BAB III Tinjauan Pustaka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB III KAJIAN PUSTAKA A. Radioaktivitas Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom yang tidak stabil untuk memancarkan radiasi dan berubah menjadi inti stabil. Proses perubahan ini disebut dengan peluruhan dan inti atom yang tidak stabil disebut radioisotop. Materi yang banyak mengandung radioisotop disebut zat radioaktif. Peluruhan adalah peristiwa hilang atau pecahnya inti atom yang tidak stabil, atau berubahnya suatu unsur menjadi unsur yang lain, yang kedua hal tersebut terjadi secara bersamaan (Batan,2019). Radioaktivitas suatu unsur radioaktif (radionuklida) ditunjukkan oleh konstanta disintegrasi (l), yang menyatakan perbandingan disintegrasi tiap detik, dan waktu paro (t½). Kedua besaran tersebut bersifat khas untuk setiap radionuklida.



Berdasarkan



sumbernya,



radioaktivitas



dibedakan



atas



radioaktivitas alam dan radioaktivitas buatan. Radioaktivitas buatan banyak digunakan di berbagai bidang (Batan, 2019) Berdasarkan



asalnya,



radioaktivitas



dikelompokkan



menjadi



radioaktivitas alam, yang keberadaannya tanpa keterlibatan manusia, dan radioaktivitas buatan, yang terjadi akibat kegiatan yang dilakukan manusia. Dalam radioaktivitas alam, ada yang berasal dari alam dan dari radiasi kosmik. Radioaktivitas buatan adalah unsur raioisotop yang terjadi karena sengaja dibuat manusia,



dan



mempunyai



berbagai



jenis



yang



disesuaikan



dengan



penggunaannya (Batan, 2019). Berikut ini adalah jenis-jenis radioaktivitas alam: 1. Radioaktivitas primordial Pada litosfer, banyak inti radioaktif yang sudah ada bersamaan dengan terjadinya bumi, dan tersebar secara luas yang disebut radioaktivitas alam.



Radioaktivitas ini banyak terkandung pada berbagai macam materi dalam lingkungan, misalnya dalam air, tumbuhan, kayu, bebatuan, bahan bangunan, dan lain lain. Radioaktivitas primordial dapat ditemukan juga di dalam tubuh mausia. Terutama radioisotop yang terkandung dalam kalium alam. 2. Radioaktivitas yang berasal dari radiasi kosmik Pada saat radiasi kosmik masuk ke dalam atmosfer bumi, terjadi interaksi dengan inti atom yang ada di udara menghasilkan berbagai macam inti radioaktif. Yang paling banyak dihasilkan adalah H-3 dan C-14. Kecepatan peluruhan dan kecepatan pembentukan radioaktivitas jenis ini adalah seimbang, sehingga secara teoritis jumlahnya di alam adalah tetap. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dengan mengukur kelimpahan C-14 yang ada dalam suatu benda, maka akan dapat ditentukan umur dari benda tersebut dan metode tersebut dinamakan penanggalan karbon (Carbon Dating). Sedangkan jenis-jenis radioaktivitas buatan diantaranya adalah:  Radioaktivitas yang berhubungan dengan pembangkit listrik tenaga nuklir Energi yang dihasilkan akibat proses peluruhan dapat digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir.  Radioaktivitas akibat percobaan senjata nuklir Radioaktivitas yang berasal dari jatuhan radioaktif akibat percobaan senjata nuklir disebut fall out.  Radioaktivitas dalam kedokteran Radioaktivitas dalam kedokteran digunakan untuk pemeriksaan, pengobatan, dan sterilisasi dan lain-lain.  Radioaktivitas dalam rekayasa teknologi



Penggunaan radiasi dalam bidang pengukuran (gauging), analisis struktur materi, pengembangan bahan-bahan baru, dan sebagai sumber energi  Radioaktivitas dalam bidang pertanian Penggunaannya



dalam



bioteknologi,



pembasmian



serangga



atau



penyimpanan bahan pangan, dan teknologi pelestarian lingkungan B. Radiasi Radiasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana energi dilepaskan oleh atom-atom.



Gambar 1. Jenis radiasi (sumber: batan.co.id)



Gambar 1. Mekanisme terjadinya radiasi (sumber: batan.go.id) Bentuk radiasi dapat dibedakan menjadi : 1. Radiasi Ionisasi Radiasi pengion ialah radiasi yang dapat menimbulkan ionisasi dan eksitasi pada materi yang ditembusnya. Pada umumnya radiasi pengion hanya disebut radiasi saja. Berbagai jenis radiasi pengion dikelompokkan berdasarkan struktur atau sumbernya. Apabila radiasi pengion menembus suatu materi, maka materi tersebut akan mengalami ionisasi atau eksitasi dengan menyerap energi radiasi. Beberapa jenis radiasi memiliki energi yang cukup untuk mengionisasi partikel. Secara umum, hal ini melibatkan sebuah elektron yang 'terlempar' dari cangkang atom elektron, yang akan memberikan muatan (positif).



