Bab V [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB V TUGAS KHUSUS 5.1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Furnace merupakan salah satu alat yang berperan penting dalam proses produki kaca karena di dalam furnace proses peleburan bahan baku terjadi. Peleburan bahan baku dapat terjadi di dalam furnace karena terdapat burner yang berfungsi untuk menghasilkan api yang kemudian digunakan untuk melebur material. Untuk menghasilkan api, burner membutuhkan api serta udara. Di PT. Asahimas Flat Glass bahan bakar utama yang digunakan berupa natural gas. Sebelumnya PT. Asahimas Flat Glass masih menggunakan heavy oil sebagai bahan bakar utamanya, namun karena terjadi kenaikan harga heavy oil maka beralih ke natural gas. Pada pembuatan kaca diperlukan suatu perlakuan khusus untuk mengetahui, mengukur dan mengamati segala jumlah material yang masuk ke dalam furnace. Jika ada pengontrol yang baik pada tiap komponen material yang masuk di dalam furnace maka dapat menciptakan suatu produk kaca yang berkualitas. Oleh karena itu diperlukan perhitungan neraca massa dan neraca energi untuk mengetahui berapa jumlah produksi kaca berkualitas yang dihasilkan. Neraca massa merupakan perincian banyaknya bahan – bahan yang masuk, keluar, dan menumpuk dalam suatu alat pemroses. Perhitungan dan perincian banyaknya bahan – bahan ini diperlukan untuk pembuatan neraca energi, perhitungan rancangan dan evaluasi kinerja suatu alat atau satuan pemroses. Untuk rancangan misalnya, diperlukan perhitungan jumlah hasil yang akan diperoleh atau sebaliknya bahan baku dan bahan pembantu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil dalam jumlah tertentu. Neraca energi dihitung untuk menentukan jumlah energi yang diperlukan untuk melebur material menjadi molten glass. 5.1.1 Tujuan Pembuatan tugas khusus perhitungan neraca massa dan energi ini bertujuan untuk mengetahui jumlah produksi kaca yang dihasilkan dan jumlah produksi kaca serta bahan baku yang diperlukan untuk dileburkan dalam waktu 142



satu hari. Sedangkan neraca energi digunakan untuk menentukan jumlah energi yang diperlukan untuk melebur bahan baku yang masuk ke dalam furnace. Hasil perhitungan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kinerja atau performa furnace yang digunakan di PT. Asahimas Flat Glass Tbk. hingga didapatkan persen yield dari satu hari produksi dan total energi yang dibutuhkan untuk melebur bahan baku menjadi molten glass dalam satu hari. 5.1.2 Ruang Lingkup Ruang lingkup dalam pengerjaan tugas khusus perhitungan neraca massa adalah menghitung jumlah molten glass yang dihasilkan dari sejumlah bahan baku yang diumpankan ke dalam furnace. Neraca energi adalah menghitung jumlah total energi yang dihasilkan dari total entalpi input furnace, total entalpi output furnace dan panas reaksi yang dihasilkan. 5.2 LANDASAN TEORI Proses peleburan (melting) merupakan salah satu faktor penting dalam proses pembuatan kaca menggunakan sistem float, dalam proses melting seluruh raw material akan dilebur di dalam furnace pada temperatur yang sangat tinggi untuk menghasilkan campuran yang homogen yang disebut molten glass. Molten glass inilah yang kemudian dibentuk dalam proses selanjutnya sehingga menghasilkan kaca. Proses peleburan raw material terjadi di dalam furnace. Furnace merupakan alat yang digunakan untuk melelehkan logam pada proses pelapisan (coating) atau untuk melebur material sehingga bentuk dan sifat material tersebut berubah. Furnace yang digunakan dalam proses pembuatan kaca umumnya berbentuk tangki yang terbuat dari batu refractory (batu tahan api) dan memiliki sumber panas yang berasal dari pembakaran bahan bakar baik bahan bakar cair (liquid fuel) maupun bahan bakar gas (gaseous fuel). Selain menggunakan bahan bakar, ada pula furnace yang menggunakan energi listrik sebagai sumber panas untuk melebur material.



