9 0 1 MB
TEKNIK PELEDAKAN HEPRYANDI L. DJ. USUP, ST., MT [email protected]
Peledakan Jenjang
Diameter Lubang Ledak • Tinggi jenjang • Tingkat produksi • Jenis alat bor • Fragmentasi batuan • Dampak terhadap lingkungan (GV, air blast, fly rock) • Ekonomi peledakan.
Reduced collar rock with smaller diameter blastholes
Proses Peremukan Massa Batuan Oleh Sebuah Lubang Tembak
Rock Compression
Reflection of shock waves from free faces
Gas expansion
Teori R.L. Ash
Burden (B) • R.L. Ash - KB = 12 [B/De] • B = Burden (ft) • De = Diameter lubang tembak (inci)
R.L.Ash •
Batuan standar - Bobot Isi 160 b/ft3 (average rock).
•
Bahan peledak standar - Berat Jenis (SG) = 1.2 & VOD (Ve) = 12.000 fps.
•
KBstd = 30.
•
Apabila peledakan dilakukan pada batuan yang bukan standar dengan menggunakan bahan peledak yang bukan standar, maka perlu dilakukan pengaturan kembali harga KB (nisbah burden yang telah dikoreksi)
•
KB
= KBstd x AF1 x AF2 1 3
BP x [VODBP ]2 Energi potensial bahan peledak yang dipakai AF1 2 Energi potensial bahan peledak standar 1.2 x [12000] 1 3
160 pcf Bobot Isi batuan standar AF2 Bobot Isi batuan yg diledakkan Batuan
1 3
1 3
Koreksi Geologi Untuk Burden • Kondisi geologi di alam menyebabkan burden pada setiap jenis
batuan tidak sama. • Ada kuat tarik batuan utuh & kuat tarik massa batuan yg harus diatasi. σt massa batuan < σt batuan utuh karena adanya rekahan, hancuran, perlapisan dan struktur lainnya. • Maka diperlukan koreksi untuk persamaan burden yaitu Kd sebagai koreksi terhadap deposisi batuan & Ksg sebagai koreksi terhadap struktur geologi. Kd = 1,0 - 1,18, dan menggambarkan kemiringan lapisan. • Koreksi terhadap struktur geologi dilakukan dengan memperhitungkan rekahan-rekahan alami pada batuan, kekuatan dan frekuensi joint. Ksg = 0,95 (utuh yang masif) 1,30 (terekahkan)
B’ = Kd x Ksg x B
Kedalaman Lubang Tembak • H > burden untuk menghindari terjadinya overbreak. • Kh = H/B • Kh = 1,5 – 4,0.
Spasi • KS = S/B • Jarak antar lubang tembak dalam satu baris & diukur sejajar dgn bidang bebas. • Spasi tergantung pada burden, kedalaman lubang tembak, letak primer, delay & arah
umum struktur batuan. • Konya (1968): nisbah spasi tergantung pada waktu penyalaan peledakan &
perbandingan burden (B) dgn tinggi jenjang (L). • Bila lubang-lubang bor dlm satu baris diledakkan secara sequence delay → KS = 1, S
= B. • Bila lubang-lubang bor dlm satu baris diledakkan secara simultan, → KS = 2, S = 2B. • Bila multiple row lubang-lubang bor dalam satu baris diledakkan secara sequence
delay, lubang-lubang bor dalam arah lateral dari baris yang berlainan diledakkan secara simultan → pola pemborannya harus dibuat square arrangement. • Bila suatu multiple rows lubang-lubang bor dalam satu baris diledakkan secara
simultan, tetapi antara baris yg satu dgn yg lainnya beruntun, → harus digunakan pola staggered.
