Metode ini juga disebut dengan metode historis, bukan hanya karena metode ini diterapkan pada teks-teks kuno (teks-teks Alkitab) dan memahaminya dari sudut pandang historis, tetapi juga karena metode ini mencoba menerangkan prosesproses historis yang muncul teks-teks biblis, suatu proses diakronis yang sering kali kompleks dan membutuhkan waktu yang lama. Dalam tahap-tahap berbeda dari proses pembentukanya, teks kitab suci dialamatkan kepada para pendengar dan pembaca dari aneka macam golongan, yang hidup di tempat dan waktu yang berbeda. 2. Metode ini disebut dengan metode historis kritis karena dalam setiap langkahnya (dari kritik teks sampai kritik redaksi), metode ini menggunakan bantuan criteria ilmiah untuk mencapai hasil yang objektif. Metode ini membuka makna teksteks Alkitabiah yang sering kali sangat sulit untuk dipahami kepada para pembaca modern. 3. Metode ini juga disebut sebagai metode analitis karena metode historis kritis mempelajari teks Alkitabiah dengan cara yang sama seperti mempelajari teks kuno lainnya. Terutama dalam kritik redaksi, penafsir mendapatkan pemahaman yang lebih baik sehubungan dengan kandungan pewahyuan ilahi. Tujuan dari metode ini berisi muatan-muatan teologi, yaitu menguraikannya dalam bentuk suatu rangkuman terhadap tahap pertama sampai dengan tahap terahir.



3.2.1



Kritik Nats



4Anggota IKAPI, Penafsiran Alkitab Dalam Gereja, (Kanisius, Yogyakarta 2003), hlm. 47.



4



Naskah asli Alkitab tidak dimiliki oleh orang Kristen pada masa kini. Dan memang Alkitab sebagai buah karya manusia yang memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan dalam proses penulisan. Dengan deminikian ada mkemungkinan para pembaca akan keulitan dan juga akan membuat kesalahan dalam proses penfasiran. Untuk itulah diperlukan metode penafsiran kritik nats. Kritik nats perlu untuk mendapat suatu teks yang akurat, juga membantu dalam penemuan dan perubahan yang tidak disengaja yang timbul dalam transmisi kesalahan penulisan



dan



perubahan



bahasa



yang



di



disengaja



melalui



penyisipan/penambahan.5Penafsiran terhadap suatu nats hendaknya didasarkan pada naskah atau nats yang paling dekat dengan naskah asli. Itulah sebabnya kritik nats merupakan langkah pertama dalam penafsiran Alkitab. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kritik nats agar penafsir beroleh bentuk nats yang mendekati bentuk asli. Pendekatan itu dilakukan dengan mempergunakan salinan-salinan tua, terjemahanterjemahan yang lama dan kutipan-kutipa Perjanjian Baru dalam karangan para bapa gereja. Teks apparatus yang tersaji dalam Naskah Yunani terbitan Nestle akan memungkinkan peneletian terhadap kritik ini. Untuk menentukan sumber yang dijadikan sebagai perbaikan didasarkan pada umur suatu salinan, umur yang lebih tua umumnya dijadikan usulan perbaikan terhadap suatu nats yang akan ditafsir. Sumber-sumber yang diapakai untuk kritik nats yaitu: manuskrip-manuskrip Yunani dan kutipan-kutipan dari bapa-bapa Gereja.6



3.2.2



Kritik Bentuk



5Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, (Philadelpia:Fortress Press, 1975), hlm 49 6 A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, (BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006), hlm 216



5



Kritik bentuk adalah metode kritik alkitabiah yang mengklasifikasikan satuan Alkitab sesuai dengan pola sastra dan upaya untuk melacak setiap unit konteks historisnya dalam fase transmisi lisan (biasanya sebelum ditulis).Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa, di samping sumber-sumber tertulis, pada orang-orang Kristen awal telah beredar tradisi lisan sering dianggap telah mendahului yang tertulis, dengan singkat dapat dikatakan kritik bentuk merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan material oral dan menghubungkannya dengan letak sosiologis.7 Menggali teks akan mudah dikenali kegunaan dan kedudukan teks dalam bidang kehidupan8. Suatu teks akan dapat dikenali dari bentuknya dan untuk apa guna teks itu dipakai. Awalnya kritk bentuk dipakai untuk studi Perjanjian Lama, kemudian dipakai untuk Injil Sinoptik terutama pada tradisi lisan, yang diteruskan dari satu generasi ke generasi lain.



3.2.3



Kritik Sastra Digunakan dalam pengertian yang berbeda. Dalam pengertian klasiknya



menunjukkan studi dan evaluasi sastra sebagai produk artistik,yang mempergunakan retorika, puisi, dan perangkat komposisi yang digunakan oleh seorang penulis untuk menyusun pemikirannya dan memperindahnya dengan bahasa yang cocok. 9 Kritik ini berbicara tentang gaya bahasa, struktur dann susunan yang dipakai oleh seorang penulis. Yang akan dipaparkan dalam kritik sastra adalah mengenai masa terbentuknya nats,



7Clare K. Rothschild, dalam Methods for Luke, (Ed) Joel B. Green, ( USA : Cambridge University Pres, 2010), 20, 49 8 A. A. Sitompul & Ulrich Beyer, Metode Penafsiran Alkitab, (BPK Gunung Mulia, Jakarta 2006), hlm 239 9Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, (Philadelpia:Fortress Press, 1975), hlm 49



6



suatu jemaat, aliran-aliran bidat, keaslian nats, pengarang dan mengenai soal pembimbing lainnya yang dianggap penting untuk tafsriran10.



3.2.4



Kritik Redaksi Kritik redaksi menaruh perhatian pada motivasi dan tujuan penulis kitab, yang



ditunjukkan melalui proses mengumpul, mengatur dan mengubah unit tradisi. serta usaha memahami perumusan kembali tradisi,baik yang ditulis (sumber) dan lisan, untuk aplikasi baru.11Kritik redaksi: mempelajari kontribusi penulis akhir yang menyusun karya sastra berdasarkan sumber (lisan atau tulisan) juga membandingkan bentuk pekerjaan akhir dengan sumbernya untuk mengidentifikasi editor atau penulis, dengan mengindetifikasi penulis seorang penafsir akan mengetahui bagaimana pengaruhnya pada susunan teks.12Dengan adanya perubahan-perubahan bentuk kritik ini akan terlihat maksud dan konsep penulis. Kririk redaksi menenkankan seluruh kitab, yang disusun menjadi satu-kesatuan.



3.2.5



Skopus Dalam bagian ini akan terlihat tujuan dan makna yang hendak disampaikan teks,



dan hubungan teks tersebut dengan dengan teks lainnya dalam Perjanjian Lama dan Perjanian Baru. Melalui langkah yang sudah dipaparkan di atas penulis mengharapkan mampu menggali makna yang terkandung dalam teks Markus 1: 40-45.



10 A.A. Sitompul, Metode Menafsir, 237 11Clare K. Rothschild, dalam Methods for Luke, (Ed) Joel B. Green, ( USA : Cambridge University Pres, 2010), 22 12 Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, (Philadelpia:Fortress Press, 1975), hlm 51



7