Jenis radiasi umumnya terjadi di limbah radioaktif peluruhan radioaktif dan sampah.



Tiga



jenis



utama



radiasi



ditemukan



oleh



Ernest



Rutherford, Alfa, Beta, dan sinar gamma. 2. Radiasi Non-Ionisasi Radiasi non-ionisasi, sebaliknya, mengacu pada jenis radiasi yang tidak membawa energi yang cukup per foton untuk mengionisasi atom atau molekul. Ini terutama mengacu pada bentuk energi yang lebih rendah dari radiasi elektromagnetik (yaitu, gelombang radio, gelombang mikro, radiasi terahertz, cahaya inframerah, dan cahaya yang tampak). Dampak dari bentuk radiasi pada jaringan hidup hanya baru-baru ini telah dipelajari. Alih-alih membentuk ion berenergi ketika melewati materi, radiasi elektromagnetik memiliki energi yang cukup hanya untuk mengubah rotasi, getaran atau elektronik konfigurasi valensi molekul dan atom. Namun demikian, efek biologis yang berbeda diamati untuk berbagai jenis radiasi non-ionisasi. Adapun jenis-jenis radiasi non ionisasi adalah: 



Radiasi Neutron Radiasi Neutron adalah jenis radiasi non-ion yang terdiri dari neutron bebas. Neutron ini bisa mengeluarkan selama baik spontan atau induksi fisi nuklir, proses fusi nuklir, atau dari reaksi nuklir lainnya. Ia tidak mengionisasi atom dengan cara yang sama bahwa partikel bermuatan seperti proton dan elektron tidak (menarik elektron), karena neutron tidak memiliki muatan. Namun, neutron mudah bereaksi dengan inti atom dari berbagai elemen, membuat isotop yang tidak stabil dan karena itu mendorong radioaktivitas dalam materi yang sebelumnya nonradioaktif. Proses ini dikenal sebagai aktivasi neutron.







Radiasi elektromagnetik Radiasi elektromagnetik mengambil bentuk gelombang yang menyebar dalam udara kosong atau dalam materi. Radiasi EM memiliki



komponen medan listrik dan magnetik yang berosilasi pada fase saling tegak lurus dan ke arah propagasi energi. Radiasi elektromagnetik diklasifikasikan ke dalam jenis menurut frekuensi



gelombang,



jenis



ini



termasuk



(dalam



rangka



peningkatan frekuensi): gelombang radio, gelombang mikro, radiasi terahertz, radiasi inframerah, cahaya yang terlihat, radiasi ultraviolet, sinar-X dan sinar gamma. Dari jumlah tersebut, gelombang radio memiliki panjang gelombang terpanjang dan sinar gamma memiliki gelombang terpendek. Sebuah jendela kecil frekuensi, yang disebut spektrum yang dapat dilihat atau cahaya, yang dilihat dengan mata berbagai organisme, dengan variasi batas spektrum sempit ini. EM radiasi membawa energi dan momentum, yang dapat disampaikan ketika berinteraksi dengan materi. 



Cahaya Cahaya adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang yang terlihat oleh mata manusia (sekitar 400-700 nm), atau sampai 380-750 nm. Lebih luas lagi, fisikawan menganggap cahaya sebagai radiasi elektromagnetik dari semua panjang gelombang, baik yang terlihat maupun tidak.







Radiasi termal Radiasi termal adalah proses dimana permukaan benda memancarkan energi panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi infra merah dari radiator rumah tangga biasa atau pemanas listrik adalah contoh radiasi termal, seperti panas dan cahaya yang dikeluarkan oleh sebuah bola lampu pijar bercahaya.