5.2.1 Jenis – Jenis Raw Material 143



Bahan baku merupakan elemen penting dalam proses peleburan karena kondisi bahan baku juga mempengaruhi kualitas molten glass yang dihasilkan melalui peleburan. Oleh karena itu, terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan bahan baku yaitu kemurnian, kemudahan melebur, biaya, dan potensi untuk menghasilkan polusi. Beberapa jeni bahan baku yang digunakan dalam porses pembuatan kaca antara lain : A. Pasir Silika ( Silica Sand ) Pasir silika adalah bahan baku dengan komposisi terbesar dalam proses pembuatan kaca. Pasir ini mengandung kontaminan utama yaitu iron oxide, titania, dan zirconia. Untuk menghilangkan kontaminan ini dilakukan proses pencucian dengan asam. Ukuran pasir silika yang digunakan sangat bervariasi tergantung kepada jenis kaca yang ingin dihasilkan. Namun secara umum, ukuran pasir silika yang dapat digunakan untuk porses pembuatan kaca adalah 590 – 840 µm. B. Limestone atau Dolomite Limestone merupakan sumber kalsium dan magnesium. Bahan ini umumnya mengandung kontaminan berupa 0,1% Fe2O3, 1% silika dan alumina. C. Soda Ash Soda ash digunakan sebagai sumber Na2O. Na2O berfungsi untuk membantu mempercepat proses peleburan. Sebenarnya, sumber Na2O tidak hanya diperoleh dari soda ash tetapi dapat pula diperoleh dari sodium bikarbonat, salt cake, dan sodium nitrat. D. Feldspar Feldspar memiliki rumus kimia yaitu R2O.Al2O2.6SiO2 dimana R2O dapat berupa Na2O atau K2O. Feldspar merupakan bahan baku yang memiliki banyak kegunaan. Kandungan Al2O2 dapat memberikan kekuatan pada kaca sedangkan kandungan Na2O atau K2O dapat membantu menurunkan temperature peleburan. Kelebihan feldspar yang lain adalah harganya murah dan kemurniannya tinggi. Selain bahan – bahan diatas, masih terdapat beberapa jenis bahan lain yang digunakan dalam proses peleburan seperti salt cake dan 144



calumite. Namun bahan ini biasanya dipakai dalam jumlah kecil. Bahan lain yang juga cukupmpenting dalam proses peleburan adalah cullet. Cullet adalah pecahan kaca yang berasal dari potongan pinggiran kaca atau kaca yang gagal produksi. Cullet berfungsi untuk mempercepat proses peleburan dan mengurangi terbentuknya polutan gas akibat reaksi kimia selama proses peleburan. 5.2.2 Jenis – Jenis Furnace Secara umum furnace dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan sumber panas yang digunakan dan kapasitas material yang dapat dilebur. Berdasarkan sumber panasnya, furnace dapat dibedakan menjadi fuel furnace yang menggunakan bahan bakar dan electric furnace yang menggunakan energi listrik. Berdasarkan kapasitasnya, furnace dapat digolongkan menjadi : a. Pot Furnace atau Batch Furnace dengan tipe batch biasanya dipakai untuk produksi kaca dengan jumlah kecil. Kapasitas produksinya hanya beberapa ton. Penggunaan furnace ini umumnya dilakukan bila produksi kaca yang diinginkan memiliki komposisi dan kriteria khusus. b. Continous Tank Furnace memiliki kapasitas yang cukup besar yaitu 1500 ton. Furnace dengan tipe continous tank umumnya memiliki ukuran yang lebih besa dibandingkan pot furnace dengan kedalaman sekitar 1,5 sampai 5 feet. 5.2.3 Penyusun Furnace Struktur furnace disusun oleh bata tahan api yang disebut refractories. Terdapat beberapa refractories yang dapat digunakan untuk menyusun furnace antara lain : a. High Alumina Refractories High alumina refractories mengandung 45-100% alumina. Semakin tinggi kandungan alumina pada bata ini, maka semakin tinggi pula tingkat ketebalannya. Jenis refractories ini umumnya digunakan untuk furnace, glass tanks, dan cement kiln. b. Silica Brick



145



Silica Brick merupakan refractories yang mengandung 98,3% SiO2, jenis refractories ini memiliki beberapa kelebihan yaitu, tahan terhadap beban yang besar, volume stabil, dan memiliki resistensi terhadap temperatur yang sangat baik. Sebelum mencapai titik leburnya, silica brick tidak akan mengalami perubahan struktur. Oleh karena itu sangat tahan terhadap suhu tinggi. Silica brick banyak digunakan sebagai penyusun furnace dalam industri kaca atau industri baja. c. Zirconite Refractories Zirconite memiliki ketahanan yang cukup baik sampai temperatur 15000C. Kelebihan lain dari zirconite adalah konduktifitas termalnya cukup rendah sehingga dapat diaplikasikan sebagai bahan insulasi. d. Chromite Terdapat 2 jenis chromite refractories, yaitu chrome-magnesite refractories