Pola Lubang Ledak dan Spasi Square pattern
S=B
Square staggered pattern
S=B
Rectangular Slighty staggered rectangular staggeredpattern pattern
S=1,15B
S=1,5B
Penentuan Spasi Menurut Konya
Penentuan Spasi Menurut RL Ash Waktu tunda
Ks
Long interval delay
1
Short period delay
1–2
Normal
1,2 – 1,8
Stemming - Pemampat (T) • Stemming = collar, bagian lubang tembak bagian atas yg tidak diisi
BP, tapi diisi oleh material hasil pemboran & kerikil yg dipadatkan & berfungsi sebagai pemampat & menentukan "stress balance" dalam lubang bor. • Untuk memampatkan gas-gas peledakan agar tidak keluar terlalu dini melalui lubang tembak sehingga gas-gas peledakan tersebut terlebih dahulu dapat mengekspansi rekahan-rekahan pada batuan yang disebabkan gelombang kejut. • Untuk mendapatkan "stress balance" → T = B. • Kt = T/B = 0,7 B nilai ini cukup untuk mengontrol air blast & fly rock.
Pengaruh Stemming Pada Kinerja Peledakan
Subdrilling (J) • Lubang tembak yang dibor sampai melebihi batas lantai jenjang bagian bawah • Kj (subdrilling ratio) ≥ 0,2 & untuk batuan masif Kj = 0,3 • Lubang bor miring perlu KJ lebih kecil. • Kj = J/B • J=
Subdrilling (ft) • Pada peledakan lapisan penutup diatas lapisan batubara tidak diperlukan subdrilling, tetapi justru harus diberi jarak antara ujung lubang tembak dgn lapisan batubara yg disebut dgn standoff, maksudnya untuk menghindari penghancuran batubara akibat peledakan & diharapkan batubara yg tergali akan bersih.
Powder Factor • PF - bilangan untuk menyatakan jumlah material yg diledakkan atau
dibongkar oleh sejumlah tertentu bahan peledak; dapat dinyatakan dalam ton/lb atau lb/ton. • PF dipengaruhi oleh pola peledakan dan free face • Untuk menghitung PF harus diketahui luas daerah yang diledakkan (A), tinggi jenjang (L), panjang muatan dari sebuah lubang tembak (PC), loading density (de) dan material density ratio (dr).
dr = W= E PF= W= N
0,0312 (SG) (ton/cuft) AL (dr) (ton) = (de) (PC) N ( b) W/E ( ton/ b) batuan atau material yang diledakkan (ton) = jumlah lubang bor
• Dalam kenyataan di lapangan harga W didapat dari pengukuran sebelum
peledakan dan pengukuran setelah hasil ledakan habis terangkut
Soal Bench Blasting (R.L. Ash) Suatu peledakan batu kapur direncanakan kurang lebih 2000 ton per hari, bobot isi (density) = 168 lb/cu ft. 1.Kondisi a. KT = 0,7 ; KJ = 0,3 ; KS = 1 L = 20 ft dan dr = 0.084 ton/cu ft b. E1 = Extra 60 % dynamite, SG = 1,28 ; Ve = 12.200 fps c. E2 = Field-mixed AN-FO, 94/6, SG = 0,85; Ve = 11.100 fps d. Diameter lubang tembak 3 inci Kompresor dengan 500 cfm Kecepatan rata-rata pemboran 400 ft per 8 jam/gilir.
KB = KBstd x AF1 x AF2 = 30 x
1.28 1.20
1 1 x (12.200)2 3 160 3 x (12.000)2 168
KB = 30,5 KB =
12 B 1 De
B1 =
KB De = 13,5 x 3 = 7.625 ~ 8 ft 12 12
T1 = JT = H1 = PC1 =
KT B1 = 0,7 x 8 ~ 5,5 ft KJ B1 = 0,3 x 8 ~ 2,5 ft L + J1 = 20 + 2,5 = 22,5 ft H1 - T1 = 22,5 - 5,5 = 17 ft
Fragmentasi yang diinginkan adalah kecil, KS = 1,25 ; S1 = 1,25 x 8 = 10 ft Jadi pola yang dipakai adalah 8 x 10 ft.
Konya Konya (1972) - B = 0.036 x De x (
e/
r)
1/3
• B = Burden (m) • De =Diameter lubang tembak pada (mm)
• ρe = Bobot isi bahan peledak • ρr = Bobot isi batuan
• Stemming (ft)
T = 0,7 B • UkuranPartikelStemming (inch) Sz= 0,05 De • Subdrilling(ft) J = 0,3 B • Tinggi Jenjang (ft) L = 5 x De
Pengaruh Stiffness Ratio (Konya, 1990) Stifness Ratio (L/B)
1
2
3
4
Fragmentasi
Buruk
Sedang
Baik
Sangat baik
Air Blast
Berpotensi
Sedang
Baik
Sangat baik
Fly Rock
Berpotensi
Sedang
Baik
Sangat baik
Vibrasi tanah
Keterangan
Berpotensi
Potensi terjadinya back break dan toe. Harus dihindari dan dirancang ulang
Sedang
Sebaiknya dirancang ulang
Baik
Terkontrol dan fragmentasi memuaskan
Sangat baik
Tidak menambah keuntungan bila stifness ratio dinaikkan lebih dari 4
Spasi (ft) Sistem penyalaan
Stiffness ratio L/B < 4
Stiffness ratio L/B 4
Serentak
S = ( L + 2B )/3
S = 2B
Tunda
S = ( L + 7B )/8
S = 1,4B
berpotensi rusak Lantai bersih
Struktur berlawanan dip Dinding berpotensi rusak Fragmentasi lantai masalah
menaikan lemparan
- baris belakang membatasi kerusakan - lakukan kontrak pola bila fragmentasi lantai buruk - kurangi sub-dril atau powder factor bila ada kerusakan
Pengaruh Orientasi Kekar Terhadap Peledakan - lubang tembak vertikal - muka kerja vertikal lakukan kontrak pola untuk fragmentasi lantai buruk - kurangi sub-dril atau powder factor
Struktur searah dip Potensi back break dinding rusak Fragmentasi lantai masalah
Struktur horizontal Dinding berpotensi rusak Lantai bersih
- desain khusu baris belakang - gunakan delay untuk menaikan lemparan
Random Dinding tak stabil Lantai rusak
Struktur berlawanan dip Dinding berpotensi rusak Fragmentasi lantai masalah
- baris belakang membatasi kerusakan - lakukan kontrak pola bila fragmentasi lantai buruk - kurangi sub-dril atau powder factor bila ada kerusakan
Struktur vertikal Dinding bersih Fragmentasi lantai masalah
Struktur searah dip Potensi back break dinding rusak Fragmentasi lantai masalah Random Dinding tak stabil Lantai rusak
fragmentasi bolder
tak stabil
potensi longsor
- bila dip curam, lubang tembak dan muka lereng diparalelkan dengan dip
- peledakan presplit & trim - gunakan delay yang tepat - powder factor rendah - BP gel. kejut rendah - BP ber-gas tinggi
Masif Dinding berpotensi stabil Lantai baik
tak stabil
potensi longsor
- bila dip curam, lubang tembak dan muka lereng diparalelkan dengan dip
- peledakan presplit & trim - gunakan delay yang tepat - powder factor rendah - BP gel. kejut rendah - BP ber-gas tinggi
Potensi bolder antar lubang
Batuan Keras - BP gelombang kejut tinggi - BP powder factor tinggi - kurangi waktu delay Batuan Lunak - BP gelombang kejut rendah - BP powder factor rendah - perbanyak waktu delay - pastikan ukuran burden
Pengaruh Kekar Pada Peledakan (Dyno Nobel, 1995)
Skematik Susunan Lubang Tembak Delay
Delay
NONEL Starter
Stemming
ANFO Bulk Explosive
NONEL Detonator Down Hole Delay 500 ms
Primer HDP 400 gram
Water vs ANFO
Pengaruh Peledakan • Useful energy • Wasted Energy
Nitrogliserin
Peledakan Bawah Tanah
Istilah Peledakan Pada Terowongan Roof holes atau back holes
Tinggi busur
Stoping holes atau helper holes atau reliever holes Wall holes atau rib holes
Cut holes Tinggi abutment
Cut spreader holes atau raker holes Floor holes atau lifter holes
Tujuan Peledakan TBT 1. Meledakkan batuan dengan tujuan menghasilkan ruangan (development), untuk : gudang, jalan, saluran, terowongan pipa, dan lubang bukaan. 2. Meledakkan batuan dengan tujuan mengambil material (production): operasi penambangan.
Peledakan TBT
Pembagian Area
Look Out Terowongan
Kemajuan peledakan Biasanya kemajuan peledakan terowongan dipengaruhi oleh besarnya lubang kosong yang digunakan. Kedalaman lubang dapat dihitung dengan rumus : H = 0,15 + 34,1 Φ1 – 39,4 Φ2 Φ1 : diameter lubang kosong Kemajuan peledakan dapat dihitung dengan rumus : I = 0,95 H
Fungsi Letak & Diameter lubang ledak dan lubang kosong
Perhitungan Pembuatan Cut Pada Face Cut 1 a = 1,5 Ø W = a √2
Cut 2 B1 = W1 C–C = 1,5 W1 W2 = 1,5 W1 √2
mm
76
89
102
127
159
a mm
110
130
150
190
230
W1 mm
150
180
210
270
320
mm
76
89
102
127
159
W1 mm
150
180
210
270
320
C-C mm
225
270
310
400
480
W2 mm
320
380
440
560
670
Perhitungan Pembuatan Cut Pada Face Cut 3 B2 = W2 C–C = 1,5 W2 W3 = 1,5 W2 √2
mm
76
89
102
127
159
W2 mm
320
380
440
560
670
C–C
480
570
660
840
1.000
W3 mm
670
800
930
1.180
1.400
Cut 4 B3 = W3 C–C = 1,5 W3 W4 = 1,5 W3 √2
mm
76
89
102
127
159
W3 mm
320
380
440
560
670
C–C
480
570
660
840
1.000
W4 mm
670
800
930
1.180
1.400
Geometri Peledakan pada Face Terowongan Burden
Spacing
Height Bottom Charge
(m)
(m)
(m)
Bottom (kg/m)
Coloum (kg/m)
(m)
Floor
1xB
1.1 x B
1
/3 x H
lb
1.0 x lb
0.2 x B
Wall
0.9 x B
1.1 x B
1
/6 x H
lb
0.4 x lb
0.5 x B
Roof
0.9 x B
1.1 x B
1
/6 x H
lb
0.3 x lb
0.5 x B
Upwards
1xB
1.1 x B
1
/3 x H
lb
0.5 x lb
0.5 x B
Horinzontal
1xB
1.1 x B
1
/3 x H
lb
0.5 x lb
0.5 x B
Downwards
1xB
1.2 x B
1
/3 x H
lb
0.5 x lb
0.5 x B
Part Of Time Round
Charge Concentration
Stemming
Stoping :
Pola Penyalaan •
•
•
•
Di dalam daerah cut waktu tunda antara lubang-lubang harus cukup panjang, sehingga memberi waktu untuk memecah dan melemparkan batuan melalui lubang kosong yang sempit. Batuan bergerak dengan kecepatan antara 40 - 60 meter per detik. Suatu cut yang dibor dengan kedalaman 4 meter akan membutuhkan waktu tunda 60 - 100 mili detik agar terjadi peledakan yang baik (cleaned blast). Waktu tunda yang biasa dipakai adalah 75 - 100 mili detik. Dalam dua bujursangkar yang pertama hanya dipakai satu detonator untuk setiap waktu tunda. Dalam dua bujursangkar selanjutnya boleh dipakai dua detonator untuk setiap waktu tunda. Di daerah stoping waktu tunda harus cukup panjang untuk memberi waktu terhadap gerakan batuan. Waktu tunda yang umum dipakai adalah 100 - 500 mili detik. Untuk lubang kontur perbedaan waktu tunda di antara lubang-lubang harus sekecil mungkin supaya dapat dihasilkan efek peledakan yang rata.
Contoh Pola Penyalaan
Pengaruh Sound Energy Tingkat Suara Maksimal (dB) 177 170 150 140 136 ≤ 128
Akibat Ledakan Udara Semua jendela pecah. Sebagian besar jendela pecah. Beberapa jendela pecah. Beberapa jendela yang besar dapat pecah. Piring-piring dan jendela yang tidak rapat bergerak. Intensitas yang diperbolehkan oleh USBM. Keluhan mulai timbul.
Gambaran Lomba
Multitester
Detonator Listrik
Material Stemming
Amonium Nitrat