C. Limbah Radioaktif/ limbah nuklir Limbah radioaktif didefinisikan sebagai bahan radioaktif sisa atau yang



sudah tidak terpakai, atau bahan yang terkontaminasi dengan sejumlah zat radioaktif pada kadar atau tingkat radioaktivitas yang melampaui nilai batas keselamatan yang ditetapkan. Limbah radioaktif secara volumetrik jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan limbah industri dan limbah perkotaan. Limbah radioaktif yang telah diolah disimpan sementara di gudang penyimpanan limbah yang kedap air (1050 tahun) sebelum disimpan secara lestari. Tempat penyimpanan limbah lestari dipilih di tempat/lokasi khusus, dengan kondisi geologi yang stabil. Bahan radioaktif yang terkandung dalam limbah radioaktif mempunyai waktu paro tertentu dan akan memancarkan radiasi secara terus menerus. Untuk itu informasi tentang waktu paro menjadi suatu pertimbangan pada pengukuran radioaktivitasnya. Penyimpanan limbah radioaktif bertujuan untuk mengisolasi tingkat radioaktivitas dari lingkungan sekitar kita pada jangka waktu tertentu. Jumlah limbah radioaktif yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan limbah rumah tangga dan limbah industri, sehingga metode penyimpanan yang dipilih disesuaikan dengan jenis limbah radioaktif yang akan diolah. Limbah radioaktif (LRA) yang dihasilkan dari penggunaan tenaga nuklir, berdasarkan konsentrasi dan asalnya dikelompokkan menjadi HLW (High Level Waste) dan LLW (Low Level Waste). 1. HLW (High Level Waste) HLW dihasilkan dari pemisahan uranium dan plutonium dari bahan bakar bekas pada fasilitas olah ulang. Sebagian besar radionuklida HLW berasal dari unsur hasil belahan yang diperoleh dari proses ekstraksi uranium dan plutonium hasil penguraian bahan bakar bekas. Limbah ini disebut limbah radioaktif cair tingkat tinggi yang akan distabilkan dengan cara vitrifikasi (blok gelas) sebagai LRA tingkat tinggi (HLW). Pilihan "one through" pada proses olah ulang tidak dilakukan pada bahan bakar bekas.



2. LLW (Low Level Waste) 2.1. Limbah PLTN Limbah PLTN adalah limbah yang dihasilkan dari proses dismantling dan pengoperasian PLTN, terutama nuklida yang memancarkan beta dan gamma dengan waktu paro pendek. Limbah jenis ini akan disimpan pada fasiltas penyimpanan tanah dangkal. Pada limbah hasil dismantling terdapat rentang tingkat radioaktivitas yang lebar, dan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu tinggi (pemancar beta-gamma), sedang, dan rendah. 2.2. Limbah uranium Limbah uranium dihasilkan dari proses konversi dan fabrikasi bahan bakar serta dari mesin sentrifugal pada saat proses pengayaan. Jenis limbah ini mempunyai waktu paro yang sangat panjang walaupun aktivitas radiasinya rendah dan tidak dapat disimpan pada fasilitas penyimpanan tanah dangkal. 2.3. Limbah yang berasal dari fasilitas radioisotop dan laboratorium Aplikasi radioisotop mencakup bidang yang sangat luas, misalnya dalam bidang kedokteran (diagnostik dan terapi), farmasi (sebagai perunut), serta industri. Dari kegiatan tersebut dihasilkan limbah radioaktif. Sedangkan limbah yang berasal dari laboratorium (pusat riset, universitas, swasta) yang berhubungan dengan penelitian seperti penggunaan sumber radiasi, bahan bakar reaktor, fasilitas pengolahan bahan bakar, disebut sebagai limbah laboratorium. Limbah tersebut akan disimpan dalam sistem penyimpanan sederhana pada fasilitas tanah dangkal.



D. Instrumen Analisis limbah radioaktif 1. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)/ Spektrometri Serapan Atom Spektrometri atomik adalah metode pengukuran spektrum yang berkaitan dengan serapan dan emisi atom. Bila suatu molekul mempunyai bentuk spektra pita, maka suatu atom mempunyai spektra garis. Atom-atom yang terlibat dalam metode pengukuran spektrometri atomik haruslah atom-atom bebas yang garis spektranya dapat diamati. Pengamatan garis spektra yang spesifik ini dapat digunakan untuk analisis unsur baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Absorbsi (serapan) atom adalah suatu proses penyerapan bagian sinar oleh atom-atom bebas pada panjang gelombang (λ) tertentu dari atom itu sendiri sehingga konsentrasi suatu logam dapat ditentukan. Karena absorbansi sebanding dengan konsentrasi suatu analit, maka metode ini dapat digunakan untuk sistem pengukuran atau analisis kuantitatif. Spektrometri Serapan Atom (SSA) dalam kimia analitik dapat diartikan sebagai suatu teknik untuk menentukan konsentrasi unsur logam tertentu dalam suatu cuplikan. Teknik pengukuran ini dapat digunakan untuk menganalisis konsentrasi lebih dari 62 jenis unsur logam. Teknik Spektrometri Serapan Atom (SSA) dikembangkan oleh suatu tim peneliti kimia Australia pada tahun 1950an, yang dipimpin oleh Alan Walsh, di CSIRO (Commonwealth Science and Industry Research Organization) bagian kimia fisik di Melbourne, Australia. Unsur-unsur dalam cuplikan diidentifikasi dengan sensitivitas dan limit deteksi pada teknik pengukuran ini dapat mencapai < 1 mg/L (1 ppm) bila menggunakan lampu nyala biasa dan dapat dicapai sampai 0,1 ppm dengan menggunakan prosedur SSA yang lebih canggih. Dalam spektroskopi atomik, faktor-faktor yang dapat menyebabkan pelebaran garis spektra merupakan suatu problem dalam sistem analisis metode ini. Dua hal yang paling sering menimbulkan problem ini adalah pelebaran efek Doppler (Doppler Boardening) dan pelebaran tekanan (Pressure Boardening).



a. Pelebaran Efek Doppler (Doppler Boardening) Selama proses atomisasi atau ionisasi, suatu spesies yang sedang diukur dapat bergerak menjauhi atau melalui detektor. Hal ini dapat menimbulkan loncatan Doppler pada spektra garis yang dihasilkan, sehingga garis spektra yang seharusnya berkisar antara 1-15 nm menjadi kira-kira 100 kali lebih lebar. Tidak banyak hal yang dapat dilakukan untuk menghindari efek Doppler ini kecuali hanya mengenali mengapa hal tersebut terjadi. b. Pelebaran Tekanan (Pressure Boardening) Efek ini dapat timbul bila suatu analit bertabrakan dengan spesies lain karena perubahan energi. Efek ini semakin besar pengaruhnya sejalan dengan kenaikan suhu. Prinsip Dasar SSA : Cuplikan atau larutan cuplikan dibakar dalam suatu nyala atau dipanaskan dalam suatu tabung khusus (misal tungku api). Dalam setiap atom tersebut ada sejumlah tingkat energi diskrit yang ditempati oleh elektron. Atom yang tidak tereksitasi, berada dalam keadaan dasar (ground state). Untuk mengeksitasi atom, satu atau lebih elektron harus berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi dengan cara penyerapan energi oleh atom itu. Energi dapat disuplai oleh foton atau dari peristiwa tabrakan yang disebabkan oleh panas. Dengan peristiwa itu, elektron terluar akan menjauhi inti paling tidak adalah ke tingkat energi pertama E1. Energi yang dibutuhkan adalah setara dengan selisih dari energi tingkat satu dengan energi dasar. Dalam SSA, selisih energi kecil, hal ini disebabkan karena hanya bagian elektron terluar yang teresksitasi, disebabkan oleh pengendalian suhu yang cermat. Bila suhu terlampau tinggi sebagian atom akan terionisasi. Atom-atom dalam kabut tersebut bergerak dengan kecepatan tinggi dan saling bertabrakan, serta menyerap dalam kisaran yang sangat sempit. Oleh



karena energi



sempit ini, walaupun pada proses pembakaran terjadi kabut



dari berbagai atom, tapi hanya atom tertentu yang dapat menyerap sumber enrergi atau foton. Hal ini merupakan sifat selektif yang spesifik dari SSA. Kespesifikan itu juga merupakan suatu kekurangan karena lebar pita penyerapan yang sempit dengan lebar berkisar 0,001 nm menjadi kendala dalam analisis. Tidak ada monokromator yang mampu menghasilkan pita radiasi yang sekecil puncak absorpsi atom (0,001 nm). Bila digunakan sumber radiasi kontinu, monokromator akan melakukan suatu pita yang lebarnya 3-10 nm jadi hanya sebagian kecil radiasi yang diabsorpsi. Dalam keadaan demikian hukum Beer tidak berlaku karena perubahan relatif intensitas pita radiasi yang dilakukan sangat kecil dibandingkan dengan perubahan radiasi yang bersesuaian dengan puncak absorpsi. Untuk mengatasi hal ini, digunakan sumber radiasi yang mengemisi garis dengan yang sama dengan radiasi elemen yang akan dianalisis yang dihasilkan oleh Hollow Cathode Lamp (HCL) atau Electrodeless Discharge Lamp (EDL). Di dalam Hollow Cathode Lamp (HCL) atau Electrodeless Discharge Lamp (EDL), atom elemen yang dimaksud dalam keadaan gas dieksitasikan dengan pengawamuatan (discharge) listrik. Atom-atom yang tereksitasi mengemisikan radiasi khas bila kembali ke tingkat energi yang lebih rendah. Sebagian dari radiasi yang diemisi akan mempunyai persis sama dengan garis absorpsi resonansi. Dengan sumber radiasi yang dipilih dengan cermat, garisgaris emisi dapat mempunyai pita yang lebarnya lebih kecil dari pita absorpsi. Walaupun masalah pita radiasi sudah dapat dipecahkan, SSA ini masih mempunyai keterbatasan, yaitu untuk setiap analisis diperlukan adanya Hollow Cathode Lamp (HCL) yang sesuai dengan elemen yang dianalisis. Persyaratan lain untuk memperoleh sinyal penyerapan yang tinggi adalah sebagian besar atom dalam keadaaan energi dasar (ground state) dan



sejumlah besar elektron harus dapat dieksitasi ke tingkat energi pertama ( ketika foton dengan frekuensi yang tepat diserap. Pembentukan Atom-Atom Bebas Kemampuan menghasilkan atom bebas merupakan kunci sukses dalam AAS. Untuk menghasilkan atom-atom bebas digunakan atomizer yang dapat berupa nyala api, karbon atomizer, atau plasma atomizer (misal generator hidrid). Untuk memecah ikatan molekul yang mengubahnya menjadi atom bebas, suatu atomizer harus dapat memberikan energi yang cukup. Energi ini mempengaruhi jumlah atom bebas yang terbentuk, tergatung pada jenis ikatan kimia molekul cuplikan. Sebagai contoh, untuk pembentukan atom bebas besi yang terdapat dalam larutan



jumlahnya akan berbeda bila dibandingkan



dengan larutan kompleks Fe-EDTA, walaupun konsentrasi besinya sama. Fenomena ini menjadi dasar mengenai efek-efek ion-ion penggangu. Pembentukan Atom-Atom Bebas dengan Nyala Titik-titik air yang halus dihasilkan dari nebulizer yang menghisap larutan cuplikan yang kemudian disemburkan ke bagian tengah pembakar yang telah menyala. Pelarut cuplikan menguap lebih dulu meninggalkan partikel padat yang kecil-kecil. Partikel-partikel ini kemudian meleleh dan menguap membentuk campuran senyawa yang kemudian terurai menjadi atom-atom bebas. Atom-atom logam yang akan dianalisis menyerap energi dengan bertabrakan dan lalu tereksitasi. Sistem pengatoman dalam spektrofotometer serapan atom merupakan bagian yang sangat penting karena pada sistem ini ditempatkan senyawa yang akan dianalisis. Pada sistem pengatoman, unsur yang akan dianalisis diubah bentuknya dari ion dalam larutan menjadi atom netral dalam keadaan dasar pada nyala.



Bagian ini terdiri dari system pengabut (nebulizer) dan sistem pembakar (burner) sehingga sering disebut system pengabut pembakar. Untuk menghasilkan nyala yang diperlukan dalam spektrofotometer serapan atom, dipakai bermacam- macam campuran gas sebagai gas pengoksidasi dan bahan bakar yang jenis serta komposisinya tergantung pada suhu nyala api yang dikehendaki. Pada waktu spektrofotometer serapan atom digunakan, diperlukan tekanan dan aliran gas yang konstan. Hal ini diperlukan untuk menjaga agar suhu konstan. Pembentukan Atom-Atom Bebas Selain dengan Nyala Pada sistem pengatoman tanpa nyala biasanya memakai tungku grafit. Proses atomisasi dengan grafit ini berlangsung dalam ruang tertutup yang dialiri gas inert (biasanya Argon). Sedangkan untuk sistem pengatoman dengan cara plasma atau pembentukan hidrid biasanya untuk menetapkan raksa (Hg), karena raksa pada suhu biasa mudah menguap, dan dalam keadaan atom bebas. Suatu alat absorpsi atom terjadi dari komponen-komponen dasar yang sama seperti spetrofotometer biasa, jadi mengandung: sumber radiasi, monokromator, tempat cuplikan (dalam hal ini nyala), detector dan indikator penguatan (amplifier). Spektrofotometer absorpsi atom ada yang single-beam dan ada pula yang double-beam (Basset, 1939). Secara umum prinsip dasar Spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur. Teknik-teknik ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen kunci pada metode spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan uap atom dalam sampel. Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya



diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya. Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan terjadi eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap panjang gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tingggi. Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal dan kurva adisi standar. Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum Lambert-Beer, yaitu: A = ε . b . c atau A = a . b . c Dimana : A = Absorbansi



ε = Absorptivitas molar (mol/L) a = Absorptivitas (gr/L) b = Tebal nyala (nm) c = Konsentrasi (ppm) Absorpsivitas molar (ε) dan absorpsivitas (a) adalah suatu konstanta dan nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang gelombang tertentu, sedangkan tebal media (sel) dalam prakteknya tetap. Dengan demikian absorbansi suatu spesies akan merupakan fungsi linier dari konsentrasi, sehingga dengan mengukur absorbansi suatu spesies konsentrasinya dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan konsentrasi larutan standar. Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom Alat spektrofotometer serapan atom terdiri dari rangkaian dalam diagram skematik berikut: Komponen-komponen Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 1. Sumber Sinar Sumber radiasi SSA adalah Hollow Cathode Lamp (HCL). Setiap pengukuran dengan SSA kita harus menggunakan Hollow Cathode Lamp khusus misalnya akan menentukan konsentrasi tembaga dari suatu cuplikan, maka kita harus menggunakan lampu katoda khusus. Lampu katoda akan memancarkan energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom. Hollow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang sama dengan yang akan dianalisis dan anoda yang terbuat dari tungsten. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar dan dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu. Sumber radiasi lain yang sering dipakai adalah ”Electrodless Dischcarge Lamp” lampu ini mempunyai prinsip kerja hampir sama dengan



Hollow Cathode Lamp (lampu katoda cekung), tetapi mempunyai output radiasi lebih tinggi dan biasanya digunakan untuk analisis unsur-unsur As dan Se, karena lampu HCL untuk unsur-unsur ini mempunyai signal yang lemah dan tidak stabil. 2. Sumber atomisasi Sumber atomisasi dibagi menjadi dua yaitu sistem nyala dan sistem tanpa nyala. Kebanyakan instrumen sumber atomisasinya adalah nyala dan sampel diintroduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasa dihasilkan oleh nebulizer/pengabut yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Jenis nyala yang digunakan secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit dapat ditentukan dengan menggunakan metodemetode emisi, absorbsi dan juga fluorosensi. a. Nyala udara asetilen Biasanya menjadi pilihan untuk analisis mengunakan



SSA.



Temperatur nyalanya yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan dengan nyala yang kaya bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan. b. Nitrous oksida-asetilen Dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan karena temperatur nyala yang dihasilkan relatif tinggi. Unsur-unsur tersebut adalah: Al, B, Mo, Si, So, Ti, V, dan W. Prinsip dari SSA, larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsurunsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung



atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar ( ground state ). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorbsi oleh atom dalam nyala. 3. Monokromator Monokromator merupakan alat yang berfungsi untuk memisahkan radiasi yang tidak diperlukan dari spektrum radiasi lain yang dihasilkan oleh Hollow Cathode Lamp 4. Detektor Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi yang diserap oleh permukaan yang peka. 5. Sistem pengolah Sistem pengolah berfungsi untuk mengolah kuat arus dari detektor menjadi besaran daya serap atom transmisi yang selanjutnya diubah menjadi data dalam sistem pembacaan. 6. Sistem pembacaan Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau gambar yang dapat dibaca oleh mata (Khopkar, 1990). 2. AES (Atomic Emission Spectroscopy) Spektroskopi emisi atom (AES) adalah metode analisis kimia yang menggunakan intensitas cahaya yang dipancarkan dari api, plasma ,busur, atau percikan pada panjang gelombang tertentu untuk menentukan jumlah suatu unsur dalam sampel. Panjang gelombang dari garis spektral atom memberikan



identitas elemen sedangkan intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan jumlah atom unsur. AES menggunakan pengukuran kuantitatif dari optik emisi dari atom tereksitasi untuk menentukan konsentrasi analit. Atom analit dalam larutan yang disedot ke daerah eksitasi mana mereka desolvated, menguap, dan teratomisasi dengan api, debit, atau plasma. Suhu-tinggi atomisasi menyediakan sumber energi yang cukup untuk mempromosikan atom ke tingkat energi yang tinggi. Peluruhan atom kembali ke tingkat yang lebih rendah dengan memancarkan cahaya. Karena transisi antara tingkat energi atom yang berbeda, garis-garis emisi dalam spektrum yang sempit. Spektrum sampel yang mengandung banyak unsur bisa sangat padat, dan pemisahan spektral atom transisi terdekat memerlukan resolusi tinggi spektrometer. Instrumentasi untuk AES sebenarnya sama dengan



AAS (Atomic



Absorbance Spectroscopy), yang membedakan yaitu pada AAS yg di ukur adalah absorbansi nya sedangkan pada AES adalah emisinya.



Sumber



pengeksitasi atom suatu unsure diperlukan suatu sumber energy kalor yang mampu mengeksitasikan elektron di orbital paling luar dari atom tersebut ketingkat energi atom yang lebih tinggi. Pada spektrofotometri Emisi nyala, sumber pengeksitasinya adalah nyala api gas, tetapi kelemahan dari nyala api ini adalah energy kalor yang dihasilkan relative rendah. Misalnya campuran gas Acetilen dan O2 murni hanya akanmenghasilkan suhu sekitar 3000oC. Dengan kombinasi gas ini



maka unsur-unsur yang dapat dieksitasikan dengan



menghasilkan intensitas sinar emisi yang baik biasanya adalah logam-logam alkali (Na, K, Li, Cadll).



Sedangkan untuk mengeksitasikan atom logam-



logam yang lebih berat maka diperlukan nyala api dengan kombinasi gas lain yang dapat memberikan suhu lebih tinggi dan juga memberikan energy kalor yang lebih tinggi. Oleh karena itu AES cocok untuk menganalisis unsur- unsur logam golongan Alkali dan Alkali Tanah



Prinsip dasar dari analisa Atomic Emission Spectrometer (AES) ini yaitu: Apabila atom suatu unsur ditempatkan dalam suatu sumber energi kalor (sumber pengeksitasi), maka elektron di orbital paling luar atom tersebut yang tadinya dalam keadaan dasar atau ground state akan tereksitasi ke tingkattingkat energi elektron yang lebih tinggi.



Karena keadaan tereksitasi itu



merupakan keadaan yang sangat tidak setabil maka elektron yang tereksitasi itu secepatnya akan kembali ke tingkat energi semula yaitu kekeadaan dasarnya (ground state). Pada waktu atom yang tereksitasi itu kembali ketingkat energi lebih rendah yang semula, maka kelebihan energi yang dimilikinya sewaktu masih dalam keadaan tereksitasi akan dibuangkeluar berupa emisi sinar dengan panjang gelombang yang karakteristik bagi unsur yang bersangkutan khas. Intensitas Emisi tersebut juga sangat dipengaruhi oleh konsentrasi logam. Dari sini dapat dilakukan analisis kuantitatif. Pada spektrometri nyala baik AAS maupun AES sering kali terjadi gangguan.Gangguan- gangguan tersebut antara lain: 1) Gangguan Spektral. Gangguan spektral terjadi bila panjang gelombang (atomic line) dari unsur yang diperiksa berimpit dengan panjang gelombang dari atom atau molekul lain yang terdapat dalam larutan yang diperiksa. 2) Gangguan Kimia. Reaksi-reaksi kimia yang terjadi dalam nyala (ionisasi, terbentuknya oksida, silikat, dan senyawa lainnya yang stabil ; reduksi dan sebagainya) dapat menimbulkan efek penurunan (depression, suspression) ataupun bahkan peningkatan (enchacement) dari adsorbans (A). Efek penurunan misalnya dijumpai dalam analisa Ca, Mg, Sr, dan sebagainya. Dalam contoh yang mengandung silikat, aluminat, fosfat dan sebagainya. Dimana diperoleh aborbans yang lebih rendah. Gangguan ionisasi juga termasuk gangguan kimia. Adanya atom lain yang lebih mudah mengion akan mengganggu karena ion tersebut akan mengalami eksitasi lebih dulu.



3) Gangguan Fisika Gangguan ini berasal dari sebab-sebab fisik. Misalnya pelarut yang berbeda dalam larutan standar, contohnya akan menimbulkan perbedaanukuran partikel kabut yang dibuat dalam spray chamber. Mudah atau lambatnya proses ini akan mempengaruhi absorbans yang diperoleh. Kurva standar yang melengkung dapat disebabkan oleh gangguan ini. 3. MCA (Multy Channel Analyzer) Spektrometer Gamma adalah alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas radionuklida. Besarnya aktivitas radionuklida ditentukan dengan membandingkan hasil cacahan cuplikan radionuklida dengan cacahan sumber standar radionuklida yang sesuai. Metode yang digunakan dengan sistem spektrometer gamma dinamakan Spektrometri Gamma. Analisa yang digunakan dalam metode spektrometri gamma berdasarkan interpretasi spektrum gamma hasil pengukuran. Interaksi antara sinar gamma suatu radionuklida dengan detektor menghasilkan pulsa-pulsa yang sebanding dengan energi gamma radionuklida tersebut dan pada akhirnya diproses secara elektronik yang menghasilkan spektrum gamma. Sebelum dilakukan pengukuran radioaktivitas radionuklida menggunakan sistem pencacah spektrometer gamma, sistem pencacah tersebut harus dikalibrasi terlebih dahulu karena dengan metode ini ketelitian hasil pengukuran tergantung pada kondisi peralatan. Beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu menentukan efisiensi sistem pencacah menggunakan sumber standar radionuklida dengan memperhatikan geometri pencacahan yang meliputi bentuk cuplikan, jarak antar detektor dengan sumber standar radionuklida, ukuran, bentuk dan jenis radionuklidanya.



Sistem Spektroskopi Sistem spektroskopi sebenarnya juga melakukan pencacahan sebagaimana sistem pencacah diferensial akan tetapi dengan selang energi yang sangat sempit sehingga dapat dikatakan melakukan pencacahan (jumlah radiasi) pada setiap “tingkat” energi. Hasil pencacahan tersebut ditampilkan sebagai suatu grafik antara jumlah radiasi (sumbu Y) terhadap energi radiasi (sumbu X) yang sering disebut sebagai spektrum radiasi, seperti contoh pada gambar 3 sebelum ini. Memang suatu spektrum radiasi dapat saja diperoleh menggunakan suatu sistem pencacah diferensial dengan mode SCA (single channel analyzer), sebagaimana dilakukan pada era sebelum tahun 70 an. Saat ini, atau setelah ditemukannya teknologi ADC (analog to digital converter), sistem spektroskopi sudah tidak lagi memakai mode SCA melainkan menggunakan peralatan yang disebut sebagai MCA (multi channel analyzer). Seperti halnya pada sistem pencacah diferensial, detektor yang digunakan disini tidak boleh detektor GM. Detektor yang terbaik untuk keperluan ini adalah detektor semikonduktor karena mempunyai noise yang lebih kecil (low noise) dibandingkan detektor yang lain, sehingga lebih teliti dalam membedakan energi radiasi. Sebagai contoh detektor yang digunakan untuk radiasi gamma adalah detektor HPGe sedangkan untuk radiasi sinarX adalah detektor SiLi atau LEGe. Sebagaimana detektor yang lain, detektor yang digunakan disini juga membutuhkan sumber tegangan tinggi (HV). Penentuan tegangan kerja detektor untuk sistem spektroskopi adalah dengan cara mencari tegangan kerja yang dapat menghasilkan nilai resolusi terbaik.



Pre amplifier mutlak dibutuhkan dalam sistem spektroskopi karena pulsa yang dihasilkan detektor sangat lemah. Sedang amplifier yang digunakan pada sistem spektroskopi mempunyai beberapa fasilitas tambahan dibandingkan dengan spektroskopi yang digunakan pada sistem pencacah diferensial, diantaranya shaping time, base line restorer dan pile up rejection. MCA merupakan alat yang menerapkan teknologi relatif baru. Bagian utama dari suatu MCA adalah ADC (analog to digital conerter) yang berfungsi untuk menentukan tinggi pulsa dari setiap pulsa listrik (sinyal analog) yang memasukinya dan mengubahnya menjadi bilangan biner (sinyal digital). Bilangan biner tersebut akan diteruskan ke bagian memory yang akan menyimpan jumlah dari masing-masing bilangan biner yang dihasilkan ADC. Isi dari memory akan ditampilkan pada layar berupa spektrum radiasi. Sistem spektroskopi digunakan untuk pengukuran yang bersifat analisis baik kualitatif maupun kuantitatif, karena untuk keperluan ini harus berdasarkan spektrum radiasi yang dipancarkan oleh sampel yang dianalisis. Salah satu aplikasi yang paling banyak adalah untuk menganalisis jenis dan kadar unsur yang terkandung di dalam suatu bahan (Batan, 2019) Radiasi gamma dipancarkan bersama alpha, beta atau tangkapan elektron. Karena sinar gamma tidak dibiaskan oleh medan listrik, maka sinar itu tidaklah terdiri dari partikel yang bermuatan. Tetapi sinar itu didifraksikan pada permukaan sebuah kristal, seperti difraksi sinar-X tetapi dengan sudut difraksi yang kecil, percobaan memberikan kesimpulan bahwa sinar gamma adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sangat pendek, kira-kira 1/100 panjang gelombang sinar-X. Terbentukmnya sinar gamma merupakan hasil disentigrasi inti atom.Inti atom yang mengalami disentegrasi dengan memancarkan sinar alfa akan terbentuk inti-inti baru dengan memiliki tingkat energi yang agak



tinggi.Kemudian terjadi Proses transisi ke tingkat energi yang lebih rendah atau tingkat dasar sambil memancarkan sinar gamma. Sinar gamma sama halnya dengan sinar X,termasuk gelombang elektromagnetis,jika sinar gamma menembus lapisan materi setebal X maka intensitas akan berkurang. Spektrum sinar gamma dari suatu unsur adalah spektrum garis, yang memperlihatkan adanya foton sinar gamma, bila sebuah inti pindah dari keadaan energi yang lebih tinggi ke keadaan yang lebih rendah. Tenaga sinar gamma bersifat diskrit dan karakteristik, masing-masing mempunyai energi gamma dalam bentuk spektrum energi tertentu. 4. Voltameter