dan magnesite-chrome refractories. Chrome-magnesite



mengandung 15-35% Cr2O2 dan 42-50% MgO. Sementara itu magnesitechrome memiliki kandungan MgO sebesar 60% dan 8-18% Cr 2O2. Chrome-magnesite memiliki kelebihan yaitu tahan terhadap korosi maupun gas namun tingkat resistansi magnesite-chrome masih jauh lebih baik dibandingkan dengan chrome-magnesite. e. Fireclay Refractories Fireclay refractories umumnya mengandung SiO2 dengan jumlah bervariasi hingga mencapai 78% dan Al2O2 sampai mencapai 44%. Material ini banyak digunakan sebagai penyusun furnace karena harganya tidak terlalu mahal namun semakin rendah kandungan Al2O2 dalam fireclay refractories maka akan semakin rendah pula tingkat ketahanannya.



5.3 METODOLOGI PELAKSANAAN TUGAS KHUSUS 5.3.1 Pengumpulan Data 146



Data diambil dari produksi tanggal 13 Juli 2018, jenis kaca yang diproduksi adalah float glass. Dalam pelaksanaan tugas khusus menghitung efisiensi furnace terdapat beberapa tahapan pekerjaan yang dilakukan yaitu : 1. Pengumpulan Data Yang Diperlukan Untuk Perhitungan. Data – data yang dibutuhkan untuk penyelesaian tugas khusus berasal dari dua sumber yaiitu data pabrik dan data literatur. Data – data yang diperlukan dalam perhitungan yaitu : a. Data berat serta komposisi material yang digunakan untuk membentuk campuran batch. b. Data komposisi cullet. c. Kapasitas produksi pabrik sehari. d. Temperatur masuk dan keluar furnace. 2. Perhitungan Neraca Massa Dan Neraca Energi Neraca massa digunakan untuk mengetahui jumlah output furnace dengan dasar input awal sedangkan neraca energi dipakai untuk menentukan jumlah energi yang diperlukan untuk melebur bahan baku yang masuk ke furnace. 5.3.2 Pengolahan Data A. Neraca Massa 1. Perhitungan Jumlah Mixing Perhari



2. Perhitungan Jumlah Batch Perhari



3. Perhitungan Jumlah Cullet Perhari



4. Perhitungan Neraca Massa 147



Batch + Cullet



Glass + Gasses



5. Perhitungan Persen Rendemen



B. Neraca Energi 1. Q total 2. Q Peleburan



= Q Peleburan + Q loss = Q1 + Q2 + Q3 + Q4 = QS1 + QL +QS2 + Qgas 3. Perhitungan entalpi pada saat bahan masuk yakni pada suhu 300C hingga mencapai titik lebur bahan yaitu 15000C QS1 = m x Cp x ∆T 4. Perhitungan entalpi pada saat seluruh bahan baku melebur yakni pada suhu 15000C. QL = m x HL 5. Perhitungan entalpi dari proses pembentukan gas di dalam furnace Qgas = m x HF 6. Perhitungan entalpi pada saat bahan baku melebur yakni 15000C hingga mencapai suhu maksimum furnace yakni 17000C QS2 = m x Cp x ∆T 7. Jumlah panas = Qtotal = 3606 8. Qloss



= Qtotal - Qpeleburan



9. Efisiensi Furnace =



5.4 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.4.1 Hasil Perhitungan Neraca Massa



148



x 9290



x 24



Melalui perhitungan neraca massa diperoleh hasil berupa jumlah molten glass yang dihasilkan dan jumlah gas yang terbentuk akibat reaksi dekomposisi material dalam campuran batch. Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Neraca Massa



Komponen Neraca Massa Campuran Batch Cullet Molten Glass Gas – Gas Persen Yield



Massa ( Kg/mixing) 3300 912.7265 3510,60 574.99 83 %



Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah campuran batch dan cullet yang menjadi molten glass hanya mencapai 83% saja, dengan kata lain tidak semua bahan baku yang masuk ke dalam furnace terkonversi menjadi molten glass. Hal ini disebabkan akibat temperatur di dalam furnace yang cukup tinggi sehingga ada bahan baku yang terdekomposisi dan menghasilkan gas 5.4.2 Hasil Perhitungan Neraca Energi Melalui perhitungan neraca energi diperoleh hasil seperti tabel 5.2 Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Neraca Energi



Komponen Neraca Energi Total Entalpi Sensibel (QS1) Total Entalpi Laten (QL) Total Entalpi Pembentukan Gas (Qgas) Total Entalpi Sensibel (QS2) Panas Keseluruhan Panas Peleburan Panas Yang Hilang



Jumlah (kkal/hari) 171.929.828 29.961.099,86 -174.292,5511 3.712.533,756 803.993.760 205.429.169,0 598.564.